• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA PENGHUNI PANTI ASUHAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP DIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA PENGHUNI PANTI ASUHAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA

PENGHUNI PANTI ASUHAN

Rr. Lita H. Wulandari & Fasti Rola

Abstract

The main goal of this research is to know of self concept and need for achievement of the students who live in orphanage in Medan. In addition to understand about that, this research gives information about the relation of self concept and need for achievement with the sex, age, and family condition have variation. The instruments used are self concept and need for achievement scales have tasted. The kind of research is the correlation research and data is analyzed by used the product moment person correlation technique. The samples of research are fifteen to eighteen years old students of fifteen orphanages in Medan by used stratification random sampling. The result of research shows there is significant positive correlation between self concept and need for achievement, but the correlation is different for students have different sex, age, and family condition.

Keywords: need for achievement, self concept

Pendahuluan

Masa Remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Hurlock, 1999). Oleh karena itu, agar nantinya bisa menjadi individu yang berhasil di perkembangan masa dewasa maka remaja harus banyak belajar untuk dapat memperoleh tempat dalam masyarakat sebagai warga negara yang bertanggung jawab, bahagia serta menjadi penerus kehidupan nusa dan bangsa. Namun, Apabila dilihat kenyataannya pada saat ini tidak semua remaja yang diharapkan kelak menjadi penerus bangsa dapat menikmati kehidupan yang baik, termasuk mengenyam pendidikan. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor ekonomi, ditinggal oleh orang tua dan lain sebagainya.

Oleh karena itu banyak sekarang ini panti asuhan di kota-kota besar berusaha untuk engatasi permasalahan tersebut dengan menampung anak-anak yang mengalami permasahan tersebut untuk dibina dan diberi kesempatan agar bisa menikmati hidup dengan baik dan sehat serta mendapatkan pendidikan yang baik (Meizarra, dkk,1999). Pada saat ini saja di Kota Medan terdapat 17 panti asuhan yang terdaftar di Dinas Sosial Medan dan iperkirakan masih banyak lagi panti asuhan yang telah didirikan namun belum terdaftar. Dilihat dari tujuan didirikannya panti asuhan, kesemua panti asuhan tersebut memiliki tujuan yang

sama, yaitu berusaha untuk memenuhi kebutuhan dasar anak asuh, seperti memperoleh pendidikan (Departemen Sosial, 1999).

Walaupun panti asuhan merasa telah memenuhi kebutuhan anak asuh, panti asuhan termasuk fasilitas yang dapat digunakan sebagai penunjang untuk mengenyam pendidikan, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meizarra, dkk (1999) di Malang, mengindikasikan bahwa masih adanya permasalahan belajar pada anak panti asuhan dan permasalahan tersebut lebih mengarah pada aspek motivasi yang rendah dalam belajar. Motivasi yang rendah dalam belajar sangat terkait dengan motivasi berprestasi. Hal ini didasari karena dalam kegiatan belajar, motivasi berprestasi adalah motivasi yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam belajar (Gunarsa & Gunarsa, 1993).

Banyak kegagalan-kegagalan dalam belajar yang dialami oleh remaja sering kali disebabkan karena kurangnya atau bahkan tidak adanya dorongan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik (Gunarsa & Gunarsa, 1993). Jadi bisa dikatakan kemungkinan rendahnya motivasi dalam belajar yang dimiliki remaja penghuni panti asuhan disebabkan karena kurang adanya motivasi berprestasi yang dimilikinya.

Fernald dan Fernald mengatakan bahwa tumbuh kembangnya motivasi berprestasi dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya

(2)

adalah konsep diri. Moss dan Kagen (Calhoun & Acocella, 1990) juga mengatakan bahwa keinginan untuk berhasil dipengaruhi oleh konsep diri yang dimiliki oleh individu. Konsep diri yang dimiliki individu tidak terbentuk dengan sendirinya namun berkembang sejalan dengan perkembangan manusia (Hardy & Hayes, 1985).

Dalam perkembangannya konsep diri remaja sering menjadi permasalahan khusus karena pada saat itu individu dituntut untuk mengambil keputusan mengenai dirinya dalam rangka mengatasi berbagai pertanyaan (Hardy & Hayes, 1985). Konsep diri diperoleh dari hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain, terutama dengan orang tua karena orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal yang dialami individu dan yang paling kuat (Calhoun & Acocella, 1990).

Remaja yang tinggal di panti asuhan tentu saja kurang atau bahkan tidak mendapatkan pengajaran dari orang tua tentang bagaimana individu menilai dirinya sendiri, sedangkan ibu panti asuhan yang dianggap sebagai pengganti orang tua sepertinya kurang bisa diharapkan karena perbandingan yang tidak seimbang antara remaja panti asuhan yang banyak jumlahnya dengan pengasuh panti asuhan yang terbatas. Akibat sangat sedikitnya perhatian yang diberikan oleh Ibu atau Bapak asuh, maka penilaian remaja terhadap dirinya sendiri banyak dipengaruhi oleh pergaulan teman seasramanya di panti asuhan. Semua itu disebabkan karena hampir setiap hari remaja melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan teman seasramanya.

Menurut Lukman (2000) remaja panti asuhan berpotensi untuk memiliki konsep diri yang cenderung negatif karena adanya pengaruh negatif yang berasal dari pergaulan internal asrama yaitu pergaulan antar sesama anak asuh. Pengaruh dari lingkungan internal seasrama ini kemungkinan menyebabkan sebagian remaja kurang bisa menempatkan diri dalam pergaulan. Hal ini pada gilirannya dapat menyebabkan situasi yang tidak kondusif dalam mengembangkan konsep diri yang positif (Lukman, 2000).

Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah memang terdapat hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi yang dimiliki remaja penghuni panti asuhan di Kota Medan. Selain itu, peneliti juga mencoba mengetahui

bagaimana hubungan konsep diri dan motivasi berprestasi pada remaja penghuni panti asuhan di Kotamadya Medan berdasarkan jenis kelamin, perbedaan usia,serta kondisi keluarga yang berbeda.

Motivasi Berprestasi

Kebutuhan untuk berprestasi (need of achievement) pertama kali dibahas oleh Murray (dalam Bernstein, Roy, Srull & Wickens, 1988). Selanjutnya dikembangkan oleh Mc Clelland (dalam Roedinger, Rushton, Capaldi & Paris, 1987). Murray (dalam Roedinger, dkk.1987) mendefinisikan keinginan untuk berprestasi (need of achievement) sebagai hasrat untuk menyelesaikan sesuatu yang sulit, hasrat untuk memiliki, menggunakan dan menyusun objek-objek fisik, mahluk hidup atau ide-ide, hasrat untuk melakukan sesuatu sendiri secara bebas dan cepat, hasrat untuk mengatasi rintangan dan mencapai standar yang tinggi, hasrat untuk bersaing dan melampaui orang lain dan hasrat untuk meningkatkan kehormatan diri dengan mendapatkan kesuksesan atas kegiatan yang dilakukannya. Mc Clelland (dalam Robin, 1996) mengartikan motivasi berprestasi sebagai dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar dan berusaha untuk mendapatkan keberhasilan.

Ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi adalah a) berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar b) memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya c) memiliki kebutuhan untuk mendapatkan umpan baik atas pekerjaan yang dilakukannya sehingga dapat diketahui dengan cepat bahwa hasil yang diperoleh dari kegiatnnya lebih baik atau buruk d) menghindari tugas-tugas yang terlalu sulit atau terlalu mudah e) inovatif e) Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain (McClelland dalam Robins,1996).

Menurut Fernald & Fernald (1999) terdapat 4 faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi pada seseorang yaitu a) pengaruh keluarga dan kebudayaan. b) peranan dari konsep diri c) pengaruh dari peranan jenis kelamin d) pengakuan dan prestasi.

Konsep Diri

Menurut Calhoun dan Acocella (1990) konsep diri adalah gambaran mental individu

(3)

yang terdiri dari pengetahuannya tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri. Konsep diri tidak terbentuk secara instan melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri yang dimiliki manusia tidak terbentuk secara instan melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri berasal dan berkembang sejalan dengan pertumbuhannya, terutama sebagai akibat dari hubungan individu dengan individu lainnya (Centi, 1993). Menurut Willey (dalam Calhoun & Acocella, 1990), dalam perkembangan konsep diri, yang digunakan sebagai sumber pokok informasi adalah interaksi individu dengan orang lain. Baldwin dan Holmes (dalam Calhoun & Acocella, 1990) juga mengatakan bahwa konsep diri adalah hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain. Yang dimaksud “orang lain”menurutut Calhoun dan Acocella (1990) adalah orang tua, kawan sebaya dan masyarakat.

Calhoun dan Acocella (1990) mengatakan, dalam perkembangannya, konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Individu tersebut tahu betul siapa dirinya sehingga dirinya menerima segala kelebihan dan keku-rangan, evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas. Sedangkan konsep diri negatif terbagi menjadi 2 tipe yaitu a) pandangan terhadap dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri serta tidak mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. b) pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan terlalu teratur.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang digunakan untuk memperkirakan hubungan antara variabel secara alami yang diprediksikan memiliki hubungan (Shaoghnessy, Zechmeister & Zechmeister, 2000). Dalam penelitian ini diteliti hubungan antara variabel konsep diri dan variabel motivasi berprestasi yang dimiliki remaja penghuni panti asuhan di Kotamadya Medan.

Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah a) berumur 15-18 tahun. b) duduk di SLTP (atau sederajat) kelas 3 dan SLTA (atau sederajat) dari kelas 1 sampai kelas 3. c) telah tinggal di panti asuhan selama 1 tahun atau lebih. Populasi remaja panti asuhan di Kotamadya Medan yang sesuai dengan karakteristik subjek dalam penelitian ini berjumlah 337 orang yang terdiri dari 299 orang dari panti asuhan yang berlatar belakang Islam dan 38 subjek yang berlatar belakang Kristen.

Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 100 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode stratified random sampling. Pemilihan subjek untuk dijadikan sampel pada stratified random sampling menggunakan cara proportional allocation, sehingga diperoleh 89 orang sampel dari panti asuhan berlatar belakang Islam dan 11 orang sampel dari panti asuhan berlatar belakang Kristen. Alasan peneliti menggunakan latar belakang agama sebagai strata, karena menurut Fernal dan Fernald (1999) motivasi berprestasi dipengaruhi oleh budaya. Menurut Tylor (dalam Keesing, 1989) budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dam kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan definisi Taylor, maka dapat diambil kesimpulan bahwa agama atau kepercayaan adalah bagian dari budaya.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunkan alat ukur skala psikologis dalam bentuk 5 tipe pilihan (sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Penelitian ini menggunakan 2 skala yaitu :

1. Skala Konsep Diri

Skala ini digunakan untuk mengung-kapkan konsep diri yang dimiliki remaja Panti Asuhan. Pembuatan skala tersebut berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Calhoun dan Acocella (1990) bahwa konsep diri terdiri dari 3 aspek yaitu pengetahuan mengenai diri sendiri, harapan-harapan yang ingin dicapai dan penilaian terhadap diri sendiri. Skala ini disajikan dalm bentuk pernyataan favorable dan unfavorable. Skala konsep diri terdiri dari 66 item dengan korelasi antara skor item dan skor total bergerak dari 0.2360 sampai 0.8160. Teknik analisa untuk menghitung reliabilitas dari

(4)

skala ini adalah koefisien reliabilitas alpha dengan hasil koefisien alpha sebesar 0.9505 2. Skala Motivasi Berprestasi

Skala ini digunakan untuk mengung-kapkan tinggi rendahnya motivasi berprestasi yang dimiliki remaja yang tinggal di Panti Asuhan. Pembuatan skala tersebut berdasarkan teori yang diungkapkan oleh McCllelland (dalam Robins, 1996) yaitu: memiliki sepe-rangkat standar dalam berprestasi, tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan yang dilakukan, kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukannya, pemilihan tugas yang tingkat kesulitannya menengah, inovatif dan keinginan berhasil dari diri sendiri. Skala ini disajikan dalm

bentuk pernyataan favorable dan

unfavorable. Skala konsep diri terdiri dari 43 item dengan korelasi antara skor item dan skor total bergerak dari 0.2177 sampai 0.7078. Teknik analisa untuk menghitung reliabilitas dari skala ini adalah koefisien reliabilitas alpha dengan hasil koefisien alpha sebesar 0.9074.

Hasil Penelitian dan Analisis

Dari hasil pengujian korelasi dengan menggunkan korelasi pearson product moment, diperoleh hasil rxy = 0.408 dengan p = 0.000 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi yang dimiliki remaja yang tinggal di panti asuhan di Kotamadya Medan. Hubungan tersebut bersifat positif dan berada pada intensitas yang sedang. Hubungan yang positif dapat diartikan bahwa semakin positif konsep diri yang dimiliki maka semakin tinggi pula motivasi berprestasi yang dimiliki remaja penghuni panti asuhan di Kotamadya Medan, dan sebaliknya. Koefisien determinan (r²) yang diperoleh dari hubungan konsep diri dengan motivasi berprestasi sebesar 0.1664 (r² = 0.1664). Hal ini menunjukkan peranan konsep diri terhadap pembentukan motivasi berprestasi sebesar 16.64%.

