TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Dasar Teori
Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar dan air yang membentuk masa padat. Jenis beton yang dihasilkan dalam perencanaan ini adalah campuran beton normal yaitu beton yang mempunyai berat isi 2200 - 2500 kg/m3 dan menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah dan tidak menggunakan bahan tambahan (SK. SNI T-15-1990-03, p1).
Salah satu bahan utama penyusun beton adalah semen. Semen yang biasa digunakan adalah semen portland yaitu semen hidrolik yang dihasilkan dengan
menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik dan bahan tambahan berbentuk kalsium sulfat. Fungsi semen adalah untuk mempersatukan agregat kasar dan agregat halus menjadi satu kesatuan yang kuat setelah semen berekasi dengan air. Berdasarkan fungsinya semen portland dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Semen portland tipe I adalah semen portland yang umum digunakan tanpa
persyaratan khusus.
b. Semen portland tipe II adalah semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
c. Semen portland tipe III adalah semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan kekuatan awal yang tinggi.
d. Semen portland tipe IV adalah semen portland yang dalam penggunaannya
e. Semen portland tipe V adalah semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.
Bahan penyusun beton lainnya adalah agregat. Agregat yang digunakan terdiri dari agregat halus dan agregat kasar. Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi secara alami dari batu atau pasir yang mempunyai ukuran butir terbesar 4.75 mm sedangkan agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang mempunyai ukuran butir terbesar antara 4.75 - 38 mm.
Di Indonesia, perancangan campuran beton didasarkan pada perancangan campuran beton cara Inggris (The British Mix Design Method) yang tercantum dalam Design of Normal Mixes, dikenal dengan DOE (Departement of Environment, Building Research Establishment Britania). Perancangan dengan cara DOE ini dipakai sebagai
standar perancangan beton normal Indonesia yang dimuat dalam buku Standar No. SK. SNI. T-15-1990-03 dengan judul Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal.
2.2 Perhitungan Proporsi Beton
2.2.1 Kuat Tekan Rata-Rata Yang Ditargetkan
Kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) adalah kuat tekan yang ditetapkan oleh perencana struktur sedangkan kuat tekan beton yang ditargetkan (f’cr) adalah kuat tekan rata-rata yang diharapkan dapat tercapai dan nilainya lebih besar dari f’c.
Langkah untuk menentukan kuat tekan rata-rata yang ditargetkan adalah sebagai berikut:
a. Menentukan deviasi standar
Nilai standar deviasi diperoleh dari hasil uji tekan beton dengan menggunakan rumus berikut:
(
)
N 2 c cr 1 f - f s = N - 1∑
...(2.1) Dimana: s = deviasi standarfc = kuat tekan masing-masing hasil uji (MPa) fcr = kuat tekan beton rata-rata (MPa)
N = jumlah hasil uji kuat tekan (minimum 30 benda uji)
Data hasil uji yang akan digunakan untuk menghitung standar deviasi harus:
• Mewakili bahan-bahan, prosedur pengawasan mutu, dan kondisi produksi yang serupa dengan pekerjaan yang diusulkan.
• Mewakili kuat tekan beton yang disyaratkan f’c yang nilainya dalam batas ± 7 MPa dari nilai f’c yang ditentukan.
• Paling sedikit terdiri dari 30 hasil uji yang berurutan atau dua kelompok hasil uji selama jangka waktu tidak kurang dari 45 hari.
• Bila suatu produksi beton tidak mempunyai 30 data hasil uji, tetapi hanya ada sebanyak 15 sampai 29 hasil uji berurutan, maka nilai standar deviasi adalah perkalian nilai deviasi standar yang dihitung dari data hasil uji tersebut dengan faktor pengali dari Tabel 2.1.
• Bila data uji lapangan untuk menghitung nilai deviasi standar kurang dari 15, maka kuat tekan rata-rata yang ditargetkan f’cr harus diambil tidak kurang dari (f’c + 12) Mpa.
