BAGIAN III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Populasi dan Sampel Penelitian
3.1.1 Populasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
Bandung. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, yakni: siswi kelas XI
SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.
Banyaknya anggota populasi dalam penelitian adalah 110 siswi yang terbagi ke
dalam 7 kelas, dengan penjabarannya sebagai berikut:
Tabel 3.1
Tabel Anggota Populasi
NO. Kelas Jumlah Siswa Putri
1. X SAINTEK 1 18
2. X SAINTEK 2 14
3. X SAINTEK 3 13
4. X SAINTEK 4 9
5. X SOSHUM 1 20
6. X SOSHUM 2 17
7. X SOSHUM 3 19
JUMLAH 110
Alasan penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
Bandung, yaitu sebagai berikut:
1) SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung merupakan sekolah swasta
yang terletak di dalam naungan Universitas Pendidikan Indonesia yang
memiliki motto: Edukatif, Ilmiah dan Religius.
2) Hasil studi pendahuluan di sekolah mengenai perilaku seksual siswi selama
peneliti melaksanakan PPL.
3) Belum pernah dilakukan penelitian sejenis di SMA Laboratorium
4) Siswi kelas XI termasuk kedalam masa remaja, sehingga memiliki rasa ingin
tahu yang cukup tinggi untuk mengetahui informasi seksual.
3.1.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah beberapa siswi kelas XI SMA Laboratorium
(Percontohan) UPI Bandung yang secara umum diambil berdasarkan kategori
pemahaman perilaku seksual sehat terendah. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan). P urposive sampling
adalah teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2012, hlm. 124). Pengambilan sampel melalui teknik purposive sampling
dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan strata, random atau
daerah tetapi berdasarkan adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2010, hlm. 183).
Dengan menggunakan teknik purposive sampling, peneliti dapat mengambil
sampel dengan tujuan tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi
(Arikunto, 2010, hlm. 183), yakni:
1) Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau
karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.
2) Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key
subjectis).
3) Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat didalam studi
pendahuluan.
Pemilihan sampel penelitian didasarkan atas asumsi sebagai berikut:
1) Dalam perkembangannya, siswi SMA tergolong pada usia remaja madya
yang dianggap sangat labil sehingga sangat memerlukan bimbingan untuk
meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat.
2) Pada masa SMA siswi masih sangat labil karena masih dalam pencarian jati
diri sehingga mereka memiliki sikap tidak asertif yang cenderung tinggi.
3.2 Desain Penelitian
Model desain yang digunakan adalah One-Group P retest-P ostest Design
dimana terdapat pre-test sebelum diberikan intervensi. Dengan pemberian pre-test
antara keadaan sebelum diberi intervensi dan setelah diberikan intervensi. Skema
model penelitian P re-Eksperimental Design dengan One-Group P retest-P ostest
Design menurut Arikunto (2010, hlm. 124), yakni sebagai berikut:
01 X 02
Keterangan:
O1 = Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (pre-test) X = Perlakuan berupa intervensi teknik assertive training O2 = Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (post-test)
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
pra-eksperimen. Pada metode penelitian pra-eksperimen tidak terdapat penyamaan
sampel penelitian (random) serta tidak ada pengontrolan variabel. Dalam
penelitian assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual
sehat pada remaja putri menggunakan pendekatan kuantitatif untuk memperoleh
gambaran umum mengenai pemahaman perilaku seksual sehat siswi dan seberapa
besar efektivitas teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman
perilaku seksual sehat siswi. Menurut Sukmadinata (2012, hlm. 95) pendekatan kuantitatif merupakan “sebuah pendekatan dalam penelitian yang menggunakan instrumen- instrumen formal, standar dan bersifat mengukur”.
Prosedur langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam melakukan
penelitian pra-eksperimen dengan menggunakan One-Group P retest-P ostest
Design, yakni sebagai berikut :
1) P re-test
Pada tahap ini, peneliti mengidentifikasi pemahaman perilaku seksual
sehat siswi dengan cara menyebarkan angket kepada siswi kelas XI SMA
Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.
2) Treatment
Merupakan tahap pemberian upaya bantuan dengan teknik assertive
training yang dilakukan kepada siswi yang memiliki pemahaman perilaku seksual
sehat dengan kategori rendah agar siswi mampu meningkatkan pemahaman
untuk mengendalikan diri dan menolak rayuan pasangan yang mengajak untuk
melakukan perilaku seksual tidak sehat.
