• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJUANGAN SUKU KURDI MEMPEROLEH OTONOMI DI KURDISTAN IRAK TAHUN SKRIPSI Oleh: Gagus Prasetyawan NIM : K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERJUANGAN SUKU KURDI MEMPEROLEH OTONOMI DI KURDISTAN IRAK TAHUN SKRIPSI Oleh: Gagus Prasetyawan NIM : K"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PERJUANGAN SUKU KURDI MEMPEROLEH OTONOMI DI KURDISTAN IRAK TAHUN 1919-1991

SKRIPSI Oleh:

Gagus Prasetyawan NIM : K.4405022

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

(2)

ii

PERJUANGAN SUKU KURDI MEMPEROLEH OTONOMI DI KURDISTAN IRAK TAHUN 1919-1991

Oleh :

Gagus Prasetyawan NIM : K 4405022

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2009

(3)

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II Drs. Saiful Bachri, M.Pd NIP. 131 458 313 Isawati, S.Pd NIP. 132 318 387

(4)

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Djono, M.Pd ………

Sekretaris : Dra.Sri Wahyuni, M.Pd ………

Anggota I : Drs. Saiful Bachri, M.Pd ……… Anggota II : Musa Pelu, S.Pd, M.Pd ………

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP. 19600727 198702 1 001

(5)

v

ABSTRACT

Gagus Prasetyawan. K4405022. THE STRUGGLE OF KURDISH TRIBE TO HAVE AUTONOMY IN KURDISHTAN IRAQ IN 1919-1991. Skripsi, Surakarta: Faculty Of Education and Teacher Traning, Sebelas Maret University, June 2009.

The aim of the research is describing: (1) History of the emergence of the struggle of Kurdish tribe movement in Iraq, (2) The struggle of Kurdish tribe to have autonomy in Kurdistan Iraq, (3) The impact of autonomy grant on the unity of internal Kurdish tribes Iraq.

The research uses historical method. Data resource used in the research is primary data resource and the secondary written resource likes books, newspaper, magazine that is relevant with the research problem. The technique of collecting data uses literature study technique by using card/catalog system or computer, and using internet. The technique of data analysis uses historical analysis technique that is analysis majoring incisive style in interpreting historical data by using theoretic framework approach, which comes from the history and social science that is Sociology and Anthropology. Research procedure is done through four steps activities: heuristic, criticism, interpretation, and historiography.

Based on the research result, it can be concluded that: (1) Kurdish tribe is an ethnic group of Indo-Europe descended from the Medes. The majority of Medes people followed Islam Sunni and lived in Kurdistan region, which is currently divided in several countries, such as Turkey, Iran, Iraq, and Syria, so that the struggle of establishing Kurdistan State is difficult to realized and then change their mind to be autonomous region in their each country in order to be able to organize and defend their identity and their culture system, include in Iraq where they have the most aggressive struggle gathered in the Kurdish Democratic Party (KDP) headed by Massoud Barzani and Patriotic Union of Kurdistan (PUK) headed by Jalal Talabani. Both parties, KDP and PUK, become the struggle institution of Kurdish Iraq tribe until now. (2) The struggle of Kurdish tribe In Iraq to obtain their autonomy is against by Iraq government which wants to keep the unity of the nation and protect their oil resource in Kirkuk area, so that the battle is often happened between both parties, with the consequence there are many sacrifice dead. The autonomy given by Iraq government covered Dahuk area, Arbil and Sulaymaniyah in March 11th 1974 is rejected by Kurdish tribe because Kirkuk area is not included in the autonomy area, so that the battle is happened again. Autonomy problem of Kurdishtan Iraq covered Kirkuk area becomes the main difference between Iraq government and Kurdish tribe leader and continue until 1991 in agreement to make peace between the parties, Iraq government and Kurdish tribe. There is not any change. The decision of autonomy area still covers Dahuk area, Arbil and Sulaymiah. (3) Autonomy given in Kurdishatan Iraq area gives impact in the unity between KDP and PUK, although on the way of both paties fight for each other to get authority in north Iraq. Then, the battle is happened again in 1994 until 1997. However, finally, learn from the first experience, KDP and PUK agree to be coalesced and then held general election to perform development program to make prosperity of Kurdish tribe.

(6)

vi ABSTRAK

Gagus Prasetyawan. K4405022. PERJUANGAN SUKU KURDI MEMPEROLEH OTONOMI DI KURDISTAN IRAK TAHUN 1919-1991. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juni 2009.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Sejarah munculnya gerakan perjuangan suku Kurdi di Irak, (2) Proses perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di Kurdistan Irak, (3) Dampak atas pemberian otonomi terhadap persatuan intern suku Kurdi Irak.

Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah sumber tertulis primer dan sumber tertulis sekunder yang berupa buku-buku, surat kabar dan majalah yang relevan dengan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi pustaka, dengan menggunakan sistem kartu/katalog atau komputer dan memanfaatkan internet. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisa yang mengutamakan ketajaman dan kepekaan dalam menginterpretasi data sejarah dengan pendekatan kerangka teoritik yang berasal dari ilmu sejarah dan ilmu sosial, yaitu dengan pendekatan ilmu Sosiologi dan Antropologi. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Suku Kurdi merupakan suatu kelompok etnis Indo-Eropa keturunan dari Kaum Medes yang mayoritas menganut Islam Sunni dan tinggal di wilayah Kurdistan yang saat ini terbagi dalam beberapa negara seperti Turki, Iran, Iran dan Suriah sehingga menyebabkan perjuangan untuk mendirikan Negara Kurdistan sulit terwujud dan berubah menghendaki wilayah yang otonom di negara masing-masing agar suku Kurdi dapat mengatur diri dan mempertahankan identitas serta sistem budaya suku Kurdi, termasuk di Irak di mana perjuangannya paling agresif yang dihimpun dalam Partai Demokratik Kurdi / Kurdish Democratic Party (KDP) yang dipimpin Massoud Barzani dan partai Persatuan Patriotik Kurdistan / Patriotic Union of Kurdistan (PUK) yang dipimpin Jalal Talabani. Kedua partai tersebut, yaitu KDP dan PUK sampai saat ini menjadi wadah perjuangan suku Kurdi Irak. (2) Perjuangan suku Kurdi di Irak untuk mendapatkan otonomi mendapatkan perlawanan dari pemerintah Irak yang ingin menjaga keutuhan bangsa dan mengamankan sumber minyaknya di wilayah Kirkuk sehingga sering terjadi peperangan antara kedua belah pihak yang mengakibatkan banyak jatuh korban jiwa. Pemberian otonomi oleh pemerintah Irak yang mencakup wilayah Dahuk, Arbil dan Sulaymaniah pada tanggal 11 Maret 1974 tidak disetujui suku Kurdi karena wilayah Kirkuk tidak dimasukkan dalam wilayah otonomi sehingga terjadi pertempuran kembali. Permasalahan otonomi Kurdistan Irak yang mencakup wilayah Kirkuk menjadi perbedaan utama antara pemerintah Irak dengan pemimpin suku Kurdi dan terus berlangsung sampai tahun 1991 pada perundingan dalam upaya perdamaian antara pemerintah Irak dengan suku Kurdi yang tetap berujung pada keputusan otonomi atas wilayah Dahuk, Arbil dan

(7)

vii

Sulaymaniah. (3) Pemberian otonomi di wilayah Kurdistan Irak berdampak pada persatuan antara KDP dan PUK, meskipun dalam perjalanannya kedua partai tersebut saling berebut pengaruh dan kekuasaan di Irak utara serta terlibat peperangan pada periode tahun 1994 sampai 1997, tetapi belajar dari pengalaman akhinya KDP dan PUK sepakat untuk bersatu dan menyelenggarakan pemilihan umum dengan tujuan melaksanakan program pembangunan untuk kesejahteraan suku Kurdi.

(8)

viii MOTTO

Ø Jika seseorang belum menemukan sesuatu untuk diperjuangkan hingga

akhir hayatnya, maka kehidupannya tidak akan berharga (Martin

Luther King Jr.)

Ø Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan. Hal itu hanya dapat

diraih dengan pengertian (Einstein)

Ø Nilai seseorang itu ditentukan dari keberaniannya memikul tanggung

jawab, mencintai hidup dan pekerjaannya (Kahlil Gibran)

(9)

ix

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Ayah dan ibu tercinta 2. Adikku Mega tersayang 3. Seluruh keluarga besarku 4. Almamater

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan

Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui atas permohonan skripsi ini.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Isawati, S.Pd selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang secara tulus memberikan ilmu kepada penulis selama ini, mohon maaf atas segala tindakan dan perkataan yang tidak berkenan di hati.