Tabel 2.1 Faktor Pengali Standar Deviasi Jumlah Pengujian Faktor Pengali
Deviasi Standar 15 20 25 30 atau lebih 1,16 1,08 1,03 1,00
Sumber: Tabel 1, SK.SNI.T-15-1990-03
b. Menentukan Nilai Tambah (Margin)
Nilai tambah ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
M = k x s ...(2.2) Dimana:
M = nilai tambah (margin)
k =tetapan statistik yang nilainya tergantung pada persentase hasil uji yang lebih rendah dari f’c, dalam hal ini diambil 5 % sehingga nilai k = 1,64
s = deviasi standar
c. Menentukan Kuat Tekan Rata-Rata Yang Ditargetkan
Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan ditentukan dengan rumus berikut:
f’cr = f’c + M ...(2.3) f’cr = f’c +1,64 . s ...(2.4)
2.2.2 Nilai Faktor Air Semen
Faktor air semen adalah angka perbandingan antara berat kadar air bebas dan berat kadar semen dalam beton. Faktor air semen yang diperlukan untuk mencapai kuat tekan rata-rata yang ditargetkan didasarkan pada:
a. Hubungan kuat tekan dan faktor air semen yang diperoleh dari penelitian lapangan sesuai dengan bahan dan kondisi pekerjaan yang diusulkan.
Bila tidak tersedia data hasil penelitian sebagai pedoman dapat dipergunakan Tabel 2.2 dan Gambar 2.1, Gambar 2.2, Gambar 2.3 atau Gambar 2.4.
b. Untuk lingkungan khusus, faktor air semen maksimum harus memenuhi ketentuan SK.SNI Spesifikasi Beton Tahan Sulfat dan Beton Kedap Air (Tabel 2.4 dan Tabel 2. 5)
Tabel 2.2 Perkiraan Kuat Tekan (MPa) Beton Dengan Faktor Air Semen 0.5 Kekuatan Tekan (MPa)
Jenis Semen Jenis Agregat Kasar
Umur (hari) 3 7 28 91
Bentuk benda Uji
Batu tak dipecahkan Batu pecah 17 23 33 40 19 27 37 45 Silinder Semen Portland tipe I atau Semen tahan sulfat tipe II,V
Batu tak dipecahkan Batu pecah
20 28 40 48 23 32 45 54
Kubus
Batu tak dipecahkan Batu pecah 21 28 38 44 25 33 44 48 Silinder Semen Portland tipe III
Batu tak dipecahkan Batu pecah
21 31 46 53 30 40 53 60
Kubus
0 10 20 30 40 50 60 70 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 Faktor Air Semen
K u at T eka n (M P a ) 91 hr 28 hr 7 hr 3 hr
Gambar 2.1 Grafik Nilai Faktor Air Semen Untuk Benda Uji Berbentuk Silinder Dan Jenis Semen Tipe I / II / V (Sumber: Grafik 1, SK.SNI.T-15-1990-03)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 Faktor Air Semen
K u at T eka n (M P a ) 91 hr 28 hr 7 hr 3 hr
Gambar 2.2 Grafik Nilai Faktor Air Semen Untuk Benda Uji Berbentuk Silinder Dan Jenis Semen Tipe III (Sumber: Grafik 1, SK.SNI.T-15-1990-03)
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 Faktor Air Semen
K u a t Te k a n ( k g /m 2 ) 91 hr 28 hr 7 hr 3 hr
Gambar 2.3 Grafik Nilai Faktor Air Semen Untuk Benda Uji Berbentuk Kubus Dan Jenis Semen Tipe I / II / V (Sumber: Grafik 2, SK.SNI.T-15-1990-03)
0 200 400 600 800 1000 1200 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 Faktor Air Semen
K ua t Te k a n ( k g/ m 2 ) 91 hr 28 hr 7 hr 3 hr
Gambar 2.4 Grafik Nilai Faktor Air Semen Untuk Benda Uji Berbentuk Kubus Dan Jenis Semen Tipe III (Sumber: Grafik 2, SK.SNI.T-15-1990-03)
Beton akan awet/tahan lama bila mempunyai ketahanan terhadap pengaruh cuaca, zat-zat kimia dalam air, pengaruh reaksi kimia yang terjadi dalam betonnya sendiri, keausan (abrasi) dan berkemampuan menahan beban. Selain itu beton akan jauh lebih awet bila kedap air atau permeabilitasnya rendah, air di permukaan beton tidak tembus ke dalam sehingga tidak terjadi reaksi kimia di dalam beton karena zat kimia lebih reaktif bila terjadi larutan. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan yang lebih teliti untuk kondisi beton pada lingkungan yang mengandung sulfat dan lingkungan yang berhubungan dengan air.
