73
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKANMETODE DISCOVERY PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS
IV SD NEGERI 155686 UNTEMUNGKUR II KECAMATAN KOLANG KABUPATEN TAPANULI TENGAH
ROSMERIDA PAKPAHAN Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP Unimed
ABSTRAK
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Penggunaan Metode Discovery Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 155686 Untemungkur II Tahun Pelajaran. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 siswa yang berasal dari siswa Kelas IV pada Tahun Pelajaran 2011/2012. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data dengan cara memberikan tes. Dari hasil analisis data diperoleh 5 siswa (16,66%) yang mencapai syarat ketuntasan belajar dan 25 siswa (83,33%) yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar. dari pre tes diperoleh nilai rata-rata siswa 48,16. Dari hasil analisis data pada siklus I diperoleh 13 siswa (43,33%) telah mencapai tingkat ketuntasan belajar dan 17 siswa (56,66%) belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, dengan nilai rata-rata 64. Dari hasil tes pada siklus II diperoleh 27 siswa (90%) telah mencapai tingkat ketuntasan belajar dan 3 siswa (10%) belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, dengan nilai rata-rata 81. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas IV SD Negeri 155686 Untemungkur II. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode
discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi mengenal bangun datar simetris.
Kata kunci: Hasil Belajar, Metode Discovery, Pelajaran Matematika.
PENDAHULUAN
Pendidikan dasar memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada saat ini maupun yang akan datang. Oleh sebab itu, maka pendidikan di Sekolah Dasar harus mendapat perhatian yang serius khususnya mata pelajaran matematika yang selama ini dianggap sulit. Pendidikan matematika disekolah mulai SD sampai perguruan tinggi merupakan permasalahan yang tak kunjung terselesaikan. Matematika merupakan salah satu ilmu yang tidak dapat dipisahkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara indonesia baik penerapannya maupun pola pikirnya.
Matematika merupakan cabang ilmu yang spesifik. Objek matematika adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip yang ke semuanya itu berperan dalam membentuk proses berpikir matematis, dengan salah satu cirinya adanya penalaran yang logis. Namun, kenyataannya hasil belajar yang dicapai siswa dalam mata pelajaran matematika masih sangat rendah. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena siswa tidak menyukai mata pelajaran matematika, bahkan takut terhadap pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar, matematika juga digunakan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan bidang studi yang paling sulit menurut siswa.
74
Dengan diberlakukannyaKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disekolah baru-baru ini menuntut siswa untuk bersikap aktif, kreatif, inovatif, kompetitif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Setiap siswa harus dapat memanfaatkan ilmu yang diperolehnya dalam kehidupan sehari-hari untuk itu setiap pelajaran selalu dikaitkan dengan manfaatnya dalam lingkungan sosial masyarakat. Sikap aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan. Peran guru sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran.
Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif, inovatif dan kompetitif dari siswa tidaklah mudah. Fakta yang terjadi dalam proses pembelajaran saat ini masih terdapat masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam belajar, terutama pada pelajaran matematika pada materi mengenal bangun datar simetris di kelas IV SD Negeri 155686 Untemungkur II Tapteng, yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah, siswa kurang memahami prosedur penyelesaian soal, sumber informasi dalam belajar sepenuhnya berasal dari guru, sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa pada pelajaran matematika, kurangnya penggunaan alat peraga, dan kurang sesuainya metode pembelajaran dengan materi yang disampaikan mengakibatkan proses belajar mengajar tidak berjalan dengan baik, guru hanya menggunakan metode ceramah dan kurang menggunakan metode yang bervariasi dalam proses pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Guru dianggap sumber belajar yang paling benar, akibatnya proses belajar mengajar cendrung membosankan dan menjadikan siswa malas belajar.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dilapangan, khususnya pada siswa kelas IV SD Negeri 155686 Untemungkur II Tapteng dalam pembelajaran matematika hasil belajar siswa tergolong masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil pembelajaran yang ditrerapkan oleh guru kelas IV SD Negeri 155686 untemungkur II Tapteng pada mata pelajaran yang matematika hanya mencapai 30% dari 30 siswa. Berarti ada 70% siswa belum mencapai standar ketuntasan yang diharapkan. Guru kelas IV mengemukakan standar ketuntasan minimal 65 dari siswa keseluruhan dan dapat dikatakan tuntas dalam belajar minimal memperoleh nilai 65. Masalah tersebut bersumber dari beberapa faktor diantaranya rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran matematika disebabkan banyak siswa yang tidak menyukai pelajaran matematika yang di anggap sulit. Siswa kurang memahami prosedur penyelesaian soal, siswa tidak dapat menjawab setiap pertanyaan guru untuk mengacu pada ingatan, strategi belajar yang digunakan guru tidak sesuai dengan kondisi siswa sehingga suasana kelas tidak kondusif yang mengakibatkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran matematika, kurang sesuainya metode pembelajaran yang digunakan dengan materi yang disampaikan membuat siswa bosan dan tidak suka pada mata pelajaran matematika, penyajian materi oleh guru cendrung monoton. Guru hanya menggunakan metode ceramah, dan kurang bervariasi dalam menggunakan metode. Guru juga kurang menggunakan alat peraga, hal ini menyebabkan pembelajaran bersifat abstrak dan teoritis sehingga menimbulkan kebosanan terhadap pembelajaran yang dilakukan.
