• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Latar Belakang Program GNRHL/ Gerhan

Program GNRHL/ Gerhan dilatarbelakangi oleh semakin memburuknya kondisi lahan kritis di Indonesia. Pada bab sebelumnya telah disampaikan bahwa lahan kritis di dalam kawasan hutan mencapai 8 juta hektar dan di luar kawasan hutan mencapai 15 juta hektar. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan perlu dilakukan untuk menanggulangi hal ini. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/ Gerhan) ini merupakan salah satu aplikasi upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang berskala nasional dengan melibatkan banyak pihak.

Tujuan GNRHL/ Gerhan dijadikan gerakan nasional adalah agar banyak pihak yang terlibat dan mengambil peranan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan. Keterlibatan berbagai instansi, lembaga, bahkan elemen masyarakat dapat mendorong adanya kesadaran untuk berperan aktif dalam upaya menanggulangi kerusakan hutan dan lahan, sehingga tujuan dari upaya rehabilitasi hutan dan lahan untuk mengurangi kerusakan lahan beserta dampaknya dapat terwujud. Tujuan tersebut dijelaskan dalam Permenhut No : P.03/Menhut-V/2004, Permenhut No : 33/Manhut-V/2005, dan Keputusan Menteri Kehutanan No : 369/Kpts-V/2003.

4.2Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

4.2.1 Latar Belakang Pengembangan Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.03/Menhut-V/2004, pengembangan kelembagaan GNRHL/ Gerhan bertujuan untuk memberdayakan berbagai pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga, dan masyarakat yang dapat berperan dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Masyarakat diharapkan mendapat manfaat dari pelaksanaan pengembangan kelembagaan dan memanfaatkan hasil dari kegiatan GNRHL/ Gerhan.

(2)

Keterlibatan berbagai pihak dalam GNRHL/ Gerhan diharapkan dapat memudahkan teknis pelaksanaan kegiatan di lapangan, dalam hal perencanaan, penyampaian informasi, serta monitoring dan evaluasi kegiatan tersebut.

4.2.2 Pengembangan Kelembagaan Program GNRHL/ Gerhan

Surat Keputusan Bersama ( SKB ) tiga Menteri Koordinasi yang terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, dan Menteri Bidang Politik dan Keamanan berisi tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional. Tim ini kemudian akan menetapkan dua kelompok kerja, salah satunya adalah Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi. Pokja tersebut beranggotakan Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Menteri Keuangan, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia. Menteri Kehutanan berperan sebagai Ketua Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan dengan tugas menyiapkan pelaksanaan dan pembibitan, pembinaan teknis dalam penanaman dan pemeliharaan, serta bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan program tersebut. Secara teknis Menteri Kehutanan menunjuk Pembina Penyelenggara GNRHL/ Gerhan yaitu Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Menteri Kehutanan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan sebagai pedoman pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan. Dalam Pokja Sektor Penanaman Hutan dan Rehabilitasi, Kementrian Keuangan bertugas untuk menyusun dan mengesahkan anggaran GNRHL/ Gerahan. Sebelum sampai pada tahap pengesahan anggaran, anggaran tersebut perlu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR–RI) melalui Komisi III atau Komisi Badan Anggaran.

Pada tingkat provinsi, kelembagaan GNRHL/ Gerhan berada di bawah bimbingan Pemerintah Daerah Provinsi yang diketuai oleh Gubernur setempat dan dibantu oleh Tim Pengendali Tingkat Provinsi yang branggotakan Dinas Kehutanan, Kanwil Ditjen Anggaran, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Dinas Kimpraswil, Dinas Pendidikan, Pertahanan, Perguruan Tinggi, KOREM,

(3)

Polda, Kejaksaan, LSM dan instansi terkait. Pembentukan tim tersebut berdasarkan pada surat keputusan Gubernur. Gubernur bertugas sebagai penanggungjawab penyelenggaraan GNRHL/ Gerhan, sedangkan Tim Pengendali bertugas melakukan koordinasi, mendorong partisipasi, pembinaan, pemantauan, dan evaluasi serta melaporkan hasil penyelenggaraan. Untuk pendanaan, anggaran yang telah disusun dan disahkan oleh Tim Pengendali Pusat melalui Menteri Keuangan dan Badan Anggaran Komisi III DPR–RI akan disalurkan melalui Kantor Wilayah Ditjen Anggaran setempat, untuk kemudian disalurkan kepada satuan kerja di daerah.

