SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI HETEROTROF TERHADAP KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO
(Clarias sp.) TANPA PERGANTIAN AIR
Oleh : DWI ERNAWATI
PONOROGO – JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Yang bertanda tangan di bawah ini : N a m a : Dwi Ernawati N I M : 141011017
Tempat, tanggal lahir : Ponorogo, 27 Mei 1992
Alamat : Dsn. Plongko RT 01/02 Ds. Jurug Kec. Sooko- Ponorogo. Telp./HP : 085733922271
Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Bakteri Hetrotrof Terhadap Kualitas Air Pada Budidaya Lele Dumbo (Clarias sp.) Tanpa Pergantian Air
Pembimbing : 1. Prayogo, S.Pi., MP
2. Boedi Setya Rahadja, Ir. MP
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari dana pribadi. Didalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :
1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;
2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,
termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, 28 Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI HETEROTROF TERHADAP KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias sp.)
TANPA PERGANTIAN AIR
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Oleh : DWI ERNAWATI
NIM. 141011017
Mengetahui, Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama
Prayogo, S.Pi., MP
NIP. 19750522 200312 1 002
Pembimbing Serta
SKRIPSI
PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI HETEROTROF TERHADAP KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias sp.)
TANPA PERGANTIAN AIR
Oleh : DWI ERNAWATI
NIM. 141011017
Telah diujikan pada
Tanggal : 22 September 2014
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Dr. Hj. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si Anggota : Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir., M.Si
Abdul Manan., S.Pi., M.Si Prayogo, S.Pi., MP
Boedi Setya Rahrdja, Ir., MP
Dekan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
RINGKASAN
DWI ERNAWATI. Pengaruh Pemberian Bakteri Heterotrof Terhadap Kualitas Air Pada Budidaya Lele Dumbo (Clarias sp.) Tanpa Pergantian Air. Dosen Pembimbing: Prayogo, S.Pi., MP., dan Boedi Setya Rahardja, Ir., MP.
Ikan lele dumbo (Clarias sp.) sebagai komoditas air tawar memiliki permintaan yang tinggi. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan permintaan lele dumbo adalah perbaikan kualitas air sehingga produktifitas ikan semakin meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik yang mengandung bakteri heterotrof berbeda pada perairan dan pengaruhnya terhadap kadar ammonia dan kadar nitrit pada media budidaya lele dumbo.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Ikan lele dumbo dipelihara selama 30 hari dengan empat perlakuan dan empat ulangan yaitu P1 (kontrol), P2 (probiotik A), P3 (probiotik B), dan P4 (probiotik C). Data yang diperoleh diolah menggunakan
Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan Uji Berjarak Duncan karena didapatkan hasil yang berbeda nyata.
SUMMARY
DWI ERNAWATI. Influence of Heterotrophic Bacteria Giving Against Water Quality of African Catfish (Clarias sp.) Culture With No Water Exchange. Academic Advisors Prayogo, S.Pi., MP., and Boedi Setya Rahadja, Ir., MP.
Freshwater commodity such as the African catfish (Clarias sp.) has the high demand. One way to complete demand is make the good water quality to get the high productivity. The aims of this research is known about the effect of different probiotic used which contain by heterotrophic bacteria against ammonia and nitrite production in the media.
The research using experimental method, with the Completely Randomized Design (CRD). The African catfish kept in 30 days with four treatments and four replications, that is P1 (control), P2 (probiotic A), P3 (probiotic B), and P4 (probiotic C). The obtained data were processed by Analysis of Variance (ANOVA) and followed by Duncan Multiple Range Test because there was significant data.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah Nya, sehingga Skripsi dengan judul “ Pengaruh Pemberian Bakteri Hetrotrof terhadap Kualitas Air pada Budidaya Lele Dumbo (Clarias sp.) tanpa Pergantian Air” ini dapat terselesaikan. Laporan skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.
Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khusus bagi Mahasiswa Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang perikanan.
Surabaya, Agustus 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan ucapan syukur Alhamdulillah, atas terselesaikannya laporan ini, tak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada :
1. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan, ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti,drh., DEA
2. Dosen wali, bapak Agustono, Ir., M.Kes atas bimbingan, dan saran selama masa perkuliaahan.
3. Bapak Prayogo, S.Pi., MP., dan bapak Boedi Setya Rahadja, Ir., MP., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran yang membangun mulai dari penyusunan proposal, penelitian, sampai terselesaikannya laporan penelitian ini.
4. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si., ibu Dr. Woro Hastuti S., Ir., M.Si., dan Bapak Abdul Manan, S.Pi., M.Si, selaku selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan proposal dan laporan skripsi ini.
