• Tidak ada hasil yang ditemukan

A N T O N W A H Y U D I N I M. I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A N T O N W A H Y U D I N I M. I"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

53

PENGARUH JUMLAH DATA TRAFFIC COUNT TERHADAP

TINGKAT AKURASI MATRIKS ASAL TUJUAN (MAT) DAN

ARUS LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN

SOFTWARE EMME/3

(Studi Kasus Kota Surakarta)

The Influence of Traffic Count on Accuraty Level of Origin-Destination Matrices (O-D Matrices) and Traffic Flow Using Software EMME/3

(A Case Study of Surakarta City)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh :

A N T O N W A H Y U D I

N I M . I 0 1 0 5 0 4 3

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH JUMLAH DATA TRAFFIC COUNT TERHADAP

TINGKAT AKURASI MATRIKS ASAL TUJUAN (MAT) DAN

ARUS LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN

SOFTWARE EMME/3

(Studi Kasus Kota Surakarta)

The Influence of Traffic Count on Accuraty Level of Origin-Destination Matrices (O-D Matrices) and Traffic Flow Using Software EMME/3

(A Case Study of Surakarta City)

Disusun Oleh :

A N T O N W A H Y U D I

N I M . I 0 1 0 5 0 4 3

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing I

DR. Eng. Ir. Syafi’i , MT N I P . 19670602 199702 1001

Dosen Pembimbing II

Slamet Jauhari Legowo, ST,MT N I P . 19670413 199702 1001

(3)

PENGARUH JUMLAH DATA TRAFFIC COUNT TERHADAP

TINGKAT AKURASI MATRIKS ASAL TUJUAN (MAT) DAN

ARUS LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN

SOFTWARE EMME/3

(Studi Kasus Kota Surakarta)

The Influence of Traffic Count on Accuraty Level of Origin-Destination Matrices (O-D Matrices) and Traffic Flow Using Software EMME/3

(A Case Study of Surakarta City)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

A N T O N W A H Y U D I

N I M . I 0 1 0 5 0 4 3

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hariSenin tanggal 19 April 2010.

1. DR. Eng. Ir. Syafi’i, MT --- NIP. 19670602 199702 1001

2. Slamet Jauhari Legowo, ST,MT --- NIP. 19670413 199702 1001

3. Ir. Agus Sumarsono, MT --- NIP. 19570814 198601 1001

4. Ir. Djumari, MT --- NIP. 19571020 198702 1001

Mengetahui,

a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Pembantu Dekan I

Disahkan,

Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS

Ir.NOEGROHO DJARWANTI, MT NIP. 19561112 198403 2007

Ir. BAMBANG SANTOSA, MT NIP. 19590823 198601 1001

(4)

Motto

Suatu kehidupan yang penuh kesalahan tak hanya lebih berharga namun juga lebih berguna dibandingkan hidup tanpa melakukan apapun. - George Bernard Shaw

Pengetahuan ada dua macam : yang telah kita ketahui dengan sendirinya atau yang hanya kita ketahui dimana ia bisa didapatkan. - Samuel Johnson

SEMANGAT!SEMANGAT!SEMANGAT! Kata itulah yang

paling sering saya dengar ketika pembimbingku masuk ke ruangan yang berada di sebelah ruangan beliau.

(5)

K u p e r s e m b a h k a n i n i s e m u a u n t u k k e l u a r g a k u ,

s a h a b a t k u , t e m a n - t e m a n k u .

T i d a k a d a y a n g b e g i t u b e r h a r g a s e l a i n d o a

y a n g t e l a h k a l i a n b e r i k a n .

(6)

A B S T R A K

Anton Wahyudi, 2010

,

Pengaruh Jumlah Data Arus Lalu Lintas Terhadap Matriks Asal Tujuan (MAT) dan Arus Lalu Lintas Dalam Estimasi Matriks Asal Tujuan (Studi Kasus Kota Surakarta). Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pemodelan transportasi, distribusi perjalanan antar zona biasa di representasikan dalam bentuk Matriks asal tujuan (MAT). Untuk mengestimasi MAT berdasarkan informasi arus lalu lintas (traffic count), traffic count sangat mempengaruhi tingkat akurasi MAT yang dihasilkan. Secara teoritis, semakin banyak data yang digunakan maka akan semakin tinggi tingkat akurasi MAT yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah data traffic count terhadap tingkat akurasi MAT hasil estimasi dan arus lalu lintas hasil pembebanan. Pengolahan data arus lalu lintas (traffic count) dalam bentuk perhitungan matematis menggunakan standar MKJI. Metode yang digunakan untuk mendapatkan matriks baru adalah metode estimasi Steepest descent. Nilai arus lalu lintas diperoleh dengan cara membebankan Matriks baru dan arus hasil pengamatan (traffic count) ke dalam jaringan jalan.

Uji parameter statistik RMSE dan R2 dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi MAT yang dihasilkan. Semakin banyak data traffic count yang digunakan dalam proses estimasi MAT dan pembebanan (assignment) menyebabkan semakin besar nilai RMSE yang dihasilkan dan memperkecil nilai R2. Pada penelitian ini, penggunaan data traffic count sebanyak 77 data belum dapat menunjukkan pengaruh terhadap tingkat akurasi MAT. Akan tetapi pada penggunaan data traffic count sebanyak 52 data terjadi titik optimasi yang menunjukkan peningkatan akurasi MAT dan arus lalu lintas hasil pembebanan yang dihasilkan dengan nilai RMSE sebesar 31.501 dan nilai R2 sebesar 0.73367. Hasil tersebut dapat dijadikan acuan untuk penelitian berikutnya sebagai data minimal dalam estimasi MAT kota Surakarta.

(7)

ABSTRACT

Anton Wahyudi, 2010, The Influence of Traffic Count on Accuraty Level of Origin-Destination Matrices (O-D Matrices) and Traffic Flow Using Software EMME/3 (A Case Study of Surakarta City). Thesis. Civil Engineering Department Faculty of Engineering, University of Sebelas Maret Surakarta.

The purpose of transportation planning is predicting traffic conditions in the future, so it can be taken in planning policy to overcome the problems foreseen. In transportation modelling, the trip distribution between zones being represented in the form of matrix origin destination (O-D Matrix). To estimate the O-D Matrix based on traffic flow information (traffic count), the traffic flow is the major input which greatly affect the accuracy level of the estimated matrix. Theoretically, the more data used, the higher the accuracy level of the estimated matrix.

The aims of this study to determine how far the impact of traffic count the number of observations with the O-D Matrix and the flow of traffic generated. The processing of the traffic count in a mathematical calculation using the standard of Indonesia Highway Manual Capacity. The method used to obtain a new matrix is a method of steepest descent. Traffic flow is obtained by imposing a new matrix and traffic count into the road network.

Test parameters RMSE and R2 statistics performed to verify the accuracy of the estimated matrix. The more traffic count data used in the process of O-D Matrix estimation and assignment, the greater value of RMSE and minimize the value of R2. In this study, the use 77 traffic count data has not been able to show the effect on the accuracy of O-D Matrix. This shows the increase in accuracy of O-D Matrix and traffic loading results with RMSE values of 31,501 and R2 value of 0,73367. So that results can be used as a reference the next research as minimal data in the estimation of O-D Matrix city of Surakarta.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul PENGARUH JUMLAH DATA TRAFFIC COUNT TERHADAP TINGKAT AKURASI MATRIKS ASAL TUJUAN (MAT) DAN ARUS LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE EMME/3 (Studi Kasus Kota Surakarta). Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada kudwah khasanah kita Nabi Besar Muhammad saw., keluarganya, para sahabat, serta generasi pelanjut estafet perjuangan beliau.

Penyusunan skripsi ini sangat memberi pengalaman berharga bagi penulis, di samping itu semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kalangan Teknik Sipil umumnya dan khususnya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak yang ada di sekitar penulis, karena itu dalam kesempatan ini penulis harus menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang tertera di bawah ini : 1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

3. DR. Eng. Ir. Syafi’i, MT, selaku Dosen Pembimbing I Skripsi. Telah banyak sekali ilmu, hikmah, dan teladan yang telah bapak berikan kepada saya. 4. Slamet Jauhari Legowo, ST,MT, selaku Dosen Pembimbing II Skripsi. Terima

kasih atas semua waktu, bimbingan, motivasi serta bantuannya selama pembuatan skripsi ini sampai selesai.

5. Ir. Agus Wahyudi, MT selaku Dosen Pembimbing Akademis. Terima kasih atas semua waktu, bimbingan, motivasi, serta bantuannya dari awal masuk hingga selesainya pendidikan saya disini.

