• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu aspek intrinsik dalam teks sastra adalah tokoh atau karakter dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu aspek intrinsik dalam teks sastra adalah tokoh atau karakter dalam"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Intrinsik 1. Tokoh Dan Penokohan

Salah satu aspek intrinsik dalam teks sastra adalah tokoh atau karakter dalam sebuah karya sastra mempunyai posisi yang penting, karena dari tokoh tersebut pembaca menjadi mengerti bagaimana pikiran dan maksud pengarang. Istilah “tokoh” menunjuk pada orang, pelaku cerita, pada sebuah karya fiksi. Sedangkan penggunaan istilah “karakter” dalam Teori Pengkajian Sastra adalah sebagai berikut :

“Istilah karakter dalam berbagai literature bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut.”

(Nurgiyantoro; 1995:165) Kita dapat menyimpulkan bahwa karakter dapat diartikan sebagai pelaku cerita dan perwatakan. Kepribadian seorang tokoh dapat kita telusuri dari dialog yang diucapkannya atau tingkah laku berdasarkan diskripsi yang diberikan pengarang. Hal tersebut dikatakan oleh Nurgiyantoro, bahwa orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan, (1995:167)

Menurut Potter, dalam Element of Literature, tokoh adalah unsur dasar dari karya sastra yang imajinatif dan merupakan sisi yang paling disoroti dan banyak diperhatikan dalam sebuah karya sastra.

(2)

“Character are a basic in element in much imaginative literature, and therefore they merit the considerable attention paid to them. When critics speak of a character, they mean any person who figures in literary work, not particularly a peculiar or eccentric one; sometimes a given character does not actually appear but is merely talked about “.

(Potter; 1967:1) Aminnudin juga sependapat dengan Potter bahwa: tokoh merupakan elemen penting dalam sebuah karya sastra. Tokoh dapat didefinisikan sebagai aktor yang berperan dalam setiap babak dari cerita fiksi agar babak-babak dalam cerita tersebut dapat dugubah secara kronologikal. (1994:198)

Menurut perwatakannya, tokoh biasanya dibedakan menjadi tokoh bulat (round character) dan tokoh sederhana (flat character). Tokoh bulat (round character) merupakan tokoh yang dinamik, tidak statis. Karakter tokoh itu dapat berubah, berkembang bahkan mengejutkan pembaca. Sedangkan tokoh datar (flat character) adalah tokoh yang berkarakter sederhana, simple dan statis. Sejak dari awal cerita hingga akhir cerita, tokoh tersebut tidak banyak berubah banyak. (Semi : 1993 : 75).

Sedangkan penokohan dan karakterisasi (characterization), sama juga dinamakan karakter dan perwatakan merupakan teknik atau cara pengarang untuk menampilkan karya sastra tersebut. Penokohan menurut Semi (1988:23) adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.

Potter juga memaparkan bahwa istilah tokoh yang selama ini digunakan tidak mengacu pada orangnya, melainkan sifat, kepribadian, tingkah laku, keadaan fisik dan moral tokoh.

“ When the term character is used not to refer to a person in a literary work but he is like, it generally refers to his whole nature, his personality, his attitude toward life, his ‘spiritual” qualities, his intelligence, even his physical build, as

(3)

(Potter ;1967:3) Menurut Brackett (1964: 29-30) mendefinisikan istilah penokohan terdiri atas empat (4) macam yaitu :

a. Physical Description.

It is the very simplest phase of characterization with in an imaginative work. The author gives detailed description an explanation about gender, age, physical, appearance and complexion.

b. Social Description.

The author in this regard describes all factors related to social item such as social status, economy status, marital status, occupation, religion and family interralation.

c. Psychological Description.

Aspects of characters with in a literary work such as emotion, like, attitude and intellect matter. This phase is the most important thing since feeling and attitude give more abvious description than physical social ones.

d. Moral Description

In many literary works, aspect of moral can be traced clearly in serious novel in general and tragedy drama in particular.

2. Setting/latar

Dalam karya sastra, setting merupakan elemen pembentuk cerita ynang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya sastra (Abrams, 1981: 1975). Walaupun setting dimaksudkan untuk

(4)

mengidentifikasikan situasi yang tergambar dalam cerita, keberadaan elemen setting hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan dimana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis. Dari kajian setting akan dapat diketahui sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara perilaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat, situasi sosial, dan pandangan masyarakatnya. Disamping itu, kondisi wilayah, letak geografi, struktur sosial juga akan menentukkan watak-watak atau karakter tokoh-tokoh tertentu. Karena itu, fungsi setting dalam sebuah karya sastra tidak bisa dilepaskan dari masalah yang lain seperti tema, tokoh, bahasa, medium sastra yang dipakai, dan persoalan-persoalan yang muncul yang kesemuanya merupakan satu bagian yang tidak dapat terpisahkan.

