1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era desentralisasi, pendidikan ini ditekankan pada kebijakan
setiap sekolah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini dapat
dikatakan sebagai implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Dalam pelaksanaannya, MBS ini memerlukan pengaturan yang mandiri
namun terarah. Sejauhmana stakeholder mampu meningkatkan kinerja dan
menghasilkan kualitas, sehingga mampu memberikan kepuasan di mata
masyarakat. Dalam hal ini muncul pula pengaturan yang berasaskan
desentralisasi yang terarah. Mulyasa (2012: 14) memaparkan lebih jauh
mengenai Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu:
Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah sangat erat kaitannya dengan UU No. 20 dan No. 25 Th. 1999. Undang-undang tersebut akan mengubah mekanisme pengambilan kebijakan, jika selama ini dilakukan dari pusat, akan berubah dan dilimpahkan menjadi kewenangan daerah kabupaten dan kota. Kebijakan tersebut tampaknya merupakan paradigma baru yang lebih memungkinkan memperbaiki sistem sentralisasi yang terlalu kaku. Desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan kepada sekolah dan masyarakat setempat untuk mengelola pendidikan. Hal ini memungkinkan adanya kerjasama yang erat antara staf sekolah, kepala sekolah, guru, personel lain dan maysrakat dalam upaya pemerataan, efisisensi, efektivitas, dan peningkatan kualitas, serta produktivitas pendidikan. Model ini juga akan menyerahkan fungsi kontrol yang berada pada pemerintah kepada masyarakat melalui dewan sekolah, sementara fungsi monitor tetap pada pemerintah.
Kebijakan-kebijakan pendidikan dewasa ini lebih menekankan
pada pengaturan mandiri, namun pada kenyataannya kebijakan sekolah
akan selalu menjadikan bumerang tersendiri bagi sekolah tersebut.
Misalnya, pada pemungutan liar diluar yang sudah ditetapkan pemerintah.
Namun, kebutuhan sekolah yang tidak terpenuhi oleh pendanaan dari
tersebut. Dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat, maka diperlukan
penguat-penguat kebijakan dari sekolah itu sendiri.
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat
dikatakan sebagai bentuk dari otonomi sekolah dalam membuat kebijakan
peningkatan mutu pendidikan. Tidak hanya dilihat dari hasil dari
pendidikan, tetapi juga dari input dan proses penyelenggaraan pendidikan
itu sendiri harus bermutu. Disinilah peran manajemen mutu pendidikan.
Dengan adanya manajemen mutu pendidikan, maka segala sesuatu akan
baik sejak awal, setiap waktu, sampai pada akhir produk tersebut sampai
di tangan masyarakat dan dapat memberikan kepuasan. Kualitas atau mutu
pendidikan dapat dikatakan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu bangsa.
Hal ini akan terlihat apabila suatu bangsa memiliki pendidikan yang
bermutu, maka akan menghasilkan pertumbuhan bangsa yang bermutu
pula.
Ketika mutu pendidikan ingin dicapai, maka diperlukan perencanaan
yang matang. Dewasa ini, mengingat mengenai mutu maka yang akan
terlintas adalah barang atau jasa yang jauh dari kata cacat. Barang atau jasa
yang bermutu tidak muncul begitu saja. Tetapi, mutu ini akan tercapai
apabila ada manajemen yang dilakukan oleh pihak terkait. Usaha untuk
pencapaian mutu ini dilakukan dengan manajemen mutu. Hal ini sangat
terbukti dalam dunia pendidikan. Dengan kata lain, mutu pendidikan dapat
dikatakan sebagai gambaran mengenai jasa pendidikan yang dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan pendidikan dengan pelayanan yang
optimal. Mutu barang maupun jasa dapat dilihat dari sejauhmana
mendapatkan kepuasan dari konsumen. Kepuasan inilah yang menjadi
tolak ukur keberhasilan mengenai produk atau jasa yang bermutu.
Sekolah dikatakan sebagai suatu sistem yang dimulai dari menginput
sumber daya manusia yang akan diproses, sehingga menghasilkan output
yang akan dikembalikan kembali kepada lingkungan/masyarakat. Hal
tersebut sangat menunjukkan bahwa tumbuh kembangnya sekolah sangat
diharapkan dan dapat memuaskan masyarakat sebagai pelanggan dari
sekolah.