Pada tataran Kabupaten/ Kota, tanggung jawab penyelenggaraan GNRHL/ Gerhan berada pada Bupati/ Walikota, yang bertugas sebagai Ketua Penyelenggara di tingkat Kabupaten/ Kota. Untuk teknis pelaksanaan di lapangan, Bupati/ Walikota dibantu oleh Tim Pembina yang beranggotakan Dinas Kehutanan, Instansi terkait, KODIM, Polres, Kejaksaan Negeri, dan LSM. Tim Pembina bertugas untuk melaksanakan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, melakukan bimbingan teknis, melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, melakukan pengawasan dan pengendalian, serta memberikan laporan hasil kepada Bupati/ Walikota. KODIM dalam hal ini melaksanakan tugas kepeloporan TNI yaitu menggerakan masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan, sedangkan Polres berperan dalam melakukan pengamanan lokasi dan hasil dari kegiatan program GNRHL/ Gerhan.

Perbedaan yang terdapat pada pelaksanaan GNRHL/ Gerhan dengan pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang sebelumnya adalah kegiatan GNRHL/ Gerhan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat dalam bentuk kelompok tani. Kelompok tani memiliki tanggung jawab untuk ikut melakukan rehabilitasi, baik sebagai penghasil bibit maupun pelaksana penanaman. Selain melibatkan masyarakat dalam kelompok tani, ditataran masyarakat, pengembangan kelembagaan GNRHL/ Gerhan juga melibatkan LSM, BUMN, BUMS, dan Koperasi. LSM dilibatkan sebagai fasilitator antara kelompok tani dan pemerintah. LSM berperan sebagai pendamping kelompok tani dalam kelembagaan usaha, dengan begitu diharapkan pelaksanaan GNRHL/

(4)

Gerhan dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. BUMN, BUMS, dan Koperasi dilibatkan untuk menjalin kemitraan dengan kelompok tani.

Pengembangan kelembagaan program GNRHL/ Gerhan mulai dari tingkatan nasional sampai pada tingkatan masyarakat bertujuan untuk memudahkan dalam penyampaian informasi, penyaluran anggaran, teknis pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program tersebut. Dari kelembagaan tersebut dapat terlihat hubungan vertikal antara Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina, dan masyarakat yang dapat digambarkan dalam bagan berikut :

Pelaporan hasil

Aliran komando dan informasi

Gambar 2 Skema koordinasi kelembagaanGNRHL/ Gerhan

4.3Kendala Implementasi Kelembagaan GNRHL/ Gerhan

Pedoman atau petunujuk teknis pelaksanaan GNRHL/ Gerhan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kehutanan dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Pedoman juknis tersebut memberikan penjelasan mengenai tata laksana program GNRHL/ Gerhan mulai dari pihak yang terlibat sampai dengan teknis pelaksanaan di lapang. Meski pedoman tersebut sudah dibuat secara sistematik, namun pada kenyataannya masih ditemukan beberapa kendala saat implementasi kebijakan tersebut dilakukan. Kendala yang ditemukan dalam teknis pelaksanaa program GNRHL/ Gerhan, yaitu :

Tim Pembina

Masyarakat

Tim Pengendali Tingkat Provinsi Tim Pengandali Tingkat Pusat

(5)

1. Koordinasi yang kurang maksimal

Berdasarkan hasil wawancara dan penelusuran dokumen, koordinasi yang tidak terlaksana dengan baik menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Hubungan antara Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina/ Pelaksana, serta masyarakat dinilai masih belum optimal. Indikasi tidak maksimalnya koordinasi dalam kelembagaan GNRHL/ Gerhan terlihat dalam proses penyampaian informasi yang tidak lancar. Tidak lancarnya transfer informasi dapat berpengaruh buruk terhadap realisasi program GNRHL/ Gerhan. Program GNRHL/ Gerhan melibatkan banyak pihak (Pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi, LSM, dan masyarakat) yang bergerak di sektor yang berbeda dan latar belakang yang berbeda pula. Hal ini mengakibatkan terjadinya perbedaan persepsi dalam mengapresiasikan maksud, tujuan, bahkan teknis pelaksanaan program.

Penyampaian informasi yang kurang baik juga ditemukan pada tataran masyarakat (kelompok tani), sebagian kelompok tani masih belum memahami tujuan dan peranan keterlibatan mereka dalam program GNRHL/ Gerhan. Contoh kasus dari koordinasi dan penyampaian informasi yang tidak terlaksana dengan baik ditemukan pada tataran masyarakat atau kelompok tani, sebagian kelompok tani masih belum memahami maksud dari keterlibatan mereka dalam program GNRHL/ Gerhan dan keberlanjutan kelompok yang mereka bentuk setelah melakukan penanaman. Hal tersebut juga menjadi indikasi bahwa pengembangan kelembagaan di tataran masyarakat belum berjalan dengan baik.

Sistem koordinasi yang tidak tertata rapi juga merupakan kendala dalam pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Sistem koordinasi yang tidak tertata rapi menyebabkan ketidakmerataan pemaknaan terhadap tugas dan wewenang pihak–pihak yang terlibat dalam program GNRHL/ Gerhan.