Tabel 2.3 Jumlah Semen Minimum Dan Faktor Air Semen Maksimum Pada Lingkungan Umum
Jumlah Semen Minimum
per m3 Beton (kg) Nilai Faktor Air Semen maksimum Beton di dalam ruang
Bangunan :
a. keadaaan keliling non-korosif b. keadaan keliling korosif disebabkan oleh kondensasi atau uap air
275 325
0,60 0,52
Beton di luar ruangan bangunan :
a. tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung b. terlindung dari hujan dan terik matahari langsung
325
275
0,60
0,60
Beton yang masuk ke dalam tanah : a. mengalami keadaan basah dan kering berganti-ganti b. mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari tanah
325 0,55
lihat Tabel 2.4
Beton yang kontinue berhubungan : a. air tawar b. air laut
lihat Tabel 2.5
Tabel 2.4 Jumlah Semen Minimum Dan Faktor Air Semen Maksimum Pada Lingkungan Yang Mengandung Sulfat Dan Alkali
Konsentrasi Sulfat dalam
bentuk SO3 Kandungan Semen Min (kg/m3)
Dalam Tanah Ukuran Agregat
Maks (mm) Kadar Gang guan Sulfat Total SO3 (%) SO3 dalam Campur an Air : Tanah = 2 : 1 (g/l) Sulfat (SO3) Dalam Air Tanah (g/l) Tipe Semen 40 20 10 Faktor Air Semen 1 < 0.2 < 1.0 < 0.3 Tipe 1 dengan atau tanpa Pozolan (15-40 %) 80 300 350 0.50 Tipe 1 dengan atau tanpa Pozolan (15-40 %) 290 330 380 0.50 Tipe I + Pozolan (15-40 %) atau Semen Portland Pozolan 270 310 360 0.55 2 0.2 - 0.5 1.0 - 1.9 0.3 - 1.2 Tipe II / V 250 290 340 0.55 Tipe I + Pozolan (15-40 %) atau Semen Portland Pozolan 340 380 430 0.45 3 0.5 - 1 1.9 - 3.1 1.2 - 2.5 Tipe II / V 290 330 380 0.50 4 1.0 - 2.0 3.1 - 5.6 2.5 - 5.0 Tipe II / V 330 370 420 0.45 5 > 2.0 > 5.6 > 5.0 Tipe II / V + Lapisan Pelindung 330 370 420 0.45 Sumber: SK.SNI.T-15-1990-03
Tabel 2.5 Jumlah Semen Minimum Dan Faktor Air Semen Maksimum Pada Lingkungan Yang Berhubungan Dengan Air
Kandungan Semen Min (kg/m3) Ukuran Agregat Maks (mm) Jenis
Beton Kondisi Lingkungan Berhubunga n dengan Faktor Air Semen Maks Tipe Semen 40 20
Air Tawar 0.50 Tipe I - V 280 300
0.45 Tipe I + pozolan (15-40 %) atau semen portland
pozolan
340 380 Air Payau
0.50 Tipe II atau Tipe V 290 330 Bertulang
atau Pratekan
Air Laut 0.45 Tipe II atau Tipe V 330 370
Sumber: Tabel 5, SK.SNI.T-15-1990-03
2.2.3 Nilai Slump
Penggunaan beton dewasa ini sangat populer digunakan untuk bermacam-macam konstruksi seperti pembuatan plat lantai, kolom, pondasi, bendungan dan lain-lain. Di dalam pelaksanaan, bagian-bagian tersebut mempunyai tingkat workability yang tidak
sama, oleh sebab itu adukan beton yang lebih encer sering digunakan untuk berbagai konstruksi yang mempunyai jarak tulangan atau jarak antara acuan cetakan yang sempit, dengan maksud agar adukan beton mengisi seluruh cetakan dengan padat atas bantuan alat penggetar. Pada kondisi sebaliknya dapat digunakan adukan yang lebih kental. Secara umum workability beton normal dipengaruhi faktor air semen. Jika faktor air
semen tinggi maka workability juga tinggi tetapi mutu beton berkurang, sedangkan bila
faktor air semen rendah maka workability menjadi rendah dengan mutu beton
bertambah.
Slump adalah ukuran kekentalan adukan beton yang dinyatakan dalam mm dan
kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh beton yang mudah dituangkan, dipadatkan dan diratakan (Mulyono 2004, p88). Selain itu slump juga sering digunakan sebagai
acuan dalam menentukan tingkat workability.