6. Tim penguji ujian pendadaran skripsi terimakasih atas kesediaannya untuk menguji dan membimbing saya sehingga saya lulus.

7. Semua Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.

8. The Ardan Team (Retno Dwi W, Alfian Najib A, Rr. Dian Indriani, Pamuko Aditya R). Kalau pun pernah ada sedikit masalah semoga kita menjadi lebih krab lagi.

(9)

9. Yosael Ariano, Akhyaarul Umam Azzaqi, Nugroho Raharjo yang selama ini banyak sekali membantu saya.

10.Nurmalia ST. selaku kakak yang tak bosan membimbing, menasehati dan menemani kami dalam proses penyelesaian tugas akhir.

11.Anak-anak ”Green House”.

12.Eta, Viska, Febri, Meira, Wahyu, Sony, Isti, dan semua ”Mafioso Civiliano Rongewu Limo”.

13.Seluruh civitas akademika Teknik Sipil UNS

Akhirnya pengantar ini juga menjadi semacam ingatan bagi penulis selama menempuh tahap pembelajaran di Universitas Sebelas Maret Surakarta hingga skripsi ini harus disusun sebagai syarat mendapatkan gelar kesarjanaan. Terima kasih.

Surakarta, April 2010

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO ... PERSEMBAHAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah... 1.2. Rumusan Masalah... 1.3. Batasan Masalah... 1.4. Tujuan Penelitian... 1.5. Manfaat Penelitian...

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka... 2.2. Landasan Teori…....………

2.2.1. Pemodelan……….……….

2.2.2. Daerah Kajian ………...

2.2.3. Sistem Zona………..……….

2.2.4. Sistem Jaringan Transportasi………. 2.2.5. Klasifikasi Fungsi Jalan………. 2.2.6. Karakteristik Jalan……….. i ii iii iv v vi vii viii x xiii xv xvi xvii 1 3 3 4 5 6 8 8 9 10 11 12 13

(11)

2.2.7. Satuan Mobil Penumpang………..

2.2.8. Kapasitas…………..………..

2.2.9. Kecepatan…………..……….

2.2.10. Volume dan Komposisi Lalu Lintas……….. 2.2.11. Hubungan Kurva Kecepatan-Arus dan Biaya-Arus…... 2.2.12. Matriks Asal Tujuan... 2.2.13. Konsep Model Gravity sebagai Model Sebaran

Pergerakan ………... 2.2.14. Metode Steepest Descent………... 2.2.15. Indikator Uji Statistik………. 2.2.16. EMME/3 (Equilibre Multimodal, Multimodal Equilibrium)……….. 2.3. Kelebihan EMME/3 dengan program lain (SATURN)……….

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian………...………. 3.2. Data yang Dibutuhkan ………..

3.3. Lokasi Survei ………

3.4. Tahapan Penelitian…..………. 3.5. Prosedur Survei Primer……….

3.5.1. Survei Pendahuluan……… 3.5.2. Teknik Pengumpulan Data……….

3.5.3. Desain Survei……….

3.6. Teknik Analisis Data………. 3.6.1. Pembuatan Basis Data….………...

3.6.2. Analisis Data………..

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Umum……….

4.2. Pengolahan dan Penyajian Basis Data………... 4.2.1. Data primer dan Sekunder……….

4.2.2. Pembagian Zona………. 14 16 20 26 26 29 30 32 33 34 38 40 40 44 45 48 48 48 49 50 50 50 53 53 53 54

(12)

4.2.3. Perhitungan Jumlah Kendaraan pada Jam Puncak…… 4.2.4. Perhitungan Kapasitas………... 4.2.5. Perhitungan Waktu Tempuh………. 4.3. Analisis dengan Program EMME/3……….. 4.3.1. Input Basis Data Jaringan Jalan……… 4.3.2. Input Data Arus Lalu Lintas (Traffic Count)………… 4.3.3. Input Data Matriks Awal (Prior Matrix)……….. 4.3.4. Estimasi Matriks dengan EMME/3……….. 4.3.5. Pembebanan Matriks ke jaringan jalan………. 4.4. Uji Validitas...

4.5. Pembahasan………..

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan……… 5.2. Saran………... DAFTAR PUSTAKA………... LAMPIRAN……….. 55 57 58 59 59 61 62 69 69 70 71 73 73 xviii xix

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 emp untuk jalan perkotaan tak terbagi... 15

Tabel 2. 2 emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah... 15

Tabel 2. 3 Kapasitas dasar (Co) jalan perkotaan... 16

Tabel 2. 4 Faktor penyesuaian kapasitas (FCw) untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas untuk jalan perkotaan... 17

Tabel 2. 5 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan Arah (FCsp).... 18

Tabel 2. 6 Faktor penyesuaian kapasitas (FCsf) untuk pengaruh hambatan dan lebar bahu... 18

Tabel 2. 7 Faktor penyesuaian kapasitas (FCsf) untuk pengaruh hambatan samping dan jarak Kerb-Penghalang (FCsf)... 19

Tabel 2. 8 Kelas Hambatan Samping untuk Jalan Perkotaan………. 20

Tabel 2. 9 Tabel 2. 10 Tabel 2. 11 Tabel 2. 12 Tabel 2. 13 Tabel 2. 14 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh ukuran kota FCcs pada jalan perkotaan... Kecepatan arus bebas dasar (FV0) untuk jalan perkotaan…….. Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas (FVw) pada jalan perkotaan……… Faktor penyesuaian (FFVsf) untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu pada kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan dengan bahu……….. Faktor penyesuaian (FFVsf) untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kerb penghalang jalan perkotaan dengan kerb………. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan.. 20 21 22 23 24 25 Tabel 2. 15 Perangkat lunak perencanaan transportasi yang telah tersedia di pasaran... 39

Tabel 3. 1 Lokasi survei volume lalu lintas zona internal... 44

Tabel 3. 2 Lokasi survei volume lalu lintas zona eksternal... 45

Tabel 4. 1 Pembagian zona ………. 54

(14)

Tabel 4. 3 Perhitungan jumlah kendaraan pada jam puncak ………... 56

Tabel 4. 4 Format masukan basis data jaringan jalan ……… 59

Tabel 4. 5 Data Arus Lalu Lintas Tahun 2009……… 61

Tabel 4. 6 Prior Matrix Tahun 2002……….. 63

Tabel 4. 7 Perbandingan traffic count dengan arus hasil pembebanan pada tahap ke 13 proses running……… 69

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Empat Tahap Pemodelan Transportasi... 9

Gambar 2.2 Daerah kajian sederhana dengan definisinya... 10

Gambar 2.3 Hubungan Tipikal Kecepatan-Arus Dan Biaya-Arus ... 27

Gambar 2.4 Matrik Asal [A] dan Tujuan [B] (Wells,1975)... 29

Gambar 2.5 Diagram garis keinginan (desire line)... 29

Gambar 2.6 Help Menu ………...………. 35

Gambar 2.7 The EMME Prompt (Prompt Console)... 36

Gambar 2.8 Prosedur Perhitungan Program EMME/3... 37

Gambar 3.1 Gambar 3.2 Peta Administrasi Kota Surakarta ………. Peta Pembagian Zona Kota Surakarta……….. 41 42 Gambar 3.3 Peta Jaringan Jalan Kota Surakarta…………..……….. 43

Gambar 3.3 Bagan Alir Tahap-Tahap Penelitian... 47

Gambar 3.4 Bagan alir teknik analisis data... 52

Gambar 4.1 Network Editor ... 60

Gambar 4.2 Editor toolbar……… 60

Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Jumlah Traffic Count MAT dan arus lalu lintas……….……….. 71

(16)

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

d i B

A, = faktor penyimbang untuk setiap zona asal i dan tujuan d C = Kapasitas (smp / jam)

id

C = biaya perjalanan dari zona asal i ke zona tujuan d

Co = Kapasitas dasar untuk kondisi tertentu (ideal) (smp / jam) d

D = total pergerakan ke zona tujuan d

( )

Cid

f = fungsi umum biaya perjalanan FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas FFVcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.

FFVsf = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam) Fvo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)

FVw = Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam)

FFV4sf = faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk empat lajur (km/jam). FFV6sf = faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk enam lajur (km/jam).

i

O = total pergerakan dari zona asal i l

id

p = proporsi pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d pada ruas l V = kecepatan sesungguhnya pada saat ada arus lalu lintas Q.

S = jarak (km) id

T = jumlah pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d t0 = waktu tempuh pada saatV0 (detik)

l

Vˆ = arus lalu lintas hasil pengamatan pada ruas l l

V = arus lalu lintas hasil pemodelan pada ruas l V0 = kecepatan pada saat arus bebas (km/jam)

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Peta Lokasi Survei Lampiran B : Desain Form Survei Lampiran C : Data Survei Traffic Count Lampiran D : Koordinat centroid dan node

Lampiran E : Perhitungan Kendaraan pada Jam Puncak Lampiran F : Perhitungan Kapasitas

Lampiran G : Perhitungan Waktu Tempuh Lampiran H : Basis Data Jaringan Jalan

Lampiran I : Peta pembagian traffic count yang akan diinput ke EMME/3 Lampiran J : MAT Hasil Estimasi

Lampiran K : Tabel Perbandingan Arus Lampiran L : Listing Program

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Permasalahan transportasi yang banyak dialami negara berkembang seperti Indonesia pada saat sekarang ini bukan hanya masalah kemacetan lalu lintas saja. Permasalahan lain yang juga diakibatkan karena peningkatan arus lalu lintas serta kebutuhan akan transportasi antara lain meningkatnya kecelakaan, polusi udara dan suara serta permasalahan lingkungan lainnya. Keterbatasan sarana dan prasarana transportasi yang tidak berimbang dengan laju urbanisasi juga semakin menambah masalah transportasi.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan transportasi di atas, maka perlu adanya perencanaan sistem transportasi yang baik. Tujuan perencanaan transportasi adalah meramalkan kondisi lalu lintas di masa mendatang sehingga dapat diambil

(18)

kebijakan dalam perencanaan untuk mengatasi masalah-masalah yang diramalkan. Asumsi dasar dari proses perencanaan transportasi suatu daerah adalah bahwa seluruh sistem transportasi, tata guna lahan, dan kondisi yang berhubungan dengan daerah itu bisa dibuat dalam suatu bentuk model. Dalam pemodelan transportasi, distribusi perjalanan antar zona biasa di representasikan dalam bentuk Matriks asal tujuan (MAT).

Metode yang telah dikembangkan untuk mendapatkan MAT dikelompokkan menjadi 2 yaitu metode konvensional dan metode tidak konvensional. Metode konvensional untuk mendapatkan MAT dilakukan melalui survei wawancara rumah tangga (home interview) atau wawancara di tepi jalan (roadside interview). Survei tersebut biasanya memerlukan biaya yang besar, tenaga surveyor yang banyak, ketelitian yang tinggi dalam pengolahan data, waktu yang lama serta umumnya mengganggu pengguna jalan.

Metode tidak konvensional menggunakan informasi data arus lalu lintas (traffic count) diruas jalan untuk memperkirakan MAT. Tujuan penggunaan metode tidak konvensional adalah menghasilkan pendekatan yang lebih sederhana untuk

menyelesaikan permasalahan serupa, dalam hal ini, model perencanaan

transportasi empat tahap dilakukan hanya dalam satu proses saja. Agar ekonomis, persyaratan data untuk pendekatan baru ini dibatasi hanya data perencanaan yang sederhana saja, data traffic count pada beberapa ruas jalan, atau data lain yang murah.

Untuk mengestimasi MAT informasi traffic count merupakan masukan utama yang sangat mempengaruhi tingkat akurasi MAT yang dihasilkan. Sehingga, setiap proses yang berkaitan dengan traffic count seperti jumlah serta lokasinya harus dipertimbangkan dengan baik agar hasil yang diperoleh optimal. Secara teoritis, semakin banyak data yang digunakan maka akan semakin tinggi tingkat akurasi MAT yang dihasilkan. Hal tersebut sudah tentu membutuhkan biaya sangat besar dan waktu yang lama.

(19)

Untuk memdapatkan data traffic count yang mampu merepresentasikan keadaan lalu lintas kota Surakarta maka survei pun harus dilakukan pada ruas jalan yang dianggap bisa mewakili data arus lalu lintas pada kota Surakarta. Model seleksi lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan 3 faktor utama:

a. Proporsi pergerakan lalu lintas antar zona yang menggunakan setiap ruas jalan,

b. Hubungan antar ruas seperti kondisi saling ketergantungan (independence) dan ketidak-konsistenan (inconsistency) dari arus lalu lintas,

c. Kondisi ruas jalannya.

Pada penelitian kali ini akan difokuskan pada pengaruh banyaknya titik survei arus lalu lintas (traffic count) yang diambil terhadap MAT hasil estimasi dan arus lalu lintas hasil pembebanan. Penentuan jumlah data tersebut didasarkan pada pertimbangan efisiensi yaitu penggunaan jumlah data seminimal mungkin namun masih menghasilkan MAT berakurasi tinggi. Data traffic count yang diambil berfungsi untuk mengupdate data traffic count yang sudah ada sebelumnya.

Analisis awal diambil beberapa data traffic count secara acak kemudian diinput ke EMME/3 beserta prior matriks dan basis data jaringan jalan. Setelah semua data masuk kemudian dilanjutkan proses pembuatan jaringan jalan (networking) dalam EMME/3. Selanjutnya dilakukan estimasi MAT untuk memperoleh MAT baru. Setelah didapat MAT baru dari hasil estimasi, pembebanan MAT baru ke jaringan jalan dilakukan sehingga diperoleh arus lalu lintas hasil pembebanan. Selanjutnya dilakukan uji validitas untuk mengetahui pengaruh jumlah data traffic count terhadap tingkat akurasi MAT hasil estimasi dan arus lalu lintas hasil

pembebanan. Ada 2 parameter uji validitas yang digunakan pada penelitian ini yaitu uji parameter RMSE dan uji determinasi (R2). Uji parameter RMSE

dilakukan untuk mengetahui pengaruh traffic count terhadap tingkat akurasi MAT hasil estimasi. Uji determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui tingkat

konvergensi antara data traffic count dengan arus lalu lintas hasil pembebanan. Hal tersebut dilakukan dengan bantuan EMME/3.

(20)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan bagaimana pengaruh jumlah data traffic count terhadap tingkat akurasi MAT hasil estimasi dan arus lalu lintas hasil pembebanan.

1.3.

Batasan Masalah

Untuk membatasi lingkup permasalahan dan mempermudah pembahasan dalam penelitian ini maka diperlukan adanya pembatasan masalah sebagai berikut: a. Wilayah kajian adalah kota Surakarta dengan cakupan 51 zona internal

ditambah dengan 14 zona eksternal. Pembagian zona berdasarkan batas-batas administrasi berupa kelurahan.

b. Ruas jalan yang dianalisis adalah ruas jalan arteri dan kolektor sesuai pembagian jalan menurut Dinas Pekerjaan Umum kota Surakarta.

c. Obyek penelitian adalah pergerakan kendaraan yang terdiri dari semua jenis kendaraan sesuai pembagian dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997.

d. Penelitian dilakukan pada jam puncak pagi yaitu pukul 06.00-08.00 WIB yang didasarkan pada penelitian sebelumnya oleh Rahayu Mahanani Wijiastuti tahun 2008.

e. Jaringan jalan yang dianalisis mengabaikan fenomena simpang dan pergerakan pejalan kaki.

f. Dampak perubahan tata guna lahan terhadap jumlah pergerakan diabaikan. g. Data matriks awal (prior matrix) yang digunakan adalah hasil perhitungan

skripsi “ Evaluasi Kinerja dan Penanganan Jaringan Jalan (Studi Kasus Kota Surakarta)” oleh Astri Brillianti tahun 2002 dilengkapi dengan hasil survey terbaru di beberapa ruas jalan kota Surakarta.

h. Kapasitas, waktu tempuh, dan kecepatan dihitung menggunakan metode perhitungan pada MKJI.

(21)

j. Uji validasi arus lalu lintas hasil pengamatan dan arus lalu lintas hasil pemodelan adalah dengan parameter RMSE dan uji determinasi (R2).

1.4.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah data traffic count terhadap tingkat akurasi MAT hasil estimasi dan arus lalu lintas hasil

pembebanan.

1.5.

Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Meningkatkan pengetahuan di bidang perencanaan dan pemodelan transportasi pada suatu pemograman, seperti software EMME/3 yang digunakan dalam penelitian ini.

1.5.2. Manfaat Praktis

Hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya yang membutuhkan data arus lalu lintas untuk mendapatkan MAT.

BAB 2

LANDASAN TEORI

(22)

Torgil Abrahamsson (1998). “Estimation of Origin-Destination Matrices Using Traffic Count” berisi MAT yang diestimasi menggunakan traffic count pada ruas jaringan jalan dan ketersediaan informasi lain. Informasi perjalanan selalu berisi matriks ‘target asal tujuan’. Matriks target asal tujuan ini bisa berupa matriks terdahulu atau hasil dari survei sampel. Dari kedua sumber data tersebut berbagai macam pendekatan untuk mengestimasi MAT dikembangkan dan diuji.

