• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Rangkaian Listrik

Di Kawasan s

Sudaryatno Sudirham 1

Kuliah Terbuka

ppsx beranimasi tersedia di www.ee-cafe.org 2

Buku-e

Analisis

Analisis

Analisis

Analisis Rangkaian

Rangkaian

Rangkaian

Rangkaian Listrik

Listrik

Listrik

Listrik Jilid

Jilid

Jilid 2222

Jilid

tersedia di

www.buku-e.lipi.go.id dan www.ee-cafe.org

Pengantar

Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu

karena tidak melibatkan persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa. Akan tetapi analisis tersebut terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan

mantap.

Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan s, yang dapat kita terapkan pada rangkaian dengan

sinyal sinus maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.

3

Isi Kuliah:

1. Transformasi Laplace

2. Analisis Menggunakan Transformasi Laplace 3. Fungsi Jaringan

4. Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1 5. Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2

(2)

Transformasi Laplace

5

Perhitungan rangkaian akan memberikan kepada kita hasil yang juga merupakan fungsi s. Jika kita perlu mengetahui

hasil perhitungan dalam fungsi t kita dapat mencari transformasi balik dari pernyataan bentuk gelombang sinyal

dari kawasan s ke kawasan t. Pada langkah awal kita akan berusaha memahami

transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya.

Melalui transformasi Laplace ini, berbagai bentuk gelombang sinyal di kawasan waktu yang dinyatakan sebagai fungsi t,

dapat ditransformasikan ke kawasan s menjadi fungsi s.

Jika sinyal diyatakan sebagai fungsi s, maka pernyataan elemen rangkaian pun harus disesuaikan dan penyesuaian ini

membawa kita pada konsep impedansi di kawasan s.

6

Dalam pelajaran Analisis di Kawasan s, kita akan melakukan transformasi pernyataan fungsi dari kawasan t ke kawasan s melalui

Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai suatu integral

∞ − = 0 () ) (s f te stdt F Fungsi waktu s adalah peubah kompleks:

s = σ+ jω

Batas bawah integrasi adalah nol yang berarti bahwa kita hanya meninjau sinyal-sinyal kausal

Transformasi Laplace

Dalam pelajaran Analisis Rangkaian di kawasan fasor, kita melakukan transformasi fungsi sinus (fungsi t) ke dalam bentuk fasor melalui

relasi Euler.

Sebelum membahas Taransformasi Laplace lebih lanjut, kita akan mencoba memahami proses apa yang terjadi dalam transformasi ini.

Kita lihat bentuk yang ada di dalam tanda integral, yaitu

t j t t j st f te f te e e t f() − = ()−(σ+ω) = () −σ −ω

Fungsi waktu Eksponensial

kompleks Meredam f(t) jika σ> 0

bentuk sinusoidal

t t ejωt=cosωsinω

Jadi perkalian f(t) dengan faktor eksponensial kompleks menjadikan f(t) berbentuk sinusoidal teredam.

Sehingga integral dari 0 sampai∞mempunyai nilai limit, dan bukan bernilai tak hingga.

(3)

t t t j t j t t j t j t j t j t j e t e e e e e e e e te σ − σ − ω − ω − ω − ω σ − ω − ω − ω − ω ω + σ − ω − ω = + = + = ω ) cos( 2 2 cos 0 ) ( ) ( ) ( 0 0 0 0 0 ) sin (cos ) ( Ae e Ae t t Ae Aest= −σ+jωt= −σtjωt= −σt ω− ω ) sin (cos ( ) ) ( ) ( t t Ae e Ae Ae e Ae at t j t a t j a st at ω − ω = = = + σ − ω − + σ − ω + + σ − − −

∞ − = 0 () ) (s f te stdt F

Bentuk gelombang sinyal yang kita hadapi dalam rangkaian listrik tersusun dari tiga bentuk gelombang dasar yaitu:

(1) anak tangga, (2) eksponensial, dan (3) sinusoidal

) ( ) (t Aut f = ) ( ) (t e ut f = −at ) ( cos ) (t A tut f = ω sinus teredam (1) (2) (3) 9 Jadi semua bentuk gelombang yang kita temui dalam rangkaian listrik, setelah dikalikan dengan estdan kemudian diintegrasi dari

0 sampaiakan kita peroleh F(s) yang memiliki nilai limit.

Contoh:

Jika f(t) adalah fungsi tetapan f(t) = Au(t)

s A s A e s A dt e A s F st st =      − − = − = =

∞ − − ∞ 0 ) ( 0 0

Dalam contoh fungsi anak tangga ini, walaupun integrasi memiliki nilai limit, namun teramati bahwa ada nilai s yang memberikan nilai

khusus pada F(s) yaitu s = 0. Pada nilai s ini F(s) menjadi tak menentu dan nilai s yang membuat F(s) tak menentu ini disebut pole.

s A s F()= Re Im 0 = s X

Posisi pole diberi tandaX s adalah besaran kompleks. Posisi pole di bidang kompleks dalam

contoh ini dapat kita gambarkan sebagai berikut.

f(t) 0 Au(t) t 10 f(t) = Ae−αtu(t) Jika f(t) adalah fungsi exponensial

α + = α + − = = = ∞ α + − ∞ +αα

sA s Ae Ae dt e e A s F t s t s st t -0 ) ( 0 ) ( 0 ) ( Contoh: α + = s A s F )( t f(t) Ae-atu(t)

Untuk s = −α, nilai F(s) menjadi tak tentu. s = −αini adalah pole

Re Im α − = sX

Posisi Pole diberi tandaX Penggambaran pada

bidang kompleks:

11

Contoh: Jika f(t) adalah fungsi cosinus f(t) = Acosωt u(t) relasi Euler:cosω=(ejωt+ejωt)/2

2 2 ) ( 0 ) ( 0 0 2 2 2 ) ( ω + = + = + =

∞ ω −ω −

∞ ω−

∞ −ω− s As dt e A dt e A dt e e e A s F st j st j st t j t j 2 2 ) ( ω + = s As s F t f(t) Acosωt u(t)

Untuk s = 0, nilai F(s) menjadi nol.

Nilai s ini disebut zero Untuk s2= −ω2, atau nilai F(s) menjadi tak tentu.

Nilai s ini merupakan pole

ω ± = j s Penggambaran pada bidang kompleks Zero diberi tandaO Pole diberi tandaX

Re Im X X O 12

(4)

Salah satu sifat Transformasi Laplace yang sangat penting adalah

Sifat Unik

Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t).

Sifat ini memudahkan kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari fungsi f(t) dari dari suatu fungsi F(s) dengan

menggunakan tabel transformasi Laplace. Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut mencari

transformasi balik dari F(s).

Tabel berikut ini memuat pasangan fungsi f(t) dan fungsi F(s). Walaupun hanya memuat beberapa pasangan, namun untuk

keperluan kita, tabel ini sudah dianggap cukup.

13

ramp teredam : [ t e−at]u(t) ramp : [ t ] u(t) sinus tergeser : [sin (ωt + θ)] u(t) cosinus tergeser : [cos (ωt + θ)] u(t) sinus teredam : [e−atsin ωt] u(t)

cosinus teredam : [e−atcos ωt] u(t)

sinus : [sin ωt] u(t)

cosinus : [cos ωt] u(t)

eksponensial : [e−at]u(t) anak tangga : u(t)

1 impuls : δ(t)

Pernyataan Sinyal di Kawasan s

L[f(t)] = F(s) Pernyataan Sinyal di Kawasan t

f(t) s 1 a s+ 1 2 2+ω s s 2 2+ω ω s (+ )2+ω2 + a s a s (+ )2+ω2 ω a s 2 2 sin cos ω + θ ω − θ s s 2 2 cos sin ω + θ ω + θ s s 2 1 s ( )2 1 a s+

Tabel Transformasi Laplace

14

Sifat-Sifat Transformasi Laplace

Sifat Unik

Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka

transformasi balik dari F(s) adalah f(t). Dengan kata lain

Jika pernyataan di kawasan s suatu bentuk gelombang v(t) adalah V(s), maka pernyataan di kawasan t suatu bentuk

(5)

Sifat Linier

Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat linier.

Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah jumlah dari transformasi masing-masing fungsi.

Jika f(t)=A1f1(t)+A2f2(t) maka transformasi Laplace-nya adalah

[

]

) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 1 1 0 2 2 01 1 0 11 2 2 s A s A dt t f A dt t f A dt e t f A t f A s st F F F + = + = + =

∞ ∞ ∞

dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).

Bukti:

17

Fungsi yang merupakan integrasi suatu fungsi t

) ( ) ( 0f1xdx t f =

t Misalkan maka dt t f s e dx x f s e dt e dx x f s st t st st t

∫ ∫

∞ − ∞ − ∞ − − −               − =       = 0 1 0 0 1 0 0 1() () () ) ( F

bernilai nol untuk t = karena est= 0 pada t→∞, bernilai nol untuk t = 0 karena integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).

s s dt e t f s dt t f s e s st st () ) ( 1 ) ( ) ( 1 0 1 0 1 F F = = − − = ∞ −

Jika , maka transformasi Laplacenya adalah

s s s) () ( F F = ) ( ) ( 0f1xdx t f =

t Bukti: 18

Fungsi yang merupakan diferensiasi suatu fungsi

Misalkan dt t df t f()= 1() maka

[

]

∞ − = − ∞ − = 0 1 0 1 0 1() () ()( ) ) ( e dt f te f t se dt dt t df s st st st F

bernilai nol untuk t = karena est= 0 untuk t→ ∞ bernilai −f(0) untuk t = 0. ) 0 ( ) ( ) 0 ( ) ( ) ( 1 1 0 1 s fte dt f s s f dt t df = st =      

∞ − F

L

Jika

maka transformasi Laplacenya adalah

dt t df t f()= 1()

)

0

(

)

(

)

(

s

=

s

F

1

s

f

1

F

Bukti:

Ini adalah nilai f1(t) pada t = 0

19

Translasi di Kawasan t

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka transformasi Laplace dari f(ta)u(ta) untuk a > 0

adalah easF(s).

Translasi di Kawasan s

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka transformasi Laplace dari e−αtf(t)

adalah F(s + α).

(6)

Pen-skalaan (scaling)

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a > 0 transformasi dari f(at) adalah

      a s F a 1

Nilai Awal dan Nilai Akhir

0 0 ) ( lim ) ( lim : akhir Nilai ) ( lim ) ( lim : awal Nilai → ∞ → ∞ → + → = = s t s t s s t f s s t f F F 21 konvolusi : nilai akhir : nilai awal : penskalaan : translasi di s : translasi di t: A1F1(s) + A2F2(s) linier : A1f1(t) + A2f2(t) diferensiasi : integrasi : A1F1(s) + A2F2(s) linier : A1f1(t) + A2f2(t) Pernyataan F(s) =L[f(t)] Pernyataan f(t)

t dx x f 0 () s s) ( F dt t df() ) 0 ( ) (sfsF 2 2 () dt t f d s F2 (s)sf(0)f(0) 3 3() dt t f d ) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) ( 2 3 − − − ′′ − − − f sf f s s s F [f(ta)]u(ta) easF(s) ) (t f eat F(s+a) ) (at f       a s aF 1 0 ) ( lim + → t t f ) ( lim ∞ → s s sF ) ( lim ∞ → t t f 0 ) ( lim → s s sF dx x t f x f t ) ( ) ( 01 2 −

F1(s F) 2(s) Tabel Sifat-Sifat Transformasi Laplace

22

Transformasi Laplace

Diagram pole – zero

Transformasi Balik

CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang berikut:

) ( 3 ) ( c). ; ) ( ) 10 sin( 5 ) ( b). ; ) ( ) 10 cos( 5 ) ( a). 2 3 2 1 t u e t v t u t t v t u t t v t − = = =

Mencari Transformasi Laplace

2 3 ) ( ) ( 3 ) ( 2 3 3 = − → = + s s t u e t v t V

a) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [cos ωt] u(t) () 2 2 ω + = s s s F Penyelesaian: 100 5 ) 10 ( 5 ) ( ) ( ) 10 cos( 5 ) ( 1 2 2 2 1 + = + = → = s s s s s t u t t v V

b) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [sin ωt] u(t) () 2+ω2

ω = s s F 100 s 50 ) 10 ( 10 5 ) ( ) ( ) 10 sin( 5 ) ( 2 2 2 2 2 + = + × = → = s s t u t t v V

c) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [e−at]u(t)

a s s F + = 1 ) (

(7)

CONTOH: Gambarkan diagram pole-zero dari s s s s A s s s c). () 5 24 , 3 ) 2 ( ) 2 ( ) ( b). 1 2 ) ( a). 2+ = + + = + = F F F

Mencari Diagram pole-zero

8 , 1 2 di pole ) 8 , 1 ( 24 , 3 ) 2 ( 0 24 , 3 ) 2 ( 2 j s j s s ± − = → ± = − = + = + + Re Im Re Im +j1,8 −2 −j1,8 a). Fungsi ini mempunyai pole di s = −1

tanpa zero tertentu.

b). Fungsi ini mempunyai zero di s = −2 Sedangkan pole dapat dicari dari

c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 + j0.

Re Im

× −1

25

Transformasi balik adalah mencari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui.