7. Muchamad Andriyanto dan ”Captain Jack” atas saran dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Yudi (Udin Penyok) dan Agung (Basir) atas bantuan dan dukungannya dalam mencari sumber untuk penelitian ini.

9. Kawan-kawan Pendidikan Sejarah Angkatan 2005 atas dukungannya.

10. Negaraku INDONESIA tercinta sebagai tempat berpijak dan banggalah pada Negerimu serta lakukan yang terbaik untuk INDONESIA.

(11)

xi

Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang setimpal.

Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Juli 2009

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

ABSTRAK .. …... v

HALAMAN MOTTO ... viii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. . xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 11 1. Perjuangan ... 11 2. Suku Kurdi … ... 14 3. Otonomi ... 17 4. Konflik ... 22 5. Primordial... 31 B. Kerangka Berfikir ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Metode Penelitian ... 36

C. Sumber Sejarah ... ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 39

(13)

xiii

F. Prosedur Penelitian ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Profil Negara Irak ... 45

1. Geografi ... 45

2. Penduduk ... 47

3. Ekonomi ... 48

4. Pemerintahan ... 50

B. Sejarah Munculnya Gerakan Perjuangan Suku Kurdi di Irak ... 55

C. Proses Perjuangan Suku Kurdi Memperoleh Otonomi di Kurdistan Irak ... 61

D. Dampak Pemberian Otonomi Terhadap Persatuan Intern Suku Kurdi di Irak... 85

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 89 B. Implikasi... 90 1. Teoritis ... 90 2. Praktis ... 91 3. Metodologis ... 91 C. Saran... 92 DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN... ... 99

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Irak... 99 Lampiran 2. Peta Kelompok Etnoreligi Irak. ... 100 Lampiran 3. Peta Wilayah Kurdistan Yang Berada di Beberapa Negara

Seperti Turki, Iran, Irak dan Suriah. ... 101 Lampiran 4. Peta Wilayah Kurdistan Irak Setelah Pemberian Otonomi

Tahun 1974... ... 102 Lampiran 5. Daftar Tabel Pembagian Daerah di Irak. ... 103 Lampiran 6. Gambar Pemimpin Suku Kurdi dari Partai Demokratik

Kurdi (KDP)... 104 Lampiran 7. Gambar Jalal Talabani Pemimpin Partai Persatuan Patriotik

Kurdistan (PUK). ... 105 Lampiran 8. Gambar Para Pejuang Kurdi ... 106 Lampiran 9. Gambar Para Pengungsi Kurdi Setelah Serangan Pasukan Irak

ke Wilayah Kurdstan Irak ... 107 Lampiran 10. Para Pengungsi Yang Tinggal di Kamp Pengungsian

di Silopi, Turki ... 108 Lampiran 11. Perjanjian Perdamaian antara Jalal Talabani dengan Saddam

Hussein Mengenai Masalah Kurdi. ... 109 Lampiran 12. Perjanjian Perdamaian antara Massoud Barzani dengan Saddam

Hussein Mengenai Masalah Kurdi. ... 110 Lampiran 13. Wilayah Otonomi Kurdistan Irak Tahun 1991 Yang

Memperoleh Perlindungan Internasional. ... 111 Lampiran 14. Surat permohonan ijin menyusun skripsi. ... 112 Lampiran 15. Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin penyusunan

(15)

xv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Republik Irak adalah sebuah negara di Timur Tengah atau Asia Barat Daya, yang meliputi sebagian terbesar daerah Mesopotamia serta ujung barat laut dari Pegunungan Zagros dan bagian timur dari Gurun Suriah yang mempunyai luas sekitar 438.317 km2. Irak berbatasan dengan Kuwait dan Arab Saudi di selatan, Arab Saudi, Yordania dan Suriah di barat, Turki di utara, dan Iran di timur. Irak mempunyai bagian yang sangat sempit dari garis pantai di Umm Qasr di Teluk Persia (Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi Asia, 1990 : 88).

Stabilitas negara Irak juga tidak kondusif karena sering terjadi konflik, baik konflik intern maupun konflik ekstern. Konflik intern seperti konflik antar golongan (Syiah-Sunni) maupun konflik antara pemerintah dengan suku Kurdi yang pada awalnya ingin mendirikan negara Kurdistan, tetapi berubah cukup menghendaki daerah Kurdistan yang otonom. Sedang konflik ekstern melibatkan Irak dalam beberapa peperangan seperti Perang Parsi tahun 1980-1988 melawan Iran dan Perang Teluk tahun 1991 melawan pasukan Kuwait dan Pasukan Multinasional di bawah pimpinan Amerika Serikat.

Menurut data Kementrian Perencanaan Irak, tahun 2008 total penduduk Irak berjumlah 27 juta orang (mitrafm.com/blog/2008/02/01/). Komposisi penduduk Irak yakni etnis Arab 75-80 persen dari seluruh penduduk Irak, Kurdi 15-20 persen dan sisanya etnis-etnis kecil semisal Turkoman, Assiria dan lain- lain sekitar 5 persen. Apabila dilihat dari mazhab yang dianut, Etnis Arab terbagi dua : sebanyak 60-65 persen Syiah, Sunni 32-37 persen dan sisanya Kristen atau lainnya berjumlah 3 persen (Trias Kuncahyono, 2005 : 132). Penyebaran penduduk Irak kurang menguntungkan karena penduduk terkosentrasi secara geografis di wilayah tertentu. Mayoritas Syia’h menetap di bagian selatan Irak, Sunni di Irak bagian tengah dan Kurdi mengelompok di Irak utara sehingga Irak selalu menghadapi masalah integrasi nasional.

(16)

xvi

Orang-orang Kurdi adalah suatu kelompok etnis Indo-Eropa (Indo European tribes) yang mayoritas menganut agama Islam Sunni dan tinggal di wilayah Kurdistan (tanah orang-orang Kurdi). Wilayah Kurdistan terdapat di beberapa negara seperti Turki bagian tenggara, Iran Utara, Irak Utara, dan Suriah Utara. Jumlah Suku Kurdi secara keseluruhan diperkirakan sekitar lebih dari 20 juta orang Kurdi dan terpaksa tinggal di beberapa negara berbeda. Di Turki terdapat sekitar 10 juta orang Kurdi; di Iran sekitar 6 juta orang Kurdi; di Irak terdapat lebih dari 5 juta orang Kurdi; dan di Suriah 1 juta lebih. Komunitas-komunitas yang lebih kecil ada yang tinggal di negara-negara bekas Uni Soviet dan Lebanon serta ada juga yang telah hijrah dan menetap di Eropa, Amerika dan Australia (http://swaramuslim.com/islam/more).

Para ilmuwan berpendapat, suku Kurdi berasal dari suku bangsa Medes yang masuk ke Parsi (Iran) dari kawasan Asia Tengah. Suku Kurdi menguasai daerah pegunungan Parsi dari Tahun 614 sampai 550 sebelum Masehi. Empat belas abad kemudian mereka memeluk agama Islam, setelah kedatangan pasukan Arab Islam dari daratan ke daerah pegunungan Parsi. (M. Riza Sihbudi,1991: 136) Kurdi merupakan etnis yang relatif tua usia, namun kesadaran terhadap wilayah baru muncul belakangan, bahkan sangat terlambat. Entitas Kurdi setidaknya telah dimulai sejak dua ribu tahun sebelum masehi. Suku Kurdi memang mempunyai kesadaran etnis, tetapi tidak mempunyai kesadaran kewilayahan, sebagai konsekuensi kultur tradisional nomaden, yang hidup berpindah-pindah dari Turki dan Iran ke lembah Mesopotamia sambil menggembala ternak dan bertani. Pasca Perang Dunia I, ketika negara-negara mulai menetapkan garis perbatasan, barulah kesadaran wilayah kaum Kurdi muncul terutama karena terdesak dan terpaksa meninggalkan pola hidup tradisionalnya serta mulai menetap di berbagai pemukiman.

Suku Kurdi mencita-citakan negara Kurdistan merdeka yang sekuler dan demokratis. Suku Kurdi yang tersebar di Turki, Iran, Irak, dan Suriah sebagai minoritas etnis sering diabaikan kepentingannya oleh pemerintah masing-masing negara tersebut, sehingga suku Kurdi ingin memisahkan diri dari negara induk masing-masing dan bercita-cita mendirikan Negara Kurdistan.