Besar nilai slump dalam perancangan dikelompokkan menjadi 4, yaitu:
a. 0 – 10 mm (workability sangat rendah)
b. 10 – 30 mm (workability rendah)
c. 30 – 60 mm (workability sedang)
d. 60 – 180 mm (workability tinggi)
Dalam perancangan campuran beton, besar nilai slump perlu direncanakan
dengan hati-hati karena mempengaruhi mutu beton juga kemudahan dalam pengerjaan (workability). Penentuan nilai slump didasarkan pada pertimbangan pelaksanaan
pembuatan, cara pengangkutan, penuangan dan pemadatan beton.
2.2.4 Ukuran Agregat Maksimum
Ukuran agregat maksimum tidak boleh melebihi:
a. Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan. b. Sepertiga dari tebal pelat.
c. Tiga per empat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.
Ukuran agregat maksimum dikelompokkan menjadi 3, yaitu: a. Ukuran agregat maksimum 10 mm.
b. Ukuran agregat maksimum 20 mm. c. Ukuran agregat maksimum 40 mm.
2.2.5 Daerah Gradasi Agregat Halus
SK.SNI.T-15-1990-03 memberikan syarat-syarat gradasi untuk agregat halus yang diadopsi dari British Standard (BS 812). Gradasi agregat halus dikelompokkan
menjadi 4 daerah gradasi yaitu daerah 1, daerah 2, daerah 3 dan daerah 4.
0 5 15 30 60 90 100 10 20 34 70 95 100 100 0 20 40 60 80 100 120 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 Ukuran Saringan (mm) Pe rs e n B u ti r L o lo s ( % )
Gambar 2.5 Kurva Gradasi Agregat Halus Daerah 1 (Sumber: Grafik 3, SK.SNI.T-15-1990-03) 0 8 35 55 75 90 100 10 30 59 90 100 100 100 0 20 40 60 80 100 120 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 Ukuran Saringan (mm) P er sen B u ti r L o lo s ( % )
Gambar 2.6 Kurva Gradasi Agregat Halus Daerah 2 (Sumber: Grafik 4, SK.SNI.T-15-1990-03)
0 12 60 75 85 90 100 10 40 79 100 100 100 100 0 20 40 60 80 100 120 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 Ukuran Saringan (mm) P er sen B u ti r L o lo s ( % )
Gambar 2.7 Kurva Gradasi Agregat Halus Daerah 3 (Sumber: Grafik 5, SK.SNI.T-15-1990-03) 0 15 80 90 95 95 100 15 50 100 100 100 100 100 0 20 40 60 80 100 120 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 Ukuran Saringan (mm) Pe rs e n B u ti r L o lo s ( % )
Gambar 2.8 Kurva Gradasi Agregat Halus Daerah 4 (Sumber: Grafik 6, SK.SNI.T-15-1990-03)
2.2.6 Daerah Gradasi Agregat Kasar
British Standard (BS 812) memberikan syarat-syarat daerah gradasi untuk
agregat kasar yang dikelompokkan menjadi 3 daerah gradasi yaitu gradasi agregat kasar untuk ukuran agregat maksimum 10 mm, 20 mm dan 40 mm. Syarat gradasi agregat kasar ini digunakan sebagai panduan dalam pengujian kelayakan gradasi agregat kasar.
0 40 100 100 10 85 100 100 0 20 40 60 80 100 120 4,8 9,6 19,0 38,0 Ukuran Saringan (mm) P e rs e n B ut ir Lol os ( % )
Gambar 2.9 Kurva Gradasi Agregat Kasar Untuk Ukuran Agregat Maksimum 10 mm (Sumber: BS 812) 0 25 95 100 10 55 100 100 0 20 40 60 80 100 120 4,8 9,6 19,0 38,0 Ukuran Saringan (mm) P er sen B u ti r L o lo s ( % )
Gambar 2.10 Kurva Gradasi Agregat Kasar Untuk Ukuran Agregat Maksimum 20 mm (Sumber: BS 812)
0 10 30 95 5 35 70 100 0 20 40 60 80 100 120 4,8 9,6 19,0 38,0 Ukuran Saringan (mm) P e rs e n B ut ir Lol os ( % )
Gambar 2.11 Kurva Gradasi Agregat Kasar Untuk Ukuran Agregat Maksimum 40 mm (Sumber: BS 812)
2.2.7 Daerah Gradasi Agregat Campuran
Daerah gradasi agregat campuran adalah daerah gradasi gabungan agregat halus dan agregat kasar sesuai dengan ukuran agregat maksimumnya. Standar SK.SNI.T-15-1990-03 memberikan syarat-syarat daerah gradasi untuk agregat campuran yang diadopsi dari British Standard (BS 812). Daerah gradasi agregat campuran
dikelompokkan menjadi 3 daerah gradasi yaitu gradasi agregat campuran untuk ukuran agregat maksimum 10 mm, 20 mm dan 40 mm.