Mencari Transformasi Balik

Akan tetapi pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya

seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam

tabel, sehingga kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari transformasi balik setiap uraian.

Hal ini dimungkinkan oleh sifat linier dari transformasi Laplace Jika F(s) yang ingin dicari transformasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita punyai, pekerjaan kita

cukup mudah. 26 Bentuk Umum F(s) ) ( ) )( ( ) ( ) )( ( ) ( 2 1 2 1 n m p s p s p s z s z s z s K s − − − − − − = L L F

Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole ganda.

Dalam bentuk umum ini jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, Jadi indeks n > m

Bentuk umum fungsi s adalah

Jika F(s) memiliki pole yang semuanya berbeda, pipjuntuk ij ,

dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang berupa bilangan kompleks kita katakan

bahwa F(s) mempunyai pole kompleks.

27

Fungsi Dengan Pole Sederhana

t p n t p t p

k

e

k

e

n

e

k

t

f

=

1

+

2

+

L

+

2 1

)

(

) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( ) ( ) )( ( ) ( 2 2 1 1 2 1 2 1 n n n m p s k p s k p s k p s p s p s z s z s z s K s − + + − + − = − − − − − − = L L L F

F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana. k1, k2,…..kndi sebut residu.

Jika semua residu sudah dapat ditentukan, maka

Bagaimana cara menentukan residu ? Apabila F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia dapat diuraikan sebagai berikut

(8)

Jika kita kalikan kedua ruas dengan (s p1), faktor (sp1) hilang dari ruas kiri,

dan ruas kanan menjadi k1ditambah suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (sp1).

k2diperoleh dengan mengakalikan kedua ruas dengan (s p2) kemudian substitusikan s = p2, dst. Jika kemudian kita substitusikan s = p1maka semua suku di

ruas kanan bernilai nol kecuali k1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 ) ( ) ( ) ( ) )( ( k p p p p z p z p z p K n m = − − − − − L L Cara menentukan residu:

) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( ) ( ) )( ( ) ( 2 2 1 1 2 1 2 1 n n n m p s k p s k p s k p s p s p s z s z s z s K s − + + − + − = − − − − − − = L L L F ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 n n n m p s p s k p s p s k p s p s k p s p s z s z s z s K − − + + − − + − − = − − − − − L L L

Dengan demikian kita peroleh k1

29

CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.

) 3 )( 1 ( 4 ) ( + + = s s s F 3 2 1 2 ) ( + − + + = s s s F ) 1 ( + ×s ( 3) 3( 1) 4 2 1+ + + = + s s k k s 1 masukkan s=− 2 ) 3 1 ( 4 1= = + − k ) 3 ( + ×s 2 1 ( 3) 1 ) 1 ( 4 k s s k s+ = + + + 3 masukkan s=− 2 ) 1 3 ( 4 2=− = + − k t t e e t f()=2− −2−3 3 1 ) 3 )( 1 ( 4 ) ( 1 2 + + + = + + = s k s k s s s F 30 ) 3 )( 1 ( ) 2 ( 4 ) ( + + + = s s s s F

CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.

3 1 ) 3 )( 1 ( ) 2 ( 4 ) ( 1 2 + + + = + + + = s k s k s s s s F ) 1 ( + ×s ( 3) 3( 1) ) 2 ( 4 2 1+ + + = + + s s k k s s 1 masukkan s=− 2 ) 3 1 ( ) 2 1 ( 4 1= = + − + − k ) 3 ( + ×s 2 1 ( 3) 1 ) 1 ( ) 2 ( 4 k s s k s s + + + = + + 3 masukkan s=− 2 ) 1 3 ( ) 2 3 ( 4 2= = + − + − k 3 2 1 2 ) ( + + + = s s s F f(t)=2et+2e−3t ) 4 )( 1 ( ) 2 ( 6 ) ( + + + = s s s s s F

CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.

4 1 ) 4 )( 1 ( ) 2 ( 6 ) ( 1 2 3 + + + + = + + + = s k s k s k s s s s s F s × ( 1)( 4) 1 4 ) 2 ( 6 2 3 1+ + + + = + + + s s k s s k k s s s masukkan s = 0 3 ) 4 0 )( 1 0 ( ) 2 0 ( 6 1= = + + + k ) 1 ( 4 ) 1 ( ) 4 ( ) 2 ( 6 3 2 1 + + + + + = + + s s k k s s k s s s ) 1 ( + ×s masukkan s = −4 2 ) 4 1 ( 1 ) 2 1 ( 6 2=− = + − − + − k ) 4 ( + ×s 3 2 1 ( 4) 1 ) 4 ( ) 1 ( ) 2 ( 6 k s s k s s k s s s + + + + + = + + 1 ) 1 4 ( 4 ) 2 4 ( 6 3=− = + − − + − k 4 1 1 2 3 ) ( + − + + − + = s s s s F f(t)=32et1e−4t masukkan s = −1

(9)

Dalam formulasi gejala fisika, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = −α+ jβ, maka ia juga harus mempunyai pole lain yang

berbentuk p* = −α −jβ; sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil.

Jadi untuk sinyal yang secara fisik kita temui, pole kompleks dari F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat.

L L + β + α + + β − α + + = j s k j s k s) * ( F

Residu k dan k* juga merupakan residu konjugat sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini dapat kita cari dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian fungsi

dengan pole sederhana. Fungsi Dengan Pole Kompleks

Oleh karena itu uraian F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk

33

Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks L L+ +α β+ +α+ β+ = j s k j s k s) * ( F L L+ β+θ+ = 2 −αcos( ) ) (t ke t f ) cos( 2 2 2 * ) ( ) ( ) ( )) ( ( )) ( ( ) ( ) ( ) ( ) ( θ + β = + = + = + = + = α − θ + β − θ + β α − θ + β + α − θ + β − α − β + α − θ − β − α − θ β + α − β − α − t t j t j t t j t j t j j t j j t j t j k e k e e e k e k e k e e k e e k e k ke t f adalah 34

CONTOH: Carilah transformasi balik dari

) 8 4 ( 8 ) ( 2+ + = s s s s F 2 2 2 32 16 4 j s=− ± − =− ± Memberikan pole sederhana di s = 0 memberi pole kompleks 2 2 2 2 ) 8 4 ( 8 ) ( 1 2 2 2 s j k j s k s k s s s s + + + − + + = + + = ∗ F 2 2 8 8 8 ) 2 2 ( 8 ) 2 2 ( ) 8 4 ( 8 ) 4 / 3 ( 2 2 2 2 2 2 π + − = + − = = − − = + + = − + × + + = → j j s j s e j j s s j s s s s k ) 4 / 3 ( 2 2 2 − π ∗=k e j

[

]

() 2 cos(2 3 /4) 2 2 ) ( 2 2 2 2 ) ( 2 ) 2 4 / 3 ( ) 2 4 / 3 ( 2 ) 2 2 ( ) 4 / 3 ( ) 2 2 ( ) 4 / 3 ( π + + = + + = + + = − + π − + π − + − π − − − π t e t u e e e t u e e e e t u f(t) t t j t j t t j j t j j 1 8 8 ) 8 4 ( 8 0 2 1 × = = + + = → = s s s s s k 35

Pada kondisi tertentu, F(s) dapat mempunyai pole ganda. Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan “memecah” faktor yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti contoh sebelumnya.

