• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EKSPERIMENTAL PENDINGIN ADSORBSI AMONIA- CaCl2 ENERGI SURYA MENGGUNAKAN PERBANDINGAN AMONIA-CaCl2 0,2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI EKSPERIMENTAL PENDINGIN ADSORBSI AMONIA- CaCl2 ENERGI SURYA MENGGUNAKAN PERBANDINGAN AMONIA-CaCl2 0,2"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI EKSPERIMENTAL PENDINGIN ADSORBSI

AMONIA-CaCl2

ENERGI SURYA MENGGUNAKAN PERBANDINGAN

AMONIA-CaCl2

0,2

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Mesin

Diajukan Oleh:

EKO FEBRI DAMAR SASONGKO NIM: 085214042

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

EXPERIMENTAL STUDY OF SOLAR ENERGY

AMMONIA-CaCl2

ADSORBTION REFRIGERATION USING 0,2

AMMONIA-CaCl2

RATIO

FINAL PROJECT

Presented as a partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Bachelor of Engineering degree

in Mechanical Engineering Study Program

By:

EKO FEBRI DAMAR SASONGKO Student Number: 085214042

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii ABSTRAK

Kebutuhan sistem pendingin pada masyarakat Indonesia saat ini semakin meningkat. Sistem pendingin biasanya digunakan untuk mengawetkan makanan, hasil pertanian, obat-obatan dan sebagainya. Sistem pendingin pada umumnya menggunakan energi listrik dan refrijeran sintetik pada proses kerjanya. Namun di daerah terpencil hal ini sering menjadi kendala dalam pengadaannya, ini dikarenakan belum seluruh daerah di Indonesia memiliki jaringan listrik. Maka pendingin adsorbsi energi surya menggunakan amonia-CaCl2 menjadi suatu

gagasan yang dapat diterapkan di masyarakat luas. Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin adsorbsi amonia-CaCl2, serta meneliti unjuk kerja

sistem pendingin dan temperatur pendinginan yang dapat dicapai.

Pendingin ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu generator, kondensor dan evaporator. Generator terbuat dari tabung pipastainless steeldengan panjang 2 meter dan berdiameter 10 cm, evaporator terbuat dari tabung pipastainless steel dengan panjang 50 cm dan berdiameter 10 cm, kondensor terbuat dari pipa stainless steel yang berbentuk spiral dengan diameter pipa sebesar 2,54 cm. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator (T1), temperatur kondensor (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur kotak pendingin (T4), tekanan generator (P1), tekanan evaporator (P2), intensitas energi surya (G) dan waktu (t). Alat yang digunakan untuk pengukuran temperatur digunakan termokopel dan logger sebagai penampil data temperatur, sedangkan manometer digunakan untuk mengukur tekanan di generator dan evaporator serta solar meteryang digunakan untuk mengukur intensitas energi surya.

Hasil penelitian telah berhasil dibuat sebuah sistem pendingin adsorbsi amonia-CaCl2, temperatur terendah yang dicapai sebesar 12C dan COP terbaik

sebesar 0,98.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi-Mu Tuhan Yesus Yang Maha Kasih atas segala berkah dan rahmat, sehingga laporan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik untuk program studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis merasakan bahwa penelitian tugas akhir ini merupakan penelitian yang tidak mudah, dituntut keterlibatan langsung dalam pengambilan data, pemahaman terhadap sistem alat dan persamaan yang digunakan, serta penanggulangan yang tepat terhadap permasalahan yang dihadapi.

Penelitian Tugas Akhir dengan judul studi eksperimental pendingin adsorbsi amonia-CaCl2 energi surya menggunakan perbandingan amonia-CaCl2 0,2” dapat berjalan dengan baik karena adanya bantuan secara langsung maupun tidak langsung dan kerjasama dari berbagai pihak. Menyadari hal itu, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Paulina Heruningsih Prima Rosa. S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program studi Teknik Mesin dan selaku Dosen Pembimbing Akademik

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.l Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

(11)

xi

2.1.1 Pengertian Adsorbsi... 10

2.1.2 Adsorber... 11

2.1.3 Pengertian Absorbsi... 11

2.1.4 Absorber... 12

2.1.5 Perbedaan Adsorbsi Dengan Absorbsi... 12

2.2 Refrijeran Dan Adsorber Yang Dipakai... 13

2.3 Reflektor... 23

2.4 Penelitian Yang Pernah Dilakukan... 28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Skema Alat ... 31

3.2 Variabel Yang Diukur ... 32

3.3 Langkah Penelitian... 33

3.4 Peralatan Pendukung ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………......…. 37

4.1 Data Hasil Penelitian………...…... 37

4.2 Grafik dan Pembahasan ... 41

BAB V. PENUTUP ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

(12)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 63

DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Data pertama proses desorbsi 5 Juli 2012... 37

Tabel4.2. Data pertama proses adsorbsi 6 Juli 2012... 38

Tabel 4.3. Data kedua proses desorbsi 6 Juli 2012... 38

Tabel 4.4. Data kedua proses adsorbsi 7 Juli 2012.. ... 39

Tabel 4.5. Data ketiga proses desorbsi 7 Juli 2012... 40

(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus pendinginan (absorbsi)………... 5

Gambar 2.1.1 Skema diagram alir refrigeration carnot……… 8

Gambar 2.2.1.Kalsiumklorida ………..……….. 15

Gambar 2.2.2. Siklussistempendinginabsorbsikontinyuamonia-air….. 20

Gambar 2.3.1. Reflektor memantulkanenergimataharike generator... 24

Gambar 2.3.2. Reflektor parabola silinder………... 24

Gambar 2.3.3. Kolektor plat datar konvensional... 26

Gambar 2.3.4. Reflektor parabola piringan... 27

Gambar 2.3.5. Kolektor tabung vakum... 28

Gambar 3.1. Skema alat pendingin adsorbsi ... 31

Gambar 3.2. Titik-titik pengambilan data ... 32

Gambar 4.2.1. Grafik tekanan dan intensitas radiasi terhadap waktu data pertama………....………….…... 43

Gambar. 4.2.2. Grafik tekanan dan intensitas radiasi terhadap waktu data kedua……….. 44

Gambar. 4.2.3. Grafik tekanan dan intensitas radiasi terhadap waktu data ketiga... 46

Gambar. 4.2.4. Grafik tekanan terhadap waktu dari ketiga data... 47

Gambar. 4.2.5. Grafik tekanan yang dicapai tiap data……….. 48

(14)

xiv

Gambar 4.2.7. Grafik temperatur evaporator (T3)... 50 Gambar 4.2.8. Grafiktemperaturkotakpendingin (T4)terhadapwaktu.. 53 Gambar 4.2.9. Grafik suhu terendah kotak pendingin (T4)... 53 Gambar 4.2.10. Grafik Perbandingan COP rata-rata... 55 Gambar 4.2.11. Grafik hubungan antara tekanan dan intensitas radiasi (Nopi,