Jika dilihat dari perbedaan jenis kelamin, hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penghuni panti asuhan di Kotamadya Medan terdapat berbedaan antara subjek pria dan subjek wanita.

Terdapatnya hubungan yang positif antara konsep diri dengan motivasi berprestasi yang dimiliki subjek dalam penelitian ini sejalan dengan pendapat ahli Fernald dan Fernald (1999) dan Moss dan Kegen (dalam Calhoun dan Acocella, 1990) bahwa motivasi yang dimiliki individu sangat terkait dengan konsep diri yang dimilikinya. Berdasarkan koefisien determinan (r²) diperoleh hasil bahwa peranan konsep diri terhadap pemben-tukan motivasi berprestasi sebesar 16.64%. Sehingga terdapat 83.36% variabel lain yang dapat berpengaruh dalam pembentukan motivasi berprestasi. Variabel-variabel lain itu dapat berupa cara orang tua dalam mendidik anak, peran kebudayaan, peranan jenis kelamin serta peran pengakuan dan prestasi (Fernald & Fernald, 1999).

Pada penelitian ini, peneliti mencoba menggunakan jenis kelamin pria dan wanita untuk melihat bagaimana hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi pada kedua kelompok. Dasar pemikirannya, bahwa menurut pendapat Dweek dan Nicholls (dalam Berstein, dkk, 1984) mengatakan bahwa pada wanita motivasi berprestasinya cendrung ber-ubah-ubah dibandingkan pria. Horner (dalam Santrock, 1998) juga menyatakan bahwa pada wanita terdapat kecenderungan takut akan kesuksesan (fear of success) yang artinya pada wanita terdapat kekhawatiran bahwa dirinya akan ditolak oleh masyarakat apabila dirinya memperoleh kesuksesan. Namun pada saat ini konsep fear of succes banyak diperdebatkan (Santrock,1998). Selain itu jika dilihat dari konsep diri, Gunarsa dan Gunarsa (2002) mengatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi konsep diri. Hal ini terjadi karena pada masyarakat dan lingkungan kebudayaan ada suatu stereotip yang menganggap bahwa pria harus lebih kuat, tidak cengeng dan tahan menghadapi kehidupan sedangkan wanita secara stereotip lebih dibenarkan untuk bersikap lemah lembut, menangis dan tidak boleh berkelahi.

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, menunjukkan bahwa hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja pria menunjukkan hubungan yang signifikan sedangkan pada wanita menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Hasil yang diperoleh sejalan dengan pendapat Dweek dan Nicholls (dalam Berstein, dkk, 1984). Horner (dalam Santrock, 1998) dan Gunarsa dan Gunarsa (2002). Pada pria ternyata secara stereotip

(5)

diharapkan untuk menjadi diri yng kuat. Berharga dan lebih berhasil sehingga hal ini bisa menyebabkan pria berkonsep diri positif yang pada akhirnya bisa menyebabkan keinginannya untuk berprestasi menjadi lebih tinggi. Hasil yang diperoleh oleh peneliti pada subjek wanita yang selalu dianggap sebagai mahluk yang berkonsep diri lemah lembut dan penurut ternyata tingkah laku motivasi berprestasi pada wanita cenderung berubah-ubah dibadingkan dengan pria, karena hal tersebutlah maka hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi yang dimiliki wanita biasa menjadi tidak signifikan.

Berdasarkan perhitungan hubungan konsep diri dengan motivasi berprestasi pada usia yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda. Bahwa pada remaja usia 15 tahun menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, sedangkan pada usia 16,17,18 menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini bisa dijelaskan bahwa umur 15 sampai 18 tahun merupakan rentang usia pertengahan dan ternyata penelitian ini menunjukkan bahwa proses perkembangan yang terjadi para rentang usai remaja pertengahan adalah sama. Walaupun pada usia 15 tahun diperoleh hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi. Hal ini bisa disebabkan karena usia 15 tahun merupakan usai perbatasan anatara usai remaja awal (12-15 tahun) dengan usia remaja pertengahan (15-18 tahun), sehingga pada usia 15 tahun remaja masih belum mengetahui siapa dirinya dan apa yang diinginkannya. Penelitian ini juga membuktikan pendapat Kartono (1990) bahwa di awal-awal usia, remaja masih merasa bingung tidak tahu apa yang diinginkannya dari dirinya, namun dengan bertambahnya usia remaja mulai mencari sesuatu sehingga pada akhirnya dirinya sudah mulai mengenal dirinya sendiri, sudah memiliki pola hidup yang digarisinya sendiri dan sudah memahami diri serta sudah memiliki tujuan yang ingin dicapinya.

