Peningkatan Keterampilan Berbicara .... (Ahmad Multazam) 2.471
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN
PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY
IMPROVING THE SPEAKING SKILLS USING COOPERATIVE LEARNING APPROACH TYPE TWO STAY TWO STRAYOleh: Ahmad Multazam, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta , ahmad.multazzamm@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara menggunakan pendekatan pembelajaran Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray siswa kelas V SD. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Ngoto Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah siswa kelas kelas VA SD Negeri Ngoto tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah 25 siswa. Model penelitian yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc. Taggart. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi aktivitas guru dan penilaian kinerja siswa. Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa pedoman observasi penilaian keterampilan berbicara siswa dalam bentuk laporan lisan. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Di dalam penelitian ini, siswa melakukan latihan keterampilan berbicara secara intensif dan didukung dengan pemberian bimbingan oleh guru. Latihan tersebut berbentuk kegiatan dalam diskusi kelompok kecil, diskusi kelompok besar, dan laporan lisan. Hasil pengamatan proses pembelajaran berdasarkan observasi aktivitas guru menunjukkan bahwa sebesar 97,5% langkah pembelajaran berhasil dilaksanakan dengan baik. Pada akhir siklus, 19 siswa (76%) berhasil mencapai KKM, sedangkan sisanya yaitu sebesar 24% masih dibawah KKM. Peningkatan aspek keterampilan berbicara yang paling menonjol dalam penelitian ini adalah aspek pelafalan sebesar 21,5% dan aspek kelancaran sebesar 25,5%.
Kata kunci: keterampilan berbicara, pendekatan kooperatif, two stay two stray
Abstract
This research aims at improving the speaking skills by using cooperative learning approach type two stay two stray on fifth grade students of SD Negeri Ngoto Bantul Regency 2015/2016 academic year. The research type was a classroom action research. The subjects of this research were the 25 fifth grade students of SD Negeri Ngoto 2015/2016 academic year. The research design was using Kemmis and McTaggart models. The data collection techniques was using observations. The data collection instrument was the observation sheets of speaking skills assessment in oral report. The data analysis theqnique was used quantitative descriptive. In this research, students have practiced speaking skills intensively and support by teacher’s guidances. The practices are organized as little group discussion, big group discussion, and oral report. The result of the learning process based on the teachers’s activities observation shows that 97.5% of learning steps could be done well. In the end of cycle, 19 students (76%) can reach KKM, whereas the rest 24% still under KKM. Pronounciation aspect and fluency aspect are the most conspicuous aspects those increased in this research, they were 21.5% and 25.5%.
Key Words: speaking skills, cooperative learning, two stay two stray
PENDAHULUAN
Salah satu sifat manusia yang
dianugrahkan oleh Tuhan adalah sifat sosial yang menjadikan manusia memiliki ketergantungan antara satu dengan lainnya. Di dalam setiap
aktivitas sehari-hari mulai dari tempat tinggal, sekolah, sampai lingkungan kerja pun seseorang tidak sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Hubungan timbal
sosial antarindividu.
Interaksi sosial dalam kehidupan
manusia tidak bisa dipisahkan dengan
komunikasi yang merujuk pada aktivitas
berbicara. Setiap manusia butuh berbicara untuk berkomunikasi dengan manusia yang lain. Sesuai dengan pendapat Haryadi & Zamzami (1996:56) yang menyatakan bahwa “Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial (homo hominie socius) agar mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Berbicara ini menjadi salah satu media yang digunakan oleh seseorang ketika bertemu dengan orang lainnya. Semakin seseorang aktif dalam kehidupan sosialnya, maka dapat dipastikan jika frekuensi
melakukan kegiatan berbicaranya semakin
banyak.
Dalam konteks pendidikan khususnya di lingkungan sekolah, keterampilan berbicara ini masuk dalam salah satu keterampilan berbahasa yang terdiri dari menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Keterampilan berbicara ini
dipelajari dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Akan tetapi dalam prakteknya, keterampilan berbahasa tidak hanya digunakan dalam mata pelajaran tersebut saja melainkan juga digunakan hampir di setiap mata pelajaran sebagai pengantar dalam kegiatan pembelajaran.
Berbicara merupakan sebuah tuntutan
kebutuhan dalam kehidupan manusia.