5. Teman satu tim penelitian Savitri Aprilyana, Nina Agustiningtyas, Id’ham Muhtar, Ahmad Nizar, dan Winda Kusuma yang telah bekerja sama dalam suka duka selama penelitian ini.
7. Kedua orang tua tercinta, Benni dan Katiyah, serta kakak terbaik Bagus dan Irawati yang senantiasa memberikan segala dukungan dan doa hingga skripsi ini selesai.
DAFTAR ISI
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi ………....…...……. 4
2.2.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup………….………..… 5
2.2.3 Kualitas Air Untuk Ikan lele ..………... 5
2.2 Bakteri hetertrof ………...…….. 8
2.2.1 Peran Bakteri hetertrof ……….…….. 9
2.3 Budidaya Tanpa Pergantian Air………...…... 10
III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual ... 12
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.3.1 Rancangan Penelitian ... 17
VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ... 37
6.2 Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1.Kualitas Air untuk Ikan lele ………5
4.1 Denah Acak Rancangan Penelitian………18 4.2 Parameter kualitas air, satuan, dan alat pengukururan…………21
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Ikan lele dumbo Clarias sp ... 4
3.1 Kerangka konseptual penelitian ... 14
4.1 Diagram Alir Penelitian ... 20
5.1 Grafik Fluktuasi ammonia selama 30 hari…………..………26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data nilai Absorbansi ammonia pada beberapakonsentrasi……...42
2. Data Nilai Amonia harian pada masing-masing perlakuan ... ……….43
3. Analisa statistik peningkatan kadar NH3 selama 30 hari ... ...44
4. Data nilai Absorbansi Nitrit pada beberapa konsentrasi………. 46
5. Data nilai Nitrit harian ... .47
6. Analisa statistik peningkatan kadar NO2 selama 30 hari ... …… 48
7. Data rata-rata pH selama 30 hari………. 50
8. Data Suhu harian selama 30 hari………...51
9. Data DO harian selama 30 hari ... ...52
10. Analisa proksimat pakan ... ... ...53
I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dunia akuakultur mengalami perkembangan yang semakin pesat. Salah satu pendukungnya adalah program penggalakan budidaya perikanan diberbagai sektor oleh pemerintah. Salah satu sektor yang sedang digalakkan adalah sektor budidaya perikanan tawar. Peningkatan produktifitas perikanan tawar merupakan program pemerintah dalam menyongsong program minapolitan (KKP, 2011).
Ikan lele merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan lele dapat dikembangkan di berbagai daerah untuk penyediaan protein hewani dan peningkatan pendapatan masyarakat. Produksi ikan lele di Indonesia pada rentang waktu antara tahun 2005-2009 menunjukkan peningkatan produksi rata-rata sebesar 31,55% per tahun, dengan nilai produksi dari 486.166.245 ton menjadi 1.434.956.984 ton (KKP, 2011).
Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan komoditas unggulan air tawar yang sangat populer serta mempunyai pasar yang baik. Permintaan pasar akan ikan lele dumbo sekarang ini telah berkembang pesat kenaikan mencapai 18,7 % per tahun, karena ikan lele dumbo mempunyai keunggulan dibanding dengan ikan lele lokal yaitu pertumbuhannya lebih cepat, dapat mencapai ukuran lebih besar dan lebih banyak kandungan telurnya (Mahyuddin, 2007).
mengakibatkan penambahan area budidaya dan penambahan air. Budidaya lele tanpa pergantian air dapat menghemat pemakaian air sehingga lebih ekonomis, dan dapat slakukan secara intensif.
Sisa pakan ikan, hasil ekskresi organisme dan plankton yang mati serta material organik berupa padatan tersuspensi maupun terlarut yang masuk melewati sumber air (inflow water) merupakan sumber bahan organik pada media pemeliharaan. Hal ini menyebabkan akumulasi bahan organik di perairan. Input bahan organik ini semakin bertambah seiring dengan aktivitas budidaya karena kebutuhan pakan organisme akuatik mengikuti pertumbuhan biomassanya (Boyd, 1990).
Pada budidaya tanpa pergantian air terjadi masalah kualitas air pada budidaya lele dumbo. Sistem budidaya tanpa pergantian air menyebabkan akumulasi sisa pakan, feses, dan kualitas air yang buruk ( Sitompul dkk. 2012). Selain itu, menurut Spotte (1970), sisa pemberian pakan yang akan menghasilkan bahan organik yang akan membentuk ammonia, nitrit, dan nitrat.