Berdasarkan perhitungan hubungan konsep diri dengan motivasi berprestasi berdasarkan kondisi keluarga (ada dan tidak adanya kehadiran orang tua) menunjukkan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan namun masih memiliki orang tua menunjukkan hubungan konsep diri dengan motivasi berprestasi yang positif dan signifikan. Sedangkan remaja pantia asuhan yang tidak memiliki orang tua menunjukkan hubungan

yang tidak signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki peranan yang besar dalam memberikan rangsangan terhadap konsep diri sehingga dengan terciptanya konsep diri yang baik maka akan menyebabkan semakin baik pula motivasi berprestasi yang dimiliki remaja yang tinggal di panti asuhan Kotamadya Medan. Hal ini mendukung teori yang diungkapkan oleh Calhoun dan Acocella (1990) bahwa peran orang tua sangat penting dalm pembentukan konsep diri.

Daftar Pustaka

Bernstein, Douglas, A, Roy, Edward, J. Srull, Thomas, K. & Wickens, Christoper, D. Wickens, 1988, Psikology, Houghton Mifflin Company, Boston.

Calhoun, F & Acocella, Joan, Ross, 1990, Psikologi tentang penyesuaian dan

hubungan kemanusiaan (edisi ketiga),

IKIP Semarang Press, Semarang.

Centi, Paul, J, 1993, Mengapa rendah diri?, Kansius , Yogyakarta.

Departemen Sosial, 1999, Pedoman Pembina-an kesejahteraan sosial anak dini usia, Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial, Direktorat Bina Kesejahteraan Anak Keluarga dan Lanjut Usia, De-partemen Sosial RI, Jakarta.

Ferland, L., Dodge & Fernald, Peter,S, 1999, Introduction to psychology (5 th ed), Mc.Graw Hill, Inc., India.

Gunarsa, Singgih & Gunarsa, Y. Singgih, 1993, Psikologi Praktis: Anak, remaja dan

keluarga, PT. BPK Gunung Mulia,

Jakarta.

Hardy, Malcolm, & Heyes, Steve, 1988,

Pengantar Psikologi (edisi kedua),

Erlangga, Jakarta.

Hurlock, Elizabeth B., 1999, Psikologi Per-kembangan: Suatu pendekatan sepanjang

rentang kehidupan (Edisi Kelima):

Erlangga , Jakarta.

Keesing, Roger, M, 1989, Antropologi budaya:

Suatu perspektif kontemporer (Edisi

Kedua), : Erlangga , Jakarta.

Lukman, Muhammad, 2000, Kemandirian anak asuh Panti asuhan yatim islam ditinjau dari konsep diri dan kompetensi interpersonal, dalam Psikologika, Nomor 10, Tahun V.57-73.

(6)

Meizarra, P.D., Mappiare, A.T., & Sumunarti, Siti, 1999, Dinamika motivasional dalam belajar anak-anak Panti Asuhan, dalam Jurnal Psikodinamik, Vol.1, No.3.129-134.

Robbins, Stephen, P, 1996, Perilaku organi-sasi : konsep, kontroversi, aplikasi. (edisi bahasa Indonesia), PT. Prenhallindo, Jakarta.

Santrock, John, W, 1998, Adolecence ( 7rd ed.), DC : McGraw Hill, Washington.

Shaughnessy, John,J., Zechmeister, Eugene, B. & Zechmeister, Jeanne, S, 2000, Research methods in psychology (International ed), McGrawHill, Singapore.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai lem baga pendidikan t inggi, UMM m em ber ikan suasana akadem ik yang kondusif bagi sivit as akadem ikanya, di dalam nya ber langsung pr oses pem belaj ar an y ang ut uh,

Mereka menyadari bahwa konflik dalam tim merupakan hal yang wajar, karena dengan konflik merupakan kesempatan untuk mengembangkan ide dan kreatifitas, apabila terjadi suatu konflik

Menimbang , bahwa bukti P-6 dan P-7 tersebut masih tertulis dengan nama Supriatna dikuatkan dengan keterangan para saksi dan Pemohon, yang pada pokoknya menerangkan bahwa

patogen (bersifat menimbulkan penyakit) yang sampai sekarang ini masih meresahkan para petani pisang. Dalam suatu area kebun pisang yang memiliki banyak tanaman pisang di

Terlihat ada sedikit penurunan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal pada penderita yang mendapat pengobatan sulfas magnesikus regimen II walaupun masih lebih tinggi

[r]

Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan atau.. yang telah dikerjakan, atau hasil pelajaran yang diperoleh dari

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang