• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN KEMAMPUAN Skeletonema sp. DAN Chaetoceros sp. SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI TERHADAP LOGAM BERAT MERKURI (Hg) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN KEMAMPUAN Skeletonema sp. DAN Chaetoceros sp. SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI TERHADAP LOGAM BERAT MERKURI (Hg) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

STUDI PERBANDINGAN KEMAMPUAN Skeletonema sp. DAN Chaetoceros sp. SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI

TERHADAP LOGAM BERAT MERKURI (Hg)

Oleh:

RIKKY LEONARD SURABAYA - JAWA TIMUR

RIKKY LEONARD SURABAYA - JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

SKRIPSI

STUDI PERBANDINGAN KEMAMPUAN Skeletonema sp. DAN Chaetoceros sp. SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI

TERHADAP LOGAM BERAT MERKURI (Hg)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga

Oleh :

RIKKY LEONARD NIM. 141011153

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

(3)

SKRIPSI

STUDI PERBANDINGAN KEMAMPUAN Skeletonema sp. DAN Chaetoceros sp. SEBAGAI AGEN BIOREMEDIASI

TERHADAP LOGAM BERAT MERKURI (Hg)

Oleh :

RIKKY LEONARD NIM. 141011153

Telah diujikan pada Tanggal : 15 Juli 2014

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir., M.Si. Sekretaris : Prayogo, S.Pi., M.P.

Anggota : Abdul Manan, S.Pi., M.Si.

Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P. Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si.

Surabaya, 23 Juli 2014 Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga Dekan,

(4)

RINGKASAN

Rikky Leonard. Studi Perbandingan Kemampuan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. sebagai Agen Bioremediasi terhadap Logam Berat Merkuri (Hg). Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P. dan Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si.

Merkuri merupakan unsur kimia yang beracun. Logam berat ini berdampak racun bagi seluruh fungsi organ yang terdapat dalam tubuh walaupun hanya sejumlah kecil yang terserap oleh tubuh. Salah satu cara untuk mengantisipasi meningkatnya pencemaran logam berat dalam suatu perairan adalah dengan cara bioremediasi menggunakan diatom.

Skeletonema sp. mengandung protein yang tersusun atas asam amino yang terdiri dari gugus fungsi COOH. Gugus fungsi ini dapat berikatan dengan ion hidrogen karena gugus ini bermuatan negatif dan reaktif untuk berikatan dengan merkuri yang memiliki muatan positif. Chaetoceros sp. memiliki kemampuan absorbsi karena adanya gugus fungsi yang terkandung pada dinding sel. Gugus fungsi tersebut adalah amino, karboksilat, fosfat, sulfidril, sulfat dan hidroksil. Pada dinding sel terdapat protein dan polisakarida yang dapat mengikat ion logam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dalam menyerap logam berat merkuri serta untuk mengetahui pengaruh logam berat merkuri terhadap pertumbuhan Skeletonema sp. dan

Chaetoceros sp. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang

terdiri dari empat perlakuan dengan lima ulangan. Konsentrasi logam berat merkuri yang digunakan adalah 0 ppm dan 0,06 ppm. Parameter utama dalam penelitian ini adalah kandungan logam berat merkuri yang masih tersisa dalam

(5)

v

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Skeletonema sp. mampu menyerap logam berat merkuri dengan persentase 95,896%. Chaetoceros sp. dapat menyerap logam berat merkuri dengan persentase 99,526%. Logam berat merkuri mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. Skeletonema

(6)

SUMMARY

Rikky Leonard. Comparison Study of Skeletonema sp. and Chaetoceros sp. Abilities as Bioremediation Agent of Mercury (Hg). Academic Advisors : Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P. and Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si.

Mercury is poisonous chemical element. This heavy metal affect as poison for all organ functions in the body although only a small amount is absorbed by body. One of the way to anticipate the increasing of heavy metal contamination in water is by using bioremediation with diatom.

Skeletonema sp. containing proteins composed of amino acids, the amino acids comprising the COOH functional group. These functional groups can bind with hydrogen ions due to the negatively charged groups and reactive to bind to mercury that has a positive charge. Chaetoceros sp. have the absorption capacity due to the functional groups contained in the cell wall. The functional groups are amino, carboxylic, phosphate, sulfhydryl, sulfate and hydroxyl. In the cell wall proteins and polysaccharides that are able to bind metal ions.

This study aimed to determine the ability of Skeletonema sp. and Chaetoceros sp. in absorbing the mercury and heavy metals to determine the effect of mercury on the growth of Skeletonema sp. and Chaetoceros sp. This research using completely randomized design which is consist of four treatment with five repetition. Heavy metal concentration of merkuri that used was 0 ppm and 0,06 ppm. Main parameter in this research was heavy metal content of mercury which still remain in sea water at treatment bottle and density of diatom every day for seven days. Supported parameter in this research was the quality of water medium. Mercury analysis of the media is using Atomic Absorption Spectrometry (AAS) Perkin Elmer 3110 in Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Surabaya.

The results showed that Skeletonema sp. able to absorb mercury with percentage of 95.896%. In Chaetoceros sp. can absorb mercury with percentage of 99.526%. Mercury affects the growth of Skeletonema sp. and Chaetoceros sp.

(7)

vii

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena atas limpahan rakhmat serta hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Studi Perbandingan Kemampuan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. sebagai Agen Bioremediasi terhadap Logam Berat Merkuri (Hg). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan.

Surabaya, 23 Juli 2014

(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1 Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

2 Bapak Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D selaku Dosen Wali yang sudah membimbing dan memberikan arahan selama menempuh studi di Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga.

3 Ibu Dr. Ir. Endang Dewi Masithah, M.P. dan Ibu Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sejak penyusunan proposal hingga selesainya penyusunan Skripsi ini.

4 Ibu Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir., M.Si., Bapak Prayogo, S.Pi., M.P. dan Bapak Abdul Manan, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan saran atas perbaikan Skripsi ini.

5 Mbak Nita, Mbak Irma, Mbak Risma, Mbak Evi dan Mbak Dini yang membantu dalam mencari referensi, peminjaman alat dan bahan laboratorium serta membantu administrasi.

6 Mama (Lilik) dan kakak (Okky) yang senantiasa memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan Skripsi ini.

7 (Alm) Papa (Lukman) yang selalu memberikan doa.

8 Tim Penelitian Bioremediasi (Arifah dan Dita) yang telah membantu dengan sepenuh hati dan juga mendengarkan keluh kesah selama pelaksanaan penelitian dari awal hingga akhir penelitian.

(10)

DAFTAR ISI

(11)

xi

4.4.2 Pembuatan Larutan Stok Logam Berat Merkuri (Hg) . 20 4.4.3 Persiapan Stok Skeletonema sp dan Chaetoceros sp .... 20

5.1.1 Konsentrasi Merkuri (Hg) dalam Media Kultur ... 26

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata Konsentrasi Merkuri (Hg) dalam Media Kultur

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. ... 26 2. Pertumbuhan Rata-rata Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. Pada

Hari Ke-0 sampai Hari Ke-7 ... 27 3. Nilai Rata-rata Kualitas Air Pada Media Kultur Skeletonema sp.

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skeletonema sp ... 5

2. Chaetoceros sp ... 7

3. Kerangka Konseptual Penelitian ... 16

4. Diagram Alir Penelitian ... 25

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Hasil Pengujian Sampel Perlakuan ... 41 2. Data Kualitas Air Pada Hari Pertama sampai Hari Ke Tujuh ... 44 3. Data Pertumbuhan Skeletonema sp. (104 sel/ml) Pada Hari Ke-0

sampai Hari Ke-7 ... 45 4. Data Pertumbuhan Chaetoceros sp. (104 sel/ml) Pada Hari Ke-0

sampai Hari Ke-7 ... 45 5. Kandungan Merkuri dalam Air Media Skeletonema sp. dengan

Konsentrasi 0 ppm (Perlakuan A) ... 46 6. Kandungan Merkuri dalam Air Media Chaetoceros sp. dengan

Konsentrasi 0 ppm (Perlakuan B) ... 46 7. Kandungan Merkuri dalam Air Media Skeletonema sp. dengan

Konsentrasi 0,06 ppm (Perlakuan C) ... 47 8. Kandungan Merkuri dalam Air Media Chaetoceros sp. dengan

(15)

1

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pencemaran perairan adalah masuknya makhluk hidup, zat energi dan komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitas lingkungan menurun (Supriatno dan Lelifajri, 2009). Salah satu contoh pencemaran adalah masuknya logam berat ke dalam lingkungan perairan secara berlebihan yang dapat menyebabkan biota yang ada di sekitarnya akan terganggu (Permanasari dkk., 2010).

(16)

ikan. Ikan yang terakumulasi methyl-merkuri menjadi rantai makanan manusia (Mirdat dkk., 2013).

Merkuri merupakan unsur kimia yang beracun. Logam berat ini berdampak racun bagi seluruh fungsi organ yang terdapat dalam tubuh walaupun hanya sejumlah kecil yang terserap oleh tubuh dan juga karena sifatnya yang beracun sehingga uap atau gas dari merkuri sangat berbahaya jika terserap (Mirdat dkk., 2013). Merkuri dapat memberikan dampak buruk pada fungsi organ yaitu gangguan pada fungsi ginjal, hati, saluran cerna dan organ reproduksi (Herman, 2006).

Besarnya resiko pencemaran perairan akibat merkuri pada kehidupan makhluk hidup tersebut di atas menyebabkan perlu adanya teknologi yang dapat mengurangi konsentrasi logam berat sampai pada tingkat yang dapat ditoleransi oleh lingkungan dan dengan biaya yang relatif rendah (Suheryanto, 2001). Bioremediasi merupakan metode alternatif yang dapat digunakan dan potensial untuk mengurangi konsentrasi logam berat yang ada di perairan. Bioremediasi adalah aplikasi dari proses biologis untuk memulihkan suatu perairan yang tercemar dengan menggunakan mikroorganisme. Keuntungan pada proses bioremediasi adalah biaya yang relatif murah, efisiensi yang tinggi, serta kemampuannya dalam me-recovery logam berat dan hasil samping yang dihasilkan sangat minim (Priadie,2012).

Chaetoceros sp. adalah mikroalga yang termasuk dalam kelas

(17)

sp. memiliki kemampuan absorbsi karena adanya gugus fungsi yang terkandung pada dinding sel. Gugus fungsi tersebut adalah amino, karboksilat, fosfat, sulfidril, sulfat dan hidroksil. Pada dinding sel terdapat protein dan polisakarida yang dapat mengikat ion logam (Das et al., 2008).

Skeletonema sp. merupakan mikroalga yang termasuk dalam kelas Bacillariophycea yang tidak menimbulkan racun, mudah untuk dikultur dan pertumbuhannya relatif cepat (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Skeletonema sp. mengandung protein yang tersusun atas asam amino, asam amino yang terdiri dari gugus fungsi COOH. Gugus fungsi ini dapat berikatan dengan ion hidrogen karena gugus ini bermuatan negatif dan reaktif untuk berikatan dengan merkuri yang memiliki muatan positif (Sembiring dkk., 2009). Efektifitas penyerapan logam berat pada masing-masing plankton tidak sama untuk itu perlu diketahui efektifitas penyerapan logam berat pada masing-masing plankton agar dalam pemanfaatannya diperoleh hasil yang optimal. Atas dasar pemikiran di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kemampuan Skeletonema

(18)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah Skeletonema sp. memiliki kemampuan dalam menyerap kandungan logam berat merkuri (Hg)?

2. Apakah Chaetoceros sp. memiliki kemampuan dalam menyerap kandungan logam berat merkuri (Hg)?

3. Apakah logam berat merkuri (Hg) mempengaruhi pertumbuhan

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp.?

1.3Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kemampuan Skeletonema sp. dalam menyerap kandungan logam berat merkuri (Hg).

2. Untuk mengetahui kemampuan Chaetoceros sp. dalam menyerap kandungan logam berat merkuri (Hg).

3. Untuk mengetahui pengaruh logam berat merkuri (Hg) terhadap pertumbuhan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp.

1.4Manfaat

(19)

5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skeletonema sp.

2.1.1 Klasifikasi Skeletonema sp.

Klasifikasi Skeletonema sp. menurut Torgan et al., (2009) adalah sebagai berikut :

Class : Bacillariophyceae Ordo : Bacillariales Sub Ordo : Coscinodiscinae Genus : Skeletonema

Spesies : Skeletonema sp.

Gambar 1. Skeletonema sp. (Sumber : Torgan et al., 2009) 2.1.2 Morfologi Skeletonema sp.

(20)

pada Skeletonema sp. yaitu pada bagian epiteka dan hipoteka mempunyai struktur yang terbuat dari silikat (Armanda, 2013).

2.1.3 Habitat Skeletonema sp.

Skeletonema sp. hidup pada intensitas cahaya antara 500-10.000 lux. Intensitas cahaya kurang dari 500 lux mengakibatkan Skeletonema sp. tidak dapat tumbuh dan jika intensitas cahaya lebih besar dari 10.000 lux maka akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Derajat keasaman (pH) media hidup Skeletonema sp. berkisar antara 7-8 (Armanda, 2013).

Skeletonema sp. memiliki sifat eurytermal yaitu memiliki toleransi yang cukup luas terhadap perubahan suhu. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan

Skeletonema sp. berkisar antara 25-270C. Oksigen terlarut (DO) yang optimal untuk pertumbuhan Skeletonema sp. berkisar antara 4-6 mg/l. Salinitas adalah salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema sp. Salinitas yang berubah di dalam air dapat menimbulkan hambatan bagi kultur

(21)

2.2 Chaetoceros sp.

2.2.1 Klasifikasi Chaetoceros sp.

Klasifikasi Chaetoceros sp. menurut Deuk Lee and Hwan Lee, (2011) adalah sebagai berikut :

Class : Bacillariophyceae Ordo : Centrales

Sub Ordo : Biddulphiineae Family : Chaetoceraceae Genus : Chaetoceros

Spesies : Chaetoceros sp.

Gambar 2. Chaetoceros sp.

(Sumber : Deuk Lee and Hwan Lee, 2011) 2.2.2 Morfologi Chaetoceros sp.

(22)

Chaetoceros sp. memiliki dinding sel disebut frustula yang tersusun dari bagian dasar yang dinamakan hipoteka dan bagian tutupnya dinamakan epiteka dan juga sabuk atau disebut juga singulum. Frustula ini tersusun oleh zat pektin yang dilapisi oleh silikon (Indarmawan dkk., 2012). Dinding sel pada Chaetoceros

sp. dibentuk oleh silikat. Silikat mempunyai peranan penting dalam proses reproduksi diatom sebagai bahan pembentuk cangkang baru (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).

2.2.3 Habitat Chaetoceros sp.

Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Chaetoceros sp. yaitu intensitas cahaya, salinitas, pH dan suhu (Indarmawan dkk., 2012). Chaetoceros

sp. sangat toleran terhadap suhu dan salinitas tinggi. Chaetoceros sp. dapat tumbuh optimal pada suhu 25-300C. Salinitas yang optimal adalah 28-30 ppt. Intensitas cahaya berkisar antara 500-10.000 lux. Derajat keasaman media hidup

Chaetoceros sp. berkisar antara 7-8. Oksigen terlarut yang optimal untuk pertumbuhan Chaetoceros sp. berkisar antara 5-7 mg/l (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).

2.3 Bioremediasi

(23)

karbon dioksida, senyawa organik, air dan materi yang dibutuhkan oleh organisme (Munawar dkk., 2007).

Metode bioremediasi pada proses pengolahan limbah logam berat menggunakan mikroorganisme adalah dengan menumbuhkan mikroorganisme lalu dimasukkan pada air yang tercemar logam berat. Proses ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu agar mikroorganisme tersebut berikatan dengan ion logam berat dan setelah itu biomasa dipisahkan dari cairan limbah. Proses selanjutnya, biomasa mikroorganisme yang terikat dengan logam berat diregenerasi untuk dimanfaatkan kembali (Priadie, 2012).

Faktor-faktor penentu kemampuan agen bioremediasi adalah sebagai berikut : enzim-enzim degradatif yang dihasilkan oleh mikroba tidak mampu mengkatalis reaksi degradasi polutan yang tidak alami, kelarutan polutan dalam air sangat rendah dan polutan terikat kuat dengan partikel-partikel organik atau partikel tanah. Pengaruh lingkungan seperti : pH, temperatur dan kelembapan tanah juga sangat berperan dalam menentukan kesuksesan proses bioremediasi (Munir, 2006).

2.4 Mekanisme Bioremediasi

(24)

yaitu pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsi seperti amino, karboksilat, hidroksil, fosfat, sulfidril dan sulfat yang terdapat pada dinding sel (Siswati dkk., 2013).

Active uptake atau bioakumulasi dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini terjadi oleh konsumsi ion logam untuk pertumbuhan mikroorganisme dan akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat dapat diendapkan pada proses metabolisme dan ekskresi. Proses ini tergantung dari energi yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap parameter lingkungan seperti suhu, kekuatan ikatan ionik, pH dan cahaya. Disamping itu penyerapan ion logam berat dengan sel hidup terbatas karena akumulasi ion yang menyebabkan racun bagi mikroorganisme. Hal ini biasanya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada saat keracunan ion logam berat (Heriyanto dan Subiandono, 2011).

2.5 Logam Berat Merkuri (Hg)

Merkuri merupakan unsur kimia yang mempunyai nomor atom 80 serta mempunyai massa molekul relatif (MR=200,59). Merkuri adalah satu-satunya unsur logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (250C), mudah menguap dan titik bekunya pada suhu -390C. Warna merkuri tergantung pada bentuk fasenya. Pada fase cair, merkuri berwarna putih perak dan pada fase padat berwarna abu-abu. Merkuri juga dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor, baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah (Alfian, 2006).

(25)

air tanah yang melewati daerah yang mengandung merkuri (Darmono, 1995). Merkuri baik dalam bentuk unsur, gas dan bentuk garam merkuri organik adalah beracun (Alfian, 2006). Mirdat dkk., (2013) mengemukakan bahwa logam berat merkuri sangat beracun yang sifatnya mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air.

2.6 Sumber Merkuri (Hg)

Pencemaran perairan akibat masuknya bahan pencemar (polutan) berupa bahan-bahan pelarut, gas dan partikulat. Bahan pencemaran masuk ke perairan dengan berbagai sumber misalnya melalui kegiatan pertambangan, rumah tangga, limbah pertanian, limbah industri dan lain-lain. Polutan berupa bahan kimia bersifat stabil dan tidak mudah mengalami degradasi dalam waktu yang lama (Ahmad, 2009).

Merkuri digunakan dalam berbagai bentuk dan keperluan, misalnya industri khlor-alkali, alat-alat listrik, cat, pertanian, alat-alat laboratorium dan obat-obatan (Sudarmaji dkk., 2006). Merkuri yang ada di alam dihasilkan oleh limbah industri dalam jumlah ± 10.000 ton setiap tahunnya. Penggunaan merkuri sangat luas dimana ± 3.000 jenis kegunaan dalam industri pengolahan bahan kimia, proses pembuatan obat-obatan yang digunakan oleh manusia serta sebagai bahan dasar pembuatan insektisida untuk pertanian (Alfian, 2006).

2.7 Dampak Merkuri (Hg)

(26)

cepat. Keracunan akut akibat merkuri dapat diketahui dari gejala-gejala yang tampak seperti: peradangan pada tenggorakan (pharyngitis), rasa sakit pada bagian perut, mual-mual yang disertai muntah, diare disertai dengan darah. Keracunan kronis adalah keracunan yang terjadi secara perlahan dan berlangsung lama. Keracunan kronis ditandai dengan peradangan mulut dan gusi, pembengkakan kelenjar ludah dan pengeluaran ludah secara berlebihan, kerusakan pada gigi dan ginjal (Mirdat dkk., 2013).

2.8 Peranan Diatom dalam Proses Bioremediasi

Pemanfaatan diatom sebagai agen bioremediasi didasarkan pada kemampuannya dalam pengikatan logam berat pada dinding sel (adsorbsi) dan penyerapan logam berat ke dalam sel (absorbsi) (Moreno-Garrido et al., 2000). Kemampuan ini dimiliki oleh diatom karena terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi terdiri dari gugus amino, karboksilat, hidroksil, fosfat, sulfidril dan sulfat yang terdapat pada dinding sel. Pada dinding sel terdapat protein dan polisakarida yang dapat mengikat ion logam (Das et al., 2008).

Beberapa penelitian telah dilakukan sebagai upaya pemanfaatan diatom sebagai agen bioremediasi telah dilakukan oleh peneliti. Nuzzi, (1972) dalam

(27)

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Pencemaran perairan adalah masuknya bahan polutan ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitas lingkungan menurun. Salah satu bahan pencemaran adalah masuknya logam berat ke dalam lingkungan perairan yang menyebabkan biota yang ada di sekitarnya akan terganggu (Permanasari dkk., 2010). Salah satu logam yang berbahaya dan beracun adalah merkuri.

Bioremediasi merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi makin tingginya konsentrasi logam pencemar pada perairan. Bioremediasi merupakan suatu proses penyerapan limbah organik maupun anorganik polutan secara biologi. Proses bioremediasi tersebut bertujuan untuk mengabsorpsi atau menyerap senyawa polutan dari lingkungan dengan menggunakan mikroorganisme (Priadie, 2012). Berbagai bahan biologi yang mempunyai kemampuan mengikat logam dengan kapasitas sangat tinggi, yaitu alga, jamur, bakteri dan kapang (Sembiring dkk., 2009).

(28)

Logam berat merkuri masuk ke dalam membran sel secara langsung melalui difusi. Hal ini disebabkan karena membran sel tersusun oleh molekul lipid

(Gutknecht, 1981 dalam Sunda and Huntsman, 1998). Proses masuknya logam berat melintasi membran sel dapat terjadi jika logam berat tersebut bersifat lipofilik (mudah larut dalam lemak atau lipid) (Lu, 1995 dalam Purbonegoro, 2008). Lapisan membran sel terbentuk dari dua lapisan lipid. Logam berat yang bersifat lipofilik tersebut akan larut dalam lipid dan berikatan dengan protein di dalam sel (Darmono, 1995). Proses tersebut terjadi karena adanya bantuan enzim di dalam membran sel yang disebut permease. Enzim permease adalah suatu protein membran sel yang membuatkan jalan bagi laktosa agar dapat melintasi dua lapisan lipid hidrofobik dari membran sel (Kimball, 1992). Setelah ion logam berat melewati membran sel, enzim dan organel sel dalam sitoplasma menjadi tujuan ion tersebut (Ernst, 1998 dalam Purbonegoro, 2008).