75
Dari permasalahan tersebut perludicari metode yang tepat dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Penggunaan Metode discovery dalam proses belajar mengajar sangat membantu guru dalam menyampaikan bahan pelajaran. Pembelajaran yang diberikan lebih menarik dan memberikan makna pada siswa dalam belajar sehingga siswa lebih mudah memahami apa yang sedang dipelajari. Metode discovery merupakan salah satu strategi mengajar yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Secara umum metode discovery memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran baik secara kognitif, afektif, psikomotor. Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa diminta memecahkan masalah melalui percobaan. discovery merupakan suatu metode yang mampu merangsang siswa untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan dan mencoba untuk melakukannya sendiri. Dalam metode discovery guru hanya sebagai fasilitator yang memberikan arahan dan bimbingan agar siswa menemukan pemahaman dari konsep pelajaran yang dipelajari.
Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi dan hasil belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas peneliti mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran yaitu metode penemuan (discovery) untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Penulis memilih
metode ini untuk mengkondisikan siswa agar
terbiasa menemukan, mencari, mendiskusikan dan membuat kesimpulan yang berkaitan dengan pembelajaran. METODE
Hakikat Belajar
Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Menurut Winkel (dalam Purwanto 2008:39) “ Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap “. Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam prilakunya.
Menurut Hamzah (2010 : 15) “ belajar adalah proses perubahan perilaku seseorang setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau keterampilan) ’’. Belajar terjadi bila tampak tanda-tanda bahwa prilaku siswa berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang mampu mengulangi materi yang telah dipelajarinya.
Menurut Slameto (dalam Hamdani 2010:20) “ Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya “. Belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami
atau melakukannya sendiri. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar
76
adanya perubahan tingkah laku yangmenyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Menurut Morgan (dalam sagala 2009:13) “ belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman “. Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia mengikuti suatu proses belajar. Dalam proses belajar mengajar harus terdapat usaha-usaha yang memang berasal dari kemauan siswa untuk belajar agar segala aktivitas dalam belajar menjadi pengalaman yang bermakna.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Belajar adalah pemerolehan pengalaman baru seseorang dalam bentuk perubahan pengetahuan dan perubahan prilaku yang terjadi didalam diri individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Dalam belajar terdapat dorongan atau rangsangan dari lingkungan sekitar dalam proses belajar.
Proses belajar tidak hanya tergantung kepada orang lain, akan tetapi sangat bergantung pada individu yang belajar. Manusia belajar secara terus-menerus untuk mencapai kemandirian dan sekaligus mampu beradaptasi terhadap perubahan berbagai lingkungan. Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan prilaku individu.
Beberapa ciri-ciri belajar, dikutip Darsono (dalam Hamdani 2010:22) adalah sebagai berikut:
1. Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan. Tujuan ini digunakan sebagai arah kegiatan, sekaligus tolok ukur keberhasilan belajar.
2. Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Jadi belajar bersifat individual. 3. Belajar merupakan proses interaksi
antara individu dan lingkungan. Hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada lingkungan tertentu. Keaktifan ini dapat terwujud karena individu memiliki berbagai potensi untuk belajar.
4. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar. Perubahan tersebut bersifat integral, artinya perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotoryang terpisah satu dengan yang lainnya .
Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar. Menurut Sagala (2009:53) Setiap prilaku belajar tersebut selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik antara lain seperti dikemukakan berikut ini:
a. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus-menerus, yang berpengaruh pada proses belajar selanjutnya.
b. Belajar hanya terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual. c. Belajar merupakan kegiatan yang
bertujuan, yaitu arah yang ingin dicapai melalui proses belajar.
d. Belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan keseluruhan tingkah laku secara integral.
77
e. Belajar adalah prose interaksi.f. Belajar berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada kompleks .
Berdasarkan prinsip dan ciri-ciri tersebut, proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa merekonstruksikan sendiri pengetahuannya sehingga mampu menggunakan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan prilaku siswa akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui proses pembelajaran. Menurut Sudjana (2009:22) “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.
Proses belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan itu disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, tidak pada orang lain, dan setiap individu menampilkan prilaku belajar yang
berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu mempunyai karakteristik individualnya yang khas, seperti minat intelegensi, perhatian bakat dan sebagainya. Menurut Purwanto (2008:46)”Hasil belajar adalah merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar”.
Menurut Winkel (dalam Purwanto 2008:45) “Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”. Setelah mengalami belajar siswa berubah prilakunya dibanding sebelumnya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan-perubahan yang terjadi pada diri individu terhadap suatu keadaan yang lebih baik merupakan keberhasilan belajar yang diperoleh. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Horward Kingsley (dalam Sudjana 2009:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a). Keterampilan dan kebiasaan, (b). Pengetahuan dan pengertian, (c). Sikap dan cita-cita.
Purwanto (2008:54) mengatakan “ hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan”. Tujuan tercapai jika siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan di dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat dievaluasi pada akhir pembelajaran.
Dimyati dan Mudjiono (2009:3)’ Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa, yang
78
umumnya diperoleh dari hasil tes yangdiberikan kepada siswa setelah mendapat pengajaran. Menurut Bloom (dalam sudjana 2009:22) “ hasil belajar secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah,yakni ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotoris”. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotor nya sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, guru dapat merancang/mendesain pengajaran secara tepat.
Dengan adanya hasil belajar, guru dapat melihat dan mengetahui tingkat kemajuan yang dicapai siswa setelah melakukan aktivitas belajar, seperti yang diungkapkan Dimyati dan Mudjiono (2009:200) “ Tujuan utama dari hasil belajar adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol”. Bagi siswa itu sendiri hasil belajar dapat
memotivasi siswa untuk mau belajar lebih giat lagi, karena fungsi hasil belajar bukan saja untuk mengetahui sejauh mana kemajuan siswa setelah menyelesaikan suatu aktifitas siswa. Siswa yang mengetahui hasil belajarnya rendah akan terdorong untuk belajar lebih giat lagi. Sementara siswa yang mengetahui hasil belajarnya sudah mengalami kemajuan, maka ia akan berusaha mempertahankannya.
Metode Discovery
Salah satu metode pembelajaran dalam matematika, yang sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini merupakan suatu cara yang mengembangkan cara belajar siswa aktif maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan oleh siswa, dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri.
Menurut Sund (dalam Suryosubroto 2009:179) berpendapat bahwa “discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip “. Proses mental tersebut misalnya, mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Yang dimaksud dengan konsep, misalnya segitiga, demokrasi, panas, energi dan sebagainya. Sedangkan prinsip misalnya, logam apabila dipanasi mengembang. Metode discovery (penemuan) merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif , berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan
79
reflektif. Metode discovery (penemuan)merupakan suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan informasi sendiri.
Menurut Hamdani (2010:184) “
Discovery (penemuan ) adalah proses
mental ketika siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip “. Metode discovery dalam pembelajaran dapat lebih membiasakan kepada anak untuk membuktikan sesuatu mengenai materi pembelajaran yang sudah dipelajari.
Membuktikan dengan melakukan penyelidikan sendiri oleh siswa dibimbing oleh guru, penyelidikan- penyelidikan itu dilakukan oleh para siswa untuk menemukan suatu pengetahuan baru. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran.
Menurut Roestiyah (2008:20) ”
Discovery learning ialah suatu cara
mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri”. Dalam metode discovery siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Dengan demikian, pada pengajaran discovery kegiatan belajar mengajar harus direncanakan sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan atau prinsip-prinsip melalui mentalnya dengan mengamati, mengukur, menduga, menggolongkan, mengambil kesimpulan dan sebagainya.
Menurut Heruman (2007:4) “ tujuan dari metode penemuan adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih berbagai
kemampuan intelektual siswa, merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka”. Penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilkan menyelidiki dan memecahkan masalah. Menurut Suryosubroto (2009:178)” metode penemuan adalah suatu metode dimana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa siswa dikatakan melakukan discovery bila siswa terlihat menggunakan proses mentalnya dalam usaha menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip. Proses mental yang dilakukan yaitu, mengamati, menggolongkan, mengukur, menduga dan mengambil kesimpulan. Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh memecahkan masalah melalui percobaan.
Langkah-langkah Melaksanankan
Metode Discovery
Dengan menggunakan metode discovery dapat melibatkan siswa dalam proses mental melalui tukar pendapat yang berwujud diskusi, seminar, dan sebagainya. Untuk dapat menyampaikan pelajaran dengan efektif dan efisien, guru perlu memilih metode yang tepat dalam pembelajaran. Dengan metode ini, siswa dihadapkan kepada situasi dimana ia bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan.