3) P ost-test
Pada tahap ini, peneliti menyebarkan angket yang sama dengan angket
pada saat pre-test, tujuannya adalah peneliti dapat melihat perubahan yang terjadi
dalam diri siswi setelah pelaksanaa bantuan yang dilihat dari skor rata-rata setiap
aspek maupun jumlah skor secara keseluruhan yang diperoleh siswi.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu X dan Y, yang terdiri dari:
Variabrl X : Teknik Assertive training
Variabel Y : Pemahaman Perilaku Seksual SehatRemaja Putri
Sebagai upaya menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam menafsirkan,
maka definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
3.4.1 Teknik Assertive training
Teknik assertive training pada penelitian ini didefinisikan sebagai upaya
konselor dalam membantu siswi kelas XI SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
Bandung untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi untuk
dapat bersikap tegas dalam menghadapi faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual tidak sehat dan dapat menolak ajakan pasangannya untuk
melakukan hubungan perilaku seksual tidak sehat, seperti: berpegangan tangan,
berpelukan, berangkulan, berciuman, bercumbuan, berhubungan badan. Dengan
teknik ini siswi dilatih untuk dapat berkata tidak, agar siswi mampu bersikap tegas
dan teguh terhadap pendiriannya untuk mengendalikan diri dan menolak rayuan
pasangan yang mengajak untuk melakukan perilaku seksual tidak sehat.
Berikut ini dijelaskan langkah-langkah dalam melakukan teknik assertive
training menurut Joyce & Weil (1980, hlm. 429) yang merumuskan lima tahapan
latihan asertif yaitu sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi perilaku target
Mengidentifikasikan perilaku target terjadi pada saat mendiskusikan
dan mengidentifikasi jenis perasaan yang bermasalah. Pengidentifikasian
bertujuan agar siswa mengetahui perilaku dan perasaan yang bermasalah dan perlu
diperbaiki.
2) Menetapkan prioritas untuk situasi dan perilaku
Setelah pengidentifikasian perilaku yang akan dirubah maka perlu
ditetapkan prioritas dalam pemilihan situasi. Prioritas ini perlu mencakup dua hal
yang situasi dan jenis perasaan bahwa mereka memiliki kesulitan dalam
mengekspresikan perasaannya dalam situasi yang tepat. prioritas ini memberikan
dasar untuk memilih situasi dan perasaan yang akan dilakukan untuk
berkonsentrasi pada langkah pertama. Dalam langkah kedua ini target dilatih
untuk mengungkapkan perasaannya dalam bentuk ucapan atau kata-kata yang
berisi hal logis dan tidak bertele-tele.
3) Memerankan situasi
Peserta didik akan terlibat dalam perilaku latihan atau bermain peran.
Pemeranan situasi atau bermain peran ini perlu diakukan agar peserta didik
mempelajari perilaku mana yang perlu diubah. Setelah diskusi tentang bermain
peran mungkin dimodifikasi sehingga ekspresi perasaan akan menjadi baik
memadai dan dapat diterima secara sosial, pemeran memberlakukan situasi
kembali, kali ini dengan beberapa ekspresi perasaan. Diberlakukannya ini diikuti
oleh beberapa orang lain dimana peserta didik (dan mungkin guru) dapat
mengungkapkan secara memadai dalam situasi tersebut. Terutama ketika perasaan
bertentangan yang akan diungkapkan atau ketika salah satu kebutuhan untuk
mengganggu perilaku orang lain, guru dapat memimpin diskusi tentang berbagai
macam tanggapan yang relatif tidak agresif tetapi efektif yang dapat dibuat dalam
situasi sosial.
4) Pengulangan
Pada fase empat, pengulangan lebih lanjut dilakukan. Pengulangan perlu
dilakukan agar siswa terbiasa dengan perilaku baru yang telah dipelajari pada fase
sebelumnya. Peserta didik mempraktekkan perilaku baru dan mengamati berbagai
gaya asertif. Mereka saling memberikan umpan balik lain pada cara untuk menjadi
lebih efektif, dan secara bertahap unsur-unsur ekspresi yang jelas dari perasaan
Asumsi dari model ini adalah peserta didik akan belajar perilaku baru dan
mulai mentransfernya atau mengaplikasikan ke situasi kehidupan nyata mereka.
Dalam tahap keempat ini, akan diberlakukan umpan balik antara target dan
kelompok pengamat. Umpan balik ini terkait dengan komitmen dalam
berekspresi.
5) Memindahkan pada situasi nyata
Konselor perlu menyadari tidak semua konsekuensi akan positif. Beberapa
peserta didik akan menemukan mereka bisa lebih nyaman meminta pergi dari
situasi ini. Orang lain akan mengekspresikan perasaan mereka dengan seseorang
dan kemungkinan akan ditolak.