Sumardjo juga berpendapat bahwa setting yang berhasil haruslah terintegrasi dengan tema, watak, gaya, implikasi, atau kaitan filosofisnya (Sumardjo, 1986:76). Dalam hal ini tentu setting harus mampu membentuk tema dan plot tertentu yang dimensinya terkait dengan tempat, waktu, daerah, dan orang-orang tertentu dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup, dan cara berfikirnya.

Jadi telaah setting dalam sebuah karya sastra bukan berarti bahwa persoalan yang dilihat hanya sekedar tempat terjadinya peristiwa, saat terjadinya peristiwa, dan situasi sosialnya, melainkan juga konteks yang kaitannya dengan perilaku masyarakat dan watak para tokohnya sesuai dengan situasi pada saat karya sastra diciptakan.

(5)

B. Aspek Ekstrinsik

Dalam teori psikoanalisa, kepribadian dianggap sebagai struktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem, yakni id, ego, dan superego. Meskipun ketiga sistem tersebut memiliki fungsi, kelengkapan, prisip operasi, dinamisme, dan mekanisme masing-masing, ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling keterkaitan serta membentuk suatu totalitas. Tingkah laku manusia tidak lain merupakan produk interaksi antara id, ego, dan superego. Hal ini berarti bahwa manusia sebagai sistem yang kompleks memakai energi untuk berbagai tujuan seperti bernafas, bergerak, mengamati, dan mengingat. (Koswara; 1993:33)

1. Id

Id adalah segi kepribadian tertua, sistem kepribadian pertama, ada sejak lahir (bahkan mungkin sebelum lahir), diturunkan secara genetik, langsung berkaitan dengan dorongan-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber cadangan energi manusia, sebagai jembatan antara segi biologis dan psikis manusia. Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang amat primitif sehingga bersifat kaotik (kacau, tanpa aturan), tidak mengenal moral, tidak memiliki rasa benar-salah. Satu-satunya yang diketahui Id adalah perasaan senang-tidak senang, sehingga dikatakan bahwa Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle). Ia selalu mengejar dan menghindar dari ketegangan. Untuk menjalankan fungsinya Id memiliki dua mekanisme dasar, yaitu: gerakan-gerakan refleks dan proses primer. Gerakan refleks tidak selalu efisien dalam meredakan ketegangan, sehingga diperlukan proses dimana manusia membentuk citra dari objek yang berguna bagi pemuasan suatu kebutuhan

(6)

mendasar. Proses pembayangan ini disebut proses primer dan memiliki ciri: tidak logis, tidak rasional, tidak dapat membedakan antara khayalan dan realitas. Untuk dapat bertahan hidup maka berkembanglah sistem kepribadian yang kedua.

2. Ego

Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada Id dan harus mencari realitas apa yang dibutuhkan Id sebagai pemuas kebutuhan dan pereda ketegangan. Dengan demikian Ego adalah segi kepribadian yang dapat membedakan antara khayalan dan kenyataan serta mau menanggung ketegangan dalam batas tertentu. Berlawanan dengan Id yang berkerja berdasarkan prinsip kesenangan, Ego bekerja berdasarkan prinsip realita (reality principle), artinya ia dapat menunda pemuasan diri atau mencari bentuk pemuasan lain yang lebih sesuai dengan batasan lingkungan (fisik maupun sosial) dan hati nurani. Ego menjalankan proses sekunder (secondary process), artinya ia menggunakan kemampuan berpikir secara rasional dalam memecahkan masalah yang terbaik.

3. Superego

Superego merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada dalam masyarakat dimana individu itu hidup. Titik perkembangan yang amat penting dalam pembentukkan Superego adalah dilaluinya tahap oedipal dengan baik. Freud membagi Superego dalam dua subsistem yaitu hati nurani dan Ego ideal. Hati nurani diperoleh melalui penghukuman berbagai perilaku yang dinilai ‘jelek’ dan menjadi dasar bagi rasa bersalah (guilt feeling). Ego ideal adalah hasil pujian dan

(7)

penghadiahan atas berbagai perilaku yang dinilai baik. Seseorang mengejar keunggulan dan kebaikan dan bila berhasil akan memiliki nilai diri (self esteem) dan kebanggaan diri (pride). Berbeda dengan Ego yang berpegang pada prinsip realitas, superego yang memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri (self control) selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.

4. Perkembangan Kepribadian

Didalam Kepribadian dan Perkembangan, Brouwer (1979: 8) berpendapat bahwa kepribadian seseorang merupakan ciptaan lingkungan. Istilah lingkungan disini dapat diperinci menjadi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik meliputi letak geografis dan keadaan alam suatu tempat, sedangkan lingkungan sosial lebih banyak berhubungan dengan manusia yaitu manusia tempat individu hidup dan juga berhubungan dengan keadaan ekonomi dan kepercayaan suatu tempat.

Dalam Ensiklopedi psikologi, perkembangan kepribadian yang didefinisikan sebagai watak seseorang individu yang menentukan bagaimana cara uniknya membuat penyesuaian terhadap lingkungannya. Perkembangan dimulai waktu lahir dan berlangsung sepanjang hidup. Erikson dan Sullivan (1996:22) menekankan bahwa hubungan antar pribadi sepanjang hayat individu yang menentukkan kemampuan penyesuaian dan perkembangan pribadi yang lain. Manusia didalam kehidupan akan mengalami perkembangan kepribadian disamping perkembangan fisik yang tentu saja sesuai dengan bertambahnya umur. Hal ini sesuai dengan hukum kepribadian yang menyatakan antara lain bahwa setiap pribadi berkembang secara kontinyu dari masih bayi sampai meninggal dunia melalui seluruh perkembangan

(8)

kehidupan itulah perubahan-perubahan itu terjadi walaupun adanya pribadi itu sendiri tetap.

Hal yang sama diungkap oleh Horton et al (1993:104), mereka berpendapat bahwa dalam hal pergaulan seseorang bisa sangat dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya apabila lingkungan tersebut buruk maka ia akan terpengaruh menjadi pribadi yang buruk, sebaiknya bila lingkungan itu baik maka dia akan menjadi individi yang baik pula. Pendapat tersebut didukung oleh Lubis (1996:18) dalam buku sastra dan tekniknya, bahwa anggota dan masyarakat terdapat proses saling mempengaruhi. Manusia berkembang pribadinya dengan segala sikap-sikapnya, nilai-nilainya, dan lain-lain dipengaruhi oleh lingkungannya mulai dari keluarga, pergaulan, pendidikan, apa yang dilihat, didengar, dibaca, dan juga pengalaman hidupnya.

5. Interaksi Sosial

Dalam Kamus Psikologi, Interaksi Sosial berarti saling mempengaruhi antar individu atau kelompok, perilaku sosial (Karto et al, 1987:349). Menurut Soekanto (1990:67) , interaksi sosial adalah syarat utama dalam aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi ini merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan dan kelompok manusia.

Bentuk-bentuk interaksi sosial antara lain yaitu kerjasama (cooperation) yaitu kerjasama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama. ( Soekanto, 1990 :63). Dapat ditarik kesimpulan dari berbagai pendapat diatas bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lainnya. Mereka tidak dapat

(9)

berdiri sendiri untuk mencapai apa yang diinginkan dalam hidup mereka. Dalam hal ini interaksi dengan sesama mempunyai peranan yan sangat penting didalam kehidupan manusia

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan metode simulasi melalui media gambar pada kelas VII semester II MTs Raudhatul Jannah Palangka Raya tahun pelajaran 2014/2015 pada pembelajaran IPA Biologi

barang paket pekerjaan Perencanaan Kegiatan DAK BKPPP Tahun 2015 pada Badan. Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan dengan harga borongan sebesar

KERJASAMA ANTARA GURU DENGAN PUSTAKAWAN DALAM LAYANAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu. Sekolah SD Hikmah

Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

Data di dapat dengan penyebaran kuisioner kepada pengguna angkutan Nice Trans Taxi dan juga wawancara dengan pengelola Nice Trans Taxi kemudian data dianalisis, hasil analisis

Inventarisasi Permasalahan Guru Pemula dan Upaya Guru Pakar serta Kepala Sekolah dalam Mengatasi Permasalahan Guru Pemula (Terkait Empat Kompetensi Guru dalam Pembelajaran

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa kemampuan maksimum benda uji ditarik berada pada komposisi 8:8 yakni berada pada 3058,6 kPa, ini menunjukkan bahwa

Tabel 4.10 Hasil Uji Chi Square Hubungan Karakteristik Ibu Postpartum Berdasarkan Dukungan Sosial dengan Kejadian Baby Blues ....