(17)

xvii

Perjanjian Sevres (Treaty of Sevres) tahun 1920 di Perancis oleh pihak Sekutu sebagai pihak yang menang dalam Perang Dunia I dengan Dinasti Ustmaniah Turki memberikan keuntungan bagi perjuangan suku kurdi. Dalam perjanjian tersebut ditetapkan pembentukan wilayah Kurdistan merdeka yang sebelumnya berada dibawah kekuasaan Dinasti Ustmaniah Turki, akan tetapi Turki tidak mau menjalankan ketentuan mengenai suku Kurdi, bahkan Mustafa Kemal memaksa sekutu untuk membatalkan perjanjian Sevres yang merugikan Turki.

Perjanjian Sevres dibatalkan dan digantikan perjanjian Lausane pada 24 Juli 1923, Dalam perjanjian Lausane tersebut, masalah Kurdi tidak disinggung lagi. Dengan dibebaskannya daerah-daerah Arab dari kekuasaan Dinasti Ustmaniah Turki dan dibagi-bagi menjadi daerah sekutu, sehingga suku Kurdi menjadi terpecah belah dan tersebar dalam beberapa negara yaitu Turki, Iran, Irak, dan Suriah.

Fakta bahwa wilayah Kurdistan berada di beberapa negara menjadi kendala utama terwujudnya sebuah negara Kurdistan merdeka. Jika dipaksakan sangatlah sulit karena suku Kurdi harus menghadapi empat negara sekaligus yakni Turki, Iran, Irak dan Suriah. Berdasarkan kenyataan tersebut, suku Kurdi tidak lagi mencita-citakan berdirinya sebuah negara Kurdistan, tetapi mendapatkan wilayah yang otonom sehingga suku Kurdi dapat mengatur diri dan mempertahankan identitas serta sistem budaya mereka (M.Riza Sihbudi, 1991:138).

Dibandingkan dengan di Iran dan Turki, jumlah suku Kurdi Irak tergolong lebih sedikit (sekitar 5 juta), tetapi perjuangan suku Kurdi Irak dalam memperoleh otonomi dinilai yang paling agresif daripada di Iran dan Turki. Perjuangan suku Kurdi Iran terakhir terjadi tahun 1979, di mana suku Kurdi Iran terlibat pertempuran dengan Pasdaran (Pasukan Pengawal Revolusi Iran) dan menelean korban jiwa sekitar 100 jiwa. Perjuangan suku Kurdi Iran tergabung dalam KDPI dan Komala (Partai Komunis Iran). KDPI dipimpin oleh Abdullahman Ghassemlo, tetapi tahun 1985 Ghassemlo terpaksa melakukan negoisasi dengan Pemerintah Iran yang membuat perjuangan suku Kurdi Iran berhenti. Perjuangan

(18)

xviii

suku Kurdi di Turki juga terbilang agresif dan masih berlangsung hingga saat ini. Perjuangan suku Kurdi Turki dihimpun melalui Partai Pekerja Kurdi (PKK) yang menuntut lepas dari Turki dan merdeka dengan pemerintahan sendiri. Pemerintah Turki menolak memberikan kedaulatan bagi suku Kurdi. Kombinasi kebijakan represi dan intergrasi secara konsisten yang diterapkan Pemerintah Turki terhadap suku Kurdi sangat efektif untuk menghancurkan pemberontakan yang dilakukan suku Kurdi. Sedangkan perjuangan suku Kurdi di Suriah dihimpun melalui Partai Demokrasi Kurdistan Syiria (Kurdistan Democratic Party of Syria / KDPS) yang didirikan oleh Osman Sabri bersama beberapa politisi Kurdi tahun 1957. Tujuan dari pendirian KDPS adalah memperjuangkan hak budaya Kurdi, kemajuan ekonomi dan perubahan demokratis. Selama ini pemerintah Suriah melarang suku Kurdi berbicara dengan bahasa Kurdi di depan umum, melarang pendirian partai politik Kurdi, penolakan untuk mendaftarkan anak-anak dengan nama Kurdi, larangan bisnis atau mendirikan usaha yang tidak memiliki nama Arab dan larangan penerbitan buku-buku yang ditulis dalam bahasa Kurdi. KDPS tidak diakui secara legal oleh negara Suriah dan bergerak sebagai organisasi bawah tanah (http://en.wikipedia.org/wiki/Kurdish_people&prev=/translate).

Perjuangan suku Kurdi Irak paling agresif terlihat dengan seringnya terjadi bentrokan secara fisik dengan pemerintah Irak yang mengakibatkan banyak jatuh korban jiwa. Pemerintah Irak sangat menentang adanya pemberontakan yang mengganggu stabilitas negara dan untuk menghadapinya sering mengerahkan kekuatan militer untuk memadamkan pemberontakan suku Kurdi. Pemerintah Irak juga ingin mengamankan penghasilan minyaknya karena di daerah Kurdistan kaya akan minyak seperti wilayah Kirkuk. Jika suku Kurdi diberi otonomi luas otomatis pemasukan negara berkurang dan ditakutkan dengan modal minyak suku Kurdi dapat membeli persenjataan dan membangun kekuatan militer dengan tujuan melakukan pemberontakan yang lebih besar pada pemerintah serta ditakutkan berujung pada pembentukan Negara Kurdistan merdeka. Hal ini dapat membangkitkan nasionalisme suku Kurdi yang tinggal di Iran, Turki dan Suriah sehingga akan mengganggu stabilitas keamanan di wilayah tersebut.

(19)

xix

Perjuangan suku Kurdi untuk memperjuangkan nasib suku bangsanya dimulai pada abad 19, tepatnya tahun 1880, ketika pecah pemberontakan yang dipimpin oleh tokoh Kurdi, Syaikh Ubaydullah, di propinsi Hakari yang berada di bawah kekusaan Dinasti Utsmaniah Turki. Perjuangan suku Kurdi di Irak dimulai tahun 1919 yang dipimpin oleh Syaikh Mahmud yang memproklamirkan Sulaymaniah sebagai wilayah yang merdeka dari kekuasaan Inggris, meskipun akhirnya Inggris berhasil menundukkan Syaikh Mahmud (Daliman, 2000 : 132).

Tahun 1923, Syaikh Ahmad Barzani dan adiknya Mullah Mustafa Barzani (Kurdistan Irak) mulai melancarkan kampanye guna mendapatkan otonomi bagi wilayah Kurdistan Irak. Tahun 1946, Mullah Mustafa Barzani mendirikan Partai Demokratik Kurdi (Kurdish Democratic Party / KDP) di Uni Soviet pada masa pengasingannya. Partai tersebut beranggotakan sekelompok intelektual Kurdi dan memperoleh dukungan dari suku Kurdi yang tinggal di pegunungan. Partai Demokratik Kurdi-Irak baru diakui oleh pemerintah Irak tahun 1958 ketika terjadi kudeta di Irak. Selain KDP, orang-orang Kurdi Irak juga mempunyai partai politik yang dibentuk Jalal Talabani, yaitu partai Persatuan Patriotik Kurdistan (Patriotic Union of Kurdistan / PUK). Jalal Talabani semula adalah anggota terkemuka KDP, tetapi keluar karena sering bentrok dengan Mustafa Barzani yang kemudian tahun 1975 ia mendirikan PUK sebagai partai modern. Hingga sampai saat ini KDP dan PUK menjadi wadah perjuangan suku Kurdi Irak (Trias Kuncahyono, 2005 : 173).

Pada bulan Maret 1961 suku Kurdi yang berdiam di Irak Utara mengadakan perlawanan terhadap Baghdad yang menolak tuntutan Kurdi untuk memperoleh otonomi. Pada saat itu Barzani memproklamirkam kemerdekaan negara Kurdi. Dalam pemberontakan tersebut, orang-orang Kurdi berhasil mendesak pasukan pemerintah Baghdad, sehingga diadakan perundingan dan gencatan senjata di kota dekat Sulaymaniah pada bulan Januari dan Februari. Bulan Desember 1965 terjadi pertempuran lagi dan meluas sampai ke perbatasan Irak-Iran hingga mengakibatkan tarjadinya ketegangan dikedua pihak pada awal tahun 1966. Pemerintah Bagdad mendengungkan bahwa Kurdi mendapat bantuan

(20)

xx

dari Iran. Kurdi terus berjuang dan menuntut otonomi sambil menyerukan campur tangan PBB.

Tahun 1970 ditetapkan perjanjian perdamaian yang terdiri 15 pasal yang diumumkan oleh Dewan Pimpinan Revolusioner dan pemimpin Kurdi yang di dalamnya termaktub aspirasi Kurdi, yaitu orang-orang Kurdi harus turut serta sepenuhnya di dalam pemerintahan, pemimpin Kurdi ditunjuk di daerah yang di diami mayoritas Kurdi, bahasa Kurdi menjadi bahasa sejajar dengan bahasa Arab di daerah Kurdi, pembangunan di daerah Kurdi akan diwujudkan, konstitusi akan ditinjau kembali untuk mencantumkan hak-hak Kurdi. Meskipun persetujuan dengan Kurdi itu tidak seluruhnya memuaskan, tetapi sekurang-kurangnya sudah membawa stabilitas di Irak dan memungkinkan dimulainya pembaharuan (Nasir Tamara dan Agnes Samsuri, 1981 : 203).

Agustus 1974, perang Kurdi mengalami babak baru. Pemerintah Irak mengerahkan kekutan militer yang besar untuk melawan pasukan Barzani (peshmarga) dengan menggunakan tank, meriam dan pesawat pembom. Sekitar 130.000 orang Kurdi terutama terdiri dari wanita, anak-anak dan orang tua mengungsi ke Iran. Pasukan Barzani bisa bertahan berkat bantuan Iran berupa senjata dan perlengkapan lainnya. Pada saat pertemuan OPEC (6 Maret 1975) di Aljazair, ditandatangani persetujuan antara Irak-Iran untuk mengakhiri perselisihan tentang perbatasan. Irak dan Iran juga setuju untuk mengakhiri subversif sehingga pemberontakan suku Kurdi pun berhenti.. Gencatan senjata ditetapkan Maret 1975. Bulan Februari 1976, Partai Demokrasi Kurdi menyusun kekuatan lagi dan bulan Maret terjadi bentrokan antara Kurdi dengan pasukan keamanan Irak di Ruwanduz.

Tahun 1977 dilaksanakan program pembangunan kembali dan bulan April sekitar 40.000 orang Kurdi diizinkan kembali ke daerah Irak Utara. Dewan Eksekutif daerah otonomi Kurdi memutuskan bahwa bahasa Kurdi dipakai sebagai bahasa resmi dalam komunikasi oleh semua departemen pemerintahan di daerah otonomi Kurdi yang tidak punya hubungan dengan pemerintah pusat (Daliman, 2000 : 139).

(21)

xxi

Tampilnya Saddam Hussein sebagai Presiden Irak pada 16 Juli 1979 membuat perjuangan suku Kurdi semakin sulit karena Saddam sendiri sering meggunakan kekuatan militer untuk menghancurkan pemberontak Kurdi. Pada tahun 1988 pemerintah Irak telah dua kali melancarkan serangan besar-besaran dengan senjata kimia terhadap penduduk suku Kurdi. Yang pertama, 16 Maret 1988 Angkatan Udara Irak menghujani bom-bom kimia di kota Halabjah, Irak Utara dan menewaskan 5.000 warga Kurdi. Yang kedua, serangan yang sama dilancarkan di Irak di desa Butiam Esi, Amadiyah, dan sejumlah desa lain di Kurdistan, dari tanggal 25 Agustus sampai 5 September dan menewaskan sekitar 2.500 warga Kurdi. Serangan pasukan Saddam Hussien tahun 1988 ini menyebabkan sekitar 60.000 orang Kurdi Irak terpaksa mengungsi ke Iran dan Turki (M. Riza Sihbudi, 1991 : 135).

Pemerintah Irak menganggap serangan yang dilancarkan terhadap suku Kurdi sebagai sesuatu yang “wajar”, karena suku Kurdi Irak dianggap sebagai “kaum pengkhianat yang patut dibasmi”, sebab selama hampir delapan tahun (22 September 1980-20 Agustus 1988) berlangsung perang Parsi (Irak-Iran), suku Kurdi Irak justru berpihak pada pasukan Ayatullah Khomeini dan memerangi pasukan pemerintah Irak. Keberhasilan Iran merebut Halabjah dan Sulaymaniah (dua kota yang terletak di Kurdistan Irak) tidak terlepas dari bantuan yang diberikan suku Kurdi Irak (M. Riza Sihbudi, 1991 : 135).

Pasca Perang Teluk tahun 1991 suku Kurdi melakukan pemberontakan kembali dan dalam waktu tiga pekan semua wilayah Kurdi di Irak Utara bergolak. Kota-kota seperti Ranya, Sulaymaniah, Erbil, Duhok, Aqra dan Kirkuk mereka kuasai. Pasukan Irak (Garda Republik) bergerak dengan cepat dan dalam tempo seminggu wilayah-wilayah itu sudah direbut kembali. Serangan tersebut menyebabkan tak kurang dari 2,25 juta orang Kurdi di Irak Utara terpaksa mengungsi ke Iran dan Turki (Trias Kuncahyono, 2005 : 165)

Serangan pemerintah Irak terhadap suku Kurdi mendapat kecaman keras dari Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Tanggal 5 April 1991 Dewan Keamanan PBB bereaksi dengan mengeluarkan Resolusi PBB Nomer 688 yang memberlakukan kawasan larangan terbang di atas wilayah 36 derajat garis lintang

(22)

xxii

sejajar pada Irak bagian utara untuk melindungi suku Kurdi dari pengeboman pesawat-pesawat tempur Irak (David McDowall, 2000 : 373).

Manfaat larangan terbang dirasakan oleh suku Kurdi karena tidak mudah bagi tentara Irak untuk menyerang suku Kurdi di bukit-bukit Kurdistan tanpa bantuan pesawat tempur. Tahun 1991 dicapai persetujuan antara Baghdad dan pemimpin Kurdi untuk memberi otonomi kepada suku Kurdi di Irak Utara yang meliputi wilayah Dahuk, Arbil dan Sulaymaniah. Wilayah otonomi tersebut berada dalam perlindungan PBB dan pasukan koalisi untuk melindungi suku Kurdi atas tindakan militer Saddam Hussein. Walaupun begitu suku Kurdi tetap belum merasa puas karena Kirkuk tidak dimasukkan dalam wilayah Kurdistan otonom.

Dalam perkembangannya setelah pemberian otonomi di Kurdistan Irak, Saddam kembali mengerahkan sekitar 30.000 pasukannya untuk menyerang wilayah Kurdistan dan menduduki ibu kotanya Arbil, awal September 1996. Pemerintah Irak beralasan, serangan ini dilakukan karena memenuhi permintaan pimpinan Partai Demokrasi Kurdistan, Masoud Barzani untuk mengusir lawannya pemimpin partai Persatuan Patriotik Kurdistan (Patriotic Union of Kurdistan / PUK) Jalal Talabani dan pasukannya dari kota Arbil (Mustofa Abd. Rahman, 2003 : 3)

Jika dibandingkan di Iran dan Turki, jumlah suku Kurdi Irak tergolong yang paling sedikit (sekitar 5 juta), tetapi rezim Partai Sosialis Ba’ath di bawah pimpinan Saddam Hussein yang berkuasa di Irak belum berhasil menumpas perjuangan suku Kurdi. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain;

1) Suku Kurdi merupakan kelompok etnis minoritas terbesar di Irak yang menguasai hamper seperlima wilayah negeri ini. Akibatnya, walaupun berkali-kali Saddam Hussein mendeportasi Peshmarga, dengan mudah mereka kembali ke Irak.

2) Sejak 1982, untuk pertama kalinya dalam sejarah suku Kurdi, dua partai utama Kurdi Irak, KDP yang dipimpin Masoud Barzani dan PUK yang dipimpin Jalal Talabani, sepakat bersatu melawan rezim Saddam Hussein.

(23)

xxiii

Dua kekuatan yang menyatu tentu lebih memperkukuh posisi suku Kurdi dalam menghadapi pasukan Saddam Hussein.

3) Berkaitan dengan posisi rezim Bagdad sendiri, walaupun di luar tampak “kukuh”, posisi rezim Baath dalam kenyataannya agak rapuh. Asumsi ini didasarkan pada fakta bahwa mayoritas penduduk Irak menganut Mazhad Syiah, sedang rezim yang berkuasa menganut mazhab Sunni (M. Riza Sihbudi, 1991: 140)

Perjuangan suku Kurdi di Irak dalam memperoleh otonomi di wilayah Kurdistan terasa sulit. Hal ini disebabkan beberapa kendala, antara lain;

1) perjuangan suku Kurdi mendapatkan perlawanan yang sengit dari pasukan Irak dan bahkan beberapa kali wilayah Kurdistan dihujani bom-bom milik militer Saddam Hussein.

2) Suku Kurdi kurang mendapat perhatian dan dukungan dari dunia internasional.

3) Dalam tubuh suku Kurdi sendiri ada keterpecahan dimana terjadi perseturuan di antara orang-orang atau antar faksi Kurdi sendiri.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mendiskripsikan penelitian mengenai “Perjuangan Suku Kurdi Memperoleh Otonomi di Kurdistan Irak Tahun 1919-1991”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat dijadikan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah munculnya gerakan perjuangan suku Kurdi di Irak ? 2. Bagaimana proses perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di

Kurdistan Irak ?

3. Bagaimana dampak atas pemberian otonomi terhadap persatuan intern suku Kurdi Irak ?

(24)

xxiv

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini disusun dengan tujuan :

1. Mengetahui sejarah munculnya gerakan perjuangan suku Kurdi di Irak. 2. Mengetahui proses perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di

Kurdistan Irak.

3. Mengetahui dampak atas pemberian otonomi terhadap persatuan intern suku Kurdi Irak.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

1. Diharapkan agar dapat mengetahui gambaran yang benar tentang kondisi di negara Irak khususnya perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di Kurdistan Irak.

2. Sebagai acuan dan referensi dalam usaha untuk mengetahui lebih lanjut tentang perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di Kurdistan Irak.

b. Manfaat Praktis

1. Untuk memenuhi satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS.

2. Dapat melengkapi koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan khususnya mengenai perjuangan suku Kurdi memperoleh otonomi di Kurdistan Irak.

(25)

xxv BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Perjuangan a. Pengertian Perjuangan

Menurut Wojowarsito (1972 : 25), perjuangan berasal dari kata “juang” yang berarti mempertahankan hidupnya atau menyampaikan maksudnya. Perjuangan juga diartikan sebagai usaha untuk mencapai suatu maksud. Perjuangan mengandung unsur usaha dan tujuan. Usaha ini dimaksudkan sebagai cara dan ikhtiar yang digunakan dalam proses untuk mencari yang diinginkannya. Sedangkan tujuan merupakan sasaran akhir setiap usaha yang dilakukan, baik oleh individu maupun kelompok.

Maurice Duverger (1988: 171-178) menyebutkan berbagai definisi perjuangan dari berbagai sudut pandang yaitu :

1) Kaum konservatif tradisional menganggap perjuangan adalah usaha untuk merebut kekuasaan dan menempatkan elite (mereka yang mampu melaksanakan kekuasaan) melawan massa (mereka yang menolak untuk mengakui superioritas alami dari elite dan haknya untuk memerintah). 2) Kaum Liberal melihat perjuangan dalam bidang politik sama seperti

perjuangan ekonomi yaitu suatu bentuk struggle for life yang secara mendasar menempatkan satu spesies melawan yang lain dan individu di dalam spesies tertentu melawan yang lain.

3) Kaum Marxis melihat perjuangan disebabkan oleh perjuangan kelas yaitu pertentangan antara kelompok sosial yang terjadi dalam masyarakat karena adanya perbedaan kepentingan.

Sukarno (1984 : 9) mengartikan perjuangan dalam arti luas yaitu membangun materiil dan moril agar mencapai kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya dikemukakan tentang perjuangan individu yaitu perjuangan mempergunakan atau mengalahkan keadaan agar eksistensinya (luar dalam)

(26)

xxvi

tumbuh dan berkembang. Dari pengertian ini, perjuangan oleh Sukarno diartikan sebagai membangun. Sarana perjuangan adalah mempergunakan keadaan dan menundukkan keadaan, agar eksistensinya tetap subur dan berkembang.

Dari beberapa pengertian tentang perjuangan di atas, dapat disimpulkan bahwa perjuangan adalah suatu usaha atau ikhtiar yang dilakukan individu maupun kelompok untuk mencapai suatu maksud dan tujuan yang diharapkan. Perjuangan yang dilakukan oleh suku Kurdi bertujuan untuk memperoleh otonomi di Kurdistan Irak sebagai tempat untuk suku Kurdi dapat mengatur diri dan mempertahankan identitas serta sistem budaya suku Kurdi.

b. Macam-Macam Perjuangan

Maurice Duverger (1988 : 315) mengkategorikan perjuangan ke dalam dua bentuk yaitu perjuangan terbuka dan perjuangan diam-diam, berkaitan dengan dua tipe rezim politik yang besar. Dalam demokrasi, perjuangan politik terjadi secara terbuka, disaksikan secara penuh oleh publik. Sedangkan dalam rezim Aristokrasi, perjuangan diam-diam harus dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan ditutup-tutupi

Max Weber (1985 : 67) mengkategorikan perjuangan dalam dua wujud atau bentuk, yaitu perjuangan fisik dan non fisik. Perjuangan fisik adalah suatu bentuk usaha perlawanan untuk mencapai sesuatu tujuan dengan menggunakan benda, baik berupa senjata maupun benda-benda lain yang digunakan. Sedangkan perjuangan non fisik adalah suatu usaha ikhtiar dan perlawanan dalam mencapai tujuan yang diinginkan tanpa menggunakan benda sebgaia sarananya. Perjuangan non fisik lepas dari kekerasan aktual dan lebih mengarah pada usaha yang bersifat damai.

Perjuangan non fisik merupakan perjuangan yang lebih mengarah pada politik diplomasi. Diplomasi berarti tidak melakukan tindakan politik agresif terhadap musuh (Selo Sumarjan, 1978 : 78). Perjuangan non fisik atau damai dapat dilakukan dengan perundingan-perundingan sebagai alternatif penyesuaian suatu masalah. Perjuangan ini merupakan usaha-usaha politik yang dapat menempatkan diripada posisi yang menguntungkan dalam arti mencegah

(27)

xxvii

kerugian-kerugian yang diderita jika dibanding dengan perjuangan yang menggunakan kekerasan.

Perjuangan fisik lebih mengarah konfrontasi fisik dalam mencapai tujuan. Pertempuran, peperangan, penggulingan kekuasaan dengan kudeta, bentrokan bersenjata merupakan contoh perjuangan fisik, banyak condong ke arah negatif seperti kematian, cacat seumur hidup, kerusakan harta benda, kehilangan keluarga bahkan habisnya populasi penduduk di suatu wilayah. Sarana perjuangan fisik dapat berupa senjata-senjata tajam, benda-benda tumpul, senjata-senjata api bahkan senjata mematikan lainnya yang sangat dahsyat yaitu nuklir.

Perjuangan Suku Kurdi untuk memperoleh otonomi di Kurdistan Irak lebih condong ke perjuangan fisik dengan seringnya terjadi pertempuran dan peperangan melawan pemerintah Irak yang juga mengerahkan kekuatan militernya untuk melumpuhkan pemberontakan suku Kurdi. Akibat yang ditimbulkan dari seringnya pertempuran antara kedua belah pihak banyak jatuh korban jiwa, serta orang-orang yang kehilangan tempat tinggal dan terpaksa mengungsi.

c. Faktor-Faktor Penunjang Keberhasilan Perjuangan.

Sukarno (1984 : 6) berpendapat bahwa besar kecilnya keberhasilan dan kemauan untuk berjuang dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Menarik tidaknya tujuan atau cita-cita yang memanggil.

2) Adanya rasa mampu, rasa bisa, rasa sanggup di kalangan massa itu.

3) Adanya tenaga atau kekuatan yang ada di dalam individu maupun kelompok massa.

Dari pendapat Sukarno di atas dapat dijabarkan bahwa suatu perjuangan dipengaruhi olek faktor intern dan faktor ekstern, baik secara individu maupun kelompok. Faktor intern tersebut merupakan faktor yang berasal dari dalam individu sehingga motivasi diri untuk melakukan perjuangan. Faktor dari dalam diri antara lain motivasi pribadi, adanya kemauan, adanya rasa optimis akan tercapainya tujuan dan rasa mampu untuk melakukannya. Sedangkan faktor

(28)

xxviii

ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu maupun kelompok yang mendukung perjuangan. Faktor-faktor tersebut dapat berwujud materi dan non materi. Materi sebagai contohnya adalah keuangan, sarana dan prasarana dalam perjuangan, sedangkan non materi dapat berwujud dukungan.

Cita-cita untuk mempunyai negara Kurdistan di tanah Kurdistan mendorong suku Kurdi untuk mewujudkannya agar suku Kurdi dapat mengatur diri dan mempertahankan identitas serta sistem budaya mereka. Fakta bahwa wilayah Kurdistan terbagi dalam beberapa negara yaitu Turki, Iran. Irak dan Suriah membuat cita-cita untuk mendirikan negara Kurdistan sulit terwujud. Suku Kurdi cukup menghendaki otonomi di wilayah Kurdistan sehingga suku Kurdi dapat mengatur diri dan mempertahankan identitas serta sistem budaya mereka. Perjuangan suku Kurdi Irak untuk memperoleh otonomi di tentang oleh Pemerintah Irak sehingga perjuangan suku Kurdi lebih mengarah kepada perjuangan fisik dengan seringnya terjadi pertempuran dan peperangan melawan pemerintah Irak yang juga mengerahkan kekuatan militernya untuk melumpuhkan pemberontakan suku Kurdi. Perjuangan suku Kurdi juga tidak mendapatkan dukungan dari dunia internasional khususnya negara-negara Arab. Suku Kurdi justru dimanfaatkan oleh negara-negara asing seperti Iran dan Amerika yang mempunyai kepentingan di Irak. Jika tujuan negara-negara tersebut sudah tercapai, suku Kurdi ditinggalkan dan harus berjuang sendiri untuk memperoleh otonomi di Kurdistan Irak.

2. Suku Kurdi

a. Pengertian Etnis

Menurut Alo Liliweri (2001 : 334-335), etnisitas berhubungan dengan konsep tentang etnis, antara lain :

1) Etnis berasal dan bahasa Yunani “etnichos”, secara harafiah digunakan untuk menerangkan keberadaan sekelompok penyembah berhala atau kafir. Dalam perkembangannya, istilah etnis mengacu pada kelompok yang diasumsikan sebagai kelompok yang fanatik dengan ideologinya.

(29)

xxix

2) Etnisitas yang merujuk pada penggolongan etnis berdasarkan afiliasi. 3) Etnosentrisme merupakan sikap emosional semua kelompok etnis, suku

bangsa, agama, atau golongan yang merasa etnisnya superior daripada etnis lain

4) Etnografi adalah salah satu bidang antropologi yang mempelajari secara deskriptif suatu kelompok etnis tertentu.

5) Etnologi mempelajari perbandingan kebudayaan kontemporer dan masa lalu dan suatu etnis.

Menurut Kamus Indonesia Kontemporer (1991 : 409) etnis berkenaan dengan perbedaan kelompok dalam suatu masyarakat yang didasarkan atas adat-istiadat, bahasa, kebudayaan atau sejarahnya.

Menurut Barth dan Zastrow yang dikutip Alo Liliweri (2001 : 335), etnis adalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya.

Menurut Narroll yang dikutip Fredrik Barth (1988 : 11) kelompok etnis dikenal sebagai populasi yang:

1) Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.

2) Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya.

3) Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri.

4) Menentukan ciri kelompok sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dan kelompok populasi lain.

Donald L. Horowitz yang dikutip Larry Diamond dan Marc F. Plattner (1998 : 20a) mendefinisikan kelompok etnis sebagai suatu kelompok yang sangat eksklusif dan relatif berskala besar yang didasarkan pada ide tentang kesamaan asal-usul, keanggotaan yang terutama berdasarkan kekerabatan, dan secara khusus menunjukkan kadar kekhasan budaya, yang mencakup kelompok-kelompok yang dibedakan oleh warna kulit, bahasa, dan agama. Etnis meliputi suku bangsa, ras, kebangsaan dan kasta.

Menurut Koentjaraningrat (1990 : 264 ), suku bangsa atau dalam bahasa Inggris ethnic group (kelompok etnis) adalah suatu golongan manusia yang terikat

(30)

xxx

kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”. Kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa.

Menurut Francis yang dikutip Indiato (2004 : 44), kelompok etnis adalah suatu komunitas yang menampilkan persamaan bahasa, adat istiadat, kebiasaan, wilayah dan sejarah yang ditandai oleh persamaan ikatan batin (wefeeling) diantara anggotanya.

Fredrik Barth (1988 : 10) mendefinisikan kelompok etnis adalah suatu kelompok yang terbentuk karena adanya ciri yang ditentukan oleh kelompok itu sendiri, yang kemudian membentuk pola tersendiri dalam hubungan interaksi antara sesamanya.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa etnis atau kelompok etnis adalah suatu kelompok yang didasarkan kesamaan asal-usul, adat-istiadat, bahasa, kebudayaan dan wilayah yang ditandai oleh persamaan ikatan batin diantara anggotanya.

Dari beberapa pengertian etnis, dapat disimpulkan bahwa suku Kurdi sebagai suatu kelompok etnis di Irak selain etnis Arab dan etnis minoritas Turkoman serta Assirya. Suku Kurdi sebagai kelompok etnis mempunyai kesamaan asal-usul, adat-istiadat, bahasa (Kurmanji dan sorani/kurdi), kebudayaan, dan wilayah (Kurdistan), namun saat ini mereka terpecah dalam beberapa negara seperti Turki, Iran, Suriah dan di Irak.

b. Suku Kurdi

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1998 : 777), istilah ”suku” mempunyai arti golongan, etnis ; sedangkan “suku bangsa” adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari keatuan sosial lain berdasarkan perbedaan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (1990 : 264 ), suku bangsa atau dalam bahasa Inggris ethnic

group (kelompok etnis) adalah suatu golongan manusia yang terikat kesadaran

dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”. Kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Menurut Donald L. Horowitz, etnis meliputi suku bangsa, ras, kebangsaan dan kasta (Larry Diamond dan Marc F. Plattner, 1998 : 20a).

(31)

xxxi

Suku Kurdi merupakan suatu kelompok etnis di Irak selain etnis Arab dan etnis minoritas Turkoman serta Assirya. Suku Kurdi adalah suatu kelompok etnis Indo-Eropa (Indo European tribes) yang mayoritas menganut agama Islam Sunni dan tinggal di wilayah Kurdistan (tanah orang-orang Kurdi). Wilayah Kurdistan saat ini terdapat di beberapa negara seperti Turki, Iran, Irak, dan Suriah. Suku Kurdi berasal dari suku bangsa Medes yang masuk ke Parsi (Iran) dari kawasan Asia Tengah yang menguasai daerah pegunungan Parsi dari Tahun 614 sampai 550 sebelum Masehi. Suku Kurdi sebagai kelompok etnis memiliki bahasa sendiri yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari yakni Kurmanji dan Sorani/kurdi. Suku Kurdi merupakan etnis yang relatif tua, tetapi kesadaran terhadap wilayah sebagai tempat mereka tinggal baru muncul belakangan dan terlambat sebagai konsekuensi atas kultur tradisional nomaden, yang hidup berpindah-pindah sambil ternak dan bertani. Pasca Perang Dunia I, ketika negara-negara mulai menetapkan garis perbatasan, barulah kesadaran wilayah suku Kurdi muncul, terutama karena terdesak dan terpaksa meninggalkan pola hidup tradisionalnya, serta mulai hidup menetap.

3. Otonomi

a. Pengertian Otonomi

Menurut Mustopadidjaja A.R, otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu

autos dan nomos. Autos artinya sendiri, sedangkan nomos berarti hukum atau

aturan. Sebagai istilah, pengertian otonomi autos nomos atau autonomous dalam bahasa Inggris adalah kata sifat yang berarti: (1) keberadaan atau keberfungsian secara bebas atau independen; dan (2) memiliki pemerintahan sendiri, sebagai negara atau kelompok dan sebagainya. Sedangkan pengertian otonomi (autonomy) sebagai kata benda adalah (1) keadaan atau kualitas yang bersifat independen, khususnya kekuasaan atau hak memiliki pemerintahan sendiri; dan (2) negara, masyarakat, atau kelompok yang memiliki pemerintahan sendiri yang independen (www.bappenas.go.id/Mustopadidjaja AR).

(32)

xxxii

Menurut Syahda Guruh L.S (2000 : 74) otonomi mengandung beberapa pengertian sebagai berikut :

1) Otonomi adalah suatu kondisi atau ciri untuk ”tidak dikontrol” oleh pihak lain maupun kekuatan luar.

2) Otonomi adalah ”bentuk pemerintahan sendiri” (self-government), yaitu hak untuk memerintah dan menentukan nasib sendiri (the right of

self-government; self-determination).

3) Pemerintahan sendiri yang dihormati, diakui, dan dijamin tidak adanya kontrol oleh pihak lain terhadap fungsi daerah (local or internal affairs) atau terhadap minoritas suatu bangsa.

4) Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan nasib sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun dalam mencapai tujuan hidup secara adil (determination,

self-sufficiency, self-reliance).

5) Pemerintahan otonomi memiliki supremasi/ dominasi kekuasaan

(supremacy of authority) atau hukum (rule) yang dilaksanakan

sepenuhnya oleh pemegang kekuasaan di daerah.

Otonomi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah untuk mengatur dan mengelola demi kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat-istiadat daerah lingkungannya. Suatu daerah diberi otonomi karena keadaan geografinya yang unik atau penduduknya merupakan minoritas negara tersebut, sehingga diperlukan hukum-hukum khusus, yang hanya cocok diterapkan untuk daerah tersebut (id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah).

Menurut Bagir Manan yang dikutip H. Andi Mustari Pile (1999 : 40), otonomi sebagai kebebasan dan kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintah yang boleh diatur dan diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut

Pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32. Tahun 2004 sebagai amandemen UU No. 22. Tahun 1999 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pheni Chalid, 2005 : 21).

(33)

xxxiii

H.A.W. Widjaja (2004 : x) mendefinisikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Pheni Chalid (2005 : 15), otonomi daerah adalah manifestasi dari keinginan untuk mengatur dan mengaktualisasikan seluruh potensi daerah secara maksimal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian otonomi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah untuk mengatur, mengurus dan mengelola sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat-istiadat daerah lingkungannya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut.

Menurut Winarno Surya .A (1999 : 1-2), ada 3 jenis otonomi, yakni : 1) Otonomi formal, yaitu suatu sistem otonomi di mana yang diatur adalah

kewenangan-kewenangan pemerintah yang dipegang oleh pemerintah pusat dalam bidang pertahanan, politik luar negeri, peradilan, moneter/fiskal dan kewenangan lainnya. Sedangkan kewenangan daerah adalah kewenangan di luar kewenangan pemerintah pusat tersebut.

2) Otonomi materiil, yaitu suatu jenis otonomi daerah di mana kewenangan-kewenangan daerah otonom telah dirinci secara tegas dan daerah otonom hanya boleh mengatur urusan pemerintahan yang secara tegas di masukkan sebagai urusan rumah tangga daerah.

3) Otonomi riil, yaitu suatu sistem otonomi di mana kewenangan-kewenangan daerah otonom yang dilimpahkan pemerintah pusat disesuaikan dengan kemampuan nyata dari daerah otonom yang bersangkutan.

Tujuan pemberian otonomi seperti yang dikemukakan oleh Sujamto (1991:4) adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan

(34)

xxxiv

terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

b. Otonomi dan Kekuasaan Pusat

Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman antar daerah. Pelaksanaan otonomi daerah dianggap penting karena tantangan perkembangan lokal, nasional, regional, dan internasional di berbagai bidang ekonomi, politik dan kebudayaan terus meningkat dan mengharuskan diselenggarakannya otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional. Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya masing-masing serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman antar daerah.

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi dilakukan dengan mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan yang sebelumnya tersentralisasi di tangan Pemerintah Pusat. Desentralisasi dan otonomi merupakan suatu bentuk sistem penyerahan urusan pemerintahan dan pelimpahan wewenang di bidang tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Pheni Chalid, 2005:15). Dalam proses desentralisasi tersebut, kekuasaan Pemerintah Pusat dialihkan dari tingkat pusat ke Pemerintahan Daerah, sehingga terjadi pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah dalam bentuk pemberian, pelimpahan dan penyerahan sebagian tugas-tugas Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

Otonomi daerah secara politis merupakan satu bentuk desentralisasi kebijakan pemerintahan yang pada hakikatnya ditujukan untuk mendekatkan pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara keseluruhan. Secara sosial akan mendorong masyarakat ke arah swakelola dengan memfungsikan pranata sosial dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Secara ekonomi, sistem ini dapat mencegah ekploitasi pusat terhadap

(35)

xxxv

daerah, menumbuhkan inovasi masyarakat dan mendorong masyarakat untuk lebih produktif. Secara administratif akan mampu meningkatkan kemampuan daerah dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, meningkatkan akuntabilitas atau pertanggungjawabnan publik (Pheni Chalid, 2005 : 5).

Otonomi daerah dilaksanakan dengan asumsi dasar memberikan hak kepada daerah untuk mengatur daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab. Menurut Pheni Chalid (2005 : 32) wujud otonomi daerah dari Pemerintah Pusat, berupa :

1) Otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama (kewenangan Pemerintah Pusat), yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

2) Otonomi yang nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan di bidang tertentu yaitu yang dapat hidup, tumbuh dan berkembang di daerah itu yang keberadaannya dapat dibuktikan secara nyata.

3) Otonomi yang bertanggungjawab adalah perwujudan pertanggungjawaban atas konsekuensi pemberian hak dan wewenang kepada daerah berupa peningkatan di bidang pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin berkembang, keadilan dan pemerataan, serta hubungan pusat-daerah yang serasi.

Dalam Negara Kesatuan kekuasaan negara terletak pada Pemerintah Pusat bukan pada Pemerintah Daerah, tetapi Pemerintah Pusat dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada Pemerintah Daerah dalam wujud otonomi. Hal ini terkait dengan luasnya daerah, makin banyak tugas yang diurus Pemerintah Pusat, sejalan dengan kemajuan masyarakat dan negara, perbedaan daerah satu dengan yang lain yang sukar diatur secara memusat. Jika keadaan daerah sudah

(36)

xxxvi

memungkinkan, Pusat menyerahkan kepada daerah-daerah untuk mengurus dan menyelenggarakan sendiri kebutuhan-kebutuhan khusus bagi daerah-daerah tersebut. Pemerintah Daerah turut mengatur dan mengurus hal-hal sentral dalam daerahnya menurut instruksi-instruksi dari Pemerintah Pusat serta Pemerintah Pusat tetap mengendalikan kekuasaan pengawasan terhadap daerah-daerah otonom (H. Andi Mustari Pile, 1999 : 29).

Otonomi yang dituntut oleh suku Kurdi adalah otonomi luas yaitu daerah otonom yang tetap bagian dari teritori Irak dan rakyat Kurdi tetap bagian dari rakyat Irak. Dengan otonomi luas, suku Kurdi dapat menyelenggarakan administrasi pemerintahan sendiri, mempertahankan identitas dan sistem budaya mereka serta mengatur sendiri masalah keuangan serta anggarannya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Suku Kurdi.

4. Konflik

a. Pengertian Konflik

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terdapat adanya suatu konflik baik konflik sosial maupun konflik politik atas dasar kepentingan atau perbedaan.

Menurut D. Hendropuspito OC (1989 : 247) pengertian konflik adalah : Kata konflik berasal dari kata Latin confligere yang berarti “saling memukul”. Dalam pengertian sosiologis konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial di mana dua orang atau kelompok berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Menurut Soerjono Soekanto ( 1990 : 98-99) pertentangan atau pertikaian (konflik) adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannnya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia W. J. S. Poerwodarminto (1990 : 45), konflik diartikan dengan percecokan, perselisihan, pertentangan yang terjadi pada

(37)

xxxvii

satu tokoh atau lebih. Konflik dapat terjadi karena ketidaksesuaian ide atau ketidakcocokan suatu paham atau kepentingan.

Menurut Ariyono Suyono ( 1985 : 211) konflik adalah keadaan dimana dua atau lebih dari dua pihak berusaha menggagalkan tujuan masing-masing pihak karena adanya perbedaan pendapat nilai-nilai atau tuntutan dari masing-masing pihak. K.J Veerger (1988 : 210) yang mengutip pendapat Lewis A. Coser menyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan.

Kartini Kartono (1990 : 173) memberikan rumusan mengenai konflik yaitu semua benturan, tabrakan, ketidaksesuain, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi yang antagonistis bertentangan.

Clinton F. Fink dalam Kartini Kartono (1988 : 173) mendefinisikan konflik sebagai berikut :

1) Konflik ialah relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interest-interest eksklusif dan tidak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang berbeda.

2) Konflik ialah interaksi yang antagonistis, mencakup: tingkah laku lahiriah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus terkontrol, tidak langsung; sampai pada bentuk perlawanan terbuka, kekerasan, perjuangan tidak terkontrol, benturan latent, pemogokan, huru-hara, makar, gerilya perang dan lain-lain.

Dari berbagai pendapat tentang pengertian konflik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang antagonistis terjadi sebagai akibat perbedaan paham atau perselisihan tentang tuntutan terhadap suatu nilai tertentu antara pihak-pihak yang sedang berselisih, sehingga menimbulkan usaha untuk menjatuhkan pihak lawan guna mencapai perubahan yang dikehendaki kelompoknya.