3.4.2 Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja
Perilaku seksual remaja merupakan bagian dari tahapan perkembangan
manusia dari anak-anak menuju remaja, pengaruh internal dan eksternal berupa
kurangnya pengarahan dan informasi mengenai perilaku seksual memiliki dampak
pada remaja untuk melakukan perilaku seksual tidak sehat yang merupakan salah
satu perilaku menyimpang yang dilakukan sebelum menikah. Perilaku ini
berdampak negatif untuk remaja yang melakukannya sehingga remaja harus
memiliki pemahaman mengenai perilaku seksual sehat agar tidak terjerumus
untuk melakukan perilaku seksual tidak sehat. Untuk dapat mencapai tahap
pemahaman terhadap perilaku seksual sehat siswi harus mempunyai pengetahuan
terhadap konsep perilaku seksual tersebut.
Dalam penelitian ini pemahaman perilaku seksual sehat yang dimaksud
adalah mengerti dengan tepat serta mampu mempertahankan pemahamannya yang
tepat mengenai perilaku seksual sehat yang dilakukan siswi kelas XI SMA
Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung untuk memenuhi dorongan seksual
yang dilakukan berdasarkan pertimbangan sehat menurut aspek fisik, psikologis,
sosial. Dorongan seksual tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal yang merupakan faktor penyebab munculnya perilaku seksual.
Perilaku seksual sehat secara fisik, psikologis, dan sosial yang di maksud
adalah: Sehat secara fisik, artinya tidak tertular dari penyakit, tidak menyebabkan
kehamilan sebelum menikah, tidak menyakiti dan merusak kesehatan diri sendiri
(kesesuaian antara nilai, sikap dan perilaku), percaya diri, menguasai informasi
yang benar tentang seksualitas manusia. Selain itu, sehat secara sosial artinya
mampu mempertimbangkan nilai-nilai sosial dan norma-norma agama yang ada di
sekitarnya dalam menampilkan perilaku tertentu, menunjukan adanya
penghargaan baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain, mampu mengendalikan
dan mengontrol diri, mempertahankan diri dari tekanan teman sebaya atau pacar
dari hal-hal negatif dan memahami konsekuensi tingkah laku dan siap menerima
resiko tingkah lakunya (bertanggung jawab). Adapun indikator pemahaman
perilaku seksual adalah sebagai berikut:
1) Sehat secara fisik
a. Memelihara kondisi fisik untuk menarik lawan jenis.
b. Memelihara kesehatan fisik dan organ reproduksi.
c. Bagaimana menjaga fisik saat libido seksualitas meningkat.
2) Sehat secara Psikologis
a. Merasakan perubahan psikologis berkaitan dengan perkembangan seksual
remaja.
b. Memiliki pengetahuan berkaitan dengan perkembangan seksual remaja.
c. Memiliki integrasi yang kuat antara sikap yang dikembangkan dengan
perilaku yang dimunculkan berdasarkan nilai yang benar tentang seks.
d. Menerima kondisi fisik.
e. Memiliki pengendalian diri terhadap dorongan seksual.
f. Menghindari diri dari perilaku seksual yang menyimpang.
g. Memiliki kemampuan sosial kognitif
3) Sehat secara sosial
a. Menghargai diri sendiri.
b. Menghargai orang lain.
c. Menerima segala resiko sosial yang ditimbulkan akibat dari keputusan
seksual yang diambil.
d. Penundaan usia perkawinan
e. Menghindari pembicaraan tentang seks
f. Mempelajari informasi tentang seksual sehat
h. Membatasi diri dari pengaruh negatif media
3.5 Pengembangan Instrumen Penelitian dan Program Bimbingan
Kelompok untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat
Remaja Putri Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2015
3.5.1 Pengembangan Instrumen
Pada penelitian ini dibutuhkan data mengenai profil pemahaman perilaku
seksual sehat siswi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual tersebut. Untuk memperoleh data tersebut, maka diperlukan alat
pengumpul data berupa angket dalam bentuk forced choice. Sugiono (2013, hlm.
199) mengemukakan bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.
3.5.1.1 Jenis Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur
fenomena sosial yang dialami. Jenis instrumen yang digunakan adalah kuesioner
atau angket yaitu salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono, 2013, hlm. 199).
Instrumen merupakan hasil modifikasi dari instrumen perilaku seksual
sehat yang telah disusun oleh Dra. Hj. Setiawati, M.Pd. dan Nadia Aulia
Nadhirah, S.Pd. Instrumen pemahaman perilaku seksual sehat ini menggunakan
skala Guttman, skala pengukuran dengan tipe ini di dapat jawaban yang tegas dan konsisten yaitu “YA atau TIDAK”, skala Guttman dibuat dalam bentuk checklist (√). Pola skor pilihan angket dapat dilihat dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Pola Skor Pilihan Angket Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri
Pernyataan Skor dua pilihan alternative respon
YA TIDAK
Positif 1 0
3.5.1.2Pengembangan Kisi-kisi Instrumen
Penyusunan kisi-kisi instrumen bertitik tolak dari variabel-variabel yang
dirumuskan dalam definisi operasional, yang selanjutnya ditentukan kedalam
aspek yang akan di ukur lalu diturunkan ke indikator, dari indikator kemudian
dijabarkan menjadi butir-butir pernyataan (Sugiyono, 2013, hlm. 149).