6 20 34 46 60 75 100 100 100 3 14 28 37 46 60 100 100 100 1 8 19 26 33 45 100 100 100 0 4 12 16 20 30 100 100 100 0 20 40 60 80 100 120 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19,0 38,0 Ukuran Saringan (mm) P e rs e n B ut ir Lol os ( % ) Kurva 4 Kurva 3 Kurva 2 Kurva 1
Gambar 2.12 Kurva Gradasi Agregat Campuran Untuk Ukuran Agregat Maksimum 10 mm (Sumber: Grafik 7, SK.SNI.T-15-1990-03)
2 12 27 34 42 48 75 100 100 0 5 21 28 35 42 65 100 100 0 3 14 21 28 35 55 100 100 0 2 9 16 23 30 45 100 100 0 20 40 60 80 100 120 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19,0 38,0 Ukuran Saringan (mm) P e rs e n B u ti r L o lo s (%) Kurva 4 Kurva 3 Kurva 2 Kurva 1
Gambar 2.13 Kurva Gradasi Agregat Campuran Untuk Ukuran Agregat Maksimum 20 mm (Sumber: Grafik 8, SK.SNI.T-15-1990-03)
5 15 23 30 38 47 60 75 100 2 11 17 24 31 40 52 67 100 0 7 12 17 25 32 44 59 100 0 3 7 12 18 24 36 50 100 0 20 40 60 80 100 120 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19,0 38,0 Ukuran Saringan (mm) P e rs e n B u tir L o lo s (% ) Kurva 4 Kurva 3 Kurva 2 Kurva 1
Gambar 2.14 Kurva Gradasi Agregat Campuran Untuk Ukuran Agregat Maksimum 40 mm (Sumber: Grafik 9, SK.SNI.T-15-1990-03) 2.2.8 Kadar Air Bebas
Kadar air bebas adalah jumlah air yang dicampurkan ke dalam beton untuk mencapai konsistensi tertentu, tidak termasuk air yang diserap agregat. Kadar air bebas ditentukan sebagai berikut:
a. Agregat tak dipecah dan agregat dipecah dipergunakan nilai-nilai pada Tabel 2.6. b. Agregat campuran (tak dipecah dan dipecah), dihitung menurut rumus berikut:
ω = 3 2 ωh + 3 1 ωk ...(2.5) Dimana:
ω = kadar air yang dibutuhkan agregat dalam 1 m3 beton. ωh = kadar air yang dibutuhkan agregat halus dalam 1 m3 beton. ωk = kadar air yang dibutuhkan agregat kasar dalam 1 m3 beton.