Ofyar Z. Tamin (1988) memungkinkan MAT didapat dengan hanya menggunakan data arus lalu lintas yang notabene sangat mudah dan murah mendapatkannya. Akurasi MAT dapat mencapai 97% dan butuh waktu sekitar 2-3 menit setelah arus lalu lintas didapatkan sehingga biaya dapat ditekan menjadi hanya sekitar 4% biaya metoda konvensional.

Priyatno (2000) dan Wiwit Hernasari (2000) menghitung besarnya estimasi Matrik Asal Tujuan dan volume lalu lintas hasil pembebanan matriks tersebut ke jaringan jalan, dan untuk mengetahui tingkat validitas arus lalu lintas hasil pemodelan dengan arus lalu lintas sebenarnya. Kedua skripsi ini menggunakan model yang sama yaitu model gravity dengan program Simulation and Assignment of Traffic to Urban Road Network (SATURN). Perbedaan skripsi ini adalah pada teknik pembebanannya saja, Wiwit H. menggunakan cara pembebanan All Or Nothing dan Priyatno menggunakan teknik pembebanan Wardrob Equilibrium.

Yolanda Noriega dan Michael Florian (2009). “Some Enhancements of the

Gradient Method for O-D Matrix Adjustment” berisi mengenai pendekatan dengan menggunakan metode gradien atau steepest descent dalam pembentukan matriks asal-tujuan (MAT) dengan menggunakan EMME/2 dimana program ini

terintegrasi secara makro dengan metode tersebut. Matriks yang dihasilkan sangat akurat termasuk didalamnya dari fungsi objektif model pendekatannya.

Rudi Sugiono Suyono (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa untuk mengestimasi Matriks Asal-Tujuan (MAT) berdasarkan informasi arus lalu lintas (traffic count), arus lalu lintas merupakan masukan utama yang sangat

(23)

mempengaruhi tingkat akurasi MAT yang dihasilkan. Sehingga, setiap proses yang berkaitan dengan arus lalu lintas seperti jumlah serta lokasinya harus dipertimbangkan dengan baik agar hasil yang diperoleh optimal. Secara teoritis, semakin banyak data yang digunakan maka akan semakin tinggi tingkat akurasi MAT yang dihasilkannya. Hal tersebut sudah tentu membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang cukup lama.

Seperti dituliskan oleh Tamin dan Ade Sjarifudin dalam simposium II FSTPT , menurut Tamin (1988) disimpulkan beberapa faktor utama yang sangat

mempengaruhi akurasi MAT yang dihasilkan dari data lalu lintas yaitu:

a. Pemilihan moda kebutuhan akan transportasi yang digunakan untuk mencerminkan perilaku pergerakan didalam daerah studi,

b. Metoda estimasi yang digunakan untuk mengkalibrasi parameter model transportasi dengan menggunakan data arus lalu lintas,

c. Teknik pembebanan rute untuk menentukan rute yang digunakan dalam jaringan,

d. Tingkat kesalahan pada arus lalu lintas,

e. Tingkat kedalaman resolusi pendefinisian sistem zona dan sistem jaringan.

Rusmadi Suyuti (2007) meninjau beberapa faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalu lintas, dimana model Gravity (GR) digunakan sebagai model sebaran pergerakan. Jenis metode estimasi yang akan ditinjau pengaruhnya adalah: Kuadrat-Terkecil (KT),

Kemiripan-Maksimum (KM), Inferensi-Bayes (IB), dan Entropi-Kemiripan-Maksimum (EM). Sedangkan model pemilihan rute yang akan ditinjau pengaruhnya adalah model

all-or-nothing dan keseimbangan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat tingkat keakurasian yang cukup tinggi dalam proses estimasi MAT. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan nilai optimum dari fungsi tujuan serta hasil pengujian statistik.

Pada penelitian kali ini lebih dititikberatkan pada pengaruh jumlah data lalu lintas terhadap akurasi MAT dan arus lalu lintas yang dihasilkan. Jadi pada penelitian

(24)

kali ini akan dihasilkan jumlah data signifikan yang bisa dipakai untuk menghasilkan MAT yang akurat. Jadi untuk menghasilkan MAT yang akurat tidak perlu dilakukan survey pada semua ruas jalan di daerah kajian. Survey cukup dilakukan di beberapa titik yang dianggap mampu merepresentasikan kondisi lalu lintas daerah kajian. Proses analisis akan dilakukan dengan bantuan software EMME/3. Uji validitas juga akan dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas MAT dan arus lalu lintas yang dihasilkan dengan koefisien Determinasi R2 dan parameter RMSE.

2.2.

Landasan Teori

2.2.1. Pemodelan

Konsep perencanaan transportasi yang berkembang dan sering digunakan dalam perencanaan dan pemodelan suatu perkotaan adalah Model Perencanaan

Transportasi Empat Tahap. Model ini merupakan gabungan dari beberapa seri sub model yang masing-masing harus dianalisis secara terpisah dan berurutan. Tahap-tahap perencanaan dan pemodelan transportasi seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1.

Bangkitan dan Tarikan Pergerakan (Trip Generation). Sebaran Pergerakan (Trip Distribution). Pemilihan Moda (Modal Split). Pemilihan Rute (Trip Assigment).

(25)

Gambar 2.1. Empat Tahap Pemodelan Transportasi

2.2.2. Daerah Kajian

Hal pertama yang harus ditentukan dalam menentukan sistem zona dan sistem jaringan adalah cara membedakan daerah kajian dengan atau wilayah lain di luar kajian. Beberapa arahan untuk hal tersebut adalah sebagai berikut:

a. Untuk kajian yang bersifat strategis, daerah kajian harus didefinisikan sedemikian rupa sehingga mayoritas pergerakan mempunyai zona asal dan zona tujuan di dalam daerah kajian tersebut.

b. Daerah kajian sebaiknya sedikit lebih luas daripada daerah yang akan diamati sehingga kemungkinan adanya perubahan zona tujuan atau pemilihan rute yang lain dapat teramati.

Wilayah di luar daerah kajian sering dibagi menjadi beberapa zona eksternal yang digunakan untuk mencerminkan dunia lainnya. Daerah kajian sendiri dibagi menjadi beberapa zona internal yang jumlahnya sangat tergantung dari tingkat ketepatan yang diinginkan. Daerah yang akan dikaji adalah daerah yang

mencakup suatu kota, akan tetapi harus dapat mencakup ruang atau daerah yang cukup untuk pengetahuan kota di masa mendatang. Definisi dan gambaran mengenai daerah kajian ditunjukkan pada gambar 2.2.

Simpul 1 2 6 3 5 4

Gateway Pusat zona zona

Ruas

Batas

(26)

Gambar 2.2. Daerah kajian sederhana dengan definisinya

2.2.3. Sistem Zona

Sistem zona adalah suatu sistem tata-guna lahan dimana satu satuan tata-guna lahan didapat dengan membagi wilayah kajian menjadi bagian yang lebih kecil (zona) yang dianggap mempunyai keseragaman tata-guna lahan atau berada di bawah suatu daerah administrasi tertentu seperti kelurahan, kecamatan atau wilayah. Setiap zona akan diwakili oleh satu pusat zona. Pusat zona dianggap sebagai tempat atau lokasi awal pergerakan lalu lintas dari zona tersebut dan akhir pergerakan lalu lintas yang menuju zona tersebut.

Beberapa kriteria utama yang perlu dipertimbangakan dalam menetapkan sistem zona di dalam suatu daerah kajian disarankan oleh IHT and DTp (1987), meliputi hal berikut ini:

a. Ukuran zona sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga galat pengelompokkan yang timbul akibat asumsi pemusatan seluruh aktivitas pada suatu pusat zona menjadi tidak terlalu besar.

b. Batas zona sebaiknya harus sesuai dengan batas sensus, batas administrasi daerah, batas alami, atau batas zona yang digunakan oleh kajian terdahulu yang sudah dipandang sebagai kriteria utama.

c. Ukuran zona harus disesuaikan dengan kepadatan jaringan yang akan dimodelkan, biasanya ukuran zona semakin membesar jika semakin jauh dari pusat kota.

d. Ukuran zona harus lebih besar dari yang seharusnya untuk memungkinkan arus lalu lintas dibebankan ke atas jaringan jalan dengan ketepatan yang disyaratkan.

(27)

e. Batas zona harus dibuat sedemikian rupa sehingga sesuai dengan jenis pola pengembangan untuk setiap zona, misal pemukiman, industri, dan perkantoran. f. Tipe tata guna lahan setiap zona sebaiknya homogen untuk menghindari

tingginya jumlah pergerakan intrazonal dan untuk mengurangi tingkat kerumitan model.

g. Batas zona harus sesuai dengan batas daerah yang digunakan dalam pengumpulan data.

h. Ukuran zona ditentukan pula oleh tingkat kemacetan, ukuran zona pada daerah macet sebaiknya lebih kecil dibandingkan dengan daerah tidak macet.

2.2.4. Sistem Jaringan Transportasi

Sistem jaringan transportasi dicerminkan dalam bentuk ruas dan simpul, yang semuanya dihubungkan ke pusat zona. Sistem jaringan transportasi juga dapat ditetapkan sebagai urutan ruas jalan dan simpul. Ruas jalan bisa berupa potongan jalan raya atau rel kereta api, sedangkan simpul bisa berupa persimpangan atau stasiun. Setiap simpul dan zona diberi nomor. Nomor ini yang digunakan untuk mengidentifikasi data yang berkaitan dengan ruas dan zona.

Kunci utama dalam merencanakan sistem jaringan adalah penentuan klasifikasi fungsi jalan yang akan dianalisis (arteri, kolektor, atau lokal). Hal ini tergantung dari jenis dan tujuan kajian. Penelitian ini menggunakan sistem sekunder dengan jalan yang dianalisis yaitu jalan arteri dan kolektor, maka nomor diberikan pada pertemuan ujung ruas antar jalan arteri sekunder, pertemuan ujung ruas antara jalan arteri sekunder dengan kolektor sekunder dan pertemuan ujung ruas antar jalan kolektor sekunder. Ruas jalan mencerminkan ruas jalan antar persimpangan atau ruas antar kota yang dinyatakan dengan dua buah nomor simpul diujung-ujungnya. Ciri ruas jalan perlu diketahui seperti panjang, jumlah lajur, jenis gangguan samping, kapasitas dan hubungan kecepatan arus.

(28)

Menurut PP No. 26 Th. 1985 tentang jalan, sistem jaringan jalan dibagi dalam dua kategori yakni sistem jaringan primer dan sistem jaringan sekunder.

a. Sistem Jaringan Primer

Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional yang menghubungkan secara menerus kota jenjang ke satu, kota jenjang ke dua, kota jenjang ke tiga, dan kota jenjang di bawahnya sampai ke persil. Menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke satu antar satuan wilayah pengembangan.

1. Jalan Arteri Primer

Menghubungkan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke dua. 2. Jalan Kolektor Primer

Menghubungkan kota jenjang ke dua dengan kota jenjang ke dua atau menghubungkan kota jenjang ke dua dengan kota jenjang ke tiga. 3. Jalan Lokal Primer

Menghubungkan kota jenjang ke satu dengan persil atau kota ke dua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ke tiga dengan kota jenjang ke tiga, atau kota jenjang ke tiga dengan persil.

b. Sistem Jaringan Sekunder

Sistem jaringan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder satu, fungsi sekunder dua, fungsi sekunder tiga sampai ke perumahan. 1. Jalan Arteri Sekunder

Menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder ke satu atau menghubungkan kawasan sekunder ke satu dengan kawasan sekunder ke satu atau menghubungkan kawasan sekunder ke satu dengan kawasan sekunder ke dua.

(29)

Menghubungkan kawasan sekunder ke dua dengan kawasan sekunder ke dua atau menghubungkan kawasan sekunder ke dua dengan kawasan sekunder ke tiga.

3. Jalan Lokal Sekunder

Menghubungkan kawasan sekunder ke satu dengan perumahan,

menghubungkan kawasan sekunder ke dua dengan perumahan, kawasan sekunder ke tiga dengan perumahan.

2.2.6. Karakteristik Jalan

a. Tipe jalan : berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu, misalnya jalan terbagi dan tak terbagi (jalan satu arah)

b. Lebar jalur lalu lintas : Kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar jalur lalu lintas

c. Kerb : kerb sebagai batas antara jalur lalu lintas dan trotoar berpengaruh terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas jalan dengan kerb lebih kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat tepi jalur lalu lintas, tergantung apakah jalan mempunyai kerb atau bahu.

d. Bahu : jalan perkotaan tanpa kerb pada umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur lalu lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan kapasitas, kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu, terutama karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian disisi jalan seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya.

e. Median : Median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas f. Alinyemen jalan : Lengkung horizontal dengn jari – jari kecil mengurangi

kecepatan arus bebas. Tanjakan curam juga mengurangi kecepatan arus bebas. Karena secara umum kecepatan arus bebas di daerah perkotaan adalah rendah maka pengaruh ini di abaikan.

(30)

Pemisah arah lalu lintas didefinisikan sebagai kapasitas jalan dua arah paling tinggi pada pemisahan arah 50 – 50, yaitu jika arus pada kedua arah adalah sama pada periode waktu yang dianalisa (umumnya satu jam). Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan kecepatan arus jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam kend/jam, yaitu tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus lalu lintas. Jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak dipengaruhi komposisi lalu lintas.

2.2.7. Satuan Mobil Penumpang

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 mendefinisikan satuan mobil penumpang (smp) adalah satuan untuk arus lalu lintas dimana berbagai tipe kendaraan diubah menjadi arus kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang (emp). Emp adalah faktor yang menunjukkan pengaruh berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil

penumpang dan kendaraan ringan yang mirip, emp = 1). Pembagian tipe kendaraan bermotor untuk masing-masing kendaraan berdasarkan MKJI 1997 adalah sebagai berikut:

a. Sepeda Motor, Motor Cycle (MC), terdiri dari kendaraan bermotor beroda dua atau tiga.

b. Kendaraan Ringan, Light Vehicle (LV), yaitu kendaraan bermotor dua as beroda empat dengan jarak as 2-3 meter, termasuk diantaranya mobil penumpang, oplet, mikrobis, pick-up dan truk kecil.

c. Kendaraan berat, Heavy Vehicle (HV), yaitu kendaraan bermotor lebih dari 4 roda, termasuk diantaranya bis, truk 2 as, truk 3 as, dan truk kombinasi.

Tabel dibawah ini akan menjelaskan pembagian tipe kendaraan bermotor untuk masing-masing kendaraan berdasarkan MKJI 1997.

Tabel 2.1. emp untuk jalan perkotaan tak terbagi

(31)

Jalan tak terbagi Total dua arah (kend/jam)

HV

MC Lebar lajur lalu

lintas Cw (m)

≤ 6 ≥ 6

Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) 0 ≥1800 1,3 1,2 0,5 0,35 0,4 0,25 Empat lajur tak terbagi

(4/2 UD) 0 ≥3700 1,3 1,2 0,4 0,25 Sumber: MKJI 1997

Tabel 2.2. emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah Tipe jalan:

Jalan Satu Arah dan Jalan Terbagi

Arus Lalu lintas Per Lajur (kend/jam)

Emp

HV MC

Dua Lajur satu arah (2/1) Dan

Empat Lajur terbagi (4/2D)

0 1050 1,3 1,2 0,4 0,25 Tiga Lajur satu arah (3/1)

Dan

Enam Lajur terbagi (6/2D)

1 1100 1,3 1,2 0,4 0,25 Sumber: MKJI 1997 2.2.8. Kapasitas

Kapasitas adalah volume maksimum kendaraan perjam yang melalui suatu

potongan lajur jalan(untuk jalan multi lajur) atau suatu potongan jalan (untuk jalan dua lajur) pada kondisi jalan dan arus lalu lintas ideal. (Dirjen Bina Marga,1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan adalah lebar jalur atau lajur, ada tidaknya pemisah/median jalan, hambatan bahu/kerb jalan, gradien jalan, didaerah

(32)

perkotaan atau luar kota, ukuran kota. Besarnya kapasitas suatu ruas jalan dapat dihitung dari Persamaan (2.1).

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (2.1) Dimana:

C = Kapasitas (smp / jam)

Co = Kapasitas dasar untuk kondisi tertentu (ideal) (smp / jam) FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota

Besarnya nilai Co, FCw, FCsp, FCsf dan FCcs dapat dilihatpada Tabel 2.3 sampai dengan Tabel 2.9.