Menurut Hamdani (2010:185) salah satu bentuknya adalah guided
discovery lesson (pelajaran dengan
penemuan terpimpin), yang langkah-langkahnya sebagai berikut :
80
a) Adanya problema yang akandipecahkan, yang dinyatakan dengan pernyataan atau pertanyaan.
b) Jelas tingkat atau kelasnya (dinyatakan dengan jelas tingkat siswa yang akan diberi pelajaran, misalnya SMP kelas III).
c) Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa melalui kegiatan tersebut perlu ditulis dengan jelas. d) Alat atau bahan perlu disediakan sesuai
dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan.
e) Dikusi sebagai pengarahan sebelum siswa melaksanakan kegiatan.
f) Kegiatan metode penemuan oleh siswa berupa penyelidikan atau percobaan untuk menemukan konsep atau prinsip yang telah ditetapkan.
g) Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya mental operasional siswa, yang diharapkan dalam kegiatan.
h) Perlu dikembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka, yang mengarah pada kegiatan yang dilakukan siswa.
i) Ada catatan guru yang meliputi penjelasan tentang hal-hal yang sulit dan faktor-faktor yang dapat memengaruhi hasil, terutama penyelidikan yang mengalami kegagalan atau tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
Kegiatan ini dilakukan pada saat tatap muka atau pada saat kegiatan terjadwal. Dengan demikian, menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreatifan dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar.
Sedangkan menurut Sagala (2009:197) ada lima tahapan yang
ditempuh dalam melaksanakan pendekatan discovery yakni : (1). Perumusan masalah untuk dipecahkan siswa; (2). Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis; (3). Siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan/hipotesis; (4). Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi; (5). Mengaaplikasikan kesimpulan/generalisasi dalam situasi baru.
Dari pendapat para ahli diatas, penulis menerapkan langkah-langkah melaksanakan metode discovery dalam pembelajaran menurut pendapat Hamdani. Model komunikasi yang digunakan metode discovery bukan komunikasi satu arah, tetapi komunikasi banyak arah. Tugas utama guru memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri.
Kelebihan Dan Kelemahan Metode Discovery
Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pembelajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Penggunaan metode
Discovery ini agar guru berusaha
meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan belajar yang aktif dimana siswa belajar membangun sendiri pengetahuannya, siswa mencari sendiri makna dari apa yang dipelajari, dengan kata lain kegiatan belajar dapat melibatkan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Dengan metode ini, dapat membantu guru untuk mengarahkan kegiatan siswa kearah tujuan yang ingin dicapai. Menurut
81
Roestiyah (2008:20) keunggulan teknikdiscovery sebagai berikut :
1) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak kesiapan; serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 3) Dapat membangkitkan kegairahan
belajar para siswa.
4) Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 5) Mampu mengarahkan cara siswa
belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar giat. 6) Membantu siswa untuk memperkuat
dan menambah kepercayaan pada diri dengan proses penemuan sendiri. 7) Strategi itu berpusat pada siswa tidak
pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja; membantu bila diperlukan. Selain memiliki kelebihan metode discovery juga memiliki kelemahan yang perlu diperhatikan ialah :
1) Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik. 2) Bila kelas terlalu besar penggunaan
teknik ini akan kurang berhasil
3) Bagi guru dan iswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan.
4) Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses
pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa. 5).
5) Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif.
Dengan demikian, hal tersebut dapat diatasi, jika adanya usaha yang dilakukan dari pihak guru maupun dari dalam diri siswa untuk belajar giat dan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaarn yang disajikan.
Hakikat Pembelajaran Matematika Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal-hal itu. Menurut Soedjadi (dalam Heruman 2007:1) “ hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif “. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakan.
Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika. Konsep-konsep kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Menurut Ruseffendi (dalam Heruman 2007:1) ” matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang
82
tidak didefenisikan, ke unsur yangdidefenisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil”.
Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menuju tahap keterampilan harus melalui langkah-langkah benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika.
1. Penanaman konsep dasar (penanaman
konsep), yaitu pembelajaraan suatu
konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut.
2. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.
3. Pembinaan keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahan konsep. Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.
Dalam pembelajaran matematika siswa harus mampu menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukan. Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang diajarkan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pre tes, hasil belajar siswa masih terlihat rendah dimana 25 siswa (83,33%) tingkat penguasaan tidak
tuntas dan 5 siswa (16,66%) tingkat penguasaaannya tuntas walaupun nilai yang diperoleh tidak begitu tinggi. Sedangkan nilai rata-rata kelas 48,16.
Berdasarkan hasil pretes tersebut, diketahui bahwa kesulitan yang dihadapi siswa pada pretes tersebut adalah :
1. Masih rendahnya tingkat penguasaan siswa pada materi yang akan dipelajari. 2. Siswa masih belum menerima materi
pelajaran dari guru.
Secara ringkas keberhasilan awal siswa pada saat diberikannya soal pretes dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 1. Frekuensi Nilai Siswa Pada Pretes Nilai F % 15 1 3,33% 20 1 3,33% 30 3 10% 35 5 16,66% 40 4 13,33% 50 5 16,66% 55 2 6,66% 60 4 13,33% 65 1 3,33% 75 2 6,66% 85 2 6,66% Jumlah 1445 N 30 Rata-rata nilai 48,16 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai siswa sebesar 48,16. Dari 30 siswa yang diberikan tes awal terdapat 25 orang siswa yang tidak tuntas belajar dengan persentase (83,33%) dan sebanyak 5 orang siswa yang telah mencapai standar ketuntasan belajar dengan persentase (16,66%). Kemampuan awal siswa masih tergolong kategori tidak tuntas dalam belajar. dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kemampuan awal siswa masih rendah dalam materi mengenal bangun datar simetris.
83
Dari hasil pretes di atas banyaksiswa yang belum mencapai kriteria nilai yang telah ditentukan dalam menjawab soal.
Deskripsi Dan Hasil Tindakan Pada Siklus I
Pada kegiatan ini, tindakan peneliti bersama guru kelas menerapkan metode discovery. Melalui metode pembelajaran ini, diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat. Sebelum peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru terlebih dahulu menyampaikan salam kepada semua siswa, menertibkan siswa agar pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa bisa lebih fokus terhadap materi yang disajikan guru, lalu guru mengabsensi siswa. Pembelajaran pada materi mengenal bangun datar simetris dimulai dengan guru memberikan contoh bangun datar simetris dan yang asimetris.
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang mengarah pada kegiatan, siswa menyimak pertanyaan yang diberikan oleh guru dan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Untuk mengefektifkan siswa, maka guru membagi siswa menjadi 5 kelompok belajar yang terdiri dari 6 orang siswa dalam satu kelompok, guru membagikan alat atau bahan kepada masing-masing kelompok, setelah guru membagikan alat atau bahan guru membagikan LKS kepada tiap kelompok. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang apa yang akan dikerjakan dan guru memberikan permasalahan kepada siswa dengan meminta siswa untuk menyelidiki dan menemukan bangun datar simetris, meminta siswa untuk menyelidiki dan menemukan bangun datar asimetris
kemudian membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan dan guru menjelaskan kepada siswa untuk berpikir kritis dalam melakukan percobaan.
Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk melakukan percobaan. Pada saat siswa melakukan percobaan dengan teman kelompoknya, peneliti yang dibantu dengan teman sejawat sebagai observer mengawasi diskusi, dengan memperhatikan setiap anggota kelompok dan guru mencatat hal-hal yang belum diketahui siswa tentang materi mengenal bangun datar simetris. peneliti menemukan berbagai permasalahan selama proses pembelajaran berlangsung yaitu masih banyak siswa yang pasif, monoton, tidak mau mengalah, dan suka mengganggu teman kelompok lain. Setelah siswa selesai mengerjakan tugas yang diberikan guru memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru.
Sebelum pembelajaran diakhiri guru melakukan post tes secara lisan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa tentang materi mengenal bangun datar simetris.
Observasi atau pengamatan dilakukan oleh guru kelas IV dengan tujuan apakah penerapan tindakan telah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Berdasarkan hasil observasi pada Siklus I guru belum optimal dalam melaksanakan tindakan terutama pada metode discovery dalam pembelajaran. Setelah melakukan tindakan dengan menggunakan metode discovery pada materi mengenal bangun datar simetris maka diadakan post tes siklus I.
Dari hasil post test dapat dilihat bahwa kemampuan siswa pada materi mengenal bangun datar simetris meningkat
84
dari hasil tes awal pemerolehan nilairata-rata 48,16 menjadi 64. Setelah diadakan tindakan dan perbaikan pada Siklus I dari 30 siswa, terdapat 17 orang siswa (56,66%) yang tidak tuntas dalam belajar dan terdapat 13 orang siswa (43,33%) yang mencapai syarat tuntas dalam belajar. Secara ringkas tindakan keberhasilan siswa pada Siklus Idapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Frekuensi Nilai Siswa Pada Post Tes Siklus I
Nilai F % 30 1 3,33% 35 1 3,33% 40 1 3,33% 45 5 16,66% 50 6 20% 55 3 10% 65 1 3,33% 80 2 6,66% 70 2 6,66% 90 2 6,66% 95 4 13,33% 100 2 6,66% Jumlah 1920 N 30 Rata-rata nilai 64
Berdasarkan tabel terlihat bahwa tingkat ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal adalah sebanyak 17 orang siswa yang tidak tuntas dalam belajar dengan persentase (56,66%) dan sebanyak 13 orang siswa yang telah mencapai standar ketuntasan belajar dengan persentase (43,33%) dengan rata-rata nilai 64.
Dari hasil analisis data bahwa persentase ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal pada pretes sebesar 5 orang siswa (16,66%) dengan rata-rata nilai 48,16. Pada Siklus I ini terjadi peningkatan nilai persentase ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 13 orang siswa (43,33%) dengan rata-rata nilai 64.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa secara klasikal sebesar (26,67%) dari hasil pretes sebelumnya.
Hasil post tes siklus I ini menunjukkan kemampuan siswa secara klasikal belum mencapai ketuntasan belajar. Hal ini diantaranya disebabkan penerapan metode oleh guru belum tepat, masih ada beberapa siswa yang terlihat tidak serius dalam mengikuti pembelajaran, guru kurang membimbing siswa dalam melakukan percobaan sehingga siswa belum terlalu memahami materi mengenal bangun datar simetris dan ada juga siswa yang terlihat tidak biasa mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh peneliti karena siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran metode ceramah.
Siswa di katakan berhasil apabila mencapai ketuntasan belajar minimal 80% dari jumlah siswa. Untuk mendapatkan target ketuntasan minimal, maka dilakukan perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi mengenal bangun datar simetris pada pelaksanaan Siklus II.
Deskripsi dan Hasil Tindakan Siklus II Berdasarkan hasil observasi dan post tes Siklus I, diperoleh bahwa masih ada siswa yang belum aktif dalam belajar dan hasil yang diperoleh siswa belum mencapai ketuntasan. Permasalahan yang dialami siswa dari segi materi pelajaran adalah siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal pada materi mengenal bangun datar simetris. Pada siklus II ini peneliti akan tetap menggunakan materi yang sama dengan siklus I.
Pelaksanaan tindakan siklus II peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran yang telah disusun
85
merupakan pengembangan dari rencanapeksanaan pembelajaran sebelumnya Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti adalah sama dengan siklus I, karena berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, siswa senang mengikuti kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti.
Sebelum peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran, guru terlebih dahulu mengucapkan salam kepada semua siswa, dan menertibkan siswa agar
pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa lebih fokus terhadap materi yang disajikan. Sebelum pembelajaran dimulai guru mencoba melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab kepada siswa, disini sudah mulai banyak siswa yang terlihat aktif dalam menuangkan ide dan gagasan siswa dalam menjawab pertanyaan guru.
Guru memberikan contoh bangun datar simetris dan yang asimetris, pada saat guru memberikan contoh siswa ribut dan tidak konsentrasi dalam pembelajaran, untuk mengatasi siswa yang ribut guru memberikan arahan kepada siswa tentang dan mendengarkan guru memberikan contoh bangun datar simetris dan yang asimetris dengan baik. Setelah memberikan contoh guru meminta siswa menyebutkan contoh bangun datar (benda) simetris dan asimetris yang ada disekitar lingkungan sekolah dan guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang mengarah pada kegiatan dengan tujuan agar siswa aktif dalam proses pembelajaran di dalam kelas.
Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 orang siswa. Setelah itu, guru memberikan alat atau bahan kepada masing-masing kelompok dan guru juga membagikan LKS kepada tiap kelompok. Siswa
mendengarkan penjelasan tentang apa yang akan dikerjakan dan guru memberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran dengan meminta siswa untuk menyelidiki dan menemukan bangun datar simetris, meminta siswa menyelidiki dan menemukan bangun datar asimetris dan meminta siswa untuk membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan.
Setelah guru memberikan masalah kepada siswa, guru memberikan contoh melakukan percobaan dengan benar dan siswa memperhatikan guru memberikan contoh melakukan percobaan. Guru menjelaskan kepada siswa untuk berpikir kritis dalam menemukan permasalahan yang diberikan oleh guru.
Guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok melakukan percobaan sesuai dengan langkah kerja yang terdapat di LKS, selama kerja kelompok berlangsung guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa pada setiap kelompok. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mengerjakan LKS yang di berikan. Setelah selesai melakukan percobaan guru memberikan kesempatan kepada setiap perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil laporan kelompoknya dan kelompok lain menanggapimya dan guru mencatat hal-hal yang belum diketahui siswa tentang materi mengenal bangun datar simetris. Sebelum proses pembelajaran selesai guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kepada guru dan guru menjawab pertanyaan siswa. Pada pertemuan siklus II siswa sudah mulai mempunyai keberanian bertanya kepada guru dan siswa sudah mulai
86
memahami materi mengenal bangun datarsimetris
Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa proses belajar mengajar sudah berlangsung dengan baik. Hasil observasi paada siklus II mengalami peningkatan dari sebelumnya. Dari hasil observasi pada siklus II yang dilaksanakan guru sudah optimal dalam melaksanakan tindakan terutama pada penggunaan metode discovery (penemuan) dalam pembelajaran matematika.
Setelah tindakan siklus II selesai dilakukan, siswa diberikan post tes untuk mengetahui tingkat penguasaan dan ketuntasan siswa setelah diterapkan metode pembelajaran discovery (penemuan) siklus II.
Dari hasil post test siklus II, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata siswa sebesar 81. sebanyak 27 orang atau (90%) orag siswa dengan ketuntasan maksimal, 3 orang atau (10%) siswa yang tidak tuntas. frekuensi ketercapain tingkat ketuntasan hasil belajar siswa, secara ringkas seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Frekuensi Nilai Siswa Siklus II
Nilai F % 25 1 3,33% 55 1 3,33% 60 1 3,33% 65 2 6,66% 70 3 10% 75 1 3,33% 80 4 13,33% 85 7 23,33% 90 3 10% 95 2 6,66% 100 5 16,66% Jumlah 2430 N 30 Rata-rata nilai 2430 Berdasarkan tabel tingkat ketuntasan hasil belajar siswa secara
klasikal adalah sebanyak 3 orang siswa (10%) yang tidak tuntas dan sebanyak 27 orang siswa (90%) yang telah mencapai ketuntasan belajar dengan rata-rata nilai 81.
Dari post tes siklus II nampak terjadi peningkatan dari sebelumnya, hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus I sebanyak (43,33%) dengan rata-rata 64 yang mencapai ketuntasan naik menjadi (90%) dengan rata-rata 81 pada siklus II. Dapat dikatakan terjadi peningkatan hasil belajar siswa secara klasikal pada siklus II sebesar 46,67%.
Pelaksanaan pembelajaran dengan metode discovery sudah tercapai. Hal ini dapat dilihat keberhasilan pemberian tindakan pada siklus II. Dari hasil siklus II diatas banyak siswa yang telah mencapai kriteria nilai yang telah ditentukan dalam menjawab soal. tingkat ketercapaian indikator hasil belajar pada siklus II dirangkum pada tabel sebagai berikut:
Upaya-upaya yang telah dilakukan pada pembelajaran matematika pada Siklus II semakin baik setelah penerapan metode yang digunakan oleh guru semakin tepat, seluruh siswa serius mengikuti pembelajaran, guru membimbing siswa dengan baik dalam melakukan percobaan sehingga seluruh siswa memahami materi mengenal bangun datar simetris dan seluruh siswa terbiasa dengan metode pembelajaran discovery (penemuan) ketika proses pembelajaran berlangsung. Tujuan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada penguasaan materi mengenal bangun datar simetris dengan menggunakan metode discovery tercapai sehingga tidak perlu melanjutkan siklus berikutnya.
87
Pembahasan Hasil PenelitianBerdasarkan hasil temuan diatas, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar pada masing-masing tahap siklus pembelajaran Pada pree tes diketahui pengetahuan awal siswa rata-rata 48,16 dan tingkat ketuntasan belajar siswa hanya 16,66%. Setelah diterapkan tindakan siklus I menggunakan metode discovery (penemuan) proses pembelajaran mulai membaik. Hasil post tes pada siklus I diperoleh rata-rata tingkat penguasaan siswa sebesar 64 dengan tingkat ketuntasan 43,33% yang sekaligus menyatakan ketuntasan belajar secara klasikal siswa belum tercapai. Hal ini mendorong perlunya tindakan siklus II.
Setelah dilakukan tindakan siklus II, dari hasil post tes siklus II diperoleh rata-rata tingkat penguasaan siswa sebesar 81 dengan tingkat ketuntasan 90% sehingga secara klasikal siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan dalam belajar. Pada siklus II proses pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran dipandang sudah cukup baik, secara kelas siswa juga dinyatakan telah mencapai ketuntasan dalam belajar matematika materi mengenal bangun datar simetris sehingga tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.
Dengan demikian, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode discovery (penemuan) dalam pembelajaran matematika cendrung dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi mengenal bangun datar simetris kelas IV di SD Negeri 155686 Untemungkur II. Berikut gambaran hasil penelitian dengan menggunakan metode discovery (penemuan) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, peningkatan hasil belajar siswa pada pretes, siklus I dan Siklus II.
Tabel 4. Peningkatan hasil belajar siswa pada Pretes, Siklus I dan II No Siklus Rata-rata hasil belajar
1 Pretes 48,16
2 I 64
3 II 81
Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa hasil belajar dari Pretes sampai denga siklus II mengalami peningkatan. Pada pretes hasil rata-rata yang diperoleh adalah 48,16 meningkat menjadi 64 pada siklus II dan mengalami peningkatan mencapai 81 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode discovery pada mata pelajaran matematika kelas IV SD Negeri 155686 Untemungkur II dapat meningkatkan hasil belajar siswa. untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar diagram dibawah ini:
Diagram 1. Peningkatan Hasil belajar Siswa pada Pretes, Siklus I dan Siklus II
Gambar diagram diatas pada pretes hasil rata-rata yang diperoleh adalah 48,16 meningkat menjadi 64 pada siklus I dan pada siklus II mengalami peningkatan mencapai 81.
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode discovery (penemuan) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran dengan menggunakan metode discovery (penemuan) berdampak positif bagi siswa yaitu siswa menjadi aktif dalam mengikuti
0 100 P retes Sikl u … Si kl u … 48,16 64 81
p
e
rsent
ase
88
pembelajaran, karena pengalaman danpercobaan langsung siswa akan berpengaruh besar terhadap hasil belajar, membuat guru untuk lebih menguasai materi karena guru sebagai fasilitator harus menguasai materi dan mampu mengembangkannya serta guru sebagai motivator yang mampu memotivasi siswa untuk melakukan penemuan melalui percobaan dan menyediakan kesempatan, pengalaman yang mendukung proses belajar mengajar.
Terlihat pada pretes hasil belajar yang diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 48,16 dengan tingkat ketuntasan 16,66%. Kegiatan guru dalam melaksanakan pembelajaran belum optimal dan kegiatan siswa juga belum maksimal. Siswa belum terkondisikan dengan baik, sehingga masih banyak siswa yang membuat ramai dan kurang memperhatikanpenjelasan guru. Pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 64 dengan tingkat ketuntasan 43,33%, hal ini terlihat pada proses pembelajaran kegiatan guru dan siswa sedah mengalami peningkatan dan siklus yang ke II memperoleh nilai rata-rata sebesar 81 dengan tingkat ketuntasn 90%. Terlihat bahwa pada siklus II kegiatan guru dan siswa sudah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode discovery secara maksimal sehingga hasil yang diperoleh juga maksimal, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode discovery mengalami peningkatan hasil belajar yang sangat baik sesuai dengan indikator keberhasilan
Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan diatas, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran khususnya pembelajaran Matematika untuk menggunakan metode
discovery sehingga pembelajaran
menjadi lebih optimal dan hasil belajar menjadi meningkat.
2. Siswa diharapkan agar lebih banyak melakukan latihan-latihan dirumah untuk menyelasikan soal-soal latihan mengenai materi mengenal bangun datar simetris dan disarankan tidak malu atau enggan bertanya kepada guru jika ada hal-hal yang masih belum dimengerti.
3. Kepada kepala sekolah disarankan untuk membuat kebijakan agar semua guru menggunakan metode discovery sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas siswa siswa dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran yang dharapkan dapat tercapai, dan hasil belajar siswa meningkat.
4. Bagi peneliti yang lain tidak menggunakan soal yang berulang dalam memberikan tes hasil belajar siswa.
RUJUKAN
Aqib, Zainal. 2008. Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Yramawidya Arikunto, S. dkk. 2006. Penelitian
Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar Dan
Pembelajaran, Jakarta : Rineka
Cipta
Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia. Hamzah. 2010. Teori Motivasi dan
Pengukurannya. Gorontalo : Bumi aksara
89
Heruman. 2007. Model PembelajaranMatematika di Sekolah Dasar, Bandung: Remaja Rosdakarya. Mustaqim, B. 2008. Ayo Belajar
Matematika untuk SD dan MI Kelas IV, Jakarta: Pusat Perbukuan Departement Pendidikan Nasional. Purwanto. 2008. Evaluasi hasil Belajar.
Yogyakarta: Pustaka Remaja Roestiyah. 2008. Strategi Belajar
Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta. Sagala S. 2009. Konsep dan Makna
Pembelajaran, Bandung: Alfabeta. Sardiman, AM 2003. Interaksi dan
Motivasi belajar mengajar. Jakarta :Grasfindo Persada
Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sudjana. 2005. Metoda Statistik, Bandung: Tarsito.
Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.