2. Ketidakpastian waktu keluarnya anggaran

Adanya ketidakpastian waktu pencairan dana yang digunakan untuk pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan menjadi faktor penghambat terhadap

(6)

pelaksanaan program tersebut. Sebagai contoh, dana yang seharusnya dikeluarkan pada awal tahun atau bulan Januari pada kenyataannya baru keluar pada bulan November. Selama rentang waktu dari Januari hingga November pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan menjadi terhambat, akibatnya capaian realisasi program GNRHL/ Gerhan pada tahun tersebut tidak memenuhi target.

Ketidakpastian waktu pencairan dana anggaran GNRHL/ Gerhan berakibat padakeberhasilan kegiatan penanaman. Kegiatan penanaman idealnya dilakukan pada bulan–bulan tertentu (November sampai Februari) dan ini membutuhkan biaya. Apabila dana baru dicairkan pada waktu – waktu ideal tanam, maka kemungkinan presentase keberhasilan tanaman di lapangan menjadi rendah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan belum menjadi gerakan bersama dalam skala nasional yang terkoordinasi baik. Walaupun kelembagaan program tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama tiga Menteri Koordinasi dan melibatkan banyak instansi dan lembaga, pada kenyataannya hanya sektor Kehutanan dan instansi serta lembaga di tingkat daerah yang terlibat aktif dalam program tersebut.

Selama ini pendanaan program GNRHL/ Gerhan hanya mengandalkan Dana Alokasi Khusus–Dana Reboisasi. Pihak–pihak lain belum cukup berperan dalam pendanaan. Arahan untuk mengadakan dana pendamping baik dari APBN maupun APBD belum terlaksana dengan baik, padahal adanya dana pendamping diharapkan dapat mengatasi kendala ketidakpastian waktu turunnya anggaran GNRHL/ Gerhan.

Para pembuat kebijakan program GNRHL/ Gerhan harus memiliki solusi untuk mengatasi segala bentuk kendala yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan program tersebut. Pembuat kebijakan harus dapat menemukan akar permasalahan dari timbulnya kendala tersebut. Bila pembuat kebijakan hanya mengatasi kendala yang bersifat teknis, maka dapat diprediksi kendala serupa akan terjadi kembali. Lain halnya jika GNRHL/ Gerhan sudah menjadi kebutuhan bersama para pihak yang terlibat, maka akan dengan sendirinya para pihak yang

(7)

terlibat tersebut merasa perlu untuk melakukan program GNRHL/ Gerhan dengan sebaik–baiknya.

4.4Analisis Administrasi Program GNRHL/ Gerhan dari Sisi Birokrasi Karakteristik birokrasi Weberian diciptakan untuk mewujudkan nilai – nilai tertentu, seperti efisiensi, output yang standar, dan kepastian. Pembagian kerja dan sistem karier diperlukan agar birokrasi tersebut dapat berjalan secara efisien. Proses administrasi yang kompleks dapat dirubah menjadi lebih sederhana melalui pembagian kerja yang jelas. Adanya pembagian kerja yang jelas dapat menggolongkan pekerjaan menjadi lebih spesifik, dengan begitu akan lebih mudah untuk memainkan karakteristik sistem karier. Setelah masing–masing pekerjaan dibebankan pada pihak yang memliki kemampuan untuk mengerjakan tersebut, maka diperlukan hierarki wewenang yang berfungsi untuk menjalankan koordinasi agar pembagian kerja yang lebih spesifik tersebut tetap mengacu pada satu tujuan. Sistem aturan dalam birokrasi berperan sebagai acuan dalam mengelola suatu birokrasi agar hubungan kerja yang terjalin merupakan hubungan impersonal dan hierarki wewenang yang digunakan tidak menyalahi aturan (Dwiyanto, 2011).

Weber dalam Yanti (2010) mengemukakan karakteristik birokrasi sebagai berikut :

1. Pembagian kerja/ Spesialisasi (division of labor)

2. Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchy) 3. Adanya sistem aturan (system of rules)

4. Hubungan Impersonal 5. Sistem karier

Karakteristik birokrasi tersebut yang dijadikan acuan untuk menganalisis administrasi program GNRHL/ Gerhan dari segi birokrasi. Penjabaran analisis birokrasi GNRHL/ Gerhan sebagai berikut :

1. Pembagian kerja/ Spesialisasi

Birokrasi program GNRHL/ Gerhan tidak memiliki pembagian kerja yang jelas. Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.03/Menhut-V/2004 dan nomor

(8)

P.33/Menhut-V/2005 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan GNRHL/ Gerhan tidak menjelaskan secara rinci tugas dan fungsi instansi/ lembaga yang terlibat. Peraturan tersebut hanya menjelaskan tugas dari tiap tim (Tim Pengendali Tingkat Pusat, Tim Pengendali Tingkat Provinsi, Tim Pembina, dan masyarakat) tetapi tidak menjelaskan tugas dari masing–masing instansi dan lembaga dalam tim tersebut. Sebagai contoh, Tim Pengendali Tingkat Provinsi yang beranggotakan instansi/ lembaga/ dinas Kehutanan, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara, Perkebunan/ Pertanian, Pendidikan, Lingkungan Hidup, Kimpraswil, Pertanahan, Perguruan Tinggi, Kodam, Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, LSM, dan instansi/ lembaga lain tidak memiliki pembagian kerja yang jelas untuk masing–masing instansi/ lembaga.

Pembagian tugas yang tidak jelas memungkinkan terjadinya saling melempar tanggung jawab dalam satu tim. Hal tersebut yang menyebabkan pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan tidak terkoordinasi dengan baik. Padahal menurut Weber, pembagian kerja yang jelas memungkinkan untuk mempekerjakan tenaga–tenaga spesialisasi dalam setiap jabatan dan membuat mereka bertanggung jawab untuk pelaksanaan efektif tugasnya tersebut (Ahmad 2008).

2. Adanya prinsip hierarki wewenang

Hierarki wewenang dibuat dengan tujuan untuk memudahkan koordinasi dalam sebuah organisasi. Kelembagaan GNRHL/ Gerhan memiliki hierarki wewenang yang sudah terlaksana dengan baik pada skala nasional. Namun pada skala tim hierarki wewenang tidak sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh pembagian peran dan fungsi yang tidak jelas dalam satu tim.

Hierarki wewenang digunakan untuk mengontrol kinerja secara struktural, seperti pertanggung jawaban kerja dari bawahan kepada atasan (Ahmad 2008). Pada program GNRHL/ Gerhan terutama pada skala tim, control kinerja sulit dilakukan karena tidak terdapat hierarki organisasi dan pembagian tugas yang jelas.

(9)

3. Adanya sistem aturan

Program GNRHL/ Gerhan memiliki aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kehutan dan Keputusan Menteri Kehutanan. Namun peraturan yang dikeluarkan tidak menjelaskan secara rinci tugas dan fungsi pihak yang terlibat dalam program tersebut. Padahal peraturan tersebut digunakan sebagai pedoman pelaksanaan GNRHL/ Gerhan. Ketidakjelasan tugas dan fungsi pihak yang terlibat menyebabkan timbulnya kendala dalam pelaksanaan program GNRHL/ Gerhan.

4. Hubungan impersonal

Hubungan kerja yang dibangun dalam program GNRHL/ Gerhan berupa hubungan kerja impersonal. Pihak yang terlibat dalam program tersebut melaksanakan tugas tanpa adanya pertimbangan pribadi (personal). Mereka melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang dibuat, meski tidak semua peraturan dapat mereka laksanakan dengan baik.

5. Sistem karier

Dalam karakteristik birokrasi, sistem karier yang dimaksud adalah penempatan pos kerja atau jabatan disesuakan dengan kemampuan pemegang jabatan. Para pemegang jabatan memperoleh jabatannya dengan cara ditunjuk oleh atasan mereka. Sehingga promosi kenaikan jenjang sangat ditentukan oleh senioritas dan prestasi kerja. Karakteristik birokrasi seperti ini tidak diperlukan dalam program GNRHL/ Gerhan. Program GNRHL/ Gerhan merupakan program berjangka waktu, sehingga sistem karier untuk promosi kenaikan jenjang tidak diperlukan.

Secara keseluruhan admnistrasi program GNRHL/ Gerhan tidak memenuhi karakteristik birokrasi Weberian. Padahal administrasi program GNRHL/ Gerhan dapat dilaksanakan dengan baik bila karakteristik tersebut dipenuhi.

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai teks hadis hukum dan penjelasannya yang terkait dengan masalah-masalah hukum di bidang munakahat, mawaris,

Pedagang kaki lima adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan jasa yang menempati tempat-tempat prasarana kota dan fasilitas umum baik yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program linier dapat digunakan untuk mendapatkan penduga koefisien regresi yang meminimumkan maksimum sisaan mutlak, pada data

19 Saifudin Azwar, Metode Penelitian ,(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1998) hlm.. mengajar, serta teknik atau instrumen observasi dan evaluasi yang akan digunakan. Ketiga,

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATA KULIAH TEORI MUSIK DASAR_ Penelitian.. Not

Sehubungan dengan pengadaan Jasa Konsultansi paket Pengadaan SID Perluasan Sawah 1 Paket pada Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan ini kami

[r]

Kinerja merupakan suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi