• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

Konsep dasar pendidikan adalah proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu sendiri terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri. Selanjutnya dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok yang saling berkait yaitu: (Notoatmodjo, 2004)

1. Persoalan masukan (input) yang menyangkut sasaran belajar itu sendiri dan latar belakangnya.

2. Proses (process) yaitu mekanisme dan interakasi terjadinya perubahan kemampuan pada diri subjek belajar, dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar, metode dan teknik belajar, alat bantu belajar dan materi yang dipelajari.

3. Keluaran (output) merupan hasil dari proses belajar.

Pendidikan kesehatan pada dasarnya ialah suatu proses mendidik individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainnya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur masukan-masukan yang telah diolah dengan teknik-teknik tertentu akan menghasilkan keluaran yang menghasilkan harapan atau tujuan kegiatan

▸ Baca selengkapnya: merekam suara atau gambar pemikiran atau kejadian yang dianggap penting dalam proses pembuatan karya merupakan proses

(2)

tersebut. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang dinamis. Tidak dapat disangkal pendidikan bukanlah satu-satunya cara mengubah perilaku, tetapi pendidikan juga berperan juga mempunyai peran yang cukup penting dalam perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004)

2.2 Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan

Metode simulasi adalah pembelajaran yang memerikan kesempatan kepada pembelajar untuk meniru suatu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari atau berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau berkaitan dengan tanggung jawabnya.

Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan akselerasi pemikiran dan perasaan dengan sikap dan psikomotorik pembelajar, kemampuan pembelajar ditingkatkan dalam keterampilan berkomunikasi sederhana dan kepekaan terhadap aksi orang lain agar terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya

2. Menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkan

3. Menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi

4. Memperoleh persepsi, pandangan ataupun mengalami perasaan kejiwaan dan batin tertentu

(3)

6. Memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi buatan, sehingga pembelajar terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya.

Kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai berikut: A. Kelebihan

1. Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan tanpa menanggung kerugian

2. Melibatkan pembelajar secara aktif dan memberikan kesempatan kepada pembelajar terlibat secara langsung dalam kegiatan belajar dan melakukan eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam lingkungan yang sesungguhnya.

3. Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran

4. Belajar memahami suatu kegiatan tertentu 5. Dapat meningkatkan motivasi pembelajar

6. Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek tidak memadai

7. Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak dapat dilakukan dalam situasi nyata

8. Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan berdasarkan kemungkinan yang muncul

(4)

B. Kekurangan

1. Kurang efektif untuk menyampaikan informasi umum

2. Kurang efektif untuk kelas yang besar, karena umumnya kan efektif bila dilakukan untuk perorangan atau group yang kecil

3. Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat latihan, karena diperlukan alat bantu

4. Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajaran harus melakukannya 5. Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan

situasi sebelumnya, baik dalam kecanggihan alat, lingkungan dan sebagainya 6. Memerlukan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002)

Dalam pelatihan metode simulasi dapat diterapkan dalam beberapa teknik sebagai berikut: (Smeru,2006)

1. Ceramah Bergambar, adalah ceramah dengan kombinasi teknik yang bervariasi. Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan dengan ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, disko, pleno, penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta. Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan (handouts), transparansi yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD, tulisan-tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano, dll.

(5)

2. Diskusi Umum (Diskusi Kelas) bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai teknik lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan, dan lain-lain.

3. Curah Pendapat (Brainstorming) adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan teknik curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.

4. Diskusi Kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Teknik ini dapat membangun suasana saling menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi peserta yang masih belum banyak berbicara dalam diskusi yang lebih luas. Tujuan

(6)

penggunaan teknik ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno. Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi umum yang merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil diskusi kelompok.

5. Bermain Peran (Role-Play), merupakan teknik untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran-peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap peran tersebut. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Teknik ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.

6. Sandiwara, teknik ini seperti memindahkan ‘sepenggal cerita’ yang menyerupai kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan teknik ini ditujukan untuk mengembangkan diskusi dan analisa peristiwa (kasus). Tujuannya adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah. Dengan begitu, rana penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis dikombinasikan secara seimbang.

(7)

7. Demonstrasi adalah teknik yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses. Biasanya, setelah demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil, peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktek adalah membuat perubahan pada ranah keterampilan.

8. Praktek Lapangan, teknik ini bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di ‘lapangan’, yang bisa berarti di tempat kerja, maupun di masyarakat. Keunggulan dari teknik ini adalah pengalaman nyata yang diperoleh bisa langsung dirasakan oleh peserta, sehingga dapat memicu kemampuan peserta dalam mengembangkan kemampuannya. Sifat teknik praktek adalah pengembangan keterampilan.