2 2 1 1 ) )( ( ) ( ) ( p s p s z s K s − − − = F pole ganda       − − − − = ) )( ( ) ( 1 ) ( 2 1 1 2 s p s p z s K p s s F pole sederhana ) ( ) ( 2 2 1 1 p s k p s k − + − Fungsi Dengan Pole Ganda

36

(10)

2 2 2 21 2 1 2 2 1 1 2 ( )( ) ( ) 1 ) ( p s k p s p s k p s k p s k p s s − + − − =       − + − − = F 2 2 2 2 12 1 11 ) ( ) ( p s k p s k p s k s − + − + − = F t p t p t p k e kte e k t f 1 2 2 2 12 11 ) ( = + + 37 Maka: sehingga:

CONTOH: Tentukan transformasi balik dari fungsi:

2 ) 2 )( 1 ( ) ( + + = s s s s F 2 ) 1 ( 1 ) 2 ( 2 1 ) 2 ( 1 ) 2 )( 1 ( ) 2 ( 1 ) 2 )( 1 ( ) ( 2 2 1 1 2 1 2 = + = → − = + = →       + + + + =       + + + = + + = − = − = s s s s k s s k s k s k s s s s s s s s s F 2 12 11 2 ) 2 ( 2 2 1 ) 2 ( 2 ) 2 )( 1 ( 1 2 2 1 1 ) 2 ( 1 ) ( + + + + + = + + + + − =       + + + − + = ⇒ s s k s k s s s s s s s F 1 1 1 1 2 1 2 12 1 11 + = − = → − = + − = → − = − = s s s k s k ) 2 ( 2 2 1 1 1 ) ( 2 + + + + + − = ⇒ s s s s F f(t)=et+e−2t+2te−2t 38

Analisis Rangkaian Listrik

Menggunakan

Transformasi Laplace

Kita mengetahui hubungan tergangan-arus di kawasan waktu pada elemen-elemen R, L, dan C adalah

=

=

=

=

dt

i

C

v

dt

dv

C

i

dt

di

L

v

Ri

v

c C C C L L R R

1

atau

Dengan melihat tabel sifat-sifat transformasi Laplace, kita akan memperoleh hubungan tegangan-arus elemen-elemen di kawasan s sebagai berikut:

Hubungan Tegangan-Arus Elemen

di Kawasan s

(11)

Resistor: VR(s)=RIR(s) Induktor: VL(s)=sLIL(s)−LiL(0) Kapasitor: s v sC s s C C C ) 0 ( ) ( ) ( =I + V Kondisi awal Kondisi awal adalah kondisi elemen

sesaat sebelum peninjauan.

41

Konsep Impedansi di Kawasan s

Impedansi di kawasan s adalah rasio tegangan terhadap

arus di kawasan s dengan kondisi awal nol

sC s C s Z sL s L s Z R s s Z C C L L R R R 1 ) ( ) ( ; ) ( ) ( ; ) ( ) ( = = = = = = I V I V I V

Dengan konsep impedansi ini maka hubungan tegangan-arus untuk resistor, induktor, dan kapasitor menjadi sederhana.

) ( 1 ; (s) ) ( ; (s) ) ( s sC sL s R s R L L C C R I V I V I V = = = Admitansi, adalah Y = 1/Z sC Y sL Y R YR= L= ; C= 1 ; 1 42

Representasi Elemen di Kawasan s

R IR (s) + VR(s) − − + sL LiL(0) + VL (s)IL (s) + − + VC (s)IC (s) s vC(0) Representasi dengan Menggunakan Sumber Tegangan

Elemen R, L, dan C di kawasan s, jika harus memperhitungkan adanya simpanan energi awal pada elemen, dapat dinyatakan dengan meggunakan sumber tegangan atau sumber arus.

Kondisi awal ) ( ) (s R Rs R I V = VL(s)=sLIL(s)−LiL(0) s v sC s s C C C ) 0 ( ) ( ) ( =I + V 43

Jika Kondisi awal = 0

R IR (s) + VR(s)sL + VL (s)IL (s) + VC (s)IC (s) ) ( ) (s R Rs R I V = VL(s)=sLIL(s) sC s s C C ) ( ) ( I V =

Jika simpanan energi awal adalah nol, maka sumber tegangan tidak perlu digambarkan.

(12)

R IR (s) + VR(s)IL (s) + VL (s)sL s iL(0) CvC(0) IC (s) + VC (s)sC 1 ) ( ) (s R Rs R I V =       = s i s sL s L L L ) 0 ( ) ( ) ( I V C() 1

(

C(s) CvC(0)

)

sC s = I + V

Representasi dengan Menggunakan Sumber Arus

Kondisi awal Jika Kondisi awal = 0

R IR (s) + VR(s)sL + VL (s)IL (s) + VC (s)IC (s) ) ( ) (s R Rs R I V = VL(s)=sLIL(s) sC s s C C ) ( ) ( I V = 45 Transformasi Rangkaian

Representasi elemen dapat kita gunakan untuk mentransformasi rangkaian ke kawasan s. Dalam melakukan transformasi rangkaian perlu kita perhatikan juga apakah rangkaian yang kita transformasikan

mengandung simpanan energi awal atau tidak. Jika tidak ada simpanan energi awal, maka sumber

tegangan ataupun sumber arus pada representasi elemen tidak perlu kita gambarkan.

46

Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2 sehingga rangkaian RLC seri terhubung ke sumber tegangan 2e3tV. Transformasikan rangkaian ke kawasan s untuk t > 0.