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kebutuhan sistem pendingin untuk pengawetan, penyimpanan obat dan bahan makanan dirasakan semakin meningkat, baik di Negara-negara berkembang maupun daerah pedesaan atau daerah terpencil. Sistem pendingin yang ada saat ini kebanyakan menggunakan energi listrik dalam proses kerjanya, selain menggunakan energi listrik, sistem pendingin yang dijual di pasaran ini juga pada umumnya menggunakan refrijeran sintetik seperti : R-11, R-12, R-22, R-134a dan R-502. Refrijeran sintetik ini pada umumnya mempunyai dampak negatif pada lingkungan seperti merusak lapisan ozon dan menimbulkan pemanasan global. Permasalahan lainnya adalah belum semua daerah terutama daerah terpencil memiliki sumber atau jaringan listrik, sehingga sistem pendingin yang menggunakan energi listrik belum bisa diterapkan di daerah terpencil tersebut.

(16)

alam seperti panas bumi dan energi surya. Indonesia sendiri memiliki intensitas energi surya yang cukup besar, yaitu sebesar 4,8 kWh/m2 perharinya, sehingga energi surya dapat dijadikan sebagai sumber panas dalam sistem pendingin adsorbsi.

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjajagi kemungkinan penerapan sistem pendingin adsorbsi amonia-kalsium klorida (CaCl2) dengan

memanfaatkan energi surya sebagai sumber pemanas untuk memenuhi kebutuhan sistem pendingin di masyarakat terutama di daerah yang belum terdapat jaringan listrik. Dapat tidaknya sistem pendinginan diterapkan pada masyarakat ditentukan oleh beberapa hal. Hal pertama adalah bagaimana unjuk kerja yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin tersebut. Unjuk kerja suatu sistem pendingin dapat dilihat dari temperatur terendah yang dapat dicapai dan koefisien unjuk kerja (COP) yang dapat dihasilkan.

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai :

1. Membuat sistem pendingin adsorbsi amonia-CaCl2.

2. Meneliti temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin adsorbsi amonia-CaCl2.

(17)

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini :

1. Menambah kepustakaan teknologi pendingin adsorbsi energi surya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk membuat prototipe dan produk teknologi pendingin adsorbsi tenaga surya yang dapat diterima di dunia industri pada khususnya dan pada masyarakat luas pada umumnya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi penggunaan listrik dan minyak bumi.

1.4 Batasan Masalah

Sistem pendingin yang dijual dipasaran pada umumnya menggunakan energi listrik dalam proses kerjanya dan menggunakan refrijeran sintetik, seperti : R-11, R-12, R-22, R-134a, dan R-502. Pada penelitian ini akan dibuat model sistem pendingin energi surya dengan menggunakan refrigeran berupa amonia dan adosrber berupa CaCl2. Sistem pendingin dengan memanfaatkan

energi surya ini diharapkan memberikan unjuk kerja yang baik. Perhitungan perbandingan amonia-CaCl2di dapatkan dari perhitungan perbandingan massa

(18)

Pada penelitian ini digunakan amonia-air sebanyak 3,8 liter, untuk mendapatkan amonia murni yang digunakan sebagai refrijeran maka dilakukan proses penyulingan, yaitu proses pemisahan amonia yang bercampur dengan air, setelah proses penyulingan amonia-air sebanyak 3,8 liter didapatkan amonia murni sebesar 1,14 kg, amonia sebanyak 1,14 kg ini didapatkan dari perhitungan dari kadar amonia murni yaitu 30% dikali dengan banyaknya amonia-air yang dipakai yaitu sebanyak 3,8 liter, untuk 1 liter amonia-air sama dengan 1 kg amonia-air ini dikarenakan massa jenis amonia besarnya hampir sama dengan air. CaCl2 yang dipakai sebagai adsorber

sebanyak 6 kg, maka dapat kita hitung perbandingan amonia-CaCl2 yang

digunakan pada penelitian ini, yaitu 1,14 kg:6 kg didapatkan hasil perbandingan 0,2.

(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Pendingin adsorbsi maupun absorbsi pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu : (1) generator, (2) kondensor, (3) evaporator.

Gambar 2.1. Siklus pendinginan (absorbsi)

siklus pendingin adsorbsi terdiri dari proses adsorbsi (penyerapan) refrijeran (amonia) ke dalam adsorber (CaCl2) dan proses desorbsi, yaitu

proses pelepasan refrijeran (amonia) dari adsorber. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Proses desorbsi dan adsorbsi terjadi pada generator. Pada proses desorbsi generator memerlukan energi panas untuk dapat menguapkan

(20)

amonia. Energi panas dapat berasal dari pembakaran kayu, batubara, minyak bumi, gas alam, panas bumi, biogas, dan sebagainya. Pada penelitian ini digunakan energi panas yang berasal dari energi surya, hal ini dilakukan agar dapat meminimalisir penggunaan minyak bumi dan listrik.

Proses yang terjadi jika menggunakan refrijeran amonia adalah sebagai berikut : energi panas menaikkan temperatur campuran amonia-CaCl2 yang ada di dalam generator. Pada temperatur dan tekanan tertentu

amonia akan menguap dan terpisah dari CaCl2 proses ini disebut proses

desorbsi. Amonia ini mengalir dari generator menuju evaporator melalui kondensor. Di dalam kondensor amonia mengalami pendinginan dan mengembun. Cairan amonia hasil pengembunan akan mengalir ke dalam evaporator dan mengalami ekspansi sehingga tekanannya turun. Karena tekanan amonia di dalam evaporator turun maka temperatur juga akan turun sampai temperatur tertentu (sekitar 5OC sampai10OC). Evaporator umumnya diletakkan di dalam kotak pendingin. Di dalam kotak pendingin tersebut diletakkan bahan-bahan yang akan didinginkan. Karena mendinginkan bahan maka amonia dalam evaporator akan menguap dan mengalir kembali ke dalam generator. Di dalam generator amonia tersebut diserap oleh CaCl2,

(21)

karena proses pendinginan tidak berlangsung secara kontinyu maka pendinginannya dikatakan berlangsung secara intermitten. Agar proses pendinginan bahan dapat berlangsung secara kontinyu maka harus terdapat dua alat pendingin, jika satu alat digunakan untuk mendinginkan bahan makanan atau obat (proses adsorbsi) maka pada alat yang lain dilakukan pemanasan (proses desorbsi).

Unjuk kerja pendingin adsorbsi umumnya dinyatakan dengan koefisien prestasi adsorbsi (COPAdorbsi) dan dapat dihitung dengan persamaan

(Arismunandar, 1995) :

COPAdsorbsi= (1)

Kerja pendinginan dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995) :

Kerja pendinginan =∆(m.hfg)evaporator (2)

Kerja pemanasan pada generator dapat dihitung dengan persamaan (Arismunandar, 1995) :

Kerja pemanasan = . ( )

∆ + ( . ℎ ) (3)

(22)

memungkinkannya peletakkan termokopel di dalam generator untuk mengukur temperatur pada amonia dan CaCl2, berikut penjelasan siklus

pendingin carnot:

Karena proses melingkar carnot adalah prosesreversible, maka proses dapat dibalik. Proses yang dibalik ini disebut refrigerator carnot. Jadi refrigerator carnot bekerja dengan kebalikan dari mesin carnot.

Refrigerator carnot menerima kerja luar W dan menyerap panas Q1

dari reservoir dingin (heat sink) temperatur T1serta memberikan panas Q2 ke reservoir panas temperatur T2. Skema diagram alir refrigerator carnot, pada

gambar :

(23)

Jadi dapat dibuat hubungan :

Q1= Q2–W (4)

W = Q2–Q1 (5)

koefisienperformance,

COP = (6)

= (7)

= (8)

=

.

. (9)

=

(10)

Sehingga dapat digunakan persamaan (1), yaitu :

COPAdsorbsi=

(24)

Energi surya = G . A (11)

Sehingga untuk mengetahui efisiensi kolektor (Kolektor) dapat

diketahui dengan membandingkan kerja pemanasan untuk menaikkan temperatur sejumlah massa pada generator berbanding terbalik dengan energi radiasi surya yang diterima oleh generator melalui kolektor:

η

kolektor

=

(12)

Keterangan:

m : massa (tabung, amonia dan CaCl2) yang dipanasi (kg)

CP : panas jenis (tabung, amonia dan CaCl2) (J/(kg.K)

T1 : temperatur awal (oC)

T2 : temperatur akhir (oC)

∆t : lama waktu pemanasan (detik) G : intensitas energi surya (W/m2) A : luas permukaan kolektor (m2)

Δs : perububahan entropi (J/K) hfg : entalpi penguapan amonia (J/kg)

2.1.1 Pengertian Adsorbsi

(25)

pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorber.

2.1.2 Adsorber

Adsorber ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik cairan maupun gas) pada proses adsorbsi. Umumnya adsorber bersifat spesifik, hanya menyerap zat tertentu. Dalam memilih jenis adsorber pada proses adsorbsi, disesuaikan dengan sifat dan keadaan zat yang akan diadsorbsi. Adsorber yang paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam larutan adalah arang. Karbon aktif yang merupakan contoh dari adsorbsi, yang biasanya dibuat dengan cara membakar tempurung kelapa atau kayu dengan persediaan udara (oksigen) yang terbatas.

2.1.3 Pengertian Absorbsi

(26)

diikuti dengan pelarutan. Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada absorbsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorbsi kimia).

2.1.4 Absorber

Absorber adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorbsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia. Absorber sering juga disebut sebagai cairan pencuci. Persyaratan absorber :

1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorbsi 2. Selektif

3. Tidak korosif.

4. Mempunyai viskositas yang rendah 5. Murah

Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai absorber adalah air (untuk gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan).

2.1.5 Perbedaan Adsorbsi Dengan Absorbsi

(27)

dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, refrijeran) pada permukaannya. Berbeda dengan absorbsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Proses ini berbeda dengan adsorbsi karena pengikatan molekul dilakukan melalui volume dan bukan permukaan.

Secara garis besar perbedaan dari adsorbsi dengan absorbsi ini berada pada jenis dan bentuk penyerap refrijeran yang digunakan sebagai bahan untuk menyerap refrijeran yang dipakai Untuk adsorbsi, adsorber yang dipakai biasanya berbentuk padat, seperti arang, butiran CaCl2 dan

sebagainya. Sedangkan untuk absorbsi, absorber yang dipakai berbentuk cair, oleh karena itu banyak sistem pendingin yang absorbsi yang menggunakan air sebagai absorbernya.

2.2 Refrijeran Dan Adsorber Yang Dipakai

Refrijeran yang dipakai pada pendingin adsorbsi energi surya ini adalah amonia, sedangkan adsorber yang dipakai adalah kalsium klorida (CaCl2). Adapun penjelasan tentang kalsium klorida (adsorber) yang

(28)

a. Kalsium klorida (Adsorber)

Kalsium klorida (CaCl2), merupakan salah satu jenis garam yang

terdiri dari unsur kalsium (Ca) dan klorin (Cl). Garam ini berwarna putih dan mudah larut dalam air. Kalsium klorida tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mudah terbakar. Kalsium klorida termasuk dalam tipe ion halida, dan padat pada suhu kamar. Karena sifat higroskopisnya, kalsium klorida harus disimpan dalam kontainer kedap udara rapat tertutup.

b. Kegunaan Kalsium Klorida

Kalsium klorida mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai zat pengering (Dessicant)

Karena sifat higroskopisnya, kalsium klorida sering digunakan dalam pengering tabung untuk menghilangkan uap air. hal ini digunakan untuk mengeringkan rumput laut, yang kemudian digunakan untuk menghasilkan abu soda. Kalsium klorida telah disetujui oleh FDA (Food And Drug Administrator) sebagai bahan kemasan untuk memastikan kekeringan. Zat ini juga dapat digunakan untuk mengikat partikel debu dan menjaga kelembaban pada permukaan jalan beraspal.

2. Sebagai zat pencair es (De-icing)

(29)

jalan. Tidak seperti natrium klorida yang lebih umum digunakan, kalsium klorida relatif tidak berbahaya untuk tanaman dan tanah. Pemakaian kalsium klorida juga lebih efektif pada suhu yang lebih rendah daripada natrium klorida.

3. Sebagai sumber ion kalsium

Kalsium klorida umumnya ditambahkan untuk meningkatkan jumlah kalsium terlarut dalam air kolam renang. Hal ini dapat mengurangi erosi beton di kolam renang.

4. Sebagai zat aditif dalam industri makanan

Kalsium klorida telah terdaftar sebagai zat aditif dalam makanan. Rata-rata konsumsi kalsium klorida sebagai bahan tambahan pangan adalah sekitar 160-345mg/hari untuk individu. Kalsium klorida juga digunakan sebagai zat pengawet dalam sayuran kalengan, dalam pemrosesan dadih kacang kedelai menjadi tahu dan dalam memproduksi pengganti kaviar dari jus sayuran atau buah.

5. Kalsium klorida dapat digunakan sebagai zat aditif dalam pemrosesan plastik, pipa dan semen.

(30)

Kalsium klorida yang digunakan berbentuk serpih, bentuk ini dipilih karena yang berbentuk serpih memiliki kandungan air yang lebih banyak dan kurang kalsium, sehingga penyerapan amonia oleh kalsium klorida berbentuk serpih dapat lebih maksimal dibandingkan dengan bentuk pellet dan bubuk.

Gambar 2.2.1. Kalsium klorida c. Proses Pembuatan Kalsium Klorida

kalsium klorida (CaCl2) diproduksi secara komersial dengan

berbagai proses, antara lain :

1. Proses pemurnian dari air garam alami

(31)

sekarang, larutan garam ini ditambahi dengan gas klorin untuk mengoksidasi bromida ke bromin. Bromin tersebut kemudian ditiup keluar dari larutan dengan udara dan dikumpulkan sebagai bromin bebas atau sebagai bromida. Gas klorin, digunakan dalam proses pemurnian, tapi terbuang dengan pemanasan air garam sebelum kalsium klorida terisolasi. Pada kondisi ini, kalsium klorida dari air garam alam tidak berubah secara kimia. Larutan tersebut kemudian ditambahi dengan kalsium oksida untuk membuat larutan garam tersebut bersifat alkali. Kalsium oksida yang ditambahkan diperoleh dari bahan batu kapur (CaCO3) melalui proses pemanasan secara

kalsinasi. Ketika kapur ditambahkan ke larutan air garam, magnesium hidroksida yang tidak larut akan mengendap dan tersaring. Beberapa batu kapur yang ditambahkan tetap berada dalam air garam sebanyak 0,2% dan terisolasi dengan produk kalsium klorida akhir. Larutan air garam kemudian dipekatkan lebih lanjut melalui evaporasi. Karena natrium klorida kurang larut dibandingkan kalsium klorida, natrium klorida akan mengendap dan kemudian disaring. Kalsium klorida tidak terpengaruh pada langkah ini. Larutan kalsium klorida yang tersisa akan dipekatkan dan dikeringkan.

2. Proses solvay

(32)

digunakan adalah batu kapur dan larutan garam (natrium klorida) dengan katalis amoniak. Natrium karbonat (Na2CO3), juga dikenal

dengan nama soda abu dapat diproduksi dengan proses Solvay. Soda abu ini dapat digunakan dalam pemrosesan gelas, sabun, detergen, pulp dan kertas. Proses ini melibatkan banyak reaksi dan konsentrasi kalsium klorida yang dihasilkan dari proses ini juga rendah, yaitu sekitar 10-15%.

3. Proses pembuatan dari batu kapur dan asam klorida

Proses ini merupakan proses pembuatan kalsium klorida yang paling umum digunakan di seluruh dunia, disebabkan karena bahan baku yang tersedia banyak dan murah. Batu kapur dapat direaksikan dengan larutan asam klorida menghasilkan kalsium klorida, magnesium klorida, karbon dioksida dan air. Asam klorida dicampur dengan batu kapur di dalam reaktor pada temperatur ruang sekitar 32

o

C dan tekanan 1 atm. Adapun konsentrasi asam klorida yang digunakan adalah maksimum 37%, dan konsentrasi CaCl2 dalam

(33)

klorida sehingga kalsium klorida yang dihasilkan lebih murni. Kemudian proses pengeringan dibutuhkan untuk menghasilkan produk kalsium klorida dalam bentuk serbuk.

Selain menggunakan amonia-CaCl2, masih banyak pasangan refrijeran

lain yang dapat digunakan pada sistem pendingin adsorbsi maupun absorbsi, antara lain :

1. Air-Litium bromida

Sistem air-litium bromida banyak digunakan untuk pengkondisian udara dimana suhu evaporasi berada di atas 0 ºC. Litium Bromida (LiBr) adalah suatu kristal garam padat yang dapat menyerap uap air, itulah sebabnya Litium bromida dapat digunakan sebagai adsorber pada sistem pendingin adsorbsi

2. Amonia-Air

(34)

keluar dari generator dan masuk ke evaporator melalui kondensor. Keadaan ini dapat menyebabkan uap air meninggalkan panas di evaporator dan meningkatkan suhunya sehingga dapat menurunkan efek pendinginan. Untuk menghindari hal itu, mesin pendingin absorbsi dengan sistem amonia-air umumnya dilengkapi dengan rectifier dan analyze, seperti ditunjukkan Gambar 2.2.2.

Gambar 2.2.2. Siklus sistem pendingin absorbsi kontinyu amonia-air

Amonia yang masih mengandung uap air dari generator melalui rectifier, suatu mekanisme yang bekerja seperti kondensor akibat adanya

(35)

Analyzer pada prinsipnya adalah suatu kolom distilasi, yang umumnya menggunakan air pendingin dari kondensor sebagai media pendingin.

3. Zeolit-Air

Zeolit memiliki beberapa sifat, berikut adalah sifatnya sebagai adsorbsi : Pada keadaan normal, ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada disekitar kation. Bila Kristal zeolit dipanaskan pada suhu sekitar 300-400 C air tersebut akan keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan. Dehidrasi menyebabkan zeolit mempunyai struktur pori yang sangat terbuka, dan mempunyai luas permukaan internal yang luas sehingga mampu mengadsorbsi sejumlah besar subtansi selain air dan mampu memisahkan molekul zat berdasarkan ukuran molekul dan kepolarannya. Karena sifatnya yang mampu mengadsorbsi uap dan gas maka zeolit biasa digunakan sebagai adsorber sistem pendingin adsorbsi.

Kalsium klorida (CaCl2) merupakan adsorber yang dipakai pada

sistem pendingin pada penelitian ini, sedangkan refrijeran yang dipakai adalah amonia. Berikut ini ada beberapa contoh sifat dan kegunaan amonia pada umumnya, sebagai berikut :

d. Amonia (refrijeran)

Amonia (NH3), adalah gas beracun dan tak bewarna dengan bau

(36)

sebagai larutan amonia dalam air, yakni dengan dilarutkan dalam air, amonia cair juga digunakan sebagai pelarut non-air untuk reaksi khusus. Amonia juga digunakan sebagai refrigeran (di lemari pendingin), selain itu dalam pembuatan polimer dan bahan letupan.

e. Sifat-sifat Amonia

Selain memiliki bau khas yang menyengat, ada beberapa sifat lain dari amonia, yaitu:

1. Titik beku -77,74C dan titik didih -33,5C.

2. Pada suhu dan tekanan biasa bersifat gas dan tidak berwarna, beratnya lebih ringan dari udara dan baunya menyengat.

3. Amonia memiliki sifat basa, larutan amonia yang pekat mengandung 28%-29% amonia pada suhu 25C.

4. Amonia bersifat korosif pada tembaga dan timah

5. Amoniak berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan, karena dapat menimbulkan iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan mata dan paru-paru serta dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

f. Manfaat Dan Kegunaan Amonia

(37)

pembuat pupuk untuk menyediakan unsur nitrogen bagi tanaman, Amonia juga dapat digunakan sebagai refrijeran dalam sistem pendingin. Namun dalam penggunannya, diperlukan kehati-hatian karena konsentrasi tinggi amonia bisa sangat berbahaya bila terhirup, tertelan, atau tersentuh.

2.3 Reflektor

Refektor surya yang digunakan adalah reflektor parabola silinder, adapun fungsi dari reflektor ini adalah memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa reflektor, sebagian cahaya akan dipantulkan ke generator dan proses desorbsipun akan berlangsung. Jenis reflektor yang digunakan merupakan jenis Concentrating Collector, jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas

(38)

reflektor, maka akan di fokuskan ke sebuah titik, dalam hal ini adalah tabung generator.

Gambar 2.3.1.Reflektor memantulkan energi surya ke generator

(39)

Agar energi surya selalu dapat difokuskan terhadap generator, maka reflektor harus dirotasi agar titik focus pantulan tetap dapat selalu terfokus pada generator.

Salah satu keuntungan penggunaan reflektor parabola silinder line focusini adalah penggunaannya relatif lebih mudah, ini dikarenakan reflektor yang dipakai tidak harus selalu mengikuti pergerakan matahari dalam setiap jamnya. Berbeda dengan jenis reflektor parabola piringan yang harus selalu mengikuti pergerakan matahari, pergerakan ini dimaksudkan agar pantulan energi surya yang telah diterima reflektor dapat tetap terfokus pada alat yang dipanaskan.

Selain reflektor parabola silinder, masih banyak reflektor ataupun kolektor yang dapat diaplikasikan pada sistem pendingin ini, antara lain : 1. Kolektor plat datar konvensional

(40)

Gam ini adalah peerge diperlukan alat y secara manual.

Gambar 2.3.3 kolektor plat datar konvensional

bola piringan

h reflektor parabola (piring atau cermin) adal unakan untuk mengumpulkan atau memproyeks

, suara atau gelombang radio. Bentuknya seperti pa tu permukaan yang dihasilkan oleh parabola berput

(41)

Gambar 2.3.4. Reflektor parabola piringan 3. Kolektor tabung vakum (evacuated tube collector)

(42)

Gambar 2.3.5. kolektor tabung vakum.

2.4 Penelitian yang Pernah Dilakukan

(43)

Penelitian pendingin absorbsi menggunakan refrijeran litium bromide-air (Best, 2007) menunjukkan jika campuran refrijeran yang digunakan semakin jenuh maka temperatur sumber panas yang digunakan dapat semakin tinggi tanpa resiko terjadinya kristalisasi. Dengan semakin tingginya temperatur sumber panas yang digunakan, maka temperatur pendinginan yang dihasilkan dapat semakin rendah. Penelitian pendingin absorbsi menggunakan refrijeran air-litium bromida (Eisa, 2007), penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan kondisi kerja pada unjuk kerja yang dihasilkan. Hasil yang didapat menunjukkan parameter yang penting adalah temperatur pemanasan dan perbandingan laju aliran. Semakin tinggi temperatur pemanasan semakin tinggi unjuk kerja yang dihasilkan. Laju aliran yang lebih besar memerlukan temperatur generator yang lebih tinggi. Penelitian pendingin absorbsi menggunakan refrijeran baru yakni 2,2,2-trifluoroethanol (TFE)-N-methylpyrolidone (NMP) (Shiming, 2001). Refrijeran baru ini mempunyai keunggulan dibandingkan dengan refrijeran klasik seperti H2

O-LiBr dan HNO3-H2O. keunggulan refrijeran baru tersebut adalah dapat

(44)

sebesar 19%. Beberapa penelitian pendingin adsorpsi menggunakan zeolit-air (Hinotani, 1983) mendapatkan bahwa harga COP sistem pendingin adsorpsi surya menggunakan zeolit-air akan medekati konstan pada temperatur pemanasan 160 OC atau lebih. eksperimen sistem pendingin absorpsi surya menggunakan zeolit-air (Grenier, 1983) melakukan dan mendapatkan harga COP sebesar 0,12.

(45)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Skema Alat

Alat yang dibuat meliputi berbagai bagian yang bisa dirangkai menjadi satu. Di bawah ini adalah skema gambar yang telah dibuat :

(46)

1. Generator 2. Reflektor 3. Manometer 4. Kondensor

5. Bak penampung air 6. Torong

7. Keran

8. Kotak pendingin 9. Evaporator

3.2 Variabel Yang Diukur

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.2 Titik-titik pengambilan data Keterangan :

(47)

1. Temperatur generator (T1) 2. Temperatur kondensor (T2) 3. Temperatur evaporator (T3)

4. Temperatur ruangan kotak pendingin (T4) 5. Tekanan generator (P1)

6. Tekanan evaporator (P2) 7. Energi surya (G)

8. Waktu pencatatan data (t)

3.3 Langkah Penelitian

Ada beberapa langkah dalam melakukan penelitian sistem pendingin ini, berikut langkah-langkah yang dilakukan :

1. Penelitian diawali dengan penyiapan alat seperti Gambar 3.1 2. Generator diisi dengan kalsium klorida sebanyak 6 kg 3. Alat dipasang termokopel pada tempat yang diukur suhunya 4. Alat divakumkan menggunakan pompa vakum

(48)

listrik. Hal ini diperlukan agar air yang bercampur dengan amonia tidak ikut menguap dan masuk ke dalam generator. Setelah itu keran yang berada di atas evaporator ditutup agar amonia tidak kembali ke dalam evaporator.

6. Evaporator dilepas dari rangkaian agar sisa air yang ada di dalamnya dapat dibuang dan dikosongkan. Setelah air di dalam evaporator telah dibuang dan evaporator dalam kondisi kering maka evaporator dirangkai kembali kemudian divakum menggunakan pompa vakum.

(49)

8. Pengambilan data desorbsi dilakukan tiap 15 menit dan adsorbsi tiap 5 menit dengan mencatat disetiap titik yang diinginkan.

9. Data yang dicatat adalah temperatur generator (T1), temperatur kondensor (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur ruangan kotak pendingin (T4), tekanan generator (P1), tekanan evaporator (P2), intensitas energi surya (G) dan waktu pencatatan data (t).

Pengolahan dan analisa data diawali dengan melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan (1). Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat grafik:

1. Hubungan intensitas energi surya dan tekanan setiap data terhadap waktu. 2. Hubungan tekanan dan temperatur di bagian sistem pendingin.

3. Perbandingan temperatur evaporator dengan waktu pencatatan data. 4. Hubungan tempeatur kotak pendingin terhadap waktu pencatatan data. 5. Perbandingan COP atau unjuk kerja sistem untuk semua data.

3.4 Peralatan Pendukung

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian sistem pendingin adsorbsi-CaCl2ini adalah :

a. Penghitung Waktu (Stopwatch)

(50)

b. Kompor Listrik

Digunakan untuk memanaskan evaporator pada saat proses pemisahan amonia.

c. Penampil Termokopel (Logger)

Digunakan untuk menampilkan nilai temperatur di setiap titik yang terukur oleh termokopel.

d. Termokopel

Digunakan untuk pengukuran temperatur pada titik yang diinginkan. e. Pengukur Energi Surya (Solar Meter)

Digunakan untuk mengukur radiasi surya f. Ember

(51)

37 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Penelitian

Pengambilan data pada penelitian alat pendingin adsorbsi energi surya amonia-CaCl2 dilakukan sebanyak tiga kali, hal ini diperlukan untuk

mengetahui unjuk kerja alat pendingin adsorbsi yang diteliti.

(52)

Tabel 4.2. Data pertama proses adsorbsi 6 Juli 2012

Tabel 4.3. Data kedua proses desorbsi 6 Juli 2012 waktu

no. Tekanan (bar) Suhu (°C)

Waktu Energi

(53)
(54)

Tabel 4.5. Data ketiga proses desorbsi 7 Juli 2012

(55)

Keterangan :

t : Waktu (menit)

P1 : Tekanan tabung generator (bar) P2 : Tekanan tabung evaporator (bar) T1 : Temperatur generator (℃)

T2 : Temperatur spiral/kondenser (℃) T3 : Temperatur evaporator (℃) T4 : Temperatur kotak pendingin (℃) G : Energi surya (watt/m2)

4.2 Grafik Dan Pembahasan

Berdasarkan data penelitian, dapat dilihat bahwa proses pendinginan telah mulai berlangsung, ditandai dengan turunnya temperatur evaporator saat proses adsorbsi. Pendinginan dengan menggunakan siklus adsorbsi berlangsung dalam beberapa proses, yaitu :

(56)

4.2.2. Proses kondensasi, yaitu proses pendinginan dan pengembunan uap amonia di dalam kondenser yang terdesorbsi menjadi amonia cair di dalam evaporator.

4.3.3. Proses adsorbsi, yaitu proses penyerapan uap amonia oleh adsorber (kalsium klorida). Saat proses adsorbsi ini berlangsung, amonia yang berada di dalam evaporator akan terhisap ke dalam generator karena adanya perbedaan tekanan. Saat terhisap amonia cair akan menguap menjadi uap amonia. Proses penguapan amonia ini akan menyerap kalor disekitar evaporator sehingga menyebabkan temperatur evaporator turun dan menjadi dingin.

(57)

Gambar 4.2.1. Grafi

rafik tekanan dan energi surya terhadap waktu data

ketiga data pemanasan yang telah dilakukan, nan tertinggi dibandingkan tekanan pada data pat dilihat dari Gambar 4.2.1, tekanan tertingg

r 5,1 bar pada menit ke 165 dengan intensitas watt/m2. pada Gambar 4.2.1 dapat dilihat ba rgi surya yang konstan dan tinggi, maka tekana

vaporator pun akan tinggi, ini disebabkan oleh cukupn oleh generator untuk memanaskan campuran

ga dengan panas yang cukup besar itu maka enguap ke evaporatorpun akan semakin banyak da

(58)

Selama pr oleh kurangnya ketelitian sang peneliti dalam

pertama.

pengaruh intensitas energi surya, tekanan yan pada saat proses desorbsi juga dapat dipen amonia-CaCl2 yang digunakan. Semakin besar

yang digunakan dan dengan tingkat energi pada penelitian data pertama, maka akan semaki dapat dihasilkan di evaporator. Hal ini disebabkan a yang dapat terlepas dari adsorber ke dalam eva

orbsi sehingga tekananpun dapat meningkat.

k tekanan dan intensitas energi surya terhadap wakt

(59)

Dari Gambar 4.2.2 dapat dilihat bahwa pada proses desorbsi data kedua ini, intensitas energi surya (titik berwarna biru) cenderung tidak konstan, intensitas tertinggi yang tercatat sebesar 915 watt/m2 pada menit ke 45. Dan dapat dilihat pula bahwa tekanan tertinggi hanya mencapai 2,5 bar, ini dikarenakan besarnya pemanasan yang diperlukan untuk menguapkan amonia yang bercampur dengan kalsium klorida kurang. Hubungan tentang tekanan dan energi surya ini dapat dibuktikan dari data menit ke 45 sampai 105, pada data di menit tersebut dapat kita lihat bahwa intensitas energi surya yang datang cenderung tinggi dan konstan, sehingga tekanan yang dihasilkan di evaporatorpun semakin meningkat. Berbeda dengan intensitas energi surya pada menit ke 20 sampai 40, intensitas energi surya rendah sehingga menyebabkan tekanan evaporator pada menit 40 menjadi rendah. Penurunan tekanan oleh kurangnya energi surya yang datang dapat kita amati dari sifat CaCl2 yang digunakan sebagai adsorber. Seperti yang kita ketahui CaCl2

(60)

Gambar 4.2.3. Grafik te

k tekanan dan intensitas energi surya terhadap wakt

Gambar 4.2.3, dapat dilihat bahwa tekanan (titik wa kan di evaporator semakin meningkat ketika inte warna biru) semakin meningkat dan konstan. Teka sebesar 3,4 bar pada menit ke 60 dan dicapai pa ebesar 790 watt/m2. Setelah menit ke 60 tekanan ke

n intensitas energi surya yang datang juga se pertama dan kedua, intensitas energi yang uhi hasil tekanan pada penelitian data ketiga.

(61)

Gambar 4.2.4

4.2.4. Grafik tekanan terhadap waktu dari ketiga dat

Gambar 4.2.4, ada simbol A dan B yang dipakai pada upakan lamanya proses desorbsi pada setiap data, s upakan lamanya proses adsorbsi atau pendinginan b

(62)

Gambar

bar 4.2.5. Grafik tekanan yang dicapai tiap data.

dilihat pada Gambar 4.2.4 tekanan dari ketiga da data kedua (garis warna merah) dapat diliha untuk menempuh keseluruhan proses desorbsi s butuhkan waktu selama 195 menit dan tekanan t saat proses desorbsi mencapai 2,5 bar, kemudi warna hijau) waktu yang diperlukan untuk roses desorbsi sampai proses adsorbsi diperlukan nit dan tekanan tertinggi yang dapat dicapai pada

apai 2,7 bar, data pertama (garis warna biru) dapa garis berwarna biru mampu mencapai tekanan te gambilan data, tekanan yang dicapai sebesar 5,1

roses desorbsi sampai proses adsorbsi dibutuhkan

(63)

165 menit. Dapa

pat dilihat pada Gambar 4.2.4, tekanan yang dica tinggi dari kedua data yang lain, ini diseba rgi surya yang diterima oleh reflektor dalam h besar dan konstan di bandingkan dengan kedua gan data kedua dan ketiga, intensitas energi m

kolektor tidak sepenuhnya maksimal karena faktor n berawan. Selain itu, tekanan yang dihasilka

eh banyaknya kadar amonia di dalam ruang gener monia di dalam generator, maka semakin besar hasilkan di evaporator dan sebaliknya, hal ini jug s energi surya yang diterima oleh generator pada

u desorbsi.

4.2.6. Grafik temperatur evaporator (T3) terhadap w

(64)

Gamba

bar 4.2.7. Grafik Temperatur evaporator (T3)

Gambar 4.2.6 data pertama (garis berwarna biru dapat dicapai sebesar 12C. pada pengambilan d peratur terendah dicapai oleh data pertama, ini data pertama lebih tinggi dibandingkan data kedu

5,1 bar, sehingga proses adsorbsi pun dapat be n tekanan dan temperatur evaporator pada saat pr amati dari perbedaan tekanan dan seberapa cepa p refrijeran pada saat proses adsorbsi, dengan pe

antara tekanan di generator dengan di evapor monia ke adsorber akan berjalan dengan cepat, ini

an tekanan juga adanya sifat yang haus pada ados erupakan sifat dimana adsorber benar-benar kerin dak tercampur dengan amonia, sehingga mempuny

(65)

yang tinggi terhadap cairan atau fluida yang dalam hal ini merupakan amonia. Tekanan yang lebih tinggi ini dicapai karena intensitas energi surya yang diterima oleh generator melalui reflektor lebih tinggi dan cenderung konstan. Proses pendinginan pada data pertama berlangsung selama 115 menit, sedangkan data kedua dan ketiga hanya berlangsung sekitar 55 menit. Pada data kedua proses adsorbsi yang berlangsung pada evaporator hanya mencapai temperatur 17C, ini dikarenakan tekanan yang dicapai pada data kedua rendah, hanya mencapai 2,5 bar, sehingga perbedaan tekanan antara generator dan evaporator tidak terlalu besar yang berdampak pada kurangnya penyerapan kalor disekitar evaporator, sehingga temperatur pendinginan yang didapatkan pun kurang maksimal. Pada Gambar 4.2.6, data ketiga (garis warna hijau) temperatur yang dapat dicapai sebesar 14C. Tekanan data ketiga lebih kecil dibandingkan data kedua, namun mampu mencapai temperatur yang lebih rendah dibandingkan data pertama. Ini disebabkan oleh pengambilan data proses adsorbsi data ketiga lebih pagi dibandingkan data kedua, sehingga generator masih dalam keadaan dingin sehingga amonia yang berada di evaporator dapat terserap oleh CaCl2secara maksimal tanpa adanya

pengaruh panas di generator.

(66)

amonia yang dapat terlepas dari adsorbernya (CaCl2). Semakin baik energi

surya yang diterima pada saat proses pemanasan maka akan mempermudah amonia dapat terlepas dari adsorber ke evaporator. Karena semakin banyak amonia yang dapat berpindah ke evaporator maka tekanan di evaporatorpun akan meningkat. Karena banyaknya amonia di dalam evaporator yang menyebabkan tekanannya menjadi tinggi, maka akan dapat mempengaruhi hasil temperatur pendinginan pada evaporator. Ini dikarenakan semakin tinggi perbedaan tekanan pada evaporator dengan generator maka kalor yang dapat diserap evaporator pada saat proses pendinginanpun akan semakin besar, sehingga menyebabkan temperatur pada evaporator menjadi sangat rendah.

(67)

Gambar 4.2.8. Gr

Gambar 4.2

Pengaruh kotak pendingin di

. Grafik temperatur kotak pendingin (T4) terhadap w

bar 4.2.9. Grafik suhu terendah kotak pendingin (T4

uh temperatur pendinginan pada evaporator terha in disebabkan oleh kemampuan amonia sebagai ref

dap waktu

T4)

(68)

menyerap kalor di sekitar evaporator pada saat proses adsorbsi berlangsung, sehingga temperatur kotak pendingin selama proses adsorbsi berlangsung bisa hampir sama dengan temperatur pendinginan pada evaporator.

Dari Gambar 4.2.8 dapat diamati bahwa proses adsorbsi yang berangsung selama beberapa waktu dapat mempengaruhi temperatur udara di dalam kotak pendingin. Hal ini dapat dilihat dari data pertama (garis warna biru), temperatur hanya mencapai 19C selama 50 menit dan cenderung naik atau kembali pada temperatur lingkungan. Untuk data kedua (garis warna merah), temperatur udara kotak pendingin mencapai 26C selama 115 menit dan data ketiga (garis warna hijau), temperatur yang dicapai sebesar 19C selama 55 menit. pada data pertama dan ketiga menghasilkan temperatur kotak pendingin yang sama besar yaitu 19C, hal ini bukan berarti bahwa tekanan awal pada saat proses adsorbsi berlangsung tidak berpengaruh, hal ini lebih disebabkan oleh kontruksi kotak pendingin yang tidak tertutup rapat, sehingga selain pengaruh adsorbsi, udara sekitarpun dapat mempengaruhi temperatur udara di kotak pendingin.

(69)

Gamba penelitian ini lebi Pratama (COP:0,92 yang pernah dila (COP:0,92). Kua pada pengambila

tertinggi yang da 

data kedua. Du

bar 4.2.10. Grafik Perbandingan COP rata-rata

Gambar 4.2.10, dapat dilihat COP yang dihas akukan. COP pada penelitian ini dihitung ). COP yang dihasilkan dari semua penelitian me

ri ketiga variasi yang dilakukan, COP tertinggi y pada pengambilan data ketiga. COP yang dih

lebih tinggi dari penelitian serupa oleh Heribertus :0,92), namun hasil yang didapatkan sama denga dilakukan Anthiocus Songko (COP: 0,98) dan B Kuat dugaan hal ini dipengaruhi oleh besarnya ker

(70)

tertulis bahwa COP

referensi lainnya tentang hubungan tekanan eva u dan hubungan temperatur (T3) terhadap wakt ta percobaan penelitian ke tiga (Nopi, 2012), ber

bil sebagai referensi :

rafik hubungan antara tekanan dan intensitas ener

r 4.2.11 di atas merupakan grafik hubungan antar nergi surya data percobaan ketiga (Nopi,2012

amonia-CaCl2 0,6. Didapatkan hasil tekanan pada

(71)

sebesar 12 bar pada saat proses desorbsi. Hasil tekanan 12 bar ini merupakan hasil tekanan tertinggi yang dapat dicapai oleh alat yang diteliti, hal ini disebabkan oleh pemanasan yang maksimal pada proses desorbsi serta dipengaruhi oleh banyaknya amonia yang ada di dalam sitem pendingin. Pada Gambar 4.2.11 sangat jelas bahwa temperatur pemanasan sangat baik terbukti dapat mencapai intensitas energi surya sebesar 1012 watt/m2. Penurunan intensitas energi surya pada menit ke 105 tidak mempengaruhi tekanan di evaporator, ini disebabkan oleh pada selang waktu 15 menit pengambilan data cuaca tiba-tiba berawan, sehingga intensitas yang tercatat pun menjadi kecil namun pada selang waktu 15 menit tersebut matahari belum tertutup oleh awan, hanya pada saat pencatatan data sajalah kondisi matahari tertutup oleh awan. Selain disebabkan oleh pemanasan yang maksimal, perbandingan refrijeran yang dipakaipun sangat berpengaruh, pada percobaan ini perbandingan amonia-CaCl2 0,6, Pengaruhnya adalah semakin baik

pemanasan pada saat adsorbsi dan semakin banyak perbandingan amonia-CaCl2yang berada di generator, maka akan semakin banyak pula amonia yang

dapat terlepas dari adsorber ke evaporator yang menyebabkan tekanan pada evaporatorpun meningkat.

(72)

Gambar pada proses pendi dapat dicapai pada intensitas energi tekanan yang tin desorbsi serta ba generator.

bar 4.2.12. Grafik proses pendinginan evaporator

Gambar 4.2.12 dapat dilihat temperatur terendah stem pendingin dengan tekanan pada saat proses p nghasilkan temperatur pendinginan pada saat pr 

hasil pendinginan ini dapat kita amati bahwa has endinginan maupun unjuk kerja (COP) sistem pe pada sistem pendingin adsorbsi ini dipengaruhi ol gi surya yang digunakan untuk pemanasan saat pr tinggi yang dapat dihasilkan pada evaporator pad

banyaknya perbandingan amonia-CaCl2 yang

(73)

59 BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Telah berhasil dibuat sistem pendingin adsorbsi amonia-CaCl2.

2. Temperatur pendinginan terendah yang bisa tercatat adalah 12oC.

3. COP atau unjuk kerja terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0,98, yaitu COP pada data ketiga.

5.2 Saran

1. Proses pendingin sistem adsorbsi membutuhkan tekanan yang tinggi, oleh karena itu akan lebih baik apabila dibuat alat pendingin adsorbsi yang tahan terhadap tekanan tinggi.

(74)
(75)

DAFTAR PUSTAKA

Ali R., Ghalban E, 2002, Operational Results of an Intermittent Absorption Cooling Unit, International Journal of Energy Research26 (9):825-835 (2002) Ayala R., Frias J. L., Lam L., Heard C. L., Holland F. A, 1994, Experimental assessment of an ammonia/lithium nitrate absorption cooler operated on low

temperature geothermal energy. Heat recovery systems & CHP ISSN 0890-4332

CODEN HRSCEQ, 1994, vol. 14, no4, pp. 437-446 (5 ref.)

Arismunandar, Wiranto, 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Jakarta, Pradnya Paramita.

Best, R., Holland, F.A, 2007, A study of the operating characteristics of an experimental absorption cooler using ternary systems, International Journal of

Energy Research, Volume 14 Issue 5, Pages 553561 2007

Eisa M.A.R., Holland, F.A, 2007,A study of the operating parameters in a water-lithium bromide absorption cooler, International Journal of Energy Research,

Volume 10 Issue 2, Pages 137144 2007

Grenier, Ph, 1983, Experimental Result on a 12 m3 Solar Powered Cold Store Using the Intermittent Zeolite 13x-Water Cycle. Solar World Congress, Pergamon

Press, pp. 353-358, 1984

Hinotani, K, 1983, Development of Solar Actuated Zeolite Refrigeration System. Solar World Congress, Vol.1, Pergamon Press, pp. 527-531.

http://ismantoalpha.blogspot.com/2009/12/macam-macam-kolektor-surya.html, diakses pada tanggal 4 agustus 2012

http://oketips.com/18207/amonia-sifat-kimia-ph-dan-kegunaannya, diakses pada tanggal 4 agustus 2012

(76)

http://www.scribd.com/doc/91732337/Prinsip-Kerja-Mesin-Pendingin, diakses pada tanggal 6 agustus 2012

Nainggolan,S.W, 1976, Teori soal penyelesaian thermodinamika. Bandung. Nopi, M, 2012. Studi Eksperimental Pendingin Adsorbsi Amonia-CaCl2Energi Surya Menggunakan Perbandingan Amonia-CaCl2 0,6, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

(77)

LAMPIRAN

Alat pendingin adsorbsi amonia-CaCl2

(78)

Merangkai kerangka penopang kondensor dan evaporator

(79)

Kerangka reflektor

(80)

Reflektor

(81)

Proses pemisahan amonia yang bercampur dengan air

(82)

Proses desorbsi

Gambar

Grafik dan Pembahasan ....................................................
Tabel 4.1.Data pertama proses desorbsi 5 Juli 2012............................
Gambar 4.2.11. Grafik hubungan antara tekanan dan intensitas radiasi (Nopi,
Gambar 2.1. Siklus pendinginan (absorbsi)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bank BPD Jateng Cabang Surakarta sebagai perusahaan yang memiliki berbagai fasilitas komunikasi yang relatif modern, seperti telepon, radio, dan faksimili serta memiliki pemimpin

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan model problem based learning berbantuan

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rumah susun sederhana sewa dengan pendekatan arsitektur bioklimatik merupakan gedung bertingkat yang dibangun

1) Sertifkat lulus bahasa Inggeris tingkat pre - advanced SELTU-UGM atau TOEFL dengan skor serendah-rendahnya 450. 2) Sertifkat kemampuan bahasa surnber (bahasa asing

Para pemimpin "Islam mapan", baik di pemerintah, MPR/DPR, partai politik, ataupun perhimpunan lain dinilai kurang tegas menegur para pimpinan "Islam jalanan" yang

Berdasarkan data koordinat garis lintang dan bujur posisi pengguna hotspot di Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang diolah dengan menerapkan algoritma K-Means,

Protokol adalah sebuah aturan yang mendefinisikan beberapa fungsi yang ada dalam sebuah jaringan komputer, misalnya mengirim pesan, data, informasi dan fungsi lain yang harus

Untuk itu penulis memberikan saran untuk penelitian selanjutnya yaitu menggunakan seluruh sifat-sifat gambar kolkoskopi sebagai input atau mengunakan metode lain dalam