Diatom umumnya memiliki mekanisme perlindungan terhadap logam berat beracun untuk mempertahankan kehidupannya. Prosesnya dengan cara melemahkan efek racun logam berat melalui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya, sehingga mengurangi toksisitas logam berat tersebut pada diatom (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, 2002 dalam

(29)

sistem perlindungan organisme tidak mampu lagi mengimbangi efek toksik logam (Arifin dan Raya, 1997 dalam Hala dkk., 2012).

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka hipotesis yang diberikan adalah:

a) Skeletonema sp. memiliki kemampuan menyerap logam berat merkuri (Hg) b) Chaetoceros sp. memiliki kemampuan menyerap logam berat merkuri (Hg) c) Logam berat merkuri (Hg) mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema sp. dan

(30)

Gambar 3: Kerangka Konseptual Penelitian

Gugus fungsi yang berikatan dengan ion logam

Muatan (Hg) positif Muatan negatif Amino

(31)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya. Pemeriksaan kandungan merkuri pada air media kultur Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dilakukan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2014.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Atomic Absorption Spectrometry (AAS) Perkin Elmer 3110 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Surabaya, botol transparan untuk kultur diatom, DO meter, pH meter, termometer, refraktometer, autoclave, haemocytometer, kertas saring untuk menyaring

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp., mikroskop, handtally counter, pengaduk magnetik, pemanas listrik, berbagai peralatan gelas seperti pipet volume, pipet tetes, botol perlakuan, botol sampel, gelas ukur, tabung Erlenmeyer dan labu ukur. Semua peralatan gelas tersebut dicuci dengan menggunakan deterjen dan dibilas dengan air hingga bersih (Hardianie, 2013).

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi biakan murni

(32)

Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, logam berat merkuri, air laut, akuades, klorin, sabun cair pembersih, natrium thiosulfat, aluminium foil, media F (KNO3 8-100 ppm, NaH2PO4 8-10 ppm, Na2FeO3 6 ppm, FeCl3 1 ppm dan EDTA 5 ppm) sebagai pupuk untuk kultur diatom dan silikat sebagai senyawa kimia yang dibutuhkan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dalam pertumbuhannya.

4.3 Prosedur Penelitian 4.3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu mengadakan percobaan untuk melihat suatu hasil. Perlakuan dilakukan dengan empat perlakuan dan lima ulangan yaitu : A (Skeletonema sp. tanpa penambahan merkuri), perlakuan B (Chaetoceros sp. tanpa penambahan merkuri), perlakuan C (Skeletonema sp. dengan konsentrasi merkuri 0,06 ppm) dan perlakuan D (Chaetoceros sp. dengan konsentrasi merkuri 0,06 ppm). Penentuan konsentrasi merkuri dalam penelitian didasarkan pada pertimbangan hasil penelitian Nuzzi, (1972) dalam Supriharyono, (2002) menyatakan bahwa logam berat merkuri pada konsentrasi 0,06 ppm mampu menghambat pertumbuhan diatom.

4.3.2 Rancangan Penelitian

(33)

Keterangan :

t = total perlakuan ; n = jumlah ulangan 4.3.3 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas, variabel terkendali dan variabel terikat. Variabel bebas penelitian ini adalah jenis diatom dan konsentrasi merkuri. Variabel terkendali adalah kepadatan diatom 1x105 sel/ml, suhu, volume media air, intensitas cahaya, pH, oksigen terlarut dan salinitas. Variabel terikat adalah kandungan merkuri yang tersisa pada air media dan kepadatan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp.

4.4 Pelaksanaan Penelitian 4.4.1 Sterilisasi Alat

Pada tahap awal dilakukan sterilisasi alat untuk menghindari adanya kontaminasi oleh mikroorganisme lain. Alat-alat yang disterilkan antara lain tabung Erlenmeyer, botol transparan untuk perlakuan, botol sampel analisis merkuri dan pipet ukur. Alat-alat yang dipergunakan terlebih dahulu dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas dengan air sampai bersih lalu dikeringkan. Setelah kering masing-masing dibungkus dengan aluminium foil. Sterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit (Hardianie, 2013).

Air laut untuk media kultur disterilkan dengan menggunakan kaporit atau klorin 60 ppm minimal selama 24 jam dan dinetralkan dengan larutan natrium thiosulfat 40 ppm untuk menghilangkan sisa klorin dalam air laut minimal selama 48 jam (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).

(34)

4.4.2 Pembuatan Larutan Stok Logam Berat Merkuri (Hg)

Pembuatan larutan stok HgCl2 0,06 mg/l sebanyak 100 ml dengan penggunaan 1 ml/l sehingga HgCl2 yang dibutuhkan adalah 6 mg. Kemudian dilarutkan dalam 100 ml akuades sehingga didapatkan konsentrasi stok 60 mg/l. Volume yang diambil untuk mendapatkan konsentrasi 0,06 mg/l dalam media kultur 500 ml adalah 0,5 ml. Penghitungan larutan stok logam berat merkuri disajikan pada Lampiran 9. Pengambilan stok merkuri yang akan diperlakukan menggunakan rumus berikut (Nisak, 2013) :

Keterangan : V1 = Volume stok yang dicari N1 = Konsentrasi stok yang dicari V2 = Volume stok yang diketahui N2 = Konsentrasi stok yang diketahui

4.4.3 Persiapan Stok Skeletonema sp.dan Chaetoceros sp.

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. diperoleh dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah.

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dimasukkan ke dalam botol perlakuan yang sudah diberi aerasi. Media kultur yang digunakan dalam penelitian adalah air laut sebanyak 200 ml, kemudian ditambahkan media F (pupuk diatom) sebanyak 0,2 ml/l dan silikat sebanyak 0,2 ml/l. Bibit Skeletonema sp. dimasukkan ke dalam botol perlakuan dengan kepadatan 1x105 sel/ml dan Chaetoceros sp. dengan kepadatan 1x105 sel/ml kemudian diadaptasikan pada suhu kamar agar dapat

(35)

beradaptasi terhadap kondisi dan lingkungan kultur penelitian. Pencahayaan dilakukan terus-menerus menggunakan lampu neon 40 Watt (Rahmadiani dan Aunurohim,2013).

Perhitungan jumlah bibit Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. untuk kultur menggunakan rumus (Satyantini dkk., 2012) :

Keterangan :

V1 : Volume bibit untuk penebaran awal (ml)

N1 : Kepadatan bibit / stok (Skeletonema sp.dan Chaetoceros sp. sel/ml) V2 : Volume media kultur yang dikehendaki (ml)

N2 : Kepadatan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. yang dikehendaki (sel/ml)

4.4.4 Pelaksanaan Penelitian

Kadar merkuri dalam media air laut sebelum penambahan diatom diuji dengan Atomic Absorption Spectrometry (AAS) Perkin Elmer 3110 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Surabaya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kadar merkuri dalam media air laut yang digunakan dalam perlakuan telah sesuai yaitu 0,06 ppm. Media kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah air laut sebanyak 500 ml. Kepadatan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. adalah 1x105 sel/ml. Setelah diberi perlakuan, diinkubasi sesuai dengan kondisi yang dikehendaki yaitu suhu berkisar antara 25-280C, derajat keasaman (pH) berkisar 7-8 dan salinitas antara 28-30 ppt. Pengamatan kepadatan diatom dan kualitas air dilakukan selama tujuh hari.

(36)

4.5 Pengamatan dan Pengambilan Data

4.5.1 Data Kepadatan Skeletonema sp.dan Chaetoceros sp.

Pengambilan data kepadatan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dilakukan selama tujuh hari. Penghitungan kepadatan dilakukan setiap hari dengan menggunakan haemocytometer dan handtally counter untuk memudahkan perhitungan. Penghitungan kepadatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran10x.