1/2 F 1 H 3 Ω 2e3tV + vC − S 1 2 + − + − 8 V s 3 + − + − + VC(s) − 3 2 + s s 2 s 8

tegangan awal kapasitor = 8/s

tegangan kapasitor CONTOH:

Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan sumber 8 V membuat rangkaian memiliki

kondisi awal, yaitu

vC0= 8 V dan

iL0= 0

arus awal induktor = 0

Transfor-masi

Kondisi awal akan nol jika rangkaiannnya adalah sepeti berikut

1 1/2 F 1 H 3 Ω 2e3tV + vC − S 2 + −

Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan tak ada sumber tegangan,

maka kondisi awal = 0

vC0= 0 V dan iL0= 0 s 3 + − + VC(s) − 3 2 + s s 2 Transfor-masi tegangan kapasitor arus awal induktor = 0

(13)

Hukum arus Kirchhoff (HAK) dan hukum tegangan Kirchhoff (HTK) berlaku di kawasan s

= = n k kt i 1 0 ) ( 0 ) ( ) ( ) ( 1 1 0 0 1 = =       =        

∑ ∫

∫ ∑

= = ∞ = n k k n k st k st n k kt e dt i te dt s i I 0 ) ( 1

= = n k kt v

0

)

(

)

(

)

(

1 1 0 0 1

=

=





=

∑ ∫

∫ ∑

= = ∞ = n k k n k st k st n k k

t

e

dt

v

t

e

dt

s

v

V

HAK di Kawasan t : HAK di Kawasan s HTK di Kawasan t : HTK di Kawasan s 49

Hukum Kirchhoff

Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus

= = k ekivparalel k seri ekiv Z Y Y Z ; ) ( ) ( ; ) ( ) ( s Z Z s s Y Y s total seri ekiv k k total paralel ekiv k k I V V I = =

CONTOH: Carilah VC(s) pada rangkaian impedansi seri RLC berikut ini

) ( ) 2 )( 1 ( 2 ) ( 2 3 2 ) ( 2 3 / 2 ) ( 2 s s s s s s s s s s s in in in R V V V V + + = + + = + + = s 3 + − + VC(s)Vin (s) s 2 50

Kaidah-Kaidah Rangkaian

Misalkan Vin(s) = 10/s 2 1 ) 2 )( 1 ( 20 ) ( 1 2 3 + + + + = + + = s k s k s k s s s s C V

Inilah tanggapan rangkaian RLC seri dengan R = 3, L = 1H, C = 0,5 F

dan sinyal masukan anak tangga dengan amplitudo 10 V. t t C C e e t v s s s s 2 10 20 10 ) ( 2 10 1 20 10 ) ( − − + − = ⇒ + + + − + = ⇒ V 10 ) 1 ( 20 ; 20 ) 2 ( 20 ; 10 ) 2 )( 1 ( 20 2 3 1 2 0 1 = + = − = + = = + + = → − = − = = s s s s s k s s k s s k s 3 + − + VC(s)Vin (s) s 2 51 Prinsip Proporsionalitas ) ( ) (s KsX s Y = Ks Y(s) X(s) sL R + − 1/sC Vin (s) ) ( 1 ) ( ) / 1 ( ) ( 2 RCs s LCs RCs s sC sL R R s in in R V V V       + + = + + = CONTOH:

Hubungan linier antara masukan dan keluaran

52

(14)

Prinsip Superposisi ⋅ ⋅ ⋅ + + + = ( ) () () ) ( 1 1 2 2 3 3 os KsX s Ks X s KsX s Y Ks Yo(s) X1(s) X2(s) Ks1 Y1(s) = Ks1X1(s) X1(s) Ks2 Y2(s) = Ks2X2(s) X2(s) ) ( ) ( ) ( 1 1 2 2 o s KsX s KsX s Y = +

Keluaran rangkaian yang mempunyai beberapa masukan adalah jumlah keluaran dari setiap masukan sendainya

masukan-masukan itu bekerja sendiri-sendiri

53

Teorema Thévenin dan Norton

) ( ) ( 1 ) ( ) ( ) ( ; ) ( ) ( ) ( s s Y Z Z s s s Z s s s N T N T T T hs N T N ht T I V V I I I V V = = = = = =

CONTOH: Carilah rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian impedansi berikut ini.

+ − B E B A N R sC 1 2 2+ω s s ( 1/ )( ) / ) / 1 ( / 1 ) ( ) ( 2 2 2 2+ω = + +ω + = = s RC s RC s s s sC R sC s s ht T V V ) / 1 ( 1 / 1 / ) / 1 ( || RC s C sC R sC R RC R ZT= = + = + + − B E B A N ZT T V

Tegangan Thévenin Arus Norton

Impedansi Thévenin

54

Metoda Unit Output

CONTOH: Dengan menggunakan metoda unit output, carilah V2(s) pada rangkaian impedansi di bawah ini

sL R 1/sC I1(s) + V2(s)IC (s) IR (s) IL (s) 2 2 2 ) ( ) ( ) ( / 1 1 ) ( 1 ) ( ) ( 1 ) ( : Misalkan LCs sC sL s sC s s sC sC s s s s L C L C C = × = → = = → = = → = = → = V I I I V V V ) ( 1 ) ( ) ( 1 ) ( 1 1 1 ) ( ) ( ) ( 1 ) ( 1 ) ( ) ( ) ( 1 2 1 2 2 * 1 2 2 * 1 2 2 s RCs LCs R s K s RCs LCs R s I K R RCs LCs sC R LCs s s s R LCs s LCs s s s s s L R R C L R I I V I I I I V V V + + = = ⇒ + + = = ⇒ + + = + + = + = ⇒ + = → + = + = →

Metoda Metoda Analisis

Metoda Superposisi

CONTOH: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini.

+ − Bsinβt Au(t) R L + vo − R + − R sL + Vo1 − R s A + − R sL + Vo − R s A 2 2+β β s B R sL + Vo2 − R 2 2+β β s B A A sL R L s A sL R RLs R sL R RLs s sL R RLs ZL R 2 / 2 ) ( o1 // + = + = + + + = ⇒ + = → V ) )( 2 / ( 2 2 1 1 1 / 1 ) ( ) ( 2 2 2 2 2 2 o2 β + + β = β + β × + = β + β × + + × = × = s L R s s RB s B R sL sRL s B sL R R sL sL s I sL s L V

(15)

θ − − θ β − = − = β + = →      +β = θ β + = β − = β − + = → β + − = β + = →       β − + β + + + β + + = + = ⇒ j j j s L R s e L R k L R e L R j L R j s L R s s k L R L R s s k j s k j s k L R s k RB L R s A s s s 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 / 2 2 1 3 2 1 o2 o1 o 4 ) / ( 1 / 2 tan , 4 ) / ( 1 2 / 1 ) )( 2 / ( ) 2 / ( ) 2 / ( ) ( 2 / 2 2 / 2 / ) ( ) ( ) ( V V V

(

)

                + β + + β + − β + = ⇒ θ − β θ − β − − − ) ( ) ( 2 2 2 2 2 2 o 4 ) / ( 1 ) 2 / ( ) 2 / ( 2 2 ) ( t j t j t L R t L R e e L R e L R L R RB e A t v ) cos( 4 ) / ( 4 2 ) ( 2 2 2 2 2 2 o β−θ β + β +         β + β − = ⇒ − t L R RB e L R B R A t v Lt R L R s A s 2 / 2 / ) ( o1 = + ⇒ V ) )( 2 / ( 2 ) ( 2 2 o2 + +β β = s L R s s RB s V 57

Metoda Reduksi Rangkaian

CONTOH: Dengan menggunakan metoda reduksi rangkaian carilah tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini

+ − R sL + Vo − R s A 2 2+β β s B RsL +V o − R 2 2+β β s B sR A R/2sL +V o − sR A s B + β + β 2 2 R/2 sL + Vo − + −        + β + β sR A s B R 2 2 2         + β + β × + = sR A s B R R sL sL s 2 2 o 2 2 / ) ( V ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / ) ( 2 2 o β + + β + + = s L R s s RB L R s A s V 58

Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin

CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin. + − R sL + Vo − R s A 2 2+β β s B + − R R s A 2 2+β β s B 2 2 2 2 2 / 2 / 2 1 ) ( ) ( β + β + = β + β × × + × + = = s RB s A s B R s A R R R s s ht T V V 2 R ZT= + − ZT sL + Vo − VT ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / ) ( ) ( 2 2 2 2 o β + + β + + =         β + β + + = + = s L R s s RB L R s A s RB s A R sL sL s Z sL sL s T T V V 59

Metoda Tegangan Simpul

+ − R sL + Vo − R s A 2 2+β β s B

CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan metoda tegangan simpul.

0 1 1 1 1 ) ( 2 2 o = β + β − −       + + s B s A R sL R R s V ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / 2 ) ( atau 2 ) ( 2 2 2 2 o 2 2 o β + + β + + =         β + β + + = β + β + =       + s L R s s RB L R s A s B Rs A R Ls RLs s s B Rs A RLs R Ls s V V 60

(16)

Metoda Arus Mesh

CONTOH: Pada rangkaian berikut ini tidak terdapat simpanan energi awal. Gunakan metoda arus mesh untuk menghitung i(t)

+ − 10kΩ 10mH 1µF 10 u(t) i(t) 10kΩ + − 104 104 0.01s I(s) IA IB s s) 10 ( 1 = V s 6 10

(

)

0 10 ) ( 10 10 10 ) ( 0 10 ) ( 10 01 . 0 ) ( 10 4 6 4 4 4 4 = × −         + + = × − + + − s s s s s s s A B B A I I I I

(

2 10

)

() ) ( 2 s s s s B A I I = + 61

(

)(

)

) )( ( 10 10 10 02 , 0 10 10 10 10 2 02 , 0 10 ) ( ) ( 0 10 ) ( ) ( 10 2 10 01 . 0 10 6 4 2 4 6 4 2 4 2 4 β − α − = + + = − + + × + = = ⇒ = × − + + + − ⇒ s s s s s s s s s s s s s s s s B B B I I I I

[

]

mA 02 , 0 ) ( 10 2 100 10 ; 10 2 500000 10 50000 100 ) 500000 )( 100 ( 10 ) ( 500000 100 5 500000 2 5 100 1 2 1 t t s s e e t i s k s k s k s k s s s − − − − = − − = − = ⇒ × − = + = × = + = + + + = + + = ⇒ I 500000 04 , 0 10 8 10 10 ; 100 04 , 0 10 8 10 10 4 8 4 4 8 4 − ≈ × − − − = β − ≈ × − + − = α 62

Fungsi Jaringan

Bahasan kita berikut ini adalah

mengenai Fungsi Jaringan

Fungsi Jaringan merupakan fungsi s yang merupakan karakteristik rangkaian dalam menghadapi adanya suatu masukan ataupun memberikan relasi antara masukan dan keluaran.

Pengertian Dan Macam Fungsi Jaringan. Peran Fungsi Alih.

Hubungan Bertingkat Kaidah Rantai

(17)

Fungsi Jaringan

Prinsip proporsionalitas berlaku di kawasan s. Faktor proporsionalitas yang menghubungkan keluaran dan

masukan berupa fungsi rasional dalam s dan disebut fungsi jaringan (network function).

) ( Masukan Sinyal ) ( Nol Status Tanggapan Jaringan Fungsi s s =

Definisi ini mengandung dua pembatasan, yaitu a) kondisi awal harus nol dan

b) sistem hanya mempunyai satu masukan

65

Pengertian dan Macam Fungsi Jaringan

Fungsi jaringan yang sering kita hadapi ada dua bentuk, yaitu fungsi masukan (driving-point function) dan

fungsi alih (transfer function)

Fungsi masukan adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang (port) dengan masukan di gerbang yang sama. Fungsi alih adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang dengan masukan pada gerbang yang berbeda.

66 Fungsi Masukan ) ( ) ( ) ( ; ) ( ) ( ) ( s s s Y s s s Z V I I V = =

impedansi masukan admitansi masukan

Fungsi Alih ) ( ) ( ) ( : Alih Impedansi ; ) ( ) ( ) ( : Alih Admitansi ) ( ) ( ) ( : Arus Alih Fungsi ; ) ( ) ( ) ( : Tegangan Alih Fungsi o o o o s s s T s s s T s s s T s s s T in Z in Y in I in V I V V I I I V V = = = = 67

CONTOH: Carilah impedansi masukan yang dilihat oleh sumber pada rangkaian-rangkaian berikut ini

RCs R Z R RCs Cs R Y Cs RCs Cs R Z in in in + = ⇒ + = + = + = + = 1 1 1 b). ; 1 1 a). a). R + − Vs(s) R Is(s) b). Cs 1 Cs 1 68

(18)

Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut CONTOH: a). R + Vin(s)+ Vo(s)R Iin(s) b). Io(s) sRC sC R R s s s T RCs Cs R Cs s s s T in I in V + = + = = + = + = = 1 1 / 1 / 1 ) ( ) ( ) ( b). ; 1 1 / 1 / 1 ) ( ) ( ) ( a). o o I I V V 69

Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di bawah ini CONTOH: R1 R2 L C + vin − + vo − Transformasi ke kawasan s R1 R2 Ls 1/Cs + Vin(s) − + Vo (s)

(

) (

)

1 ) ( ) )( 1 ( / 1 ) )( / 1 ( || / 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 + + + + + = + + + + + = + + = Cs R R LCs R Ls Cs R Ls R Cs R R Ls Cs R R Ls Cs R Zin 2 2 o ) ( ) ( ) ( R Ls R s s s T in V = = + V V 70 CONTOH:

Tentukan impedansi masukan dan

fungsi alih rangkaian di samping ini −

+ R2 + vin − + vo − R1 C1 C2

Transformasi rangkaian ke kawasan s

− + R2 + Vin(s) − + Vo(s)R1 1/C1s 1/C2s

(

)