Tabel 2.6 Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3)
Slump (mm) 0 - 10 10 - 30 30 - 60 60 - 100 Ukuran besar butir
agregat Maksimum
Jenis Agregat 10 mm Batu tak dipecahkan
Batu pecah 150 180 180 205 205 230 225 250 20 mm Batu tak dipecahkan
Batu pecah 135 170 160 190 180 210 195 225 40 mm Batu tak dipecahkan
Batu pecah 115 155 140 175 160 190 175 205
Sumber: Tabel 6, SK.SNI.T-15-1990-03
2.2.9 Berat Jenis Relatif Agregat
Ada 2 metode yang dapat digunakan untuk menentukan berat jenis relatif agregat, yaitu sebagai berikut:
a. Diperoleh dari data hasil uji atau bila tidak tersedia dapat dipakai nilai di bawah ini: • Agregat tak dipecah = 2,6 gr/cm3
• Agregat dipecah = 2,7 gr/cm3
b. Berat jenis relatif agregat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
BBj.Ag = %Ah x Bj. Ah + % Ak x Bj. Ak ...(2.6) Dimana :
BBj.Ag= berat jenis relatif agregat % Ah = persentase agregat halus % Ak = persentase agregat kasar BBj.Ah = berat jenis agregat halus BBj.Ak = berat jenis agregat kasar
2.2.10 Proporsi Agregat Halus Dalam Agregat Campuran
Proporsi agregat halus ditentukan berdasarkan besar ukuran agregat maksimum, besar slump, nilai faktor air semen dan daerah gradasi agregat halus. Nilai-nilai tersebut
kemudian digunakan untuk menentukan persentase agregat halus dalam agregat campuran dengan mengunakan grafik proporsi agregat halus dalam agregat campuran (Gambar 2.15). Pada gambar ini dicantumkan nilai 1 sampai 4, angka-angka tersebut menunjukkan daerah gradasi agregat halusnya. Bila daerah gradasi agregat halus termasuk daerah 1 maka untuk menentukan proporsinya ditunjukkan pada bidang gambar angka 1 (menunjukkan daerah gradasi agregat halus adalah daerah gradasi 1).
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0
Faktor Air Semen
% A gr e ga t H a lus da la m A gr e ga t C a m pur a n 1 2 3 4
Gambar 2.15 Grafik Tipikal Proporsi Agregat Halus Dalam Agregat Campuran (Sumber: Grafik 10 - 12, SK.SNI.T-15-1990-03)
2.2.11 Berat Jenis Beton
Berat jenis beton ditentukan berdasarkan nilai berta jenis relatif agregat campuran dan kadar air bebas dengan menggunakan grafik nilai berat jenis beton yang terdapat pada Gambar 2.16. Berat jenis beton adalah berat beton untuk 1 m3 volume beton. 2100 2200 2300 2400 2500 2600 2700 2800 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Kadar Air Bebas (kg/m3)
B e ra t J e ni s B e ton B a s a h ( k g/ m 3 ) BJ Relatif 2.9 BJ Relatif 2.8 BJ Relatif 2.7 BJ Relatif 2.6 BJ Relatif 2.5 BJ Relatif 2.4
2.2.12 Koreksi Proporsi Campuran Beton
Apabila agregat tidak dalam keadaan jenuh kering permukaan, maka proporsi campuran beton harus dikoreksi terhadap kandungan air dalam agregat. Koreksi proporsi campuran harus dilakukan terhadap kadar air dalam agregat paling sedikit satu kali dalam sehari.
Dalam perencanaan di atas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan jenuh kering permukaan (saturated surface dry), sehingga apabila agregatnya
tidak dalam keadaan jenuh kering permukaan, maka harus dalakukan koreksi terhadap kebutuhan bahan.
Hitungan koreksi campuran dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
a. Air = B - (Ck - Ca) x 100 C - (Dk -Da) x 100 D ...(2.7) b. Agregat Halus = C + (Ck - Ca) x 100 C ...(2.8) c. Agregat Kasar = D + (Dk - Da) x 100 D ...(2.9) Dimana: B = jumlah air (kg/m3)
C = jumlah agregat halus (kg/m3) D = jumlah kerikil (kg/m3)
Ca = absorpsi air pada agregat halus (%) Da = absorpsi agregat kasar (%)
Ck = kandungan air dalam agregat halus (%) Dk = kandungan air dalam agregat kasar (%)
2.3 Tata Cara Perancangan Proporsi Beton
Langkah-langkah pembuatan rencana campuran beton normal dilakukan sbb: a. Ambil kuat tekan beton yang disyaratkan f’c pada umur 28 hari.
b. Hitung standar deviasi menurut persamaan (2.1). c. Hitung nilai tambah menurut persamaan (2.2).
d. Hitung kuat tekan beton rata-rata yang ditargetkan f’cr menurut persamaan (2.3) atau persamaan (2.4).
e. Tetapkan jenis semen yang digunakan.
f. Tentukan jenis agregat kasar dan agregat halus. Agregat ini dapat dalam bentuk alami (pasir atau koral) atau batu pecah.
g. Tentukan nilai faktor air semen. Bila dipergunakan Gambar 2.1, Gambar 2.2, Gambar 2.3, atau Gambar 2.4, maka ikuti langkah-langkah berikut:
• Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari dengan menggunakan Tabel 2.2, sesuai dengan semen dan agregat yang akan dipakai.