Kemampuan akan berbicara yang baik akan sangat dibutuhkan oleh seseorang ketika sudah dewasa dan menjalani kehidupan di masyarakat. Contohnya saja dalam berbagai jabatan pekerjaan yang ada di pemerintah, swasta, maupun pendidikan. Seorang pemimpin harus menguasai
masyarakat. Seorang pedagang juga
membutuhkan keterampilan berbicara agar
mendapatkan pembeli. Demikian juga seorang pendidik dituntut untuk menguasai keterampilan berbicara agar anak didiknya mendapatkan ilmu darinya dengan baik.
Berbicara juga tidak semata tentang bagaimana mengeluarkan suara melalui mulut. Akan tetapi juga bagaimana caranya seseorang bisa menyampaikan apa yang dipikirkan oleh seseorang baik berupa gagasan, ide, maupun tentang ilmu kepada orang lain secara runtut dan mudah dipahami.
Begitu pentingnya keterampilan
berbicara ini, maka sejatinya harus dipelajari dan dikembangkan sejak usia dini karena pada masa ini adalah masa awal seseorang mengembangkan
keterampilan berbicaranya. Seperti yang
dinyatakan oleh H. Guntur Tarigan (1998: 3) bahwa berbicara adalah keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Selain itu keterampilan berbicara harus dipelajari sejak dini, karena keterampilan menggunakan bahasa itu tidaklah bersifat alamiah, seperti bernafas atau berjalan. Keterampilan itu tidak dibawa sejak lahir dan dikuasai dengan sendirinya, melainkan harus
dipelajari (Suhartono, 2005:13). Disinilah
pentingnya peran seorang guru dalam mendidik keterampilan bahasa di sekolah.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara pada tanggal 23 Februari 2016 di SD Negeri Ngoto, Bantul, keterampilan berbahasa para siswa khususnya keterampilan berbicara
Peningkatan Keterampilan Berbicara .... (Ahmad Multazam) 2.473
belum memuaskan. Hal ini disampaikan oleh guru wali kelas yang menerangkan bahwa nilai praktik siswa rata-rata masih di bawah KKM yang besarnya 7,3. Hanya 3 dari 25 siswa atau 12% saja yang sudah mencapai nilai KKM.
Selain itu, guru juga menegaskan bahwa siswa masih bermasalah ketika melakukan praktik berbicara di depan kelas. Masalah tersebut antara lain siswa masih merasa minder untuk berbicara di depan kelas. Ketika mendapat giliran berbicara di depan kelas, siswa sangat sulit untuk melakukannya dengan sukarela sehingga harus dipaksa oleh guru dengan hukuman tugas tambahan jika tidak mau.
Bahasa yang digunakan oleh siswa juga masih sangat minim kosakata. Hal ini terlihat ketika praktik berbicara di depan kelas. Siswa sering mengulang-ulang kata yang sama sehingga maksud yang disampaikan menjadi kurang jelas. Oleh karena itu, guru sering menasehati siswa untuk meningkatkan penguasaan kosakata dengan memperbanyak membaca buku.
Dalam observasi dan wawancara yang telah penulis lakukan, kegiatan pembelajaran
keterampilan berbahasa masih berlangsung
dengan metode ceramah (konvensional) dan sedikit penugasan untuk beberapa siswa. Hal ini menjadikan tidak semua siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Mereka akan aktif jika mendapat giliran saja, sedangkan yang tidak mendapat giliran, biasanya mereka disuruh untuk tenang, memperhatikan apa yang disampaikan oleh teman mereka, dan tidak boleh mengganggu. Alhasil, kegiatan pembelajaran menjadi kurang menarik untuk siswa. Siswa lama kelamaan
menjadi kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran bahkan terlihat sering mengantuk.
Berdasarkan paparan di atas, sudah seharusnya kasus yang terjadi di SD tersebut tidak didiamkan begitu saja. Disinilah peran guru sebagai pendidik menjadi sangat penting. Guru
semestinya bisa menggunakan
pendekatan-pendekatan yang cocok dengan suasana di kelasnya. Ketika satu pendekatan tidak cocok, maka diganti dengan pendekatan yang lain sehngga iklim pembelajaran menjadi kondusif dan tujuan pembelajaran tercapai.