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri di Sekolah Menengah Atas Kelas XI (Sebelum Uji Coba)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
(+) (-)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
(+) (-)
Total Jumlah Item 75
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri di Sekolah Menengah Atas Kelas XI (Setelah Uji Coba)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
(+) (-)
Aspek Indikator Pernyataan Jumlah
Instrumen yang telah disusun diuji untuk mengetahui kelayakan instrumen
dari segi bahasa, konstruk dan isi. Penimbangan uji kelayakan instrumen
untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M)
dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M berarti item tersebut bisa
langsung digunakan dan item yang diberi nilai TM memiliki dua kemungkinan
yaitu item tersebut tidak bisa digunakan atau masih bisa digunakan dengan syarat
harus direvisi. Hasil dari uji kelayakan instrumen terdapat item-item yang perlu
diperbaiki dan disesuaikan dari segi bahasa, konstruk dan isi. Komentar dan saran
dari tiga dosen ahli menjadi penyempurna instrumen yang dibuat untuk
mengungkap pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri.
3.5.1.3.2 Uji Keterbacaan
Uji keterbacaan dilakukan kepada tiga orang siswi yakni untuk mengukur
sejauh mana instrumen dapat dipahami oleh peserta didik. Uji keterbacaan
bertujuan untuk melihat sejauh mana keterbacaan instrumen yang digunakan
untuk kebutuhan penelitian, sehingga pernyataan-pernyataan yang kurang
dipahami oleh siswi dapat direvisi sehingga dapat dipahami oleh siswi kelas XI
SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung. Hasil uji keterbacaan
menunjukan bahwa item pada angket pemahaman perilaku seksual sehat remaja
sudah dapat dipahami.
3.5.1.3.3 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen
3.5.1.3.3.1 Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dilakukan terhadap seluruh butir item pada instrumen
pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri yang dilakukan untuk mengetahui
kelayakan pernyataan butir-butir item. Pengujian validitas butir item dilakukan
dengan menghitung koefisien korelasi skor setiap butir item dengan menggunakan
rumus korelasi biserial titik. Korelasi ini merupakan salah satu bentuk korelasi
dari Pearson yang digunakan dalam situasi peubah prediktor yang bersifat
dikhotomus (Furqon, 2008, hlm. 107).
Rumus:
Sumber: Furqon (2008, hlm. 107)
Dengan keterangan:
: Koefisien korelasi biserial titik : Rata-rata kelompok p
: Rata-rata kelompok t
: Simpangan baku untuk seluruh subjek p : Proporsi subjek kelompok p
q : Proporsi subjek kelompok q
Semakin tinggi nilai validitas soal menunjukan semakin valid instrumen
tersebut digunakan dilapangan. Signifikansi diperoleh dengan menggunakan tabel
Setelah diperoleh nilai , langkah berikutnya adalah membandingkan nilai dengan untuk mengetahui tingkat
signifikansinya dengan ketentuan > Secara lebih jelas, hasil
perbandingan uji signifikansi antara nilai dengan (Terlampir).
Pengujian validitas instrumen yang dilakukan dilakukan dengan bantuan
program Microsoft Office Excel 2007 terhadap 75 item pernyataan dalam
instrumen dengan jumlah sampel sebanyak 110 siswi. Hasil dari pengujian
instrumen dengan menggunakan rumus korelasi biserial didapati dari 75 butir item
instrumen diperoleh item pernyataan yang valid sebanyak 42 item dan sebanyak
33 item pernyataan yang tidak valid. Hasil uji validitas setiap item dalam
instrumen pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri di sekolah menengah
atas kelas XI dapat dilihat dengan rincian di bawah ini:
Tabel 3.5
Hasil Uji Validitas Instrumen Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Remaja Putri Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung
Kesimpulan No. Item Jumlah
Memadai
3,4,6,11,12,13,20,21,22,26,27,28,30,33,35,37, 38,39,43,47,49,50, 51,
53,54,56,58,59,60,61,63,64,65, 66,67,68,69,70,71,72,73,74.
42
Buang 1,2,5,7,8,9,10,14,15,16,17,18,19,23,24,25,29,31,32,
34,36,40,41,42,44,45,46,48,52,55,57,62,75 33
Reliabilitas merujuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen
tersebut sudah baik (Arikunto, 2010, hlm. 221). Uji reliabilitas ini dilakukan untuk
mengetahui konsistensi suatu instrumen. Rumus yang digunakan untuk mengukur
reliabilitas instrumen pemahaman perilaku seksual sehat adalah menggunakan
rumus Kuder Richardson 20 (K-R20).