9. Permainan (Games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah ‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk

(8)

membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Teknik ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.

2.3. Teori Perubahan Perilaku

Mengubah perilaku seseorang agar dapat mengikuti keinginan yang disampaikan tidaklah mudah. Batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktivitas dari manusia itu sendiri. Untuk kepentingan analisis perilaku perlu diketahui apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.

(9)

Menurut Sarwono (1993) dan Notoatmodjo (2003), perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsang yang masih bersifat terselubung, dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behavior.

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.

Berdasarkan batasan ini, Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan, yaitu : a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu perilaku atau

usaha – usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.

b. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour), yaitu upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita sakit atau kecelakaan. Perilaku ini mulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan tradisional maupun modern.

c. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat.

(10)

d. Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat dan emosi untuk memproses pengaruh – pengaruh dari luar. Faktor yang berasal dari luar (eksternal) meliputi objek, orang kelompok, dan hasil – hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya.

Perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat

(overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah tampak, seperti misalnya pengetahuan, persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk – bentuk perilaku kedalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Ada 6 tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam ranah kognitif ini, yaitu : (1). Tahu (know)

diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu; (2). Memahami (comprehension), artinya seseorang itu

(11)

telah dapat mengenterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut; (3). Aplikasi (application), diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya pada situasi yang lain; (4). Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/ atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen – komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui; (5). Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen – komponen pengetahuan yang dimiliki; (6). Evaluasi , berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atu objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2005).

Selanjutnya berdasarkan pendapat Notoadmodjo (2003), dapat dijelaskan bahwa proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam individu (internal) berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat dan emosi untuk memproses pengaruh dari luar. Faktor yang berasal dari luar (eksternal) meluputi objek, orang kelompok, dan hasil – hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya. Promosi kesehatan yang

(12)

berisi nilai – nilai kesehatan yang berasal dari luar diri individu, cenderung dapat mempengaruhi kondisi internal dan eksternal individu atau masyarakat.

Notoatmodjo (2003), yang mengutip pendapat Achmadi, menjelaskan jenis sikap, yaitu : (a) Sikap positif, yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma – norma yang berlaku dimana individu itu beda; (b) Sikap negative, menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma – norma yang berlaku dimana individu itu berbeda. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya / dinilai baik.

Menurut Green (1980), dalam mencapai kualitas hidup yang baik (quality of life) dapat dicapai melalui peningkatan derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya hidup (behavior and lifestyle) serta lingkungan atau environment. Faktor paling besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan adalah faktor perilaku dan gaya hidup serta lingkungan, misalnya seorang menderita diare karena minum air yang tidak masak (masalah perilaku) atau seorang yang tidak merokok terkena kanker paru akibat berada lingkungan orang yang merokok (masalah lingkungan). Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap lingkungan nya. Faktor perilaku akan terjadi apabila ada rangsangan, sedangkan pola kebiasaan seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan untuk mengikuti trend atau hanya meniru tokoh idolanya.

(13)

Ada 3 faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilakku tertentu, yaitu : (a). Faktor pemungkin ( predisposing factor), adalah faktor pemicu terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalamnya keterampilan petugas kesehatan, ketersediaan sumber daya dan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap masyarakat, (b). Faktor – faktor pemudah

(reinforcing factor), adalah faktor pemicu yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku, misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki seseorang, dan (c). Faktor penguat (enabling factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat. Ketiga faktor ini dipengaruhi oleh faktor penyuluhan (regulation) serta organisasi

(organization). Semua faktor – faktor tersebut merupakan ruang lingkup promosi kesehatan (Green, 1980).

Anggota masyarakat yang memiliki potensi besar untuk mengubah system nilai dan norma adalah mereka yang disebut dengan pemuka masyarakat atau tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat ini terdiri atas dua kategori, yaitu tokoh masyarakat yang formal dan tokoh masyarakat yang informal. Tokoh masyarakat formal adalah orang yang memiliki posisi menentukan dalam sistem pemerintahan (disebut juga penentu kebijakan), seperti gubernur, bupati/walikota, anggota dewan perwakilan rakyat, dan lain – lain. Adapun tokoh masyarakat informal ada berbagai jenis, misalnya tokoh atau pemuka adat, tokoh atau pemuka agama, tokoh politik, tokoh pertanian, dan lain – lain. Pemuka atau tokoh adalah seseorang yang memiliki kelebihan di antara kelompoknya. Ia akan menjadi panutan bagi kelompoknya atau

(14)

bagi masyarakat karena ia merupakan figur yang menonjol. Di samping itu, ia dapat mengubah sistem nilai dan norma masyarakat secara bertahap, dengan terlebih dulu mengubah sistem nilai dan norma yang berlaku dalam kelompoknya (Depkes RI, 2006).

Kemampuan penting yang harus dikuasai dalam upaya mengatasi persoalan kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat, adalah : ketrampilan untuk mengatur suatu masyarakat dan ketrampilan untuk merencanakan sebuah program promosi kesehatan (McKenzie, 2007).

Sejak era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan. Dengan paradigma ini berarti pembangunan kesehatan harus lebih mengutamakan upaya – upaya promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Dengan demikian program promosi kesehatan mendapat tempat yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan.

Berdasarkan pendapat Green (1980), dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan merupakan determinan penting dari perilaku hidup sehat dalam masyarakat. Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilaku tertentu, yaitu :

1. Faktor pemungkin atau predisposing faktor, sebagai faktor pemicu perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana;

(15)

2. Faktor pemudah atau reinforcing faktor, adalah faktor dasar atau motivasi bagi perilaku, misalnya pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki seseorang;

3. Faktor penguat atau enabling faktor, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang dipercaya oleh masyarakat.

Teori perubahan perilaku difusi inovasi menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.

Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

(16)

(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber

kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai

memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam

kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type

(17)

of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup: 1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit

pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi

2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil

keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik

3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil

keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.

4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit

pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil

keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang telah diuji oleh Rogers (1961). Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:

(18)

1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.

Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi

2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam

penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi

3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:

penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.

4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam

penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.

5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum

kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

2.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan bina suasana

(Social Support) advokasi dan gerakan masyarakat (Empowerment) sehingga dapat menerapkan cara hidup sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan

(19)

kesehatan masyarakat. Adapun sasaran dari program PHBS tersebut mencakup lima tatanan, yaitu : tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan sarana kesehatan (Depkes RI, 2002 dan Depkes RI, 2006).

Menurut Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI (2006), PHBS di rumah tangga adalah mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Adapun tujuan PHBS di rumah tangga adalah sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan dukungan dan peran aktif petugas kesehatan, petugas lintas sektor, media massa, organisasi masyarakat, LSM, tokoh masyarakat, tim penggerak PKK dan dunia usaha dalam pembinaan PHBS di rumah tangga,

2. Meningkatkan kemampuan keluarga untuk melaksanakan PHBS dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

Sasaran PHBS tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu : pasangan usia subur, ibu hamil dan atau ibu menyusui, anak dan remaja, usia lanjut, dan pengasuh anak (Depkes RI, 2006).

Indikator adalah suatu petunjuk yang membatasi fokus perhatian suatu penilaian. Adapun indikator PHBS tatanan rumah tangga, adalah :

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, yaitu pertolongan pertama pada persalinan balita termuda dalam rumah tangga dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan dan paramedis lainnya).

(20)

2. Bayi diberi ASI eksklusif, adalah bayi termuda usia 0 – 6 bulan mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan:

3. Menimbang Balita setiap bulan, Adalah keuarga yang menimbangkan Balitanya ke Posyandu setiap bulannya.

4. Ketersediaan air bersih, adalah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih dan menggunakannya untuk kebutuhan sehari – hari yang berasal dari air dalam kemasan, air leding, air sumur terlindung dan penampungan air hujan. Sumber air pompa, sumur dan mata air terlindung berjarak minimal 10 meter dari tempat penampungan kotoran atau limbah.

5. Ketersediaan jamban sehat, adalah rumah tangga yang memiliki atau menggunakan jamban leher angsa dengan tangki septik atau lubang penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir;

6. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, Setai Anggota keluarga mencuci tangan pakai sabun setelah melakukan buang air besar, memegang uang, memegang binatang, berkebun menceboki bayi, sebelum makan, sebelum menyusui.

7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu,

8. Tidak merokok di dalam rumah, adalah penduduk/anggota keluarga umur 10 tahun keatas tidak merokok di dalam rumah selama ketika berada bersama anggota keluarga lainnya selama 1 bulan terakhir.

(21)

9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari, adalah penduduk/anggota keluarga umur 10 tahun keatas dalam 1 minggu terakhir melakukan aktifitas fisik (sedang maupun berat) minimal 30 menit setiap hari.

10. Makan buah dan sayur setiap hari, adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun keatas yang mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari dalam 1 minggu terakhir (Depkes RI, 2006).

Pada Renstra Depkes 2005 – 2009, PHBS merupakan salah satu program prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi sasaran luaran dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2006).

2.4. Strategi Promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep pendidikan, sejak mulai dilaksanakan konsep promosi kesehatan di Indonesia, banyak upaya telah dilakukan. Yang terpenting adalah diterbitkannya kebijakan teknis promosi kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan program promosi kesehatan baik di pusat maupun di daerah. Kebijakan kebijakan yang telah berhasil dikembangkan antara lain adalah. (1) Perilaku sehat sebagai salah satu vilar dari visi Indonesia, (2) Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu subsistim dari sistem kesehatan nasional, (3) Penyuluhan perilaku sehat sebagai salah satu standar pelayanan minimal bidang kesehatan untuk kabupaten/kota, (4) Promosi kesehatan sebagai salah satu pelayanan wajib bagi puskesmas, (5) Kebijakan perkuatan social dalam rangka

(22)

(7) Kebijakan penyelenggaraan kabupaten/kota sehat, (8) Kebijakan program langit biru.( Depkes RI,2005)

Committee on Health Education and Promotion Terminology yang dikutip oleh McKenzie (2007) menyatakan bahwa promosi kesehatan sebagai kombinasi terencana apapun dari mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan, maupun mekanisme organisasi yang mendukung tindakan dan kondisi kehidupan yang kondusif untuk kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Pada Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Dalam melaksanakan promosi kesehatan tidak terlepas dari perilaku. Perilaku tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi. Sistem nilai dan norma merupakan rambu – rambu bagi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sistem nilai dan norma “dibuat” oleh masyarakat untuk dianut oleh individu – individu anggota masyarakat tersebut. Namun demikian sistem nilai dan norma, sebagai sistem sosial, adalah sesuatu yang dinamis. Artinya, sistem nilai dan norma suatu masyarakat akan berubah mengikuti perubahan – perubahan lingkungan dari masyarakat yang bersangkutan (Depkes RI, 2006).

(23)

Hasil Konferensi Internasional ke-4 tentang Promosi kesehatan, yang dikutip oleh Liliweri (2007), menyatakan bahwa prioritas promosi kesehatan dalam abad 21 adalah ; (1). Mempromosikan tanggung jawab sosial bagi kesehatan; (2). Meningkatkan modal untuk pengembangan kesehatan; (3). Konsolidasi dan perluasan kemitraan untuk kesehatan; (4) Meningkatkan kapasitas komunitas dan memperkuat individu dan ; (5) Melindungi keamanan infrastruktur promosi kesehatan.

Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah mentapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu (1) gerakan pemberdayaan masyarakat (2) bina suasana dan (3) advokasi, yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi yang tepat (Depkes RI, 2006).

1. Advokasi

Menurut Notoadmodjo (2003) yang mengutip pendapat Hopkins, definisi advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam – macam bentuk komunikasi persuasive. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak – pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang – undangan), dana, sarana, dan lain – lain sejenis.

Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana

(24)

pemerintah. Juga dapat berupa tokoh – tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat, dan lain – lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya. Tidak boleh dilupakan pula tokoh – tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah, swasta maupun pemuka masyarakat (Notoatmodjo, 2005).

2. Bina Suasana

Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang – orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain – lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan Bina Suasana (Depkes RI, 2006).

Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana, yaitu (1) Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan (3) Pendekatan Masyarakat Umum (Depkes RI, 2006), dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Bina Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat. Melalui pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. Mereka juga diharapkan dapat

(25)

menjadi individu – individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M yaitu Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya wabah demam berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu. 2. Bina Suasana Kelompok, ditujukan kepada kelompok – kelompok dalam

masyarakat, seperti, pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), kelompok keagamaan, perkumpulan seni, organisasi profesi, organisasi wanita, organisasi siswa/mahasiswa, organisasi pemuda, dan lain – lain. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama – sama dengan pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Diharapkan kelompok – kelompok tersebut menjadi peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak – pihak yang terkait, dan atau melakukan control sosial terhadap individu – individu anggotanya.

3. Bina Suasana Masyarakat Umum, dilakukan terhadap masyarakat umum dengan membina dan memanfaatkan media – media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain – lain, sehingga dapat tercipta

(26)

pendapat umum. Dengan pendekatan ini diharapkan media – media massa tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu – individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan. Strategi bina suasana dilakukan melalui : (1) Pengembangan potensi budaya masyarakat dengan mengembangkan kerja sama lintas sektor termasuk organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda, wanita serta kelompok media massa; dan (2) Pengembangan penyelenggaraan penyuluhan, mengembangkan media dan sarana, mengembangkan metode dan teknik serta hal – hal lain yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan. 3. Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Notoadmodjo, 2003).

Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Dalam mengupayakan agar seseorang tahu dan sadar, kuncinya terletak pada keberhasilan membuat orang tersebut memahami bahwa sesuatu (misalnya diare) adalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang orang yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan

(27)

masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah yang bersangkutan (Depkes RI, 2006).

Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta – fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan; misalnya tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah terserang diare karena perilaku yang dipraktikkannya (Depkes RI, 2006).

Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community development).

Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai Lembaga – lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara mereka maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat berdayaguna dan berhasilguna (Puspromkes Depkes, 2006).

(28)

Menurut Azwar (1996), Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Puskesmas mempunyai tiga fungsi utama dalam menjalankan kegiatannya, yaitu : (1) Pusat penggerakan pembangunan berwawasan kesehatan, (2) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama dan (3) Pusat pemberdayaan masyarakat.

Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, puskesmas harus selalu berupaya agar individu, keluarga dan masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk melayani diri sendiri dan masyarakat di bidang kesehatan dengan memperhatikan kondisi dan situasi perilaku sosial budaya masyarakat setempat (Depkes, 2006).

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka peneliti dapat merumuskan beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Pelatihan dengan metede simulasi adalah suatu metode efektif dalam meningkatkan pengetahuan objek/sasaran, di mana ada interaksi antara fasilitator (penyampai informasi) dengan objek (penerima informasi) dengan objek (penerima informasi).

Menurut Rogers dan Shoemaker (1978) dapat disimpulkan bahwa, proses perubahan perilaku seseorang termasuk pengetahuan dan sikap individu dilalui oleh

(29)

proses yang panjang, proses adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1) mengetahui/menyadari tentang adanya ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian terhadap ide itu (interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba memakainya (tried), dan kalau menyukainya maka; 5) menerima ide baru (adoption).

Dalam penelitian ini, dari teori tersebut hanya tiga tahap awal saja yang menjadi ruang lingkupnya. Dengan pelatihan dengan metode simulasi memberikan pengetahuan atau ide baru (awareness) sehingga tokoh masyarakat tertarik untuk melakukan pembahasan (interest) dan memberikan penilaian atau mengemukakan sikapnya terhadap pengetahuan tersebut (evaluation).

Secara skematis, proses Adopsi inovasi dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Early Adaptor

Later Adaptor

(30)

Dalam teori ini juga dinyatakan bahwa untuk mengadopsi sebuah perubahan baru, ada sebahagian orang sebagai early adaptor yang merupakan, yang memiliki cirri-ciri para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi, atau pada umumnya disebut Tokoh Masyarakat.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan landasan teoritis, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian (Gambar 2.2) sebagai berikut :

PRETEST POST TEST

Intervensi Pelatihan Metode

Simulasi

Tokoh Masyarakat Pengetahuan dan Sikap

tentang PHBS tatanan Rumah Tangga sebelum intervensi

Tokoh Masyarakat Pengetahuan dan Sikap

tentang PHBS tatanan Rumah Tangga setelah

intervensi

Gambar

Gambar 2.1. Skema Teori Inovasi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pengunaan lahan untuk pengembangan atau pembuatan jalan baru yang merupakan fasilitas layanan umum untuk masyarakat dalam meningkatkan perekonomian dan

2) Untuk mengukur kinerja keuangan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan rasio solvabilitas yaitu Debt to Equity Ratio (DER) dan akan dijadikan sebagai

Oleh kar ena itu,s tr at egi pen ting yang harus dilak uk an Indonesia adalah memulai ek spor pr oduk-pr oduk lain yang mempun yai tujuan pasar deng an permin taan

Masukan data pada sistem ini dilakukan oleh 2 pengguna, yaitu admin, dan user (pihak sekolah). Berikut ini adalah hasil analisis kebutuhan masukan berdasarkan

Dan dikategorikan sebagai media audio visual statis. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan, media e- flashcard bilingual adalah sebuah alat atau

Hukum tidak tertulis (termasuk hukum adat di Indonesia) dipadang bukan hukum. Konsep ini menyamakan hukum dengan undang-undang. Sebaliknya pihak mazhab sejarah

Selain melakukan Pemblokiran secara serta merta atas Dana yang dimiliki atau dikuasai, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh nasabah yang identitasnya tercantum

JUMLAH MURID DI SEKOLAH AGAMA ISLAM NEGERI MENURUT TINGKATAN SEKOLAH DI KECAMATAN MARPOYAN DAMAI TAHUN. 2014