Ada banyak pendekatan yang bisa dilakukan dalam pembelajaran di kelas. Akan tetapi penulis memilih Pendekatan Kooperatif tipe Two Stay Two Stray dengan petimbangan bahwa dalam pendekatan ini, siswa akan mendapatkan kesempatan yang lebih banyak untuk berbicara dengan menyampaikan informasi mengenai suatu hal atau peristiwa dibandingkan pendekatan kooperatif tipe lainnya. Selain itu, siswa akan berbicara dalam situasi yang informal, karena hanya dengan sesama teman. Praktik berbicara ini dilakukan dalam sebuah kelompok kecil. Dengan situasi seperti ini, siswa tidak akan merasa tertekan dan keterampilan berbicara mereka semakin terasah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Rofi’uddin (1998: 19) yang menyatakan bahwa keterampilan berbicara lebih
mudah dikembangkan apabila murid-murid
memperoleh kesempatan untuk
mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain, dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal.
Pemilihan penggunaan pendekatan
dalam pembelajaran di kelas akan menjadikan siswa lebih aktif berpartisipasi dalam kelompok.
Kelompok-kelompok yang dibentuk dapat
bersifat informal, yang artinya kelompok tersebut masih dalam kondisi untuk mempersiapkan aktivitas yang dinilai oleh guru. Misalnya saja para siswa berpasang-pasangan untuk diskusi atau persiapan melakukan drama. Selain bersifat informal, kelompok-kelompok yang telah ada disusun dengan tujuan tertentu, contohnya untuk
menyelesaikan suatu tugas atau proyek.
Kelompok-kelompok tersebut dapat diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus secara langsung, dapat juga untuk menolong siswa yang ingin meningkatkan keterampilan tertentu. Dalam penelitian ini, keterampilan tersebut difokuskan ke dalam keterampilan berbicara.
Pendekatan Two Stay Two Stray dirasa akan cocok untuk diterapkan dalam kelas V SD Negeri Ngoto. Hal ini berdasarkan observasi yang telah dilakukan yang menunjukkan bahwa mayoritas siswa terlihat mempunyai keterampilan yang baik dalam berbicara dengan sesama teman.
Kondisi tersebut menjadikan kemunkinan
keberhasilan penggunaan Two Stay Two Stray dalam mengembangkan keterampilan berbicara siswa semakin besar.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VA SD Negeri Ngoto dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil judul
“Peningkatan Keterampilan Berbicara
Menggunakan Pendekatan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dalam Matapelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD Negeri Ngoto Bantul Yogyakarta”. Setelah pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini, diharapkan keterampilan berbicara siswa dapat meningkat.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian ini, peneliti berkolaborasi atau bekerjasama dengan guru kelas.
Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VA SD Negeri Ngoto, Bantul pada semester II (genap) tahun ajaran 2015/2016. Adapun jumlah siswa sebanyak 25 siswa, terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Sedangkan
objek penelitian ini adalah pembelajaran
keterampilan berbicara siswa dalam bediskusi dan melaporkan hasil diskusi secara lisan pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dalam kelas VA pada semester II (genap) tahun ajaran 2015/2016 di SD Negeri Ngoto, Bantul. Alasan dilaksanakannya penelitian di kelas VA SD Negeri Ngoto yaitu: (1) keterampilan berbicara siswa SD Negeri Ngoto kurang mencukupi karena hanya 12% saja dari seluruh siswa yang mencapai nilai KKM, (2) metode pembelajaran yang digunakan oleh guru masih konvensional kurang menjadikan siswa aktif dalam berbicara, (3) suasana pembelajaran bahasa Indonesia kurang menarik, (4) siswa masih merasa minder untuk berbicara di depan kelas, dan (5) bahasa
Peningkatan Keterampilan Berbicara .... (Ahmad Multazam) 2.475
yang digunakan oleh siswa masih sangat minim kosakata.
Kenyataan tersebut di atas berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti sebelum merumuskan masalah.
Pelajaran yang diteliti adalah pendekatan
kooperatif yang memfokuskan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia aspek keterampilan berbicara.