Tabel 2.3. Kapasitas dasar (Co) jalan perkotaan

Tipe Jalan Kapasitas Dasar

(smp/jam) Catatan

Empat lajur terbagi atau

jalan satu arah 1650 Perlajur

Empat lajur tak terbagi 1500 Perlajur

Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah

Sumber: MKJI 1997

Tabel 2.4. Faktor penyesuaian kapasitas (FCw) untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas untuk jalan perkotaan

`

Lebar Jalur Lalu Lintas

FCw Efektif (Wc)

(m)

Perlajur

Empat lajur terbagi 3,00 0,92

atau 3,25 0,96

(33)

3,75 1,04

4,00 1,08

Perlajur

3,00 0,91

Empat lajur tak 3,25 0,95

terbagi 3,50 1,00

3,75 1,05

4,00 1,09

Total dua arah

5 0,56

6 0,87

Dua lajur tak terbagi 7 1,00

8 1,14

9 1,25

10 1,29

11 1,34

(34)

Tabel 2.5. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan Arah (FCsp) Pemisahan arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 FCsp Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Empat lajur 4/2 1,00 985 0,97 0,9555 0,94 Sumber: MKJI 1997

Tabel 2.6. Faktor penyesuaian kapasitas (FCsf) untuk pengaruh hambatan

dan lebar bahu Tipe

Jalan

Kelas Hambatan Samping

Faktor Penyesuaian hambatan samping dan Lebar bahu (FCsf) Lebar bahu (m) £0,5 1,0 1,5 ³2,0 4/2D VL ML M H VH 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00. 0,98 0,95 0,92 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 4/2UD VL ML M H VH 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 2/2UD Atau jalan satu arah VL ML M H VH 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91 Sumber: MKJI 1997

(35)

Tabel 2.7. Faktor penyesuaian kapasitas (FCsf) untuk pengaruh hambatan

samping dan jarak Kerb-Penghalang (FCsf) Tipe

Jalan

Kelas Hambatan Samping

Faktor Penyesuaian hambatan samping dan Lebar bahu (FCsf) Lebar kerb-penghalang (m) £0,5 1,0 1,5 ³2,0 4/2D VL ML M H VH 0,95 0,94 0,91 0,86 0,81 0,97 0,96 0,93 0,89 0,85 0,99 0,98. 0,95 0,92 0,88 1,03 1,00 0,98 0,95 0,92 4/2UD VL ML M H VH 0,95 0,93 0,90 0,84 0,77 0,97 0,95 0,92 0,87 0,81 0,99 0,97. 0,95 0,90 0,85 1,03 1,00 0,97 0,93 0,90 2/2UD Atau jalan satu arah VL ML M H VH 0,93 0,90 0,86 0,78 0,68 0,95 0,92 0,88 0,81 0,72 0,97 0,95 0,91 0,84 0,77 0,99 0,97 0,94 0,88 0,82 Sumber: MKJI 1997

Tabel 2.8. Kelas Hambatan Samping untuk Jalan Perkotaan Frekuensi Berbobot kejadian Kondisi Khusus Kelas Hambatan Samping Kode < 100 100-299 300-499 500-899 >900

Pemukiman, hampir tidak ada

Kegiatan

Pemukiman, beberapa

angkutan Umum,dll

Daerah industri dengan toko-toko di sisi jalan

Daerah niaga dengan aktifitas di

Sisi jalan yang tinggi

Daerah niaga dengan aktifitas di sisi jalan yang sangat tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi VL L M H VH Sumber: MKJI 1997

(36)

Tabel 2.9. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh ukuran kota FCcs pada

jalan perkotaan Ukuran Kota

(Juta Penduduk)

Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota FCcs <0,1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 >3,0 0,86 0,90 0,94 1,00 1,04 Sumber: MKJI 1997 2.2.9. Kecepatan

Kecepatan tempuh adalah kecepatan rata-rata (km/jam) arus lalu lintas dihitung dari panjang ruas jalan dibagi waktu tempuh rata-rata kendaran yang melewati segmen jalan. Sedangkan kecepatan pada arus bebas adalah kecepatan dari kendaraan yang tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain (yaitu kecepatan dimana pengendara merasakan perjalanan yang nyaman dalam kondisi geometrik

lingkungan dan pengaturan lalu lintas yang ada pada bagian segmen jalan dimana tidak ada kendaraan lain). Kecepatan arus dapat ditentukan dari Persamaan (2.2).

FV = (Fvo + FVw) x FFVsf x FFVcs (2.2)

Dimana:

FV : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam) Fvo : Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)

FVw : Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam) FFVsf : Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping FFVcs : Faktor penyesuaian ukuran kota.

Besarnya nilai Fvo, FVw, FFVsf dan FFVcs dapat dilihat pada Tabel 2.10 sampai dengan Tabel 2.13.

Tabel 2.10. Kecepatan arus bebas dasar (FV0) untuk jalan perkotaan

Tipe Jalan

Kecepatan arus bebas dasar (FV0) (km/jam)

Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC) Rata-rata Kendaraa n

Enam Lajur Terbagi (6/2D)

(37)

Tabel 2.11. Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas (FVw)

pada jalan perkotaan. Tipe Jalan

Lebar Jalur Lalu lintas Efektif (Wc)

(m)

FVw

Empat lajur terbagi Atau

Jalan Satu Arah

Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

Empat lajur tak terbagi Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

Dua Lajur tak terbagi

Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11 -9,5 -3 0 3 4 6 7 Sumber: MKJI 199

Tabel 2.12. Faktor penyesuaian (FFVsf) untuk pengaruh hambatan

samping dan

lebar bahu pada kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan dengan

bahu.

(3/1)

Empat Lajur Terbagi (4/2D) Atau dua lajur satu arah

(2/1)

57 50 47 55

Empat lajur tak terbagi

(4/2 UD) 53 46 43 51 Dua lajur tak terbagi

(38)

Tipe Jalan

Kelas Hambatan

Samping

Faktor Penyesuaian hambatan samping dan Lebar bahu (FFVsf) Lebar bahu (Ws) £0,5 1,0 1,5 ³2,0 4/2D VL ML M H VH 1,02 0,98 0,94 0,89 0,84 1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,02 1,00 0,96 0,92 1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 4/2UD VL ML M H VH 1,02 0,98 0,93 0,87 0,80 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 2/2UD Atau jalan satu arah VL ML M H VH 1,00 0,96 0,90 0,82 0,73 1,01 0,98 0,93 0,86 0,79 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91 Sumber: MKJI 1997

Tabel 2.13. Faktor penyesuaian (FFVsf) untuk pengaruh hambatan

samping dan jarak kerb penghalang jalan perkotaan dengan kerb. Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping

Faktor Penyesuaian hambatan samping dan Lebar bahu (FFV4sf) Jarak kerb £0,5 1,0 1,5 ³2,0 4/2D VL ML M H VH 1,00 0,97 0,93 0,87 0,81 1,01 0,98 0,95 0,90 0,85 1,01 0,99 0,97 0,93 0,88 1,02 1,00 0,99 0,96 0,92 4/2UD VL ML M H VH 1,01 0,98 0,91 0,84 0,77 1,01 0,98 0,93 0,87 0,81 1,01 0,99 0,95 0,90 0,85 1,00 1,00 0,98 0,94 0,90 2/2UD Atau jalan satu arah VL ML M H VH 0,98 0,93 0,87 0,78 0,68 0,99 0,95 0,89 0,81 0,77 0,99 0,96 0,92 0,84 0,77 1,00 0,98 0,95 0,88 0,82 Sumber: MKJI 1997

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan enam lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FFVsf untuk jalan empat lajur yang

(39)

diberikan pada Tabel 2.12. atau 2.13. dan disesuaikan seperti Persamaan (2.3) dibawah ini:

FFV6sf = 1-0,8 x (1- FFV4sf) (2.3)

Dimana:

FFV6sf = faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk enam lajur

(km/jam).

FFV4sf = faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk empat lajur

(km/jam).

Untuk penentuan kelas hambatan samping sama dengan Tabel (2.8) di atas, sedangkan faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota dapat

dilihat pada Tabel (2.14).

Tabel 2.14. Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota pada kecepatan arus

bebas kendaraan ringan untuk jalan perkotaan Ukuran Kota

(Juta penduduk)

Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FVcs) <0,1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 >3,0 0,90 0,93 0,95 1,00 1,03 Sumber: MKJI 1997

Kecepatan kendaraan pada arus bebas dapat dihitung pada Persamaan (2.4) dibawah ini :

V = Vo x 0,5 (1 + (1 – (Q/C))0,5) (2.4)

Dimana :

V = kecepatan sesungguhnya pada saat ada arus lalu lintas Q. Vo = kecepatan arus bebas.

C = kapasitas.

