• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS ( TWO STAY TWO STRAY )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS ( TWO STAY TWO STRAY )"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS

( TWO STAY TWO STRAY )

A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Model pembelajaran ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. model pembelajaran kooperatif tipe Two

Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat

saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik (Yusiriza, 2010)

Metode Two Stay Two Stray merupakan metode dua tinggal dua tamu. Menurut Agus Suprijono, pembelajaran dengan metode ini diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka diskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok usai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, baik peserta didik yang bertugas bertamu maupun mereka yang bertugas menerima tamu mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah mereka tunaikan (Suprijono, 2009: 93)

(2)

B. Teori Belajar Yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Belajar yaitu suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1995: 2)

Diantara prinsip belajar universal yang dirumuskan UNESCO melalui 4 pilar pendidikan (1996) yaitu:

1. Learning to know adalah prinsip belajar tidak hanya berorientasi kepada produk/hasil

belajar, akan tetapi harus berorientasi kepada proses belajar.

2. Learning to do adalah prinsip belajar tidak hanya sekedar mendengar dan melihat

dengan tujuan akumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi.

3. Learning to live together adalah belajar untuk kerjasama.

4. Learning to be, mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia

yang “menjadi dirinya sendiri” dengan kata lain belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggungjawab sebagai manusia (Sanjaya: 2007: 335)

Dalam mengajarkan matematika seorang guru matematika yang professional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan pelaksnaan pembelajaran matematika. Wawasan itu berupa dasar-dasar teori belajar yang dapat diterapkan untuk pengembangan dan perbaikan pembelajaran matematika, diantaranya yaitu (Mutadi, 2007: 3):

(3)

a. Teori Thorndike

Teori Thorndike disebut teori penyerapan, yaitu teori yang memandang peserta didik selembar kertas putih, penerima pengetahuan yang siap menerima pengetahuan secara pasif Pandangan belajar seperti ini mempunyai dampak terhadap pandangan mengajar. Mengajar dipandang sebagai perencanaan dari urutan bahan pelajaran yang disusun secara cermat, mengkomunasikan bahan kepada peserta didik, dan membawa mereka untuk praktik menggunakan konsep atau prosedur baru. Konsep dan prosedur baru itu akan semakin mantap jika makin banyak latihan. Pada prinsipnya teori ini menekankan banyak memberi praktik dan latihan kepada peserta didik agar konsep dan prosedur dapat mereka kuasai dengan baik.

b. Teori Jean Piaget

Teori ini merekomendasikan perlunya pengamatan terhadap tingkat perkembangan intelektual anak sebelum suatu bahan pelajaran matematika diberikan, terutama untuk menyesuaikan keabstrakan bahan matematika dengan kemampuan berpikir abstrak anak pada saat itu. Penerapan teori Piaget dalam pembelajaran matematika adalah perlunya keterkaitan materi baru pelajaran matematika dengan bahan pelajaran matematika yang telah diberikan, sehingga lebih memudahkan peserta didik dalam memahami materi baru. c. Teori Vygotsky

Teori Vygotsky berusaha mengembalikan model konstruktivistik belajar mandiri dari Piaget menjadi belajar kelompok. Melalui teori ini peserta didik dapat memperoleh pengetahuan melalui kegiatan yang beranekaragam dengan guru sebagai fasilitator. Dengan kegiatan yang beragam, peserta didik akan membangun pengetahuannya sendiri melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, pengamatan, pencatatan, pengerjaan, dan presentasi.

(4)

d. Teori George Polya (pemecahan masalah)

Pemecahan masalah merupakan realisasi dari keinginan meningkatkan pembelajaran matematika sehingga peserta didik mempunyai pandangan atau wawasan yang luas dan mendalam ketika menghadapi suatu masalah.

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika perlu ditentukan satu terobosan alternatif, yaitu sebuah terobosan pendekatan pembelajaran matematika, menurut Mutadi dalam bukunya terobosan-terobosan tersebut yaitu sebagai berikut (Mutadi, 2007: 2)

1. Membuat pelajaran matematika hadir ke tengah peserta didik bukan sebagai sesuatu yang abstrak dan menakutkan, melainkan sebagai sesuatu yang berangkat dari kehidupan peserta didk itu sendiri,

2. Memberikan satu permasalahan yang menantang untuk didiskusikan dan diselesaikan menurut cara berfikir mereka,

3. Memberikan kesempatan untuk bekerjasama dan beradu argumentasi dalam memecahkan masalah dalam kelompok belajarnya,

4. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempresentasikan hasil pemikiran-baik pribadi maupun kelompok di depan kelas,

5. Memanfaatkan kemajuan teknologi dalam pembelajaran matematika.

C. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Teknik belajar dua tinggal dua tamu (two stay two stray) bisa digunakan disemua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Struktur dua tinggal dua tamu memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat

(5)

pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.

Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu (a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (c) bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda dan (d) penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu (Yusiriza, 2010)

Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain dengan cara:

1. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.

3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka (Lie dalam Jupri, 2010: 43)

Aktivitas belajar dalam model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) melibatkan pengakuan tim dan tanggungjawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota. Inti kegiatan dalam Two Stay Two Stray (TS-TS) adalah (Yusritawati, 2009: 14)

(6)

2. Belajar pada tim: peserta didik belajar melalui kegiatan kerja dalam tim/kelompok dan antar kelompok dengan dipandu oleh lembar kegiatan untuk menuntaskan materi pelajaran.

3. Penghargaan: pemberian penghargaan kepada peserta didik yang berprestasi dan tim/kelompok yang memperoleh skor tertinggi dalam kuis.

D. Langkah-langkah/ Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Struktur Two Stay Two Stray yaitu memberi kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain”. Adapun langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara lain (Lie dalam Yusritawati, 2009: 14)

1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok heterogen dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer

Tutoring) dan saling mendukung.

2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.

3. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.

4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. Struktur Two Stay Two Stray yang dimaksud tampak seperti pada gambar berikut ini:

(7)

5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 8. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah model pembelajaran kooperatif yang dapat mendorong anggota kelompok untuk memperoleh konsep secara mendalam melalui pemberian peran pada siswa. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman.

E. Kelebihan dan Kelemahan Model pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS

Lie (Yogaswara, 2012: 2) menyatakan model Two Stay Two Stray (TSTS) memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model ini yaitu dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Sedangkan faktor

(8)

penghambat dari model Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu: membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, guru membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

E. Daftar Rujukan

Jupri, 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay – Two Stray

(Ts-Ts) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Pokok Segi Empat Kelas Vii C Mts Taqwal Ilah Tembalang Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo

Semarang. [online] Tersedia di:

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/121/jtptiain-gdl-juprinim31-6039-1-skrispi-p.pdf tanggal 2 juni 2014

Mutadi, Pedekatan Efektif Dalam Pembelajaran Matematika, Jakarta: Pusdiklat Tenaga Keagamaan-Depag Bekerja Sama Dengan Ditbina Widyaiswara Lan RI, 2007

Sanjaya, Wina, Buku Materi Pokok : Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2007 Slameto, Belajar dan Faktor – faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka

Cipta, 1995)

Suprijono, Agus, Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM,Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar, 2009

Yogaswara, Bismar. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (Tsts)

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas X-1 Sma Negeri 1 Purwosari Kompetensi Dasar Menganalisis Hidrosfer Semester Genap 2011/2012. Skripsi Universitas Negeri Malang.[Online] Tersedia di:

http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikel9DB8A2AD8497F61E2C5AC110 690968AB.pdf tanggal 1 juni 2014

Yusritawati. 2009. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik

Two Stay Two Stray terhadap Kemampuan Representasi Matematika Siswa SMP. (Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UNPAS: tidak diterbitkan)

diunduh dari http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-two-stay-two-stray/ tanggal 1 Juni 2014

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini fokus pada pemodelan PDRB dengan pendekatan ekonometrika panel spasial sehingga diharapkan dapat menjelaskan efek spasial dan efek periode waktu terhadap nilai

• Para penumpang harus menggunakan fasilitas penyeberangan jalan untuk menuju/ meninggalkan halte. • Membeli tiket pada tempat tempat yang telah disediakan. • Masukkan karcis

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka saran-saran yang dapat dipertimbangkan dalam penelitian ini sebagai berikut : (1) Bagi perusahaan

Dalam penelitian ini ditemukan peraturan yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta sudah mengacu pada kompetensi para pelaku di industri pariwisata namun bila dibandingkan dengan

Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan kegiatan melipat kertas dengan kreativitas anak terbukti adanya peningkatan dari minggu pertama sampai minggu keenam dalam semua aspek

Dari hasil penanaman bawang merah yang dilakukan masyarakat pihak Pemerintah Kabupaten Kampar dapat mengevaluasi hasil penanaman bawang merah tersebut dan menilai

[r]

The objective of this research is to find out if there is any significant difference of English speaking ability between boarding and non-boarding school of the