Dalam pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS) dibutuhkan suatu wadah masyarakat untuk menyalurkan
aspirasi dan dapat berpartisipasi langsung dalam penyelenggaraan
pendidikan. Hal ini dikatakan sebagai sebuah ide yang baik, dimana
komite sekolah dijadikan jembatan antara pihak sekolah dengan
masyarakat, sehingga dapat memajukan pendidikan. Peran dari Komite
Sekolah ini tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan Manajemen
Berbasis Sekolah. Hal ini dituangkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2003, pasal 56 ayat 3, disebutkan bahwa:
Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai peran Komite Sekolah,
penulis mengadakan studi pendahuluan ke salah satu SMK Negeri di Kota
Bandung. Berdasarkan wawancara dengan salah satu Wakil Kepala
Sekolah SMK tersebut pada April 2014, bahwa permasalahan yang masih
ditemukan menyangkut Komite Sekolah yaitu bahwa Komite Sekolah
belum memiliki program kerja sendiri dan belum dapat melaksanakan
perannya dengan baik.
Namun, sering terdengar Komite Sekolah dengan fenomena muncul
pada saat-saat tertentu. Dengan adanya fenomena yang telah dipaparkan
sebelumnya, perlu diteliti kembali peran dan fungsi dari adanya Komite
Sekolah. Hal ini lebih ditekankan pada lembaga swasta dimana, wewenang
dalam pembentukan kebijakan dapat dikatakan lebih luas. Salah satu
tujuan dibentuknya Komite Sekolah yaitu mampu memfasilitasi upaya
peningkatan kinerja dan profesionalisme kepala sekolah, guru dan staf lain
yang teribat dalam proses pendidikan anak sekolah sesuai dengan visi,
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044
Tahun 2002, dipaparkan bahwa:
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan etisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah; yang berperan sebagai badan pemberi pertimbangan (advisory agency), badan pendukung (supporting agency), badan pengontrol (controlling agency), dan mediator antara pemerintah dengan masyarakat (eksekutif).
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat dikatakan
sebagai usaha peningkatan mutu pendidikan. Namun, dengan adanya peran
Komite Sekolah sebesar apa kontribusi yang dapat diberikan oleh mereka
selaku perwakilan dari masyarakat dalam upaya peningkatan kinerja dan
profesionalisme kepala sekolah, guru dan staf lain yang terlibat dalam
proses pendidikan anak sekolah sesuai dengan visi, misi, dan tujuan yang
hendak dicapai oleh sekolah.
Mutu pendidikan akan didapatkan apabila adanya sinergi dari
semua pihak terkait. Kepala sekolah, guru, siswa dan tidak lupa komite
sekolah. Mereka adalah pihak yang memiliki peran penting dalam
menjamin kepuasan dari konsumen pendidikan. Mutu dapat dikatakan
sebagai langkah dalam menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan
standar atau belum. Jika diaplikasikan kedalam dunia pendidikan, maka
standar ini dikenal dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam
memenuhi standar yang telah ditetapkan diperlukan sinergi antara sekolah
dengan masyarakat. Berdasarkan PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, terdapat 8 standar yang wajib dalam Sistem
Penjaminan Mutu yaitu:
1. Standar Isi
2. Standar Sarana dan Prasarana 3. Standar Proses
4. Standar Pengelolaan
6. Standar Pembiayaan
7. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan 8. Standar Penilaian
Peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab antara
sekolah dan masyarakat sebagai mitra terdekat dalam meningkatkan
pendidikan. Komite sekolah yang diharapkan dapat menjembatani proses
komunikasi antara yang diharapkan oleh masyarakat sebagai kebutuhan
mereka selaku mitra dan implementasi penyelenggaraan pendidikan di
sekolah. Inilah peranan penting komite sekolah dalam manajemen mutu
pendidikan.
Komite Sekolah dibentuk dan berperan dalam mewadahi peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Di era desentralisasi ini,
masyarakat dapat berperan secara langsung dalam peningkatan mutu
pendidikan. Hal ini dapat dilakukan baik memberikan pandangan maupun
aspirasi kepada pihak sekolah. Tidak hanya itu, pihak sekolah juga dapat
menggali potensi masyarakat untuk mengetahui apa yang sebenarnya
dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menjamin
demokratis, tranparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan
melalui suatu wadah yang disebut dengan komite sekolah. Tidak hanya
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun 2010 Pasal 1 ayat
42 disebutkan bahwa komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri
yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta
tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
Dalam mendapatkan kepuasan konsumen pendidikan, maka
diperlukan manajemen mutu atas penyelenggaraan pendidikan. Standar
Nasional Pendidikan (SNP) dijadikan sebagai sebuah acuan
penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Menurut Deming (1982) dalam Engkoswara (2010: 306) mengatakan
bahwa untuk membangun sistem mutu harus dilakukan perbaikan secara
adanya manajemen yang baik agar mutu yang diharapkan dapat berjalan
secara terus menerus dan tetap mengutamakan kepuasan pelanggan. Abdul
Hadis (2010:81) mengemukakan bahwa faktor kepuasan guru, siswa, staf
sekolah, kepala sekolah, orang tua siswa, masyarakat, dunia kerja dan
pemerintah serta para stakeholders lainnya sebagai pelanggan pendidikan
terhadap hasil pendidikan, merupakan barometer bagi pendidikan yang
bermutu.
Namun, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis
di salah satu SMK, praktek pembelajaran yang diberikan kepada siswa
kurang implementatif dengan dunia kerja. Hal tersebut membuktikan
bahwa dalam pelaksanaannya, sekolah kurang dalam mengidentifikasi
kebutuhan pelanggan (dunia industri). Oleh karena itu, masalah tersebut
akan berpengaruh pada mutu lulusan. Pendidikan yang bermutu bukan
hanya dilihat dari mutu lulusannya, tetapi bagaimana lembaga tersebut
mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar pendidikan
yang berlaku. Pelanggan yang dimaksud disini adalah baik itu pelanggan
internal (tenaga pendidik dan kependidikan) ataupun pelanggan eksternal
(siswa, orang tua siswa, masyarakat, dan pemakai lulusan). Khususnya,
lulusan dari SMK adalah mereka yang sudah siap untuk mengaplikasikan
ilmunya di dunia kerja. Hal ini mencerminkan bahwa kemajuan
pendidikan kejuruan khususnya di SMK masih kurang dibandingkan
dengan kemajuan dunia industri.
Pada kenyataannya, tuntutan masyarakat akan ilmu yang aplikatif
dari lulusan SMK, mengharapkan lulusan SMK ini dapat langsung
mengaplikasikan ilmunya di dunia kerja. Manajemen mutu pendidikan ini
diharapkan dapat memperbaiki mutu pendidikan khususnya mengenai
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, sehingga dapat memberikan
pelayanan optimal. Keterlibatan semua pihak termasuk masyarakat akan
dapat mempermudah pencapaian mutu pendidikan. Lembaga masyarakat
yang dibentuk untuk dapat ikut berperan serta dalam pengelolaan
Komite sekolah, mereka adalah salah satu pihak yang memiliki
peran penting dalam manajemen mutu pendidikan sehingga menghasilkan
outcome yang diharapkan oleh lembaga pendidikan lanjut ataupun dunia
industri yang berada di lingkungan masyarakat. Dengan kata lain, komite
sekolah diharapkan dapat menjadi pihak yang menjembatani antara
masyarakat dengan pihak sekolah. Tidak hanya itu, komite sekolah harus
pihak yang mendukung proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Hal ini dilakukan agar mutu yang diinginkan dapat tercapai.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat memberikan kebebasan
kepada pihak sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya. Hal ini
didukung dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). Dewasa ini, banyak institusi
pendidikan menggunakan sistem manajemen mutu berstandar internasional
Sistem Manajemen Mutu` (SMM) ISO 9001:2008 sebagai sistem
pengelolaan manajemen sekolah. Sistem ini dapat memberikan jaminan
mutu bahwa manajemen dan kinerja sekolah dapat berjalan secara optimal.
Dalam implementasi manajemen mutu berorientasi pada peningkatan
kualitas pelayanan sehingga diharapkan dapat memuaskan pelanggan
pendidikan yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan mutu
sekolah. Sehingga, dalam menunjang ketercapaian manajemen mutu
pendidikan harus didukung oleh kesadaran dari semua pihak yang terlibat
mengenai mutu dalam proses penyelanggaraan pendidikan di sekolah.
Namun, Komite Sekolah adalah pihak yang paling menarik perhatian
penulis sesuai dengan konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS) dan didukung dengan fenomena yang telah dipaparkan
sebelumnya.
Hal ini yang menjadi perhatian penulis, kontribusi seperti apa yang
telah dilakukan oleh Komite Sekolah dalam mendukung manajemen mutu
pendidikan, khususnya di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
sehingga tetap dapat memberikan kepuasan berdasarkan kepercayaan yang
permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis mengambil judul
“Kontribusi Peran Komite Sekolah Sebagai Badan Pendukung Terhadap Manajemen Mutu Pendidikan di SMK se- Kota Bandung”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, agar
masalah penelitian tidak menyimpang dari apa yang ingin diteliti dan tetap
menjadi fokus dalam penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti memberi
batasan secara konseptual dan kontekstual, diantaranya adalah:
1. Secara konseptual, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai kontribusi komite sekolah sebagai badan
pendukung terhadap manajemen mutu pendidikan.
2. Secara kontekstual, penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Negeri se- Kota Bandung.
Dari batasan masalah yang sudah tercantum diatas, maka adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini diantaranya:
1. Bagaimana peranan komite sekolah sebagai badan pendukung di
SMK Negeri se- Kota Bandung?
2. Bagaimana manajemen mutu pendidikan di SMK Negeri se- Kota
Bandung?
3. Seberapa besar kontribusi peran komite sekolah sebagai badan
pendukung terhadap manajemen mutu pendidikan SMK Negeri
se- Kota Bandung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran
tentang Kontribusi Peran Komite Sekolah sebagai Badan Pendukung
terhadap Manajemen Mutu Pendidikan di SMK Negeri se- Kota
2. Tujuan Khusus
Dari adanya penelitian ini, adapun tujuan khusus diantaranya
adalah:
a. Mengetahui impementasi kontribusi peran komite sekolah sebagai
badan pendukung di SMK Negeri se- Kota Bandung.
b. Mengetahui manajemen mutu pendidikan di SMK Negeri se- Kota
Bandung.
c. Mengetahui kontribusi peran komite sekolah sebagai badan
pendukung terhadap manajemen mutu pendidikan di SMK Negeri
se- Kota Bandung.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat baik pada tataran teoritis maupun
praktis.
1. Pada tataran teoritis, hasil penelitian ini diharapkan ikut memperkaya
pembendaharaan teoritis tentang peran komite sekolah sebagai badan
pendukung dalam hal manajemen mutu pendidikan.
2. Secara operasional, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
manajemen mutu pendidikan yang didukung oleh peran komite
sekolah di SMK Negeri se- Kota Bandung.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Judul
Judul skripsi ini adalah “Kontribusi Peran Komite Sekolah sebagai Badan Pendukung terhadap Manajemen Mutu Pendidikan SMK Negeri se- Kota Bandung”
Halaman Pengesahan
Skripsi ini telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing:
1) Pembimbing I : Prof. Dr. H. Johar Permana, M.A
2) Pembimbing II : Dr. Nugraha Suharto, M.Pd
NIP. 19670628 200102 1 001
3) Dan diketahui oleh Bpk. Dr. H. Endang Herawan, M.Pd selaku Ketua
Departemen Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Pernyataan Tentang Keaslian Karya Ilmiah
Penulis telah menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi ini
merupakan Karya Tulis Ilmiah asli karya penulis yang merupakan hasil
pemikiran penulis dengan dibimbing oleh dosen pembimbing
Kata Pengantar
Berisi kalimat-kalimat pengantar dalam skripsi.
Ucapan Terima Kasih
Bentuk apresiasi yang setinggi-tingginya serta ungkapan rasa syukur
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis
ilmiah ini.
Abstrak
Uraian singkat yang termuat dalam abstrak adalah: judul, hakikat
penelitian, metode penelitian yang dipakai dan teknik pengumpulan
datanya, serta hasil temuan, kesimpulan dan saran.
Daftar Isi
Memuat penyajian sistematika isi skripsi secara rinci agar mempermudah
para pembaca mencari judul atau subjudul bagian yang ingin dibaca.
Daftar Tabel
Menyajikan tabel secara berurutan mulai dari tabel pertama sampai dengan
tabel yang terakhir yang tercantum dalam skripsi.
Daftar Gambar
Menyajikan gambar secara berurutan mulai dari tabel pertama sampai
dengan tabel yang terakhir yang tercantum dalam skripsi.
Daftar Lampiran
Menyajikan gambar secara berurutan mulai dari tabel pertama sampai
BAB I
Latar Belakang Penelitian, dalam Bab ini membahas mengenai latar
belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
atau signifikansi penelitian.
BAB II
Kajian Pustaka, Kerangka Pikir Penelitian, dan Hipotesis Penelitian, dalam
Bab ini mengemukakan teori yang relevan dengan judul penelitian serta
diuraikan mengenai kerangka pikir penelitian dan hipotesis penelitian.
BAB III
Metode Penelitian, dalam Bab ini mengemukakan mengemukakan
mengenai metodologi penelitian yang dilakukan oleh penulis yang
meliputi: Definisi operasional, metode penelitian, populasi dan sampel,
pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data.
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam Bab ini mengemukakan
mengenai deskripsi dari hasil penelitian yang meliputi gambaran umum
objek penelitian, gambaran variabel yang diamati, analisis data, dan
pengujian hipotesis serta pembahasannya.
BAB V
Simpulan dan Saran, dalam Bab ini mengemukakan simpulan dari hasil
penelitian yang dilakukan dan mengemukakan saran yang berhubungan
dengan objek penelitian untuk dijadikan referensi bagi pihak yang
berkepentingan.
Daftar Pustaka
Berisi daftar referensi baik berupa buiu, artikel, jurnal, dokumen resmi,
atau sumber-sumber lain dari internet yang pernah dikutip dan digunakan
dalam penulisan skripsi.
Lampiran