Rumus:
( ) ∑
(Arikunto, 2010, hlm. 231)
Keterangan:
: nilai reliabilitas instrumen k : banyaknya butir pernyataan
: varians total
p : proporsi subjek kelompok p
:
q : proporsi subjek kelompok q
:
Hasil perhitungan uji realiabilitas dengan menggunakan rumus KR-20
diperoleh hasil sebesar 0,87 terhadap 42 item dalam instrumen pemahaman
perilaku seksual sehat remaja putri yang artinya derajat keterandalan instrumen
yang digunakan sangat tinggi dan dapat dipercaya. Kemudian uji reliabilitas
dilakukan penghitungan ulang dengan bantuan program IBM SP SS Statistics 16
untuk mendukung hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan
rumus K-R20, metode yang digunakan yaitu Metode Alpha dengan tingkat
kepercayaan 95%., yakni:
Tabel 3.6
Cronbach's Alpha
N of Items
,881 42
Hasil uji reliabilitas yaitu sebesar 0,881 dari 42 item valid berarti tingkat
derajat keterandalan sangat tinggi, oleh karena itu instrumen pemahaman perilaku
seksual sehat remaja putri mampu menghasilkan skor secara konsisten. Sebagai
tolak ukur, digunakan klasifikasi tentang koefisien reliabilitas sebagai berikut
(Sugiyono, 2012, hlm. 257) :
Tabel 3.7
Pedoman Interprestasi Koefisien Reliabilitas No. Interval Koefisien Tingkat Hubungan
1 0,00 - 0,199 Sangat rendah
2 0,20 - 0,399 Rendah
3 0,40 - 0,599 Sedang
4 0,60 - 0,799 Tinggi
5 0,80 - 1,000 Sangat tinggi
3.5.2 Program Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik
Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual
Sehat Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
Bandung
Dalam pengembangan program intervensi bimbingan kelompok dengan
Menggunakan Teknik Assertive Training untuk meningkatkan pemahaman
perilaku seksual sehatremaja putri dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1) Perencanaan program meliputi analisis kebutuhan (need assessment) dengan
penyebaran angket perilaku seksual sehat, dan berdasarkan gambaran umum
pemahaman perilaku seksual sehat siswi kelas XI di SMA Laboratorium
(Percontohan) UPI Bandung.
2) Pelaksaan program meliputi 6 sesi bimbingan kelompok untuk meningkatkan
pemahaman perilaku seksual sehat siswi kelas XI.
3) Evaluasi program meliputi: dilihat dari hasil pretest dan posttest, setelah
Pengembangan program intervensi dengan teknik assertive training ini
dengan melalui proses validasi oleh dua orang ahli (dosen) dan satu orang praktisi
(guru BK di sekolah).
3.5.2.1Uji Validasi Program
Uji validasi program bertujuan untuk menimbang kelayakan penggunaan
program bimbingan kelompok untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual
sehat siswi. Uji validasi program dilakukan oleh penimbang yang terdiri dari dua
orang dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dan seorang guru BK di
SMA Laboratorium (percontohan) UPI Bandung.
Komponen program yang divalidasi meliputi: rasional, deskripsi
kebutuhan, tujuan program, sasaran layanan, rencana operasional, pengembangan
Rancangan Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling (RPLBK), serta
evaluasi dan tindak lanjut.
3.5.2.2Uji Coba Program
Uji coba program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik
assertive training dilakukan sesuai dengan deskripsi kebutuhan pada program,
yaitu program diujicobakan kepada peserta didik dengan tingkat pemahaman
perilaku seksual sehat pada kategori rendah yaitu sebanyak 16 orang siswi.
Uji coba program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik
assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja
putri dapat berubah dan mengalami perbaikan berdasar hasil dari sesi sebelumnya.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan instrumen berupa angket yang disusun dan
dikembangkan berdasarkan indikator pemahaman perilaku seksual sehat siswi.
Untuk melakukan pengolahan data penelitian, maka digunakan perhitungan
statistik yaitu dengan memberikan bobot skor pada tiap item pernyataan instrumen
penelitian, kemudian untuk menyajikan data digunakan teknik presentase,
penafsiran dan pemaknaan terhadap data tersebut dilakukan dengan
Penyebaran instrument dilakukan dua kali yang pertama pretest untuk
mendapatkan gambaran umum pemahaman perilaku seksual sehat siswi kelas XI
di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, kemudian hasilnya digunakan
untuk menjadi acuan pemberian intervensi bimbingan kelompok, dan yang kedua
posttest tujuannya untuk mengetahui perbedaan setelah diberikan intervensi
bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik assertive training untuk
meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri. Adapun proses
pengumpulan data dijabarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.8
Tabel Proses Pengumpulan Data
No Kegiatan Waktu
1. P retest Senin, 11 Agustus 2014
2.
Pelaksanaan intervensi dengan teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri.
Senin, 19 September 2014
3. P osttest Senin, 7 Oktober 2014
3.7 Analisis Data
3.7.1 Analisis data Gambaran Awal Pemahaman Perilaku Seksual Sehat
Siswi Kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung
Tahun Ajaran 2014/ 2015
Analisis data untuk mengetahui gambaran awal pemahaman perilaku
seksual sehat siswi adalah proses yang dilakukan setelah seluruh data awal
penelitian (pre-test) terkumpul dan diolah. Hasil analisis data penelitian
selanjutnya dijadikan sebagai landasan dalam program bimbingan kelompok
dengan teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku
seksual sehat siswi kelas XI di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung
Tahun Ajaran 2014/ 2015. Selanjutnya data-data yang diperoleh dari intrumen
diolah untuk menetapkan kategori pemahaman perilaku seksual sehat siswi
Tahapan-tahapan yang ditempuh dalam menentukan siswa ke dalam tiga
kategori tersebut adalah sebagai berikut.
1) Menentukan x (mean), yakni rata-rata perilaku seksual sehat siswi
2) Menentukan Sd (Standar deviasi), yakni simpangan baku perilaku seksual
sehat siswi.
3) Data instrumen ditransformasikan ke dalam data interval, dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Tabel 3.9
Klasifikasi Kategori Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi
No Kriteria Kategori
1 x > µ + (1,0)σ Tinggi
2 µ - (1,0)σ ≤ x ≥ µ + σ(1,0) Sedang
3 x < µ - (1,0)σ Rendah
Setelah mengkategorikan pemahaman perilaku seksual sehat siswi, maka
akan diperoleh deskripsi dan interpretasi yang dapat dilihat dalam Tabel 3.10 dan
Tabel 3.11 sebagai berikut:
Tabel 3.10
Interpretasi Kategori Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi
KATEGORI SKOR INTERPRETASI
Tinggi x > 40 Siswi telah memiliki pencapaian tingkat
pemahaman yang sangat baik tentang cara pemenuhan kebutuhan seksual yang baik dan bertanggung jawab dalam semua aspek perilaku seksual sehat, menunjukan siswi sudah dapat memelihara kondisi fisik, kesehatan fisik dan organ reproduksi dengan baik dan benar. Siswi memiliki pengetahuan mengenai perkembangan seksual remaja dan menunjukan sikap yang sangat positif terhadap perilaku seksual sehat. Siswi sudah mampu menerima kondisi fisiknya dengan baik, memiliki pengendalian diri yang sangat baik terhadap dorongan perilaku seksual sehingga mampu menghindari diri dari perilaku seksual tidak sehat karena sudah memiliki kemampuan sosial kognitif mengenai cara menghabiskan waktu bersama dengan pasangan secara sehat dan
KATEGORI SKOR INTERPRETASI
menghargai diri sendiri dan orang lain, mau mempelajari informasi tentang seksual sehat dan mampu membatasi diri dari pengaruh negatif media sehingga sudah memiliki kemampuan yang baik dalam menjaga diri dari pergaulan bebas.
Sedang 28 ≤ x ≥ 40 Siswi memiliki pencapaian tingkat pemahaman
yang cukup baik tentang cara pemenuhan kebutuhan seksual yang baik dan bertanggung jawab dalam semua aspek perilaku seksual sehat, dalam artian akan mendekati tinggi. Hal ini menunjukan siswi sudah dapat memelihara kondisi fisik, kesehatan fisik dan organ reproduksi dengan cukup baik dan cukup benar. Siswi memiliki pengetahuan mengenai perkembangan seksual remaja, tetapi terbatas pada pengetahuan yang belum mendalam. Menunjukan sikap yang cukup positif terhadap perilaku seksual sehat, namun sikap ini masih bisa digoyahkan. Siswi sudah mampu menerima kondisi fisiknya dengan baik, namun masih dapat berubah pikiran ketika melihat fisik idaman idealnya. Siswi memiliki pengendalian diri yang cukup baik terhadap dorongan perilaku seksual sehingga cukup mampu untuk menghindari diri dari perilaku seksual tidak sehat karena sudah memiliki kemampuan sosial kognitif yang cukup mengenai cara menghabiskan waktu bersama dengan pasangan secara sehat dan bertanggung jawab, namun pengendalian ini terbatas karena siswa belum memiliki sikap asertif yang cukup kuat. Siswi juga mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, mau mempelajari informasi tentang seksual sehat dan mampu membatasi diri dari pengaruh negatif media sehingga memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menjaga diri dari pergaulan bebas, namun terbatas karena siswi masih mengikuti perilaku yang sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan bergaul sehari-hari.