• Lihat Gambar 2.1 atau 2.2 untuk benda uji berbentuk silinder atau Gambar 2.3 atau 2.4 untuk benda uji berbentuk kubus.
• Tarik garis tegak lurus ke atas melalui faktor air semen 0.5 sampai memotong kurva kuat tekan yang ditentukan pada sub butir 2 di atas.
• Tarik garis mendatar melalui nilai kuat tekan yang ditargetkan sampai memotong kurva yang ditentukan.
• Tarik garis tegak lurus ke bawah melalui titik potong tersebut untuk mendapatkan faktor air semen yang diperlukan.
h. Tetapkan nilai faktor air semen maksimum menurut Tabel 2.3, Tabel 2.4 atau Tabel 2.5 (dapat ditetapkan sebelumnya atau tidak). Jika nilai faktor air semen yang diperoleh dari lebih besar dari faktor air semen maksimum, maka nilai faktor air semen yang digunakan adalah nilai faktor air semen maksimum.
i. Tetapkan nilai slump.
j. Tetapkan ukuran agregat maksimum.
k. Tentukan nilai kadar air bebas menurut Tabel 2.6 dan persamaan (2.5).
l. Hitung jumlah semen yang besarnya adalah kadar air bebas dibagi faktor air semen. m. Jumlah semen maksimum jika tidak ditetapkan, dapat diabaikan.
n. Tentukan jumlah semen minimum menurut Tabel 2.3, Tabel 2.4 atau Tabel 2.5. Kadar semen yang diperoleh dari perhitungan jika perlu disesuaikan.
o. Tentukan faktor air semen yang disesuaikan, jika jumlah semen berubah karena lebih kecil dari jumlah semen minimum yang ditetapkan (atau lebih besar dari jumlah semen maksimum yang disyaratkan), maka faktor air semen harus diperhitungkan kembali.
p. Tentukan susunan besar butir agregat halus berdasarkan kurva-kurva yang tertera dalam Gambar 2.5, Gambar 2.6, Gambar 2.7 atau Gambar 2.8.
q. Tentukan persentase pasir dengan menggunakan Gambar 2.15. Dengan diketahuinya ukuran butir agregat maksimum, slump, faktor air semen dan daerah
gradasi agregat halus, maka jumlah persentase pasir yang diperlukan dapat dibaca pada grafik. Jumlah ini adalah jumlah seluruhnya dari pasir atau fraksi agregat yang lebih halus dari 5 mm. Dalam agregat kasar yang biasa dipakai di Indonesia seringkali dijumpai bagian yang lebih halus dari 5 mm dalam jumlah lebih dari 5 %. Dalam hal ini maka jumlah agregat halus yang diperlukan harus dikurangi.
r. Hitung berat jenis relatif agregat campuran menurut persamaan (2.6).
s. Tentukan berat jenis beton menurut grafik yang terdapat pada Gambar 2.16 sesuai dengan kadar air bebas yang sudah ditentukan dan berat jenis relatif dari agregat campuran.
t. Hitung kadar agregat campuran yang besarnya adalah berat jenis beton dikurangi jumlah kadar semen dan kadar air bebas.
u. Hitung kadar agregat halus yang besarnya adalah hasil kali persentase agregat halus dengan agregat campuran.
v. Hitung kadar agregat kasar yang besarnya adalah kadar agregat campuran dikurangi kadar agregat halus. Dari langkah - langkah di atas telah dapat diketahui susunan campuran bahan-bahan untuk 1 m3 beton.
w. Koreksi proporsi campuran menurut persamaan (2.7), persamaan (2.8) dan persamaan (2.9).
x. Buatlah campuran uji, ukur dan catatlah besarnya slump serta kekuatan tekan yang
sesungguhnya, perhatikan hal berikut:
• Jika nilai yang di dapat sesuai dengan nilai yang diharapkan, maka susunan campuran beton tersebut dikatakan baik. Jika tidak, maka campuran perlu dibetulkan.
• Kalau slumpnya ternyata terlalu tinggi/rendah, maka kadar air perlu
dikurangi/ditambah (dengan demikian juga kadar semennya, karena faktor air semen harus dijaga agar tetap tidak berubah).
• Jika kekuatan beton dari campuran uji ini terlalu tinggi atau rendah, maka faktor air semen dapat disesuaikan.