1 / 1 / / 1 || 1 1 1 1 1 1 1 1 1 = + = + = s C R R s C R s C R s C R Zin 1 1 1 1 ) / 1 ( || ) / 1 ( || ) ( ) ( ) ( 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 o + + − = + × + − = − = − = = s C R s C R R R R s C R s C R R s C R s C R Z Z s s s T in V V V CONTOH: 1MΩ 1µF µvx A + vs − + vx+ vo 1MΩ 1µF + − 106 106/s µVx A + Vx+ Vo(s) 106 106/s + − + Vs(s)

Persamaan tegangan untuk simpul A:

(

)

0 10 10 10 10 10 10 6 6 6 6 6 6 =             µ − − − + + − − − − − − x x in A s s V V V V 1 ) 3 ( 1 ) 1 2 2 ( atau 0 ) 2 )( 1 ( ) 1 ( 1 1 / 10 10 / 10 : sedangkan 2 2 6 6 6 + µ − + = ⇒ = µ − − + + + = µ − − − + + ⇒ + = → + = + = s s s s s s s s s s s s s in x in x x x in x x A A A x V V V V V V V V V V V V V s s s s s s s T s x s V 1 ) 3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 o + µ − + µ = µ = = V V V V Fungsi alih :

(19)

Peran Fungsi Alih

Dengan pengertian fungsi alih, keluaran dari suatu rangkaian di kawasan s dapat dituliskan sebagai

. kawasan di nol) status (tanggapan keluaran : ) ( kawasan di masukan sinyal pernyataan : ) ( alih fungsi adalah ) ( dengan ; ) ( ) ( ) ( s s s s s T s s T s Y X X Y = 0 1 1 1 0 1 1 1 ) ( ) ( ) ( a s a s a s a b s b s b s b s a s b s T n n n n m m m m + + ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ + + + ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ + = = − − − ) ( ) )( ( ) ( ) )( ( ) ( 2 1 2 1 n m p s p s p s z s z s z s K s T − ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ − − − ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ − − =

Fungsi alih T(s) akan memberikan zero di z1…. zm pole di p1…. pn.

T(s) pada umumnya

berbentuk rasio polinom

Rasio polinom ini dapat dituliskan:

73

Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh parameter

rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan;

Pole dan zero yang berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan).

Pole dan zero dapat mempunyai nilai riil ataupun kompleks konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah riil.

Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin mengandung zero dan pole sendiri. Oleh karena itu sinyal keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat

berasal dari T(s) ataupun X(s).

74 CONTOH: 106 106/s µVx A + Vx+ Vo(s) 106 106/s + − + Vs(s)

Jika vin= cos2t u(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran Vo(s) untuk µ= 0,5

4 ) ( 2+ = s s s in V Fungsi alih : s s s s s TV 1 5 , 2 5 , 0 1 ) 3 ( ) ( 2 2+ µ + = + + µ = ) 2 )( 2 ( ) 5 , 0 )( 2 ( 5 , 0 4 1 5 , 2 5 , 0 ) ( ) ( ) ( 2 2 o j s j s s s s s s s s s s T s V in − + + + = + + + = = V V

Pole dan zero adalah :

riil alami : 5 . 0 riil alami : 2 pole s pole s − = − = imajiner paksa : 2 imaginer paksa : 2 riil paksa satu : 0 pole j s pole j s zero s + = − = = 75

Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Impuls

Impuls dinyatakan dengan x(t) = δ(t).

Pernyataan sinyal ini di kawasan s adalah X(s) = 1

) ( 1 ) ( ) ( ) ( ) ( os TsXs Ts Hs V = = × =

Vo(s) yang diperoleh dengan X(s) = 1 ini disebut H(s) agar tidak rancu dengan T(s).

Karena X(s) = 1 tidak memberikan

pole paksa, maka H(s) hanya akan

mengandung pole alami.

Keluaran di kawasan t, vo(t) = h(t), diperoleh dengan transformasi balik H(s). Bentuk gelombang h(t) terkait dengan pole yang dikandung oleh H(s). Pole riil akan memberikan komponen eksponensial pada

h(t); pole kompleks konjugat (dengan

bagian riil negatif ) akan memberikan komponen sinus teredam pada h(t).

Pole-pole yang lain akan memberikan

bentuk-bentuk h(t) tertentu yang akan kita lihat melalui contoh berikut.

(20)

Jika sinyal masukan pada rangkaian dalam contoh-3.5 adalah vin= δ(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran untuk nilai µ = 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4, 5. CONTOH: 106 106/s µVx A + Vx+ Vo(s) 106 106/s + − + Vs(s) − 1 ) 3 ( ) ( 2 + µ − + µ = s s s TV Dengan masukan vin= δ(t) berarti Vin(s) = 1, maka keluaran rangkaian adalah :

1 ) 3 ( ) ( 2+ µ + µ = s s s H 5 , 0 dan 2 di riil dua 5 0 2 5 0 1 5 2 5 0 ) ( 5 , 0 2 ⇒ =− =− + + = + + = ⇒ = µ pole s s ) , )(s (s , s , s , s H 1 di riil dua ) 1 ( 5 , 0 1 2 1 ) ( 1 2 2+ + = + ⇒ =− = ⇒ = µ pole s s s s s H 2 / 3 5 , 0 di kompleks dua ) 2 / 3 5 , 0 )( 2 / 3 5 , 0 ( 2 1 2 ) ( 2 2 s j s j pole s j s s s ⇒ =− ± + + − + = + + = ⇒ = µ H 1 di imajiner dua ) 1 )( 1 ( 3 1 3 ) ( 3 2 pole s j j s j s s s ⇒ =± − + = + = ⇒ = µ H 2 / 3 5 , 0 di kompleks dua ) 2 / 3 5 , 0 )( 2 / 3 5 , 0 ( 4 1 4 ) ( 4 2 s s j s j pole s j s s ⇒ = ± + − − − = + − = ⇒ = µ H 1 di riil dua ) 1 ( 5 1 2 5 ) ( 5 2 2 ⇒ = − = + − = ⇒ = µ pole s s s s s H 77

Contoh ini memperlihatkan bagaimana fungsi alih menentukan bentuk gelombang sinyal keluaran melalui pole-pole yang dikandungnya. Berbagai macam pole tersebut akan memberikan h(t) dengan perilaku

sebagai berikut.

µ= 0,5 : dua pole riil negatif tidak sama besar; sinyal keluaran sangat teredam. µ= 1 : dua pole riil negatif sama besar ; sinyal keluaran teredam kritis. µ= 2 : dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil negatif ; sinyal keluaran

kurang teredam, berbentuk sinus teredam.

