• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. commit to user"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abad 21 adalah era digital dengan perkembangan serta penyebaran informasi yang semakin luas dan cepat. Persaingan global dalam era digital membutuhkan lebih dari sekadar penguasaan ilmu pengetahuan, melainkan juga penguasaan berbagai keterampilan meliputi keterampilan berpikir kritis, memecahkan masalah, mengkomunikasikan, bekerjasama, berkreasi, literasi, dan kesadaran mengenai isu-isu global (Kay, 2009; Silva, 2009; Walsh & Sattes, 2011). Abad 21 membutuhkan generasi pemikir kritis yang mampu memecahkan masalah serta berpartisipasi aktif mengambil keputusan terhadap isu-isu lokal dan global yang dibentuk melalui proses belajar (Silva, 2009).

Belajar menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2010) adalah seperangkat proses kognitif yang mampu mengolah informasi menjadi kapabilitas baru berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Pengertian belajar menurut Gagne mengindikasikan bahwa hasil belajar meliputi tiga ranah yaitu keterampilan, pengetahuan, serta sikap yang diperoleh selama proses pembelajaran. Belajar dalam pembelajaran memerlukan proses berpikir yang menurut Deluty (2010) diidentifikasi melalui pertanyaan selama proses pembelajaran untuk melatihkan berbagai keterampilan abad 21. Pendapat Deluty (2010) diperkuat oleh pernyataan Walsh dan Sattes (2011) bahwa pertanyaan yang diajukan siswa merupakan tanda keterlibatan siswa dalam belajar dan berpikir. Pertanyaan merupakan indikator proses berpikir karena berpikir tidak didorong oleh pendapat atau jawaban, namun oleh pertanyaan.

Hasil observasi proses pembelajaran selama kegiatan PPL di kelas XI IPA 7 SMA Negeri 3 Surakarta menunjukkan dominansi guru serta lemahnya diskusi dan interaksi siswa dalam kelas. Siswa cenderung diam, memperhatikan penjelasan guru, banyak mencatat, namun sangat sedikit mengajukan pendapat dan pertanyaan.

(2)

commit to user

Pertanyaan siswa yang kurang sangat disayangkan karena pertanyaan menegaskan adanya tugas, menunjukkan permasalahan, dan menggambarkan munculnya isu dari suatu topik pembelajaran yang dipikirkan oleh siswa (Paul & Elder, 2000). Berdasarkan hasil observasi pertanyaan selama 1 jam pelajaran diperoleh data pertanyaan guru dan siswa. Kuantitas pertanyaan guru sebanyak 12 pertanyaan, sedangkan kuantitas pertanyaan siswa sebanyak 1 pertanyaan. Kualitas pertanyaa guru sebesar 16,67% pada dimensi fakta C1, konsep C1, konsep C4, dan metakognisi C5, sedangkan kualitas pertanyaan siswa sebesar 4,17 % pada dimensi fakta C1.

Satu pertanyaan dari 1 siswa selama 1 jam pelajaran mengindikasikan kurangnya jumlah atau kuantitas pertanyaan, sedangkan pertanyaan pada dimensi C1 fakta menjadi indikasi kurangnya kualitas pertanyaan. Kurangnya kuantitas dan kualitas pertanyaan merupakan indikator bahwa keterampilan siswa dalam bertanya masih kurang. Keterampilan bertanya yang kurang disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya karena ketidaksadaran mengenai kognisi yang dimiliki, tekanan berupa rasa khawatir atau malu menunjukkan ketidaktahuan (Chin, 2004), norma yang berlaku di kelas (Walsh & Sattes, 2011), topik yang kurang menarik, serta interaksi kelas yang kurang mendukung (Chin & Osborne, 2008). Interaksi kelas yang kurang mendukung, seperti yang teramati pada observasi pembelajaran di kelas XI IPA 7 terjadi akibat kurang optimalnya penerapan model pembelajaran yang digunakan. Berdasarkan analisis hasil observasi, disimpulkan bahwa model pembelajaran yang diterapkan kurang optimal untuk mendorong munculnya pertanyaan, sehingga perlu adanya model pembelajaran yang melatihkan pertanyaan selama proses pembelajaran.

Beragam kategori pertanyaan dalam pembelajaran membantu siswa untuk menguji anggapan dalam bentuk hipotesis, menyusun cara kerja, menemukan hubungan dan pola, menyusun pemahaman berdasarkan data yang diperoleh, serta menarik kesimpulan (Chin & Osborne, 2008; Chin, 2004). Kegiatan-kegiatan yang dicapai melalui pertanyaan, seperti penyusunan hipotesis, cara kerja, analisis data,

(3)

commit to user

dan kesimpulan merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran inkuiri yang didukung oleh pernyataan Martin, Sexton, Franklin, dan Gerlovitch (2005) bahwa dalam pembelajaran berbasis inkuiri, pertanyaan merupakan alat untuk merencanakan, berpikir, dan belajar. Pembelajaran berbasis inkuiri menantang dan mendorong rasa ingin tahu siswa terhadap topik atau materi yang terwujud dalam bentuk pertanyaan (Looi et al., 2010). Salah satu model pembelajaran berbasis inkuiri yang sarat dengan kegiatan-kegiatan inkuiri adalah model pembelajaran inkuiri.

Model pembelajaran inkuiri merupakan salah satu tipe model pembelajaran yang menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach). Model pembelajaran inkuiri menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2011) terdiri dari 4 fase yaitu: 1) fase pertama, siswa disajikan bidang penelitian berupa fenomena dan metodologi yang digunakan dalam penyelidikan, 2) fase kedua, masalah mulai disusun, sehingga siswa dapat mengidentifikasi masalah dalam penelitian, 3) fase ketiga, siswa diminta untuk mengidentifikasi masalah yang ditemui selama kegiatan peyelidikan, 4) fase keempat,

siswa diminta mengklarifikasi dan menentukan langkah-langkah untuk

menyelesaikan masalah. Setiap fase kegiatan dalam inkuiri menuntut siswa aktif dalam pembelajaran. Siswa berperan sebagai subjek pembelajaran, sedangkan guru sebagai motivator dan fasilitator. Salah satu tingkatan pembelajaran inkuiri menurut Banchi dan Bell (2008) adalah inkuiri terbimbing (guided inquiry).

Inkuiri terbimbing merupakan inkuiri dengan pengarahan tim instruksional yang memungkinkan siswa memperoleh pemahaman dan perspektif individu secara lebih dalam melalui penggunaan berbagai sumber informasi (Kuhlthau, Maniotes, & Caspari, 2007). Guru dalam inkuiri terbimbing memberikan campur tangan dalam penentuan masalah, sedangkan siswa diberi kewenangan untuk merencanakan, menentukan, dan melaksanakan seluruh kegiatan penyelidikan yang dikembangkan melalui pertanyaan-pertanyaan. Siswa diberi kesempatan untuk melakukan berbagai kegiatan penyelidikan hingga berhasil menemukan jawaban masalah yang telah dirumuskan berdasarkan data serta bukti-bukti hasil observasi eksperimen atau

(4)

commit to user

penyelidikan (Banchi & Bell, 2008). Inkuiri terbimbing mampu lebih jauh meningkatkan kemampuan berpikir dan belajar dengan memberikan campur tangan instruktif guru melalui pertanyaan, sehingga siswa fokus pada proses belajar serta membangun konsep pada setiap tahap proses inkuiri (Kuhlthau et al., 2007). Model pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki sintaks yang terdiri dari 4 fase identik dengan fase-fase pada model pembelajaran inkuiri secara umum.

Pada fase pertama siswa disajikan bidang penelitian berupa fenomena dan metodologi yang digunakan dalam penyelidikan. Fase pertama diawali dengan kegiatan observasi yang pada dasarnya merupakan kegiatan memeriksa fakta dan fenomena relevan sebagai pendorong siswa dalam mengajukan pertanyaan (Chin & Osborne, 2010). Topik berupa permasalahan memberikan kesempatan bagi siswa untuk menghasilkan pertanyaan yang penting dan menarik (Kuhlthau et al., 2007), sehingga mampu memberikan gambaran proses, mengarahkan siswa menyusun permasalahan serta hipotesis pada fase berikutnya (Chin & Osborne, 2010). Pada fase kedua masalah mulai disusun melalui refleksi serangkaian pertanyaan yang diajukan siswa, sehingga siswa mampu mengidentifikasi masalah penelitian yang diwujudkan dalam perencanaan kegiatan penyelidikan. Pada fase ketiga siswa diminta untuk mengidentifikasi masalah yang ditemui selama kegiatan penyelidikan melalui serangkaian kegiatan, yaitu merumuskan hipotesis, mengkoleksi, serta menganalisis data yang dicapai melalui pertanyaan-pertanyaan. Pada fase keempat siswa diminta mengklarifikasi dan menentukan langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah melalui kegiatan menyimpulkan dan mengemukakan argumen (mengkomunikasikan). Kesimpulan disusun melalui refleksi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, sedangkan pertanyaan yang baik memudahkan siswa menyusun argumen berkualitas. Pertanyaan mendorong munculnya argumen berkualitas karena pertanyaan yang diajukan mampu mengerahkan berbagai macam proses psikologis sebagai media dalam mengembangkan argumen dan penjelasan (Chin, 2004; Chin & Osborne, 2010).

(5)

commit to user

Keterampilan mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan pemikiran dan menggambarkan pemahaman atau gagasan merupakan keterampilan yang penting (Chin & Osborne, 2010; Walsh & Sattes, 2011), sehingga keterampilan bertanya siswa perlu ditingkatkan. Peningkatan keterampilan bertanya siswa secara kuantitas dan kualitas diupayakan melalui model pembelajaran yang mengakomodasi dan melatihkan keterampilan bertanya dalam 4 fase yaitu model pembelajaran inkuiri terbimbing, sehingga penelitian berjudul: “Peningkatan Keterampilan Bertanya

(Posing Questions) Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri

Terbimbing pada Materi Sistem Reproduksi di Kelas XI IPA 7 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 ”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian adalah: Apakah model pembelajaran inkuiri terbimbing mampu meningkatkan keterampilan bertanya (posing questions) siswa pada materi sistem reproduksi di kelas XI IPA 7 SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan keterampilan bertanya (posing

questions) siswa kelas XI IPA 7 SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014

melalui penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada materi sistem reproduksi.

D. Manfaat Hasil Penelitian Manfaat hasil penelitian antara lain:

1. Bagi Siswa:

a. Meningkatkan keterampilan siswa dalam bertanya.

b. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dan mengikuti kegiatan

(6)

commit to user

c. Meningkatkan interaksi positif antarsiswa dan antara guru dengan siswa. 2. Bagi Guru:

a. Meningkatkan wawasan dan ketrampilan guru dalam bertanya.

b. Melatih guru untuk menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan saintis.

c. Memberi informasi kepada guru mengenai hal-hal yang dibutuhkan siswa guna

menunjang keberhasilan proses pembelajaran. 3. Bagi Sekolah:

Memberikan sumbangsih bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran biologi pada khususnya dan mata pelajaran lain pada umumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Mononchus, letak gigi dorsal dibagian anterior, sedangkan gigi subventral tersusun menjadi dua lapisan yang terletak membujur di sisi rongga mulut, ukuran gigi dorsal lebih

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh manajemen laba, ukuran KAP dan leverage terhadap biaya audit pada perusahaan manufaktur di Indonesia.. Penelitian ini

Bank Tabungan Negara (BTN) yang ada di Kota Bandung dengan mengambil judul yang sama dengan penelitian terdahulu yaitu : “Pengaruh Organizational Learning

Tujuan dari balanced scorecard adalah menjabarkan strategi dan visi organisasi kedalam rerangka proses belajar strategik dengan mengaitkan semua kedalam lingkungan bisnis

Tongkol jagung merupakan produk samping pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak ruminansia. Nilai nutrisi serta

Setelah bagian purchasing memesan material dan melakukan pembayaran kepada supplier maka barang akan dikirim kepada perusahaan. Setelah melakukan pengiriman barang, supplier

Metode sol-gel dipilih dalam penelitian ini karena dapat diaplikasikan pada berbagai partikel atau bersifat serba guna, ukuran partikel seragam, relatif mudah dan

Secara spesifik kajian ini bertujuan untuk (1) memetakan indeks kesiapan pelaksanaan minapolitan yang dilihat dari aspek–aspek generik (sosial ekonomi yang meliputi aspek