Konflik yang terjadi antara suku Kurdi dengan Pemerintah Irak disebabkan karena adanya perselisihan tentang tuntutan sesuatu yakni keinginan

(38)

xxxviii

suku Kurdi Irak untuk memperoleh otonomi di Kurdistan Irak sebagai tempat untuk suku Kurdi dapat mengatur diri dan mempertahankan identitas serta sistem budaya mereka. Tuntutan untuk memberikan otonomi penuh ditolak oleh Pemerintah Irak. Pemerintah Irak ingin mengamankan sumber minyaknya yang merupakan penghasilan utama Irak yang terdapat di Irak Utara yaitu Mosul dan Kirkuk. Selain itu Pemerintah Irak ingin menjaga integritas bangsanya. Merasa tuntutannya tidak terpenuhi, maka suku Kurdi melancarkan perlawanan hingga terjadi beberapa kali peperangan antara kedua belah pihak.

b. Sebab-Sebab Timbulnya Konflik

Menurut Abu Ahmadi (1975 : 93), konflik biasanya ditimbulkan oleh adanya kepentingan yang bertentangan terutama kepentingan ekonomi dan sering juga karena perebutan kekuasaan dan kedudukan.

Menurut Soerjono Soekanto (1990 : 99) yang menjadi sebab atau akar dari timbulnya konflik adalah :

1) Perbedaan antara individu-individu

Perbedaan pendirian dan perasaaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka.

2) Perbedaan kebudayaan

Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut. Seorang sadar maupun tidak sadar, sedikit banyak akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-pola pendirian kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia.

3) Perbedaan kepentingan

Perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari konflik. Wujud kepentingan dapat bermacam-macam ada kepentingan ekonomi, politik, dan sebagainya.

(39)

xxxix 4) Perubahan sosial

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya mengenai reorganisasi sistem nilai.

Konflik yang terjadi antara suku Kurdi dengan Pemerintah Irak disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak yang menyangkut masalah politik dan ekonomi. Secara politis, suku Kurdi menuntut pemberian status otonomi di wilayah Kurdistan Irak kepada Pemerintah Irak, tetapi tuntutan tersebut tidak dipenuhi oleh Pemerintah Irak dengan alasan menjaga keutuhan bangsa. Penolakan Pemerintah Irak atas tuntutan suku Kurdi juga berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Pemerintah Irak ingin mengamankan sumber minyaknya yang merupakan penghasilan utama Irak yang terdapat di Irak Utara yaitu Mosul dan Kirkuk yang masuk wilayah Kurdistan Irak.

c. Bentuk Konflik

Menurut Pheni Chalid (2005 : 104-108) konflik dikelompokkan dalam kategori sifat, motif dan bentuk, yaitu :

1) Berdasarkan sifatnya, terdiri atas :

a) Konflik bersifat laten, yaitu ketika pertentangan dan ketegangan diantara pelaku konflik samar dan tidak jelas, namun telah ada dalam diri pelaku konflik, seperti penilaian negatif terhadap lawan yang dikontruksi melalui proses budaya sehingga menciptakan penilaian

stereotip satu etnis terhadap etnis lain. Selain itu, ketika pihak yang

merasa tertindas tidak dapat mengungkapkan protes dan perlawanan, karena berada pada posisi tawar yang rendah, baik secara kultural maupun struktural, maka konflik berlangsung secara laten.

b) Konflik bersifat manifes, yaitu konflik yang dapat terjadi secara

spontan dan juga adanya ketidakseimbangan dalam masyarakat, seperti perilaku tidak adil, ketimpangan sosial, politik dan ekonomi.

(40)

xl 2) Berdasarkan motifnya, terdiri atas :

a) Konflik irasional, yaitu konflik berdasarkan perspektif utilitirianisme, individu selalu mempertimbangankan aspek kepentingan pribadinya (keuntungan) dalam berhubungan dengan sesamanya.

b) Konflik emosional, yaitu konflik yang dilandasi emosi karena adanya perasaan untuk membela dan mempertahankan kepentingan kelompoknya.

3) Berdasarkan bentuknya, terdiri atas :

a) Konflik vertikal, yaitu konflik terjadi karena suatu kelompok menghadapi ketidakseimbangan distribusi sumber daya akibat dominasi politik satu kelompok yang kuat menutup jalan bagi kelompok lain untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya yang menjadi kepentingan bersama.

b) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi karena masing-masing kelompok ingin menunjukkan identitas budaya yang dimiliki yang melibatkan masalah sosial, politik dan ekonomi.

Soerjono Soekanto (1990: 102) menyebutkan bahwa konflik mempunyai beberapa bentuk khusus, antara lain :

1) Konflik pribadi

Konflik ini berupa pertentangan antar individu yang terjadi dalam suatu hubungan sosial.

2) Konflik rasial

Konflik ini terjadi karena perbedaan pada ciri-ciri fisik, perbedaan kepentingan dan kebudayaan diantarakelompok atau golongan.

3) Konflik antara kelas-kelas sosial

Konflik ini disebabkan oleh perbedaan kepentingan, misalnya perbedaan kepentingan antara majikan dengan buruh.

4) Konflik politik

Konflik ini menyangkut baik antara golongan-golongan dalam suatu masyarakat maupun antara negara-negara yang berdaulat.

(41)

xli 5) Konflik yang bersifat internasional

Konflik ini disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara. Mengalah berarti mengurangi kedaulatan negara dan itu berarti kehilangan muka dalam forum internasional.

Menurut Ramlan Surbakti (1992 : 243) konflik dapat dibedakan menjadi dua yaitu konflik yang berwujud kekerasan dan konflik non kekerasan. Konflik yang mengandung kekerasan biasanya terjadi dalam masyarakat negara yang belum memiliki konsesus bersama tentang dasar, tujuan negara dan lembaga pengatur atau pengendali konflik yang jelas. Pemberontakan, sabotase merupakan contoh konflik yang mengandung tindak kekerasan. Konflik yang berwujud non kekerasan biasanya terjadi pada masyarakat yang telah memiliki dasar tujuan yang jelas sehingga penyelesaian konflik sudah bias ditangani melalui lembaga yang ada. Adapun konflik non kekerasan biasanya berwujud perbedaan kelompok antar kelompok (individu) dalam rapat, pengajuan petisi kepada pemerintah, polemik melalui surat kabar atau sebagainya.

Konflik antara suku Kurdi dengan Pemerintah Irak merupakan bentuk konflik politik di Irak yang berujung pada tindak kekerasaan dalam wujud pemberontakan yang dilakukan suku Kurdi terhadap Pemerintah Irak untuk memperjuangkan tuntutannya yakni memperoleh otonomi di Kurdistan Irak. Pemberontakan yang dilakukan suku Kurdi dihadapi oleh Pemerintah Irak dengan mengerahkan kekuatan militernya sehingga mengakibatkan terjadinya peperangan antara kedua belah pihak.

d. Cara Penyelesaian Konflik

Menurut Mawasdi Rauf (2001 : 8-12) penyelesaian konflik adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menghilangkan konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Penyelesaian konflik diperlukan untuk mencegah : (1) semakin mendalamnya konflik, yang berarti semakin tajamnya perbedaan antara pihak-pihak yang berkonflik ; (2) semakin meluasnya konflik, yang berarti semakin banyaknya jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik yang berakibat konflik

Referensi

Dokumen terkait

RUMUSAN, PERBINCANGAN, IMPLIKASI DAN CADANGAN KAJIAN 5.1 Rumusan kajian 5.2 Perbincangan Dapatan Kajian 5.2.1 Perancangan, pelaksanaan, Kaedah Talaqqi Musyafaha, dan Penggunaan

11 Pengambilan sampel bagi siswa SMPN 2 Mataraman akan dikerjakan yaitu memakai teknik cluster random sampling yangmana prosedurnya yakni agar agar sampel dapat

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Bentuk dan Jenis Qâfiyah Qashîdah Yâ Wârid Al-Unsi dalam Kitab Maulid Simthu Ad-Durâr karya Habib Ali Al-Habsyi

Penilaian dalam KTSP adalah penilaian berbasis kompetensi, yaitu bagian dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian kompetensi peserta

chalconota pada musim kemarau cenderung berada pada bagian tengah transek, yaitu pada subtransek 3, 4, 6, dan 8 (Gambar 1; sedangkan pada musim penghujan cenderung

Famili Bufonidae merupakan salah satu famili amfibi yang dapat hidup diberbagai tipe habitat, mulai dari pemukiman penduduk, daerah aliran sungai sampai hutan.. Famili ini di

Jumlah jenis ordo Anura yang berhasil ditemukan pada seluruh lokasi penelitian di kawasan kampus Universitas Riau Pekanbaru yaitu sebanyak 13 jenis dari 5 famili (Tabel

Bahan yang digunakan dalam pengembangan margarin beraroma adalah fraksi stearin dan fraksi olein dari Refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) atau minyak sawit yang