Jika arus pada ruas jalan tersebut telah mencapai kapasitas (Q/C = 1), maka Persamaan (2.4) menjadi :

(40)

2.2.10.Volume dan Komposisi Lalu Lintas

Berdasarkan tingkat analisisnya, ketersediaan data lalu lintas dapat di bagi menjadi dua bagian :

a. Data yang tersedia LHRT, Pemisahan arah (SP) dan komposisi lalu lintas. Volume jam perencanaan dihitung dengan Qdh = k x LHRT x SP/100. Selanjutnya untuk mengetahui jumlah tiap jenis kendaraan Qdh dikalikan dengan persentase tiap jenis kendaraan. MKJI 1997 menyarankan komposisi lalu lintas yang berbeda-beda berdasarkan ukuran kota.

b. Data yang tersedia adalah arus lalu lintas per jenis per arah. Volume jam perencanaan yang bersatuan kendaraan/jam harus dialihkan menjadi smp/jam. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Bina Marga 1997) menyarankan nilai emp berbeda –beda berdasarkan jenis kendaraan, jenis jalan dan volume jam perencanaan (kendaraan /jam). Khusus untuk dua lajur dua arah, lebar jalan lalu lintas juga mempengaruhi besarnya emp. Sebagai contoh untuk jalan empat lajur dan dua arah terbagi, nilai emp pada volume jam perencanaan 1050 kendaraan /jam untuk kendaraan berat 1,20 dan sepeda motor 0,25.

2.2.11.Hubungan Kurva Kecepatan-Arus dan Biaya-Arus

Dalam Rekayasa lalu lintas dikenal hubungan yang sangat sering digunakan yaitu pengaruh arus pada kecepatan kendaraan yang bergerak pada ruas jalan tertentu. Hubungan kecepatan-arus sering digambarkan seperti Gambar 2.3. Jika arus lalu lintas meningkat, kecepatan cenderung menurun secara perlahan. Jika arus mendekati kapasitas, penurunan kecepatan semakin besar.

(41)

Gambar 2.3. Hubungan Tipikal Kecepatan-Arus Dan Biaya-Arus Sumber : Ortuzar and Willumsen (1996)

Apabila kondisi tersebut dipaksakan untuk mendapatkan arus yang melebihi kapasitas, maka akan terjadi kondisi yang tidak stabil dengan kecepatan yang lebih rendah.

Untuk alasan praktis dalam teknik pembebanan rute jenis hubungan ini dilakukan dalam bentuk hubungan waktu tempuh per unit jarak dengan arus lalu lintas. Model pembebanan rute yang mempertimbangkan kemacetan memerlukan beberapa persaman fungsi yang cocok untuk menghubungkan atribut suatu ruas seperti kapasitas dan kecepatan arus bebas serta arus lalu lintasnya dengan kecepatan atau biaya yang dihasilkan. Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk umum :

Ca = Ca({V}) (2.6)

Biaya pada suatu ruas jalan merupakan fungsi dari semua pergerakan V pada jaringan tersebut (bukan hanya disebabkan oleh arus di ruas jalan itu saja).

Rumus umum ini cocok untuk daerah perkotaan yang memiliki interaksi yang erat antara arus lalu lintas diruas jalan yang lain dengan tundaan, tetapi hal ini dapat disederhanakan jika mempertimbangkan ruas jalan yang panjang, dimana hampir semua waktu perjalanan digunakan pada ruas jalan tersebut. Dalam hal ini persamaan yang digunakan harus terpisah, yang dapat ditulis sebagai berikut : Ca = Ca(Va) (2.7)

(42)

Biaya pada ruas jalan tersebut hanya tergantung pada arus dan ciri ruas itu saja. Asumsi ini dapat menyederhanakan proses penaksiran, pengembangan fungsi serta penggunaan metode pembebanan yang sesuai.

(Ofyar Z. Tamin, 1997 : 219)

Di dalam Ofyar Z. Tamin (1997) yang dikutip dari Branston (1976) menulis beberapa kurva biaya-arus yang diusulkan oleh beberapa penulis sebagai berikut: a. Smock (1962) mengemukakan rumus berikut untuk kajian di Detroit

t = t0 exp(V/Qs) (2.8) t adalah waktu tempuh per satuan jarak, t0 adalah waktu per satuan jarak pada kondisi arus bebas, dan Qs adalah kapasitas ruas pada kondisi tunak.

b. Overgaard (1976) menuliskan persaman dalam bentuk lain, yaitu : ÷÷ ø ö çç è æ

=

Q P V

t

t

b

a

0 (2.9) QP adalah kapasitas praktis dari ruas jalan, sedangkan a dan b adalah parameter yang dikalibrasi.

c. Dinas Jalan Umum (1964) di Amerika Serikat menyarankan fungsi yang sangat umum, yaitu :

ú û ù ê ë é ÷ ø ö ç è æ + = a b P Q V t t 0 1 (2.10) d. IHCM (Indonesian Highway Capacity Manual)1994, melakukan beberapa

kajian mengenai hubungan antara kecepatan dan arus pada beberapa ruas tetapi mengabaikan faktor persimpangan. Penelitian ini menggunakan kondisi buffer network. Untuk buffer network n terdefinisi pada tiap ruas t0 dihitung secara pasti sebagai waktu tempuh pada arus bebas dan A dipilih sedemikian sehingga kurva dapat melewatkan waktu tempuh pada kapasitas ketika arus sama dengan kapasitas.

(43)

2.2.12.Matrik Asal Tujuan

MAT merupakan matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antar lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris

menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriknya merupakan besar pergerakan dari zona asal ke zona tujuan. Pola pergerakan dapat dihasilkan bila suatu MAT dibebankan ke suatu jaringan transportasi. Dengan mengetahui pola pergerakan yang terjadi, kita dapat memperkirakan masalah yang akan timbul sehingga solusi dapat segera dihasilkan. Kelebihan bentuk matriks adalah dapat didapatkan secara tepat arus pergerakan antarzona yang terjadi, namun tidak dapat menggambarkan arah pergerakan tersebut. Distribusi pergerakan dapat direpresentasikan dalam bentuk Matriks Asal Tujuan, MAT (origin-destination matrix/O-D matrix) atau dalam bentuk garis keinginan (desire line). Bentuk MAT dan garis keinginan digambarkan dalam gambar 2.3. dan gambar 2.5.

Gambar 2.4. Matrik Asal [A] dan Tujuan [B] (Wells,1975)

Gambar 2.5. Diagram garis keinginan (desire line) B A B D E A C

(44)

Jumlah zona dan nilai setiap sel matriks adalah dua unsur penting dalam MAT karena jumlah zona menunjukkan banyaknya sel MAT yang harus didapatkan dan berisi informasi yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan transportasi. Setiap sel membutuhkan informasi jarak, waktu, biaya, atau kombinasi ketiga informasi tersebut yang digunakan sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan). Pola

pergerakan dapat dihasilkan bila suatu MAT dibebankan ke suatu jaringan transportasi. MAT dapat memberikan gambaran rinci mengenai kebutuhan akan pergerakan, sehingga MAT memegang peranan penting dalam berbagai kajian perencanaan transportasi dan manajemen transportasi.

2.2.13.Konsep Model Gravity sebagai Model Sebaran Pergerakan

Model Gravity menggunakan konsep gravity yang berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, atau biaya. Model gravity untuk keperluan

transportasi menyatakan bahwa pergerakan antara zona asal i dan zona tujuan d berbanding lurus dengan Oi dan Dd dan berbanding terbalik kuadratis terhadap jarak antara kedua zona tersebut. Dalam bentuk matematis model gravity dapat dinyatakan sebagai:

(

id

)

d i l id

O

D

f

C

T

=

.

.

(2.11)

Persamaan (2.19) dapat digunakan dengan batasan sebagai berikut:

Oi T d id =

å

dan d i id D T =

å

(2.12) Sehingga pengembangan persamaan (2.11) dengan menggunakan batasan

persamaan (2.12) adalah sebagai berikut:

(

id

)

d i d i l id

O

D

A

B

f

C

T

=

.

.

.

(2.13) id

T = jumlah pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d

d i B

A,

= faktor penyimbang untuk setiap zona asal i dan tujuan d i

(45)

d

D = total pergerakan ke zona tujuan d

( )

Cid

f = fungsi umum biaya perjalanan

Persamaan (2.13) dipenuhi jika digunakan konstanta Ai dan Bd (disebut sebagai konstanta penyeimbang) yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan.

(

)

å

= d id d d i f D B A 1

(

)

å

= i id i i d f O A B 1 (2.14) Untuk mendapatkan kedua nilai tersebut perlu dilakukan proses iterasi sampai masing-masing nilai Ai dan Bd menghasilkan nilai tertentu (konvergen).

Hyman (1969) seperti yang dikutip Tamin (1997) menjelaskan 3 jenis fungsi hambatan yang dapat dipergunakan dalam model gravity sebagai berikut: Fungsi pangkat :

( )

a -= id id C C f (2.15) Fungsi eksponensial :

( )

id C id e C f = -b (2.16) Fungsi Tanner :

( )

id C id id C e C f = a. -b (2.17) Secara umum fungsi pangkat lebih cocok untuk pergerakan jarak jauh (antar kota), fungsi eksponensial untuk pergerakan jarak pendek (pergerakan dalam kota), sedangkan fungsi tanner mengkombinasikan kedua faktor tersebut.