µ= 3 : dua pole imaginer; sinyal keluaran berupa sinus tidak teredam. µ= 4 : dua pole kompleks konjugat dengan bagian riil positif ; sinyal keluaran

tidak teredam, berbentuk sinus dengan amplitudo makin besar. µ= 5 : dua pole riil posistif sama besar; sinyal keluaran eksponensial dengan

eksponen positif; sinyal makin besar dengan berjalannya t.

78

Posisi pole dan bentuk gelombang keluaran Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Anak Tangga

Transformasi sinyal masukan yang berbentuk gelombang anak tangga x(t) = u(t) adalah X(s) = 1/s. Jika fungsi alih adalah T(s) maka sinyal keluaran adalah

s s T s s T s) () () () ( = X = Y

Tanggapan terhadap sinyal anak tangga ini dapat kita sebut

s s s s T s) ( ) () ( H G = =

Karena H(s) hanya mengandung pole alami, maka dengan melihat bentuk G(s) kita segera mengetahui bahwa tanggapan terhadap sinyal anak tangga di kawasan s akan mengandung satu pole paksa disamping pole-pole alami.

(21)

1 2 ) ( 2 + + = s s s TV s j s j s s s s s ) 2 / 3 5 , 0 )( 2 / 3 5 , 0 ( 2 1 ) 1 ( 2 ) ( 2 + + − + = + + = G

Denganµ= 2 fungsi alihnya adalah

Dengan sinyal masukan X(s) = 1/s , tanggapan rangkaian adalah CONTOH:

Jika µ= 2 dan sinyal masukan berupa sinyal anak tangga, carilah

pole danzero sinyal keluaran dalam rangkaian contoh-3.7,

Dari sini kita peroleh :

0 0 di paksa satu : 0 negatif riil bagian dengan konjugat kompleks dua : 2 / 3 5 , 0 j pole s pole j s + = ± − = 81 CONTOH: R1 + Vin1/Cs + Vo − R2 Ls + Vo − + Vin − 1 1 / 1 / 1 ) ( 1 1 1 = + = + Cs R Cs R Cs s TV Ls R R s TV = + 2 2 2() R1 + Vin1/Cs R2 Ls +V o −         + + + + + + =         + + + + + + + + =         + + + + = ) ( ) ( / 1 ) ( / 1 / 1 ) ( / 1 ) ( || / 1 ) ( || / 1 ) ( 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 R R s C R L LCs Ls R Ls R R R Ls R Cs Ls R Cs Ls R Cs Ls R Cs Ls R R R Ls R Cs Ls R Cs Ls R R s TV

Hubungan Bertingkat

dan Dua Rangkaian dihubungkan 82

Fungsi alih dari rangkaian yang diperoleh dengan menghubungkan kedua rangkaian secara bertingkat tidak serta merta merupakan perkalian fungsi alih

masing-masing.

Hal ini disebabkan terjadinya pembebanan rangkaian pertama oleh rangkaian kedua pada waktu mereka dihubungkan. Untuk mengatasi hal ini kita dapat

menambahkan rangkaian penyangga di antara kedua rangkaian sehingga rangkaian menjadi seperti di bawah ini.

R1 + Vin1/Cs R2 Ls + Vo − + − Vo(s) Vin(s) T V1 1 TV1 Vo1 Vo1

Diagram blok rangkaian ini menjadi :

83

Jika suatu tahap tidak membebani tahap sebelumnya berlaku kaidah rantai .

Oleh karena itu agar kaidah rantai dapat digunakan, impedansi masukan harus diusahakan sebesar mungkin, yang dalam

contoh diatas dicapai dengan menambahkan rangkaian penyangga.

Dengan cara demikian maka hubungan masukan-keluaran total dari seluruh rangkaian dapat dengan mudah diperoleh jika hubungan masukan-keluaran masing-masing bagian diketahui.

T1(s) Y1(s) T2(s) Y(s) X(s) ) ( ) ( ) ( ) (s T1sT1s T s TV = V V ⋅⋅⋅⋅Vk

Kaidah Rantai

84

(22)

85

Kita akan membahas tanggapan frekuensi dari rangkaian orde-1 dan orde-2

Persoalan tanggapan rangkaian terhadap perubahan nilai frekuensi

tanggapan rangkaian terhadap sinyal yang tersusun dari banyak frekuensi

atau

timbul karena impedansi satu macam rangkaian mempunyai nilai yang berbeda untuk frekuensi yang

berbeda

86

Rangkaian Orde-1

Dalam analisis rangkaian di kawasan s kita lihat bahwa pernyataan di kawasan s dari sinyal di kawasan waktu

) cos( ) (t =A ωtx 2 2 sin cos ) ( ω + θ ω − θ = s s A s X adalah

Jika T(s) adalah fungsi alih dari suatu rangkaian, maka tanggapan rangkaian tersebut adalah ) ( ) )( ( sin cos ) ( sin cos ) ( ) ( ) ( 2 2 s T j s j s s A s T s s A s s T s ω + ω − θ ω − θ = ω + θ ω − θ = = X Y

Tanggapan Rangkaian Terhadap Sinyal Sinus

Keadaan Mantap

Gambar

Tabel berikut ini memuat pasangan fungsi f(t) dan fungsi F(s).
Diagram blok rangkaian ini menjadi :

Referensi

Dokumen terkait

1 pada Tabel 3 terdapat pesyaratan statistik yang tidak dipenuhi sehingga Model tersebut tidak representatif untuk digunakan untuk memprediksi jumlah bangkitan pergerakan di

Dari hasil penelitian ini dapat dibuktikan bahwa mahasiswa dan mahasiswi yang kuliah di Unpad kampus Jatinangor meskipun bahasa pertamanya bukan bahasa Sunda mulai menggunakan

Standar ini menetapkan acuan normatif, definisi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara cara pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan dan cara

metode Probability Weighted Moment (PWM) Method of Moment, dan Maximum Likelihood Estimation (MLE) bermanfaat untuk memberikan informasi tentang efek beberapa

Pergeseran adalah perubahan bentuk dan makna bahasa sumber ke dalam bahasa target, Pergeseran dalam terjemahan ada dua jenis, yaitu level shift adalah yang muncul di permukaan

Bahwa terdakwa I AHMAD GUNAWAN SIAHAAN Als SIAHAAN dan terdakwa II FITRIANTO HUTASOIT Als IFIT pada hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2015 sekira Pukul 17.00 Wib atau

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode observasi praktek kerja lapangan selama tiga bulan pada sales and marketing departement Aziza Islamic

Lebih lanjut, bahasa yang sepatutnya digunakan oleh pers sudah diterbitkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia sejak 1975 dalam bentuk Pedoman Pemakaian Bahasa dalam Pers yang