Rendah x < 28 Siswi memiliki pencapaian tingkat pemahaman
yang kurang baik tentang cara pemenuhan kebutuhan seksual yang baik dan bertanggung jawab dalam semua aspek perilaku seksual sehat.
Hal ini menunjukan siswi belum dapat
memelihara kondisi fisik, kesehatan fisik dan organ reproduksi dengan cukup baik dan cukup benar. Siswi belum memiliki pengetahuan
KATEGORI SKOR INTERPRETASI
Menunjukan sikap yang kurang positif terhadap perilaku seksual sehat, karena tidak dapat bersikap tegas teradap perilaku seksual tidak sehat, Siswi belum memiliki pengendalian diri yang cukup baik terhadap dorongan perilaku seksual sehingga belum mampu untuk menghindari diri dari perilaku seksual tidak sehat karena belum memiliki kemampuan sosial kognitif yang cukup mengenai cara menghabiskan waktu bersama dengan pasangan secara sehat dan bertanggung jawab. Siswi juga belum mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, belum mau mempelajari informasi tentang seksual sehat dan mampu membatasi diri dari pengaruh negatif media sehingga belum memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menjaga diri dari pergaulan bebas.
Berdasarkan hasil perhitungan kategori diatas dapat diketahui
pengkategorian tingkat pemahaman perilaku seksual sehat remaja terbagi ke
dalam tiga kategori. Siswi yang termasuk dalam kategori tinggi memiliki skor
lebih besar dari 40, kategori sedang memiliki skor antara 28-40, sedangkan yang
termasuk ke dalam kategori rendah memiliki skor kurang dari 28.
3.7.2 Penyusunan Program Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan
Teknik Assertive Training untuk Meningkatkan Pemahaman Perilaku
Seksual Sehat Siswi di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI
Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2013
Penyusunan program bimbingan kelompok dengan menggunakan Teknik
Assertive Training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi
dikembangkan berdasarkan hasil pengolahan data pre-test mengenai perilaku
seksual sehat. Program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik
assertive training terdiri dari beberapa komponen (dapat dilihat pada bagian uji
validasi program). Selanjutnya komponen-komponen program tersebut dinilai
oleh penimbang berdasarkan unsur penilaian dengan kualifikasi Memadai (M) dan
Tidak Memadai (TM). Komponen yang diberi nilai M berarti Komponen tersebut
dapat langsung digunakan dan komponen yang diberi nilai TM berarti harus
Berdasakan penilaian pakar yang telah dilakukan terdapat beberapa
komponen program yang direvisi. Komponen-komponen program yang direvisi
tersebut meliputi: deskripsi kebutuhan, komponen program dan komponen
RPLBK. Perbaikan yang dilakukan dalam komponen program deskripsi
kebutuhan siswi yang disesuaikan dengan kebutuhan siswi yang akan diberi
layanan bimbingan kelompok. Selanjutnya perbaikan dilakukan adalah
merampingkan komponen program bimbingan kelompok dan perbaikan pada
RPLBK yang masih perlu disempurnakan dengan mempertajam
pertanyaan-pertanyaan refleksi (what happened, so what, now what) serta ditambahkan
dengan tahap ekspektasi atau output yang diberikan kepada siswi setelah
mengikuti kegiatan intervensi pada setiap sesi. Secara lebih rinci rekapitulatsi
penilaian pakar terhadap program bimbingan kelompok dalam meningkatkan
perilaku seksual sehat remaja putri dapat dilihat pada bagian lampiran.
3.7.3 Analisis Data Efektivitas Teknik Assertive Training untuk
Meningkatkan Pemahaman Perilaku Seksual Sehat Siswi di SMA
Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014/ 2013
Analisis data untuk mengetahui efektivitas teknik assertive training dalam
meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi dilakukan setelah siswi
dengan kategori perilaku seksual rendah diberikan layanan bimbingan kelompok
dengan teknik assertive training yang selanjutnya diberikan post-test. Data hasil
post-test ini kemudian diolah dan dianalisis untuk memperoleh keyakinan data
empiris mengenai efektivitas teknik assertive training untuk meningkatkan
pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri.
Tahapan yang dilakukan untuk menjawab bagaimana efektivitas teknik
assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi di
SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, adalah sebagai berikut:
3.7.3.1Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu
distribusi data. Hasil dari uji normalitas data menentukan metode statistik yang
digunakan untuk menganalisis data penelitian. Jika data berdistribusi normal,
maka metode statistik yang digunakan adalah parametrik. Namun jika data
Uji normalitas di hitung dengan IBM SP SS Statistics 16 untuk mengetahui
kenormalan data pre-test dan post-test menggunakan uji statistik One-Sampel
Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis uji normalitas skor pre-test dan post-test perilaku
seksual sehat remaja adalah:
H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
Dengan kriteria uji, pada taraf signifikansi α tolak H0 jika p-value lebih
kecil dari α (α = 0,05). Asumsi pengambilan keputusan dalam pengujian hipotesis
(menolak atau tidak menolak hipotesis nol) antara lain didasarkan pada derajat
keyakinan (level of significance) yang besarnya sama dengan 1 - α. jika keputusan
yang diambil adalah menolak hipotesis nol pada α = 0,05, berarti 95 kali dari 100
penelitian yang dilakukan akan menghasilkan keputusan yang sama di bawah
asumsi hipotesis nol (jika hipotesis nol benar) (Furqon, 2011, hlm. 18).