Jumlah kepadatan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dihitung dengan menggunakan rumus (Satyantini dkk., 2012) :

Kepadatan diatom (sel/ml) =

Keterangan :

na, nb, nc, nd, ne : Jumlah sel diatom pada kotak a, b, c, d dan e 5 : Jumlah kotak yang dihitung

4 x 10-6 : Luas kotak kecil (a, b, c, d dan e)

4.5.2 Data Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg)

Pengambilan data kandungan merkuri pada air media sebesar 0,06 ppm. Setelah perlakuan pada hari ke-7 sampel disaring dengan kertas 0,40 µm untuk memisahkan Skeletonema sp.dan Chaetoceros sp. dengan air media.

Pengukuran konsentrasi merkuri pada air media menggunakan AAS untuk mengetahui konsentrasi merkuri yang tersisa pada media kultur Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. Pengukuran ini dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-7. Konsentrasi merkuri yang tersisa pada media pemeliharaan diatom pada akhir penelitian menunjukkan sisa merkuri yang tidak terserap oleh Skeletonema sp.dan

(37)

Chaetoceros sp.Standart pengujian AAS yang digunakan yaitu SNI 6989.8–2009. Hasilnya disajikan dalam bentuk persentase untuk mengetahui kemampuan

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dalam bioremediasi merkuri pada

konsentrasi 0,06 ppm. Cara menghitung persentase kemampuan bioremediasi merkuri adalah sebagai berikut (Sode et al., 2013) :

Data yang diperoleh digunakan untuk mengetahui kemampuan bioremediasi merkuri oleh Skeletonema sp.dan Chaetoceros sp.

4.5.3 Parameter Pengamatan

Parameter utama dalam penelitian ini adalah kandungan logam berat merkuri yang masih tersisa dalam air laut pada botol perlakuan dan menghitung kepadatan diatom 1x105 sel/ml yang dilakukan setiap hari. Parameter pendukung dalam penelitian ini adalah kualitas air medium kultur. Parameter pendukung digunakan untuk melengkapi data dari parameter utama. Kualitas air yang diamati dan dilakukan setiap hari yang meliputi suhu, salinitas, DO dan pH. Pengukuran parameter kualitas air ditujukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh kualitas air terhadap hasil penelitian.

4.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif (Kusriningrum, 2008). Data yang dianalisis adalah kandungan logam berat merkuri yang masih tersisa dalam air laut dan kepadatan diatom setelah perlakuan. Data hasil penelitian baik

(38)
(39)

Gambar 4 : Diagram Alir Penelitian

Sterilisasi alat dan bahan Pembuatan stok larutan logam

berat merkuri (Hg) Persiapan alat dan bahan

Kultur dan diaklimatisasi

Skeletonema sp. dalam botol kultur

Kultur dan diaklimatisasi

Chaetoceros sp. dalam botol kulur

Skeletonema sp. AAS Pada Hari Ke-0 dan Hari Ke-7

(40)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) dalam Media Kultur

Konsentrasi logam berat merkuri dalam media kultur Skeletonema sp. dan

Chaetoceros sp. digunakan untuk mengetahui kemampuan dalam menyerap logam

berat merkuri. Data lengkap konsentrasi logam berat merkuri dalam media kultur

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. pada hari ke-0 dan hari ke-7 disajikan pada Lampiran 5-8. Data rata-rata konsentrasi merkuri dalam media kultur pada semua perlakuan disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Rata-rata Konsentrasi Merkuri (Hg) dalam Media Kultur Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. 0,06 ppm, (D) Chaetoceros sp. 0,06 ppm, (Awal) Hari Ke-0, (Akhir) Hari Ke-7

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa pada Skeletonema sp. dan

(41)

5.1.2 Pertumbuhan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp.

Pertumbuhan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. digambarkan dengan kepadatannya yang dihitung setiap hari sampai hari ke-7. Data pertumbuhan

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. digunakan untuk mengetahui kemampuan hidup Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. pada media yang tercemar merkuri. Data lengkap pertumbuhan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. selama penelitian disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Pertumbuhan rata-rata

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pertumbuhan Rata-rata Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. pada Hari Ke-0 Sampai Hari Ke 7.

Perlakuan

Pertumbuhan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. (104 sel/ml) pada Hari Ke-

0 1 2 3 4 5 6 7

A 10 8,7 17,45 13,3 14,1 21,15 8,5 7,35

B 10 17,15 3,6 8,5 21,2 24,2 17,55 10,6

C 10 51 209 389 228 196 92 73

D 10 37 77 68 125 140 70 96,9

Keterangan : (A) Skeletonema sp. 0 ppm, (B) Chaetoceros sp. 0 ppm, (C) Skeletonema sp. 0,06 ppm, (D) Chaetoceros sp. 0,06 ppm

Grafik pertumbuhan rata-rata Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

(42)

Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 5, diketahui bahwa pola pertumbuhan

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. selama penelitian mengikuti pola pertumbuhan kultur diatom pada umumnya, yaitu terdapat fase adaptasi, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian.

5.1.3 Kualitas Air

Hasil pengukuran kualitas air media kultur Skeletonema sp. dan

Chaetoceros sp. selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Data lengkap nilai parameter kualitas air selama penelitian disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 3. Nilai Rata-rata Kualitas Air Media Kultur Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp.

Parameter Kisaran Suhu (0C) 31 – 33 Salinitas (ppt) 33 – 36

pH 8,5 – 9

DO (mg/l) 5

5.2 Pembahasan

Hasil pengukuran logam berat merkuri pada media kultur Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. menunjukkan penurunan konsentrasi logam berat merkuri setelah diberi diatom. Hal ini menunjukkan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. memiliki kemampuan menyerap logam berat merkuri pada perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Das et al., (2008) yang menjelaskan bahwa Skeletonema sp. dan

(43)

Pada kemampuan kedua diatom bila dibandingkan terlihat bahwa

Chaetoceros sp. memiliki kemampuan lebih tinggi dibandingkan dengan

Skeletonema sp. Hal ini ditunjukkan dengan persentase penurunan merkuri pada media dengan Chaetoceros sp. (D) mencapai 99,526%, sedangkan Skeletonema

sp. (C) hanya mencapai 95,896%. Hal ini sesuai dengan pendapat Moreno-Garrido

et al., (2000) yang menyatakan bahwa diatom mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam pengikatan logam berat pada dinding sel (adsorbsi) dan penyerapan logam berat ke dalam sel (absorbsi). Selain diatom terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses bioremediasi yaitu pH dan suhu. Hal ini sesuai dengan pendapat Munir (2006) yang menyatakan bahwa faktor-faktor penentu kemampuan agen bioremediasi adalah sebagai berikut : enzim-enzim degradatif yang dihasilkan oleh mikroba tidak mampu mengkatalis reaksi degradasi polutan yang tidak alami, kelarutan polutan dalam air sangat rendah dan polutan terikat kuat dengan partikel-partikel organik atau partikel tanah. Pengaruh lingkungan seperti : pH, temperatur dan kelembapan tanah juga sangat berperan dalam menentukan kesuksesan proses bioremediasi.

Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. yang tidak diberi merkuri (A dan B) memiliki kandungan merkuri sebesar 0,0008185. Hal ini diduga pada air media yang digunakan untuk penelitian terdapat kandungan merkuri. Pada Skeletonema

(44)

Chaetoceros sp. sudah berinteraksi dengan merkuri yaitu terjadi ikatan antara merkuri yang bermuatan positif dengan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. yang bermuatan negatif. Akibat interaksi tersebut terjadi penyerapan merkuri ke dalam sel sehingga konsentrasi pada media yang tercemar merkuri menurun dengan cepat. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmadiani dan Aunurohim (2013) yang menyatakan bahwa pengurangan jumlah kadmium dalam air menunjukkan bahwa

Chaetoceros calcitrans diduga melakukan penyerapan (akumulasi) logam berat kadmium ke dalam sel.

Pertumbuhan diatom dalam kultur ditandai dengan banyaknya jumlah sel yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kepadatan diatom. Pertumbuhan diatom terdiri atas empat fase yaitu fase adaptasi, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Pada penelitian ini, pola pertumbuhan Skeletonema sp.dan Chaetoceros sp. yang diberi perlakuan merkuri (C dan D) juga mengikuti pola umum pertumbuhan diatom tersebut. Fase adaptasi pada kedua jenis diatom tersebut terjadi pada hari ke-0 (sejak diatom ditanam sampai hari ke-1). Hal ini terlihat dari peningkatan populasi pada perlakuan C dan D (Gambar 5). Diduga konsentrasi merkuri dalam air media perlakuan C dan D merupakan nutrien yang digunakan diatom untuk menunjang pertumbuhannya. Pada perlakuan A (Skeletonema sp. tanpa diberi merkuri) terjadi penurunan populasi, sedangkan perlakuan B (Chaetoceros sp. tanpa diberi merkuri) terdapat peningkatan populasi.

(45)

terbatas. Pertambahan jumlah sel tidak terlalu banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Armanda (2013) yang menyatakan bahwa pada fase ini, sel diatom beradaptasi dengan medium dan lingkungan kulturnya (suhu, salinitas, pH). Diatom belum menunjukkan pertumbuhan populasi (kenaikan jumlah sel) yang nyata, karena masih dalam proses adaptasi. Pada fase adaptasi diatom sudah mulai memanfaatkan nutrien dalam jumlah yang sedikit, sehingga beberapa enzim yang terkait pembelahan selnya juga belum tersintesis dengan optimal. Hal ini juga didukung oleh pendapat Isnansetyo dan Kurniastuti (1995) yang berpendapat bahwa ukuran sel pada fase adaptasi umumnya meningkat. Secara fisiologis diatom sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Diatom yang mengalami metabolisme belum mengalami pembelahan sel, sehingga kepadatan sel belum meningkat.

(46)

0,06 ppm). Kondisi ini yang menyebabkan pertumbuhan diatom pada perlakuan A dan B tidak mengalami fase eksponensial seperti pada perlakuan C dan D.

Pada perlakuan Skeletonema sp yang diberi merkuri (C) terjadi fase eksponensial, tampak dari peningkatan grafik yang tajam (Gambar 5). Pada perlakuan Chaetoceros sp. yang diberi merkuri (D), fase eksponensial terjadi dari hari ke-3 terus mengalami kenaikan sampai hari ke-5. Hal ini sesuai dengan pendapat Armanda (2013) yang mengungkapkan bahwa pada fase eksponensial, jumlah sel mengalami peningkatan secara cepat. Puncak pertumbuhan populasi diatom terjadi pada fase ini. Fase ini adalah bukti bahwa sel telah berhasil beradaptasi dan optimal dalam pemanfaatan nutriennya.

Pada perlakuan C dan D yang diberi merkuri mengikuti pola eksponensial, sedangkan pada perlakuan A dan B yang tidak diberi merkuri tidak mengikuti pola eksponensial. Hal ini diduga bahwa Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. menggunakan merkuri sebagai faktor yang menunjang pertumbuhannya. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Wahab dkk., (2012) yang menyatakan bahwa ion logam timbal (Pb) dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton Nannochloropsis salina. Hal ini disebabkan karena ion-ion logam merupakan material toksik yang sudah tentu menghambat pertumbuhan Nannochloropsis salina.

Puncak kepadatan populasi pada Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. yang tidak diberi merkuri (A dan B) terjadi pada hari ke-5. Keduanya tidak menunjukkan peningkatan populasi yang tajam (A : 21,15 x 104 sel/ml dan B : 24,2 x 104 sel/ml) (Gambar 5). Pada kepadatan populasi Skeletonema sp. yang

(47)

389 x 104 sel/ml. Pada Chaetoceros sp. yang diberi merkuri (D) mencapai puncak pada waktu lebih lama (hari ke-5) dengan kepadatan 140 x 104 sel/ml. Pola pertumbuhan diatom yang lebih detil, tampak adanya fase stasioner yaitu puncak pertumbuhan yang terjadi beberapa lama (Gambar 5). Pada penelitian ini, tidak tampak adanya fase stasioner. Hal ini diduga karena fase stasioner terjadi pada waktu yang pendek (kurang dari 1 hari), sehingga tidak tampak pada pengamatan penelitian ini yang dilakukan tiap selang waktu 24 jam.

Fase penurunan pada Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. tanpa pemberian merkuri (A dan B) terjadi pada hari ke-6 sampai hari ke-7. Pada

Skeletonema sp. yang diberi merkuri (C), fase penurunan terjadi secara signifikan sejak hari ke-4 sampai hari ke-7. Pada fase kematian, terjadi penurunan jumlah sel karena terjadi kematian sel. Salah satu faktor yang mempercepat kematian ini adalah berkurangnya jumlah nutrien yang dapat menghambat pertumbuhan sel secara alami. Hal ini juga didukung oleh pendapat Rudiyanti (2011) yang menyatakan bahwa pada fase stasioner, sel tidak mengalami pertumbuhan sehingga kepadatan sel tetap. Fase berikutnya adalah fase kematian, yaitu sel mengalami kematian masal sehingga kepadatan populasi menjadi turun.

(48)

silikat sehingga terjadi penambahan nutrisi dari hasil dekomposisi tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Suantika dkk., (2009) yang menjelaskan bahwa peningkatan konsentrasi silikat di dalam medium terjadi akibat Chaetoceros gracilis yang mati mengalami lisis, kemudian cangkang luar Chaetoceros gracilis

yang terbuat dari silikat mengalami dekomposisi.

Pada Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. terlihat adanya kecepatan pertumbuhan yang berbeda antara diberi perlakuan merkuri (C dan D) dengan yang tidak diberi merkuri (A dan B) (Gambar 5). Pada Skeletonema sp. dan

Chaetoceros sp. yang diberi perlakuan merkuri (C dan D), terjadi peningkatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberi merkuri (A dan B). Pada Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. yang tidak diberi merkuri (A dan B), peningkatan pertumbuhan terjadi namun dengan jumlah yang relatif kecil bila dibandingkan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. yang diberi merkuri (C dan D). Hal ini diduga bahwa Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. menggunakan merkuri dalam jumlah tertentu untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darmono (1995) yang menyatakan bahwa salah satu polutan yang banyak dijumpai pada limbah cair adalah ion logam berat, walaupun keberadaan logam berat tersebut tidak selamanya berdampak buruk terhadap organisme di lingkungan. Pada konsentrasi tertentu logam berat dapat memacu pertumbuhan beberapa jenis fitoplankton, tetapi pada konsentrasi yang sama justru dapat mengakibatkan toksisitas pada jenis fitoplankton lainnya.

Kondisi ini berbeda dengan hasil penelitian Nuzzi, (1972) dalam

(49)

penelitian ini. Pada penelitian tersebut, konsentrasi merkuri sebesar 0,06 ppm mampu menghambat pertumbuhan diatom Phaeodactylum tricornutum. Bila dibandingkan dengan penelitian ini, maka diduga Skeletonema sp. dan

Chaetoceros sp. memiliki potensi untuk dapat direkomendasikan sebagai agen bioremediasi pada perairan yang tercemar merkuri sebab mampu menyerap merkuri dan mampu tumbuh lebih baik pada media dengan penambahan merkuri 0,06 ppm. Hal ini sesuai dengan pendapat Arifin dan Raya, (1997) dalam Hala dkk., (2012) yang menyatakan bahwa mikroalga umumnya memiliki mekanisme perlindungan terhadap logam beracun untuk mempertahankan kehidupannya. Mekanisme ini melibatkan pembentukan kompleks logam dengan protein dalam membran sel sehingga logam dapat terakumulasi dalam sel tanpa mengganggu pertumbuhannya. Jika konsentrasi logam demikian tinggi, akumulasi dapat menghambat pertumbuhan sel karena sistem perlindungan organisme tidak mampu lagi mengimbangi efek toksik logam.

(50)

Suhu selama penelitian berkisar antara 31-33°C. Suhu pada penelitian menunjukkan hasil yang masih dapat ditolerir untuk Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. Hal ini sesuai dengan pernyataan Isnansetyo dan Kurniastuti (1995) yang menyatakan bahwa Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25-30ºC. Diatom memiliki sifat eurytermal yaitu memiliki toleransi yang cukup luas terhadap perubahan suhu.

Hasil pengukuran pH selama penelitian berkisar antara 8,5-9. Walaupun kisaran tersebut bukan nilai optimum, namun kisaran pH tersebut masih dapat ditolerir oleh Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Armanda (2013) yang mengungkapkan bahwa Skeletonema sp. dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 7-8. Hal ini juga tidak sesuai dengan pernyataan Isnansetyo dan Kurniastuti (1995) yang menyatakan bahwa derajat keasaman optimal untuk Chaetoceros sp. berkisar antara 7-8.

Oksigen terlarut (DO) diperlukan Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. untuk respirasi. Oksigen terlarut (DO) pada perairan berasal dari hasil fotosintesis dan difusi dari udara. Kadar oksigen terlarut (DO) selama penelitian adalah 5 mg/l, sehingga sudah sesuai dengan kebutuhan Skeletonema sp. dan

Chaetoceros sp. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnansetyo dan Kurniastuti (1995) yang mengungkapkan bahwa Skeletonema sp. dapat tumbuh dengan baik pada kisaran DO 4-6 mg/l. Kisaran yang optimal oksigen terlarut untuk pertumbuhan

(51)

5

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Skeletonema sp. mampu menyerap logam berat merkuri dengan persentase 95,896%.

2. Chaetoceros sp. memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat merkuri dengan persentase 99,526%.

3. Logam berat merkuri mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema sp. dan

Chaetoceros sp.

6.2 Saran

Saran pada penelitian ini adalah :

1. Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. dapat disarankan untuk digunakan dalam bioremediasi pada pencemaran air oleh logam berat merkuri.

2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang bioremediasi oleh Skeletonema sp. dan

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F. 2009. Tingkat Pencemaran Logam Berat dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Pulau Muna, Kabaena dan Buton Sulawesi Tenggara. Makara Sains, Vol. 13, No. 2 : 117-124.

Alfian, Z. 2006. Merkuri : Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Ilmu Kimia Analitik. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara : Medan. hal 1-4.

Armanda, D. T. 2013. Pertumbuhan Kultur Mikroalga Diatom Skeletonema costatum (Greville) Cleve Isolat Jepara pada Medium F2 dan Medium Conway. Bioma, Vol. 2, No. 1 : 49-63.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. hal 1-27.

Das, N., R. Vimala and P. Karthika. 2008. Biosorption of Heavy Metals-an Overview. Indian Journal Of Biotechnology, Vol. 7, pp 159-169.

Deuk Lee, S and J. Hwan Lee. 2011. Morphology and Taxonomy of The Planktonic Diatom Chaetoceros Species (Bacillariophyceae) with Special Intercalary Setae in Korean Coastal Waters. Algae, 26 (2) : 153-165. Hala, Y., E. Suryati dan P. Taba. 2012. Biosorpsi Campuran Logam Pb2+ dan Zn2+

oleh Chaetoceros calcitrans. Chem. Prog, Vol. 5, No. 2 : 86-92.

Hardianie, T, N, O, K. 2013. Studi Perbandingan Kemampuan Nannochloropsis

sp. dan Spirulina sp. sebagai Agen Bioremediasi terhadap Logam Berat Timbal (Pb). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal 22-26.

Heriyanto, N. M dan E. Subiandono. 2011. Penyerapan Polutan Logam Berat (Hg, Pb, dan Cu) oleh Jenis-jenis Mangrove. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, Vol. 8, No. 2 : 177-188.

Herman, D. Z. 2006. Tinjauan terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Biji Logam. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1, No. 1 : 31-36. Indarmawan, T., A. S. Mubarak dan G. Mahasri. 2012. Pengaruh Konsentrasi

Pupuk Azolla Pinnata terhadap Populasi Chaetoceros sp. Journal of Marine and Coastal Science, 1 (1) : 61-70.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton : Pakan Alami untuk Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta. hal 36-52.

Kimball, J. W. 1992. Biologi. Edisi 5. Jilid 1. Erlangga. Jakarta. hal 121-123. Kusriningrum. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press.

Surabaya. hal 21.

(53)

Moreno-Garrido, I., L. M. Lubian and A. M. V. M. Soares. 2000. Influence Of Cellular Density on Determination of EC50 in Microalgal Growth Inhibition Tests. Ecotoxicology and Environmental Safety, 47 : 112-116. Munawar, Mukhtasor dan T. Surtiningsih. 2007. Bioremediasi Tumpahan Minyak

Mentah dengan Metode Biostimulasi Nutrient Organik di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Berk. Penel. Hayati, 13 : 91-96.

Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi : Suatu Teknologi Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Mikrobiologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara : Medan. hal 1-23. Nisak, K. 2013. Studi Perbandingan Kemampuan Nannochloropsis sp. dan

Chlorella sp. sebagai Agen Bioremediasi terhadap Logam Berat Timbal (Pb). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal 42-45.

Permanasari, A., W. Siswaningsih dan I. Wulandari. 2010. Uji Kinerja Adsorben Kitosan Bentonit terhadap Logam Berat dan Diazinon secara Simultan. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol. 1, No. 2 : 121-134.

Priadie, B. 2012. Teknik Bioremediasi sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol. 10 (1) : 38-48.

Purbonegoro, T. 2008. Pengaruh Logam Berat Kadmium (Cd) terhadap Metabolisme dan Fotosintesis di Laut. Oseana, Vol. XXXIII, No. 1 : 25-31.

Rahmadiani, D. D. W dan Aunurohim. 2013. Bioakumulasi Logam Berat Kadmium (Cd) oleh Chaetoceros calcitrans pada Konsentrasi Sublethal. Jurnal Sains dan Seni Pomits, Vol. 2, No. 2 : 202-206.

Rosales, M. 1982. Preparation of Various Culture Media and Stock Solutions. SEAFDEC Aquaculture Department. Report of the Training Course on Growing Food Organisms for Fish Hatcheries. Guerrero, R. D and C. T. Villegas. Natural Food Project. Tigbauan, Iloilo, Philippines. pp. 01-28. Rudiyanti, S. 2011. Pertumbuhan Skeletonema costatum pada Berbagai Tingkat

Salinitas Media. Jurnal Saintek Perikanan, Vol. 6, No. 2 : 69-76.

Satyantini, W. H., E. D. Masithah, M. A. Alamsjah, Prayogo dan S. Andriyono. 2012. Penuntun Praktikum Budidaya Pakan Alami. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. hal 47-51.