Berdasarkan kondisi tersebut pada penelitian ini fungsi hambatan yang digunakan adalah fungsi hambatan eksponensial.

Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model gravity dengan dua batasan (DCGR). Model ini mensyaratkan bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang dihasilkan oleh tahap bangkitan pergerakan. Syarat batas model gravity jenis ini:

(

)

å

= d id d d i f D B A 1 untuk semua i;

(

)

å

= i id i i d f O A B 1 untuk semua d

(46)

Alasan pemilihan model gravity menurut Tamin (2000) antara lain:

a. Model gravity dapat digunakan untuk meramalkan arus lalu lintas antar zona didalam daerah perkotaan.

b. Model gravity sangat sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan. c. Model gravity mempunyai kinerja yang baik karena prosesnya yang cepat

dibanding dengan model gravity opportunity dan intervening opportunity.

2.2.14.Metode Steepest Descent

Metode steepest descent adalah metode iteratif dalam rangka mencari titik kritis dengan nilai awal sembarang. Spiess (1990) telah mengembangkan pendekatan steepest descent yang diformulasikan sebagai pendekatan masalah optimasi. Pendekatan ini meminimalkan ukuran jarak antara volume yang diamati dengan volume yang dibebankan.

Metode gradien atau steepest descent dapat dijalankan dengan menggunakan versi standar EMME/3 software perencanaan transportasi (Spiess 1984; INRO 1989). Tujuan dari program fitur ini adalah untuk menyediakan kerangka umum untuk perhitungan simultan dari berbagai jalur tergantung dari informasi yang mungkin dibutuhkan disamping hail pembebanan biasa.

Pernyataan fitur pilihan tambahan pada EMME/3 dalam istilah matematika, terlihat jelas bahwa EMME/3 tidak hanya bisa menyelesaikan aplikasi ”biasa”, seperti analisis pemilihan jalur, pembebanan sebagian, perhitungan biaya atau jarak matriks, dapat juga digunakan untuk menyelesaikan metode gradien atau steepest descent untuk masalah penyesuaian matrik, seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Pada awal setiap iterasi metode steepest descent, pembebanan equilibrium sederhana (yaitu tidak menggunakan fitur pilihan tambahan) dijalankan dengan matrik sekarang, untuk menghitung volume link vai,aÎA. Dengan volume ini, atribut link tambahan ca dihitung dengan penghitung jaringan sebagai

(47)

2 1 2 ) 1 ( ) (

å å

- -= Ù i ij ij j N N T T RMSE

åå

åå

÷ ø ö ç è æ -÷ ø ö ç è æ -= Ù Ù i d id i d id id V V V V R 2 1 2 2 1 a a v v -ˆ jika aÎA a c 0 yang lainnya (2.24)

Dengan menggunakan fitur makro dari EMME/3 yang menyediakan ruang berbeda dari EMME/3 untuk dikombinasikan menjadi prosedur yang majemuk, semua algoritma dapat dikemas menjadi satu perintah makro, menyembunyikan semua rincian pelaksanaan dari pengguna.

2.2.15.Indikator Uji Statistik

Tamin (2000) menulis penaksiran MAT dari data lalu lintas yang dihasilkan dengan menggunakan penaksiran model kebutuhan akan transportasi akan menghasilkan arus lalu lintas yang semirip mungkin dengan data arus lalu lintas hasil pengamatan. Hal terpenting yang harus diperhatikan yaitu tingkat kemiripan dari MAT hasil penaksiran dengan MAT hasil pengamatan. Tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalu lintas dapat ditentukan dengan beberapa indikator uji statistik. Tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalu lintas dapat ditentukan dengan beberapa indikator uji statistik. Indikator uji statistik yang digunakan pada adalah parameter statistik Root Mean Square Error (RMSE) dan Koefisien Determinasi (R²).

Parameter statistik Root Mean Square Error (RMSE) merupakan akar rata-rata total kuadrat error yang terjadi antara output proses dan output target. RMSE digunakan untuk mencari besarnya kesalahan yang terjadi pada MAT hasil estimasi. Semakin kecil nilainya maka semakin baik MAT yang dihasilkan. Parameter statistik RMSE didefinisikan sebagai persamaan (2.25):

Indikator statistik R² didefinisikan sebagai persamaan (2.26):

untuk i¹d (2.26)

Persamaan (2.26) memperlihatkan bahwa nilai R2 akan turun jika terdapat simpangan besar antara arus hasil penaksiran dan arus hasil observasi. Nilai R2 = 1 merupakan nilai tertinggi yang dapat dihasilkan jika dilakukan

(48)

perbandingan antar arus. Oleh karena itu, nilai R2 yang mendekati 1 (satu) menunjukkan tingkat kemiripan yang tinggi antar arus yang diperbandingkan.

2.2.16. EMME-3 (Equilibre Multimodal, Multimodal Equilibrium)

EMME merupakan software yang professional dalam meramalkan sebuah perjalanan. EMME/3 merupakan pengembangan dari program sebelumnya yaitu EMME/2 yang dibuat dan dikembangkan di INRO Consultant University de Montreal, Kanada, dengan kemampuan yang tinggi, dengan jumlah node dan link yang dapat dikatakan tidak terbatas (mampu mencapai hampir 1 juta node). Adapun keunggulan lainnya adalah formula yang dapat dibuat sendiri sesuai keadaan dan kebutuhan (INRO Consultants Inc., 1998). Misalnya hitungan kapasitas dan waktu tempuh yang disesuaikan dengan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 (Munawar, 2005). Keluaran dari piranti lunak ini dapat berupa grafis, numerik dan SIG (Ofyar, 2008).

EMME berbeda dengan program lainnya karena EMME memberikan kemudahan dan kebebasan secara khusus bagi pengguna dalam melakukan pendekatan model untuk menggunakan metode yang telah ditetapkan atau membuat metode baru untuk memanggil kebutuhan setempat. EMME sendiri dikembangkan untuk mengemudikan sistem transportasi yang komplek, dan melaporkan kepada para perencana berbagai macam tantangan yang harus dihadapi terkait teknologi, sosial dan ekonomi.

Pada manual EMME help dijelaskan bahwa EMME-3 mempunyai beberapa komponen utama yaitu EMME GUI yang baru, the network editor, the network calculator, worksheet dan mesin pemetaan, kegunaan yang terbaru untuk penggabungan (integration) GIS dan komponen lainnya. Untuk mengakses informasi pada EMME help secara on-line dapat dicari pada help menu.

EMME user’s Guide menyediakan struktur teks dasar. The EMME reference manual menyediakan dokumen secara detail untuk kemampuan pemetaan EMME dan GUI-tools untuk merinci visualisasi dan analisisnya. The EMME prompt (Prompt Console) menyediakan gambaran ringkasan

Gambar

Gambar 2.1. Empat Tahap Pemodelan Transportasi
Tabel 2.2. emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah  Tipe jalan:
Tabel 2.4. Faktor penyesuaian kapasitas (FC w ) untuk pengaruh lebar jalur lalu    lintas untuk jalan perkotaan
Tabel 2.5. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan Arah (FC sp )  Pemisahan arah SP  %-%  50-50  55-45  60-40  65-35  70-30  FC sp  Dua lajur 2/2  1,00  0,97  0,94  0,91  0,88 Empat lajur  4/2  1,00  985  0,97  0,9555  0,94  Sumber: MKJI 1997
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan kerja adalah suatu kondisi, situasi dan keadaan yang dapat menimbulkan semangat kerja yang tinggi dalam pencapaian kinerja yang diharapkan Manulang

Hal lain kenapa FKUB strategis untuk masa depan kerukunan umat beragama adalah keanggotaannya yang lintas agama?. Kerukunan umat beragama di antaranya mensyaratkan rasa hormat satu

Berdasarkan hasil observasi t e r h a d a p p e n e l i t i a n p e n d a h u l u a n tidak ditemukan internalisasi nilai budaya minangkabau dalam wilayah

Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan politik luar negeri Indonesia telah dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama, Indonesia percaya “bahwa

Berdasarkan latar belakang masalah, pesan yang akan disisipkan pada citra dengan steganografi LSB tanpa dilengkapi sistem keamanan akan terpengaruh dari upaya

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kerja sensor suhu terhadap beberapa kondisi suhu dengan cara membandingkan perbandingan dengan menggunakan alat pengukur suhu yang telah

Suku Kurdi merupakan suatu kelompok etnis Indo-Eropa keturunan dari Kaum Medes yang mayoritas menganut Islam Sunni dan tinggal di wilayah Kurdistan yang saat ini

[r]