Model Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kemmis dan Mc. Taggart. Pada model Kemmis dan Mc.Taggart, siklus dilakukan secara berulang dan berkelanjutan yang berarti bahwa semakin lama proses pembelajaran, maka semakin meningkat pula hasil belajar yang diperoleh siswa. Penelitian ini dilaksanakan setidaknya dalam dua siklus tergantung dengan
peningkatan hasil yang diperoleh. Setiap
siklusnya yang dilaksanakan terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Bentuk gambaran sederhana dari pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan Mc. Taggart dalam Fitri Yuliawati, dkk. (2012: 24) adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Model PTK Kemmis dan Mc. Taggart
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data penilaian. Teknik pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data yang akurat. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Observasi Aktivitas Guru
Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti (Wina Sanjaya, 2011:86).
Teknik observasi dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu observasi aktivitas guru. Observasi
tersebut dilakukan untuk mengetahui
ketercapaian aktivitas yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berbicara dalam pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray.
Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terstruktur. Saat melakukan observasi terstruktur menggunakan instrumen yaitu pedoman observasi aktivitas guru. Peneliti menggunakan pedoman observasi untuk memastikan ketercapaian pelaksanaan kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara siswa berdasarkan pembelajaran Two Stay Two
Stray.
2. Observasi Keterampilan Berbicara Siswa
Observasi keterampilan berbicara siswa merupakan pengamatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai keterampilan berbicara siswa.. Kegiatan ini merupakan bagian dari proses pembelajaran Two Stay Two Stray. Observasi ini dilakukan sekali pada setiap
pertemuan. Penilaian keterampilan berbicara siswa dalam penelitian ini berupa aktivitas siswa dalam melaporkan hasil diskusi secara lisan di depan kelompok lain.
3. Dokumentasi
Dokumentasi Adalah teknik atau metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2002: 231). Dokumentasi dalm penelitian ini adalah untuk memperkuat bukti hasil yang diperoleh selama proses pembelajaran.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu melalui observasi ketika siswa bercerita.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pedoman observasi penilaian
keterampilan berbicara siswa dan lembar
observasi kegiatan guru.
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berdasarkan observasi pembelajaran untuk menilai keterampilan berbicara dalam kegiatan berdiskusi dan laporan lisan siswa kelas VA SD Negeri Ngoto tahun ajaran 2015/2016. Analisis data ini menggunakan analisis data deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penilaian keterampilan berbicara siswa dalam kegiatan pembelajaran menghasilkan data kuantitatif berupa skor. Skor-skor yang telah
didapat tersebut kemudian dipresentasikan.
Dengan demikian, peningkatan yang dicapai dalam pembelajaran dapat diketahui.
Analisis data ini dapat dihitung dengan rumus menurut Ngalim Purwanto (2013: 102) yaitu sebagai berikut.
Ket. N = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor yang diperoleh siswa
SM = skor maksimum dari tes yang bersangkutan
Kemudian untuk memperoleh nilai rata-rata keseluruhan siswa dalam satu kelas maka digunakan rumus rata-rata (mean) data tunggal menurut Suharsimi Arikunto (2002: 264), yaitu sebagai berikut.
M =
Semua data hasil observasi yang sudah diperoleh kemudian dihitung dan dirata-rata. Hasil rata-rata nilai pada akhir siklus I selanjutnya dibandingkan dengan hasil rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus II. Jika mengalami kenaikan, maka dapat diasumsikan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam bentuk kegiatan diskusi dan laporan lisan dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa.
Acep Yoni (2010: 175) menyatakan bahwa data dapat diinterpretasikan sebagai berikut.
N =
Keterangan:
M = Nilai rata-rata (mean) siswa
∑x = Jumlah dari nilai siswa
Peningkatan Keterampilan Berbicara .... (Ahmad Multazam) 2.477
Tabel 1. Dasar penentuan kategori nilai keterampilan berbicara
No. Nilai Kategori
1 75-100 Terampil
2 50-74.99 Cukup terampil
3 25-49.99 Kurang terampil
4 0-24.99 Tidak terampil
Hasil pengamatan aktivitas guru
dianalisis secara statistik deskriptif kuantitatif. Berdasarkan rentang skala dengan perhitungan yang ada maka diberikan predikat dari persentase jumlah seluruh aspek aktivitas guru. Standar
pemberian predikat tersebut berdasarkan
pendapat dari Suharsimi Arikunto (2002: 269), yaitu sebagai berikut.
Tabel 6. dasar penentuan predikat dari rentang skor persentase aktivitas guru
No. Persentase (%) Kategori
1 76-100 Sangat Baik
2 51-75 Baik
3 26-50 Cukup
4 0-25 Kurang
Kriteria Keberhasilan
Dalam setiap siklus penelitian tindakan kelas ini, keberhasilan ditandai dengan adanya perubahan dalam pembelajaran ke arah yang lebih baik dari segi proses maupun hasil. Perubahan tersebut salah satunya jika proses pembelajaran dan keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan dari setiap siklus.
Sebagai indikator keberhasilan dari segi hasil yang dicapai siswa kelas VA SD Negeri Ngoto dalam penelitian ini adalah nilai rata-rata kelas keterampilan berbicara siswa meningkat
dari siklus I ke siklus selanjutnya. Siklus akan dihentikan jika nilai rata-rata kelas telah mencapai sekurang-kurangnya 75% penguasaan materi pembelajaran. Hal ini sesuai pendapat yang dinyatakan oleh Suharsimi Arikunto (2002) bahwa prinsip belajar tuntas yaitu siswa diharapkan dapat menguasai bahan pelajaran sekurang-kurangnya 75%.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Proses Pelaksanaan Pembelajaran
kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Proses pembelajaran Two Stay Two
Stray dalam penelitian tindakan kelas ini
berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat
dari hasil pengamatan aktivitas guru
berdasarkan pedoman pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran Two Stay Two
Stray. Pada siklus pertama, guru berhasil
melaksanakan 87,5% dari seluruh aktivitas.
Kemudian ketercapaian pelaksanaan
pembelajaran Two Stay Two Stray meningkat sebesar 10% pada siklus kedua yang mencapai 97,5%.
Pencapaian pada pelaksanaan
kegiatan pembelajaran Two Stay Two Stray berdasarkan pedoman observasi aktivitas
guru sangat mempengaruhi proses
pembelajaran siswa. Siswa dapat mengikuti apa yang diarahkan oleh guru dalam kegiatan
pembelajaran. Secara garis besar,
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa sudah sesuai dengan teori pembelajaran koperatif tipe Two Stay Two Stray, yaitu:
a. Anak didik bekerja sama dalam kelompok bertiga, berempat, atau lebih banyak lagi seperti biasa.
b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan
kelompoknya dan masing-masing
bertemu kedua kelompok yang lain untuk saling berkomunikasi.
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu yang berkunjung ke kelompok lainnya.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke
kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari
kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. (Yudha dan Rudyanto, 2005:77)
Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas guru yang diperoleh serta teori pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang sudah diterapkan dalam proses pembelajaran, dapat dikatakan bahwa pembelajaran Two Stay Two
Stray berhasil dilaksanakan di kelas VA SD
Negeri Ngoto. Walaupun begitu, untuk mencapai hasil maksimal pembelajaran Two Stay Two Stray membutuhkan waktu agak lama agar siswa bisa terbiasa dengan proses pembelajaran.
2. Keterampilan Berbicara Siswa
Hasil penilaian keterampilan
berbicara rata-rata kelas yang diperoleh dalam pembelajaran Two Stay Two Stray pada prasiklus, siklus 1, dan siklus 2 adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Perbandingan Nilai Aspek
Keterampilan Berbicara pada
Prasiklus, Siklus 1, dan Siklus 2
No. Aspek Prasiklu s Siklu s 1 Siklu s 2 1 Pelafalan 57,5 75 79 2 Tata Bahasa 62,5 75,5 78 3 Kosakata 55 69 76 4 Komprehen si 58,5 65 76,5 5 Kelancaran 56 83,5 81,5 6 Sikap 58 68,5 74
Berdasarkan tabel di atas, semua aspek mengalami peningkatan dari tahap
prasiklus sampai siklus 2. Aspek
keterampilan berbicara yang meningkat signifikan adalah aspek Kelancaran. Aspek tersebut meningkat sebesar 25,5. Sedangkan aspek yang mengalami paling sedikit peningkatan adalah aspek Tata Bahasa. Pada akhir siklus, aspek tersebut hanya meningkat sebesar 15,5.
Peningkatan rata-rata hasil belajar keterampilan berbicara siswa dapat dilhat dari tahap prasiklus, siklus I dan siklus II. Pada tahap prasiklus, nilai rata-rata kelas mencapai 57,92. Sedangkan pada siklus I dan siklus II mencapai 72,83 dan 77,50.
Peningkatan nilai keterampilan
berbicara terjadi melalui tahapan-tahapan
belajar yang dilakukan siswa. pada
pembelajaran, siswa melakukan diskusi, presentasi hasil diskusi, yang di dalamnya
terdapat unsur-unsur latihan berbicara.
Rofi’uddin (1998:19) menyatakan bahwa
keterampilan berbicara lebih mudah
dikembangkan apabila murid-murid
memperoleh kesempatan untuk
Peningkatan Keterampilan Berbicara .... (Ahmad Multazam) 2.479
alami kepada orang lain, dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal.
Aspek kosakata yang menjadi
kekurangan sejak awal penelitian, pada siklus
kedua mengalami peningkatan yang
signifikan sebesar 17 %. Hal tersebut dipengaruhi oleh pembelajaran yang di dalamnya berisi praktik berbicara, yaitu pada pembelajaran Two Stay Two Stray. Hal ini sejalan dengan H. G. Tarigan (2008:2) yang menyatakan bahwa keterampilan berbicara hanya dapat diperoleh dan dipelajari dengan jalan praktik dan latihan.
Perbaikan yang dilakukan pada siklus kedua juga berpengaruh terhadap penilaian keterampilan individu siswa. dari siklus I yang menghasilkan siswa pada kategori “Cukup Terampil” sebesar 40% dan siswa kategori “Terampil” sebesar 60% bisa meningkat menjadi 4% atau 1 siswa saja yang masih berada pada kategori “Cukup Terampil” dan sisanya 96% berada pada kategori “Terampil”. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa penelitian dalam siklus kedua telah mencapai target yang telah ditetapkan, yakni 75% siswa berpredikat “Terampil”.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray sangat mendukung dalam pengembangan keterampilan berbicara di kelas. Pada setiap siklus, siswa melakukan latihan keterampilan berbicara secara intensif dan didukung dengan pemberian bimbingan oleh guru. Latihan tersebut berbentuk kegiatan dalam
diskusi kelompok kecil, diskusi kelompok besar, dan laporan lisan. Diskusi kelompok kecil dilakukan siswa ketika membahas LKS yang diberikan oleh guru, sedangkan diskusi kelompok besar dilakukan saat siswa melakukan refleksi hasil diskusi bersama guru. Kegiatan laporan lisan dilakukan ketika siswa menjadi tuan rumah dan dikunjungi oleh kelompok lain.
Hasil pengamatan proses pembelajaran
berdasarkan observasi aktivitas guru
menunjukkan bahwa sebesar 97,5% langkah pembelajaran berhasil dilaksanakan dengan baik. Pada akhir siklus, 19 siswa (76%) berhasil mencapai KKM, sedangkan sisanya yaitu sebesar 24% masih dibawah KKM. Peningkatan aspek keterampilan berbicara yang paling menonjol dalam penelitian ini adalah aspek Pelafalan sebesar 21,5% dan aspek kelancaran sebesar 25,5%.
Saran
Guru yang kreatif dalam proses
pembelajaran akan menguntungkan bagi
perkembangan siswa. oleh karena itu, guru sebaiknya bisa terbuka dengan hal-hal yang baru untuk kelas serta terus mempelajari berbagai hal yang dapat memberikan kemajuan bagi siswa, baik berupa metode, pendekatan, maupun strategi pembelajaran.
Guru dapat membuat dan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
dalam pembelajaran selanjutnya untuk
meningkatkan keterampilan berbicara siswa Pengembangan SDM sekolah seperti keterampilan guru dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting dilakukan. Oleh karena itu, sekolah sebaiknya bisa memberi fasilitas
ataupun sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Acep Yoni. (2010). Menyusun Penelitian
Tindakan Kelas. Yogyakarta: Familia
Ahmad Rofi’uddin & Darmiyati Zuhri. (1998). Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Fitri Yuliawati, Dkk. (2012). Penelitian Tindakan
Kelas untuk Tenaga Pendidik Profesional.
Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Haryadi dan Zamzami. (1996). Peningkatan
Keterampilan berbahasa Indonesia.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Henry Guntur Tarigan. (2008). Berbicara sebagai
Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
. (2002). Dasar-dasar
Evaluasi Pendiidkan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Suhartono. (2005). Pengembangan Keterampilan
Bicara Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Wina Snjaya. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Yudha M. Saputra. (2005). Pembelajaran
Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Anak TK. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.