3.7.3.2Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata skor pre-test dan post-test bertujuan untuk
mengetahui perbedaan rata-rata skor sebelum dan sesudah diberikan intervensi
layanan bimbingan kelompok. Hasil pengukuran dengan instrumen pemahaman
perilaku seksual sehat remaja putri menghailkan data ordinal oleh karena itu
pengolahan data menggunakan teknik statistik uji Man Whitney. Hipotesis uji
perbedaan dua rata-rata skor pre-test dan post-test perilaku seksual sehat remaja
adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata data pre-test dan post-test
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata data pre-test dan post-test
Dengan kriteria uji pada taraf signifikansi α tolak H0 jika p-value lebih
kecil dari α (α = 0,05).
3.7.3.3Uji Gain Ternormalisasi
Uji Gain Ternormalisasi bertujuan untuk mengetahui kualitas dari skor
peningkatan sampel. Rumus yang digunakan, yaitu :
Dengan N- Gain ≤ 1, skor maksimal ideal untuk perilaku seksual sehat
remaja mencapai 42. Kategori N-Gain dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3.11 Klasifikasi N-Gain
Indeks Gain Klasifikasi N-Gain
N-Gain > 0,7 Tinggi
0,3 < N-Gain ≤ 0,7 Sedang
N-Gain ≤ 0,3 Rendah
Nilai N-Gain yang diperoleh dapat dilihat untuk melihat peningkatan
perilaku seksual sehat siswi. jika terdapat peningkatan pemahaman perilaku
seksual sehat siswi, maka pelaksanaan bimbingan kelompok dengan teknik
assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat siswi
dapat dikatakan efektif. Namun, apabila tidak terdapat peningkatan pemahaman
perilaku seksual sehat siswi, maka pelaksanaan bimbingan kelompok dengan
teknik assertive training untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat
siswi dapat dikatakan tidak efektif.
3.8 Prosedur dan Tahapan Penelitian
Prosedur penelitian yang ditempuh terdiri dari tiga tahapan, yaitu:
persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Ketiga prosedur dan tahapan penelitian
tersebut secara lebih rinci dapat dilihat pada uraian berikut:
3.8.1 Persiapan
Tahapan persiapan penelitian adalah sebagai berikut:
1) Melakukan penyususan proposal penelitian serta melaksanakan seminar
propasal penelitian pada mata kuliah Metode Riset Bimbingan dan Konseling.
2) Revisi proposal penelitian dan mengajukan persetujuan proposal penelitian
setelah melakukan seminar proposal penelitian.
3) Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada
tingkat fakultas.
4) Mengajukan permohonan izin untuk melakukan penelitian dari jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang selanjutnya memberikan
rekomendasi untuk melanjutkan pengajuan permohonan izin penelitian ke
disahkan kemudian disampaikan kepada Kepala SMA Laboratorium
(Percontohan) UPI Bandung.
5) Mengajukan permohonan validasi instrumen kepada tiga dosen ahli yang sesuai
dengan tema skripsi.
6) Melakukan penyebaran instrumen kepada siswi kelas XI di SMA Laboratorium
(Percontohan) UPI Bandung.
3.8.2 Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
1) Melaksanakan pretest pengumpulan data penelitian dari seluruh siswi kelas XI
di SMA Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung Tahun Ajaran 2014-2015.
2) Menghitung reliabilitas instrumen.
3) Menganalisis data hasil penelitian.
4) Menentukan sampel peserta didik yang akan diberikan treatment, yaitu dengan
menggunakan teknik purposive sampling.
5) Mengembangkan dan melaksanakan program intervensi bimbingan kelompok
untuk meningkatkan pemahaman perilaku seksual sehat remaja putri.
6) Melakukan post-test untuk memperoleh data mengenai perubahan tingkat
perilaku seksual sehat setelah dilakukan intervensi.
3.8.3 Pelaporan
Tahapan terakhir dari prosedur penelitian adalah tahap pelaporan. Tahapan
pelaporan ini meliputi analisis seluruh kegiatan, hasil penelitian, dan pembahasan
kemudian dilaporkan dalam bentuk karya tulis ilmiah (skripsi) untuk selanjutnya