Sembiring, Z., Buhani, Suharso dan Sumadi. 2009. The Isothermic Adsorption Of Pb(II), Cu(II), and Cd(II) Ions On Nannochloropsis sp. Encapsulated By Silica Aquagel. Indo. J. Chem, 9 (1) : hal 1-5.

Siswati, N. D., T. Indrawati dan M. Rahmah. 2013. Biosorpsi Logam Berat Plumbum (Pb) Menggunakan Biomassa Phanerochaete Chrisosporium. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vol. 1, No. 2 : 67-72.

(54)

Suantika, G., P. Adityawati, D. I. Astuti dan Y. Sofyan. 2009. Pengaruh Kepadatan Awal Inokulum terhadap Kualitas Kultur Chaetoceros gracilis (Schutt) pada Sistem Batch. Jurnal Matematika dan Sains, Vol. 14, No. 1 : 1-8.

Sudarmaji., J. Mukono dan Corie I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 2 : 129-142.

Suheryanto. 2001. Spesiasi Metil Merkuri dan Merkuri Anorganik di Perairan Sungai Musi dengan Metode Ekstraksi dan CV-AAS. Jurnal Kimia Lingkungan, Vol. 2, No. 2 : 107-111.

Sunda, W. G. and S. A. Huntsman. 1998. Processes Regulating Cellular Metal Accumulation and Physiological Effects: Phytoplankton as Model Systems. The Science of the Total Environment, 219 : 165-181.

Supriatno dan Lelifajri. 2009. Analisis Logam Berat Pb dan Cd dalam Sampel Ikan dan Kerang Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 7, No. 1 : 5-8.

Supriharyono. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Cetakan Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal 132.

Torgan, L. C., V. Becker and C. B. dos Santos. 2009. Skeletonema potamos

(Bacillariophyta) in Patos Lagoon, Southern Brazil: Taxonomy and Distribution. Rev. Peru. Biol, 16 (1) : 093-096.

(55)

Lampiran 1. Data Hasil Pengujian Sampel Perlakuan

(56)
(57)

Lampiran 2. Data Kualitas Air pada Hari Pertama sampai Hari Ke Tujuh Tabel 1. Suhu Media Kultur (0C)

Perlakuan Suhu media pada hari ke-

1 2 3 4 5 6 7

Tabel 2. Salinitas Media Kultur (ppt)

Perlakuan Salinitas media pada hari ke-

1 2 3 4 5 6 7

Perlakuan pH media pada hari ke-

1 2 3 4 5 6 7

A 9 9 9 9 9 9 8,5

B 9 9 9 9 9 9 9

C 9 9 9 9 9 9 8,5

D 9 9 9 9 9 9 9

Tabel 4. DO Media Kultur (mg/l)

Perlakuan DO media pada hari ke-

(58)

Lampiran 3. Data Pertumbuhan Skeletonema sp. (104 sel/ml) pada Hari Ke-0 sampai Hari Ke-7

Perlakuan Ulangan Kepadatan Skeletonema sp. (104 sel/ml) pada hari ke-

(59)

Lampiran 4. Data Pertumbuhan Chaetoceros sp. (104 sel/ml) pada Hari Ke-0 sampai Hari Ke-7

Perlakuan Ulangan Kepadatan Chaetoceros sp. (104 sel/ml) pada hari ke-

(60)

Lampiran 5. Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) dalam Media Kultur Skeletonema sp. dengan Konsentrasi 0 ppm (Perlakuan A)

Ulangan

Konsentrasi Merkuri (Hg) 0 ppm

Awal Akhir Awal-Akhir Persentase (%)

1 0,0008185 0,00098 0,0001615 19,73

2 0,0008185 0,00122 0,0004015 49,05

3 0,0008185 0,00116 0,0003415 41,72

4 0,0008185 0,00126 0,0004415 53,94

5 0,0008185 0,00099 0,0001715 20,95

Total 0,0008185 0,00561 0,0015175 185,39

(61)

Lampiran 6. Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) dalam Media Kultur Chaetoceros sp. dengan Konsentrasi 0 ppm (Perlakuan B)

Ulangan

Konsentrasi Merkuri (Hg) 0 ppm

Awal Akhir Awal-Akhir Persentase (%)

1 0,0008185 0,00082 0,0000015 0,18

2 0,0008185 0,00090 0,0000815 9,95

3 0,0008185 0,00097 0,0001515 18,50

4 0,0008185 0,00104 0,0002215 27,06

5 0,0008185 0,00093 0,0001115 13,62

Total 0,0008185 0,00466 0,0005675 69,31

(62)

Lampiran 7. Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) dalam Media Kultur Skeletonema sp. dengan Konsentrasi 0,06 ppm (Perlakuan C)

Ulangan

Konsentrasi Merkuri (Hg) 0,06 ppm

Awal Akhir Awal-Akhir Persentase (%)

1 0,00768 0,00062 0,00706 91,92

Rata-rata 0,00768 0,000314 0,007366 95,896

Keterangan : (Awal) Hari Ke-0, (Akhir) Hari Ke-7

Lampiran 8. Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) dalam Media Kultur Chaetoceros sp. dengan Konsentrasi 0,06 ppm (Perlakuan D)

Ulangan

Konsentrasi Merkuri (Hg) 0,06 ppm

Awal Akhir Awal-Akhir Persentase (%)

1 0,009743 0,000170 0,009573 98,25

2 0,009743 0,00006 0,009683 99,38

3 0,009743 0,000 0,009743 100

4 0,009743 0,000 0,009743 100

5 0,009743 0,000 0,009743 100

Total 0,009743 0,00023 0,048485 497,63

Rata-rata 0,009743 0,000046 0,009697 99,526

(63)

Lampiran 9. Penghitungan Larutan Stok Logam Berat Merkuri (Hg) Cara membuat larutan stok merkuri menggunakan rumus (Rosales, 1982) :

Q = V x K P

Keterangan : Q = Berat Bahan Kimia Yang Akan Dilarutkan (mg, gr) V = Volume Pelarut (Akuades) (ml, l)

P = Volume Penggunaan Dalam Media Kultur (ml/l) K = Konsentrasi Pupuk Yang Diketahui (ppm, mg/l)

Buat larutan stok merkuri HgCl2 0,06 ppm sebanyak 100 ml dengan penggunaan 1 ml/l. Berapa gram HgCl2 yang dibutuhkan untuk pembuatan larutan stok

Dilarutkan dalam 100 ml akuades : = 6 mg

100 ml = 6 mg 0,1 l

= 60 mg/l = 60 ppm

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1. Skeletonema sp.
Gambar 2. Chaetoceros sp.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahap analisis data yang dilakukan adalah menganalisis perubahan tutupan lahan di Kalimantan Barat, menganalisis luas area terbakar menurut sebaran hotspot dan

Bagi pihak kepolisian hendaklah lebih meningkatkan penjagaan dan pengaturan lalu lintas. Agar mengingatkan kembali kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas, dengan

Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta- fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang

Dalam sistem aliran berlawanan arah (counter-current) dengan pipa vertikal ada kondisi batas dimana kecepatan aliran kedua fase tidak dapat dinaikkan lagi, bila melewati

AA adalah Efek hutang yang berisiko investasi sangat rendah dan berkemampuan sangat baik untuk membayar bunga dan pokok utang dari seluruh kewajiban

Fitur karakteristik lain dari kurva energi potensial ini adalah adanya sekunder minimum pada  jarak antarpartikel yang relatif besar. Jika minimum ini cukup mendalam

Hiperopia atau hipermetropia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar yang sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata yang dalam keadaan

Atas dasar bagan diatas juga diketahui bahwa antara upaya yang dilakukan karyawan Jawa dalam mencapai SWB saling berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi SWB, yaitu