Ammonia dan nitrit dalam perairan dihasilkan oleh bahan organik yang terakumulasi dalam perairan. Ammonia pada perairan mampu menyebabkan kematian pada ikan apabila kandungannya terlalu tinggi, yaitu lebih dari 0,8 mg/L (Stickney, 2005), sedangkan nitrit akan bersifat toksik apabila kadar nitrit dalam perairan lebih dari 0,05 mg/L (Moore, 1991).
ammonia dan nitrit pada budidaya lele tanpa pergantian air. Menurut Avnimelech (1999), adanya pemanfaatan nitrogen anorganik oleh bakteri heterotrof mencegah terjadinya akumulasi nitrogen anorganik pada kolam budidaya yang dapat menurunkan kualitas air. Bakteri heterotrof memanfaatkan ammonia sebagai sumber energi untuk regenerasi sel (Todar, 2002).
1.2Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah pemberian bakteri heterotrof berpengaruh terhadap kandungan amonia pada budidaya lele dumbo (Clarias sp.) tanpa pergantian air?
2. Apakah pemberian bakteri heterotrof berpengaruh terhadap kandungan nitrit pada budidaya lele dumbo (Clarias sp.) tanpa pergantian air?
1.3Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh pemberian bakteri heterotrof terhadap kandungan amonia pada budidaya lele dumbo (Clarias sp.) tanpa pergantian air.
2. Mengetahui pengaruh pemberian bakteri heterotrof terhadap kandungan nitrit pada budidaya lele dumbo (Clarias sp.) tanpa pergantian air.
1.4 Manfaat
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lele Dumbo (Clarias sp.)
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Dumbo
Klasifikasi ikan lele (Clarias sp.) menurut Nelson (2006) adalah: Kingdom : Animalia
Gambar 2.1. Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Sumber: http://www.fao.org/fishery/species/2982/en
Diakses pada tanggal: 22 Juli 2014
Ikan lele atau airbreathing catfish merupakan salah satu ikan dari ordo Siluriformes atau catfish. Salah satu spesies dari ordo Siluriformes adalah genus
Clarias. Ikan dari genus Clarias memiliki bentuk yang panjang, dengan sirip di sepanjang dorsal tubuhnya. Sirip ekornya membulat, berbentuk setengah lingkaran. Ikan lele memiliki empat kumis atau barbells di bagian mulut dan memiliki organ pernafasan yang disebut labirin (Nelson, 2006).
2.1.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup Lele Dumbo
optimal 25-28 oC. Pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30 oC dan
untuk pemijahan 24-28 oC, pada pH 6,5–9 (Mahyudin, 2008).
Puspowardoyo dan Djariyah (2002) menyatakan ikan lele dumbo cocok dibudidayakan pada kolam air tenang tanpa penggantian air. Ikan lele menyukai perairan tenang, dengan tepi yang dangkal, dan terlindung sehingga bisa membuat lubang sebagai sarang untuk melangsungkan pemijahan (Hendrawati, 2011).
2.1.3 Kualitas Air untuk Ikan Lele
Lingkungan perairan berpengaruh terhadap pemeliharaan, pertumbuhan dan reproduksi ikan budidaya (Forteath et al. 1993). Jika kualitas air melewati batas toleransi, akan menimbulkan penyakit pada ikan. Kualitas air untukikan lele dumbo dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kualitas air yang cocok untuk ikan lele
A. Amoniak (NH3)
Bahan organik yang terakumulasi akan menyebabkan terjadinya pembentukan senyawa-senyawa yang beracun bagi ikan, mineralisasi nutrien dari bahan organik dan penyerapan oksigen yang tinggi (Hopkins et al., 1994) sehingga kualitas air menurun cepat. Mineralisasi bahan organik nitrogen akan menghasilkan ammonia (NH3), nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) (Spotte, 1992).
Amonia merupakan bentuk pecahan nitrogen organik yang bersifat toksik terhadap organisme budidaya. Ikan akan mencerna protein dalam pakan dan mengekskresikan amonia melalui insang dan feses. Amonia pada lingkungan budidaya juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik seperti sisa pakan, alga mati dan tumbuhan akuatik (Duborow et al., 1997).
Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam air akan mempengaruhi permeabilitas ikan oleh air dan mengurangi konsentrasi ion didalam tubuh. Amonia juga meningkatkan konsumsi oksigen di jaringan, merusak insang, dan mengurangi kemampuan darah mengangkut oksigen (Boyd, 1982). Amonia dapat menyebabkan kematian pada konsentrasi > 0,8 mg/L (Stickney, 2005).
Nilai ammonia (NH3) tergantung pada nilai pH dan suhu perairan (Van
Wyk dan Scarpa, 1999). Semakin tinggi suhu dan pH air, persentase amoniak semakin tinggi (Boyd, 1990).
B. Nitrit (NO2)
(Metcalf and Eddy, 1991). Dalam lingkungan budidaya akan terjadi akumulasi nitrit apabila proses lanjutan dari nitrifikasi yang akan mengubah nitrit menjadi nitrat tidak dapat berjalan ( Van Wyk and Scarpa, 1999). Konsentrasi maksimum senyawa nitrit di perairan budidaya adalah kurang dari 0,05 mg/L (Moore, 1991).
Senyawa nitrit yang terikat pada darah ikan akan membentuk
Methaemoglobin (Hb + NO
2 -
= Met-Hb). Met-Hb akan mengganggu proses
transportasi oksigen ke jaringan-jaringan ikan sehingga dapat menyebabkan ikan mengalami hypoxia. Met-Hb dalam darah menyebabkan darah berwarna coklat. Oleh karenanya keracunan nitrit disebut juga penyakit brown blood (Van Wyk dan Scarpa, 1999).
C. Suhu
Suhu merupakan faktor pengontrol (controlling factor) dan berperan dalam sistem resirkulasi. Suhu merupakan efek terbesar dalam fisiologi ikan. Hal ini karena ikan menyesuaikan suhu tubuhnya mendekati keseimbangan suhu air. Suhu mempunyai pengaruh yang nyata pada respirasi, pemasukan pakan, kecernaan, pertumbuhan dan berpengaruh terhadap metabolisme ikan (Forteath
et.al., 1993).
atas kisaran optimum konsumsi pakan meningkat untuk mengimbangi kecepatan metabolisme yang tinggi, dan pertumbuhan tidak meningkat (Stickney, 1979).
D. Derajat keasaman (pH)
Nilai pH (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H+ di
dalam air (Forteath et al. 1993). Nilai pH yang baik untuk sistem intensif adalah 6,5-9 (Wedemeyer, 1996). Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 8) maka toksisitas amonia meningkat. Menjaga pH air dalam sistem resirkulasi sekitar 7,2 dalam air tawar dan 7,8-8,2 di air laut merupakan hal penting dalam budidaya ikan (Forteath
et al., 1993). Nilai pH yang kurang dari 6,0 dan lebih dari 9,0 untuk waktu yang cukup lama akan mengganggu reproduksi dan pertumbuhan (Boyd, 1982).
E. DisolvedOxigen (DO)
Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas dalam sistem budidaya. Oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air yang paling penting untuk dimonitor dalam budidaya ikan. Bila DO tidak dijaga pada nilai yang memenuhi, maka ikan menjadi stres dan tidak dapat makan dengan baik (Stickney, 1979).
2.2 Bakteri Heterotrof
Banyak jenis bakteri yang digunakan untuk membuat probiotik. Beberapa diantaranya adalah dari golongan bakteri heterotrof. Bakteri heterotrof adalah bakteri yang membutuhkan karbon organik dan nitrogen anorganik sebagai sumber energi. Selain karbon, bahan yang dibutuhkan oleh bakteri adalah nitrogen, yang dapat ditemukan pada bahan organik dan anorganik. Bakteri mampu menggunakan amonium dan nitrat sebagai sumber nitrogen (Parker, 1997).
Menurut Prasad and Power (1997), bakteri heterotrof adalah bakteri pengurai senyawa organik (mineralisasi).Nitrogen anorganik (ammonia, nitrit,dan nitrat) yang berasal dari dekomposisi pakan tak termakan (uneaten feed), feses dan ekskresi ikan dimanfaatkan oleh bakteri heterotrof (Avnimelech, 1999).
2.2.1 Peran Bakteri Heterotrof dalam Perairan
Bakteri heterotrof berperan penting untuk menjaga keseimbangan kualitas air karena bakteri heterotrof mampu mengasimilasi bahan organik secara langsung dari lingkungan abiotik, dari materi yang dilepaskan sebagai hasil ekskresi, atau dari organisme yang mati di dalam ekosistem perairan. Bahan tersebut dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri heterotrof (Sugita
et al., 1985) .
dari ligkungan abiotik yang berasal dari hasil ekskresi atau organisme yang mati dalam perairan.
Menurut Woon (2007), pertumbuhan bakteri heterotrof mempengaruhi jumlah nitrogen dalam perairan. Bakteri heterotrof mampu menyerap sampai 50% dari jumlah ammonium terlarut dalam air. Bakteri heterotrof menyerap ammonia dalam perairan untuk digunakan sebagai sumber energi dalam proses regenerasi sel (Todar, 2002). Selain itu, penyerapan ammonia oleh bakteri heterotrof lebih cepat dariapada bakteri autotrof pada waktu yang sama (Ebeling et.al., 2006).
Ammonia diperairan yang teroksidasi dapat berubah menjadi nitrit. Nitrit bersifat toksik bagi ikan dan organisme akuatik lainnya (Metcalf and Eddy, 1991). Nitrit merupakan produk awal dari proses nitrififikasi dimana ion amonium dioksidasi oleh bakteri nitrifikasi menjadi nitrat. Menurt Van Wyk and Scarpa (1999), apabila perubahan dari nitrit menjadi nitrat tidak mampu berjalan bengan baik, akan terjadi akumulasi nitrit dalam perairan.
Pada masa pertumbuhan bakteri heterotrof mereduksi nitrit menjadi ammonium untuk digunakan dalam sintesis biomasa (Gottschalk, 1986). Selanjutnya, ammonium juga digunakan untuk sintesis asam amino dan protein melalui glutamin dan glutamat (Joklik et.al., 1992).
2.3 Budidaya tanpa Pergantian Air
sempit atau memiliki ketersediaan air yang terbatas, mendorong pemanfaatan sumberdaya untuk menunjang proses budidaya.
Salah satu pendorong pengembangan dibidang akuakultur adalah pemanfaatan lahan sempit dengan pola menejemen akuakultur yang efektif dan efisien (Mukti dkk. 2010). Budidaya tanpa pergantian air merupakan salah satu sistem budidaya yang dapat menghemat air sehingga lebih ekonomis (Sitompul dkk. 2012).
III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Berbagai teknologi diterapkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam budidaya lele salah satunya dengan penerapan sistem tanpa pergantian air. Sistem tanpa pergantian air cocok untuk diaplikasikan pada lahan sempit dan terbatas, pada lingkungan pedesaan yang miskin air maupun penerapan budidaya dilingkungan perkotaan yang padat.
Pergantian air tidak dilakukan selama masa budidaya. Hal ini menyebabkan penumpukan bahan organik, yang berasal dari sisa pakan, kotoran ikan, maupun bahan organik terlarut lainnya pada dasar kolam. Menurut Hopkins
et., al (1994) salah satu akibat dari akumulasi bahan organik adalah terbentuknya senyawa yang beracun bagi ikan. Bahan organik perairan mampu menghasilkan amoniak, dan nitrit (Spotte, 1992). Amoniak dan nitrit adalah senyawa beracun yang terbentuk dari sisa bahan organik yang menumpuk dan mempengaruhi kulitas air pada media hidup ikan.
Bakteri heterotrof merupakan salah satu golongan bakteri penyusun probiotik. Bakteri heterotrof berperan penting untuk menjaga keseimbangan kualitas air (Sugita et al. 1985). Menurut Todar (2002) bakteri heterotrof memanfaatkan ammonia sebagai sumber energy untuk meregenerasi selnya. Pada waktu yang sama, bakteri heterotrof lebih banyak memanfaatkan ammonia dibandingkan bakteri autotrof (Ebeling et.al., 2006).
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Intensifikasi Budidaya
Sitem tanpa pergantian air
Penumpukan bahan organik
Peningkatan ammonia dan nitrit
Bakteri heterotrof Penyerapan amoia dan nitrit
oleh bakteri heterotrof
Penurunan ammonia dan nitrit
Perbaikan kualitas air Pemberian pakan tinggi
Tidak ada pergantian air
3.2 HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
H1.1 : pemberian bakteri heterotrof berpengaruh terhadap kadar amonia pada budidaya lele dumbo tanpa pergantian air
IV METODOLOGI
4.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian dilakukan pada bulan Juni – Juli 2014.
4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pH meter, spektrofotometer, cuvet, tabung reaksi, gelas ukur, DO meter, pH meter, pipet tetes, termometer, jaring, timbangan digital, penggaris, ember, bak plastik 16 buah volume 15 L, aerator, selang aerasi dan batu aerasi.
4.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri probiotik
“A” (Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantarum, dan
Nitrosomonas eropea) dengan total count 1x106 CFU, “B” (Bacillus subtilis dan
Bacillus licheniformes) dengan total count 1x107 CFU dan “C”, (Bacillus
subtilis, dan Bacillus licheniformes) dengan total count 1x1012 CFU, lele dumbo
4.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Metode penelitian eksperimental adalah suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul dari perlakuan tertentu (Notoatmodjo, 2010).
4.3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Kusriningrum, 2012) dengan perlakuan sebanyak empat, dan ulangan sebanyak empat kali. Perlakuan dilakukan dengan pemberian bakteri pada masing-masing media. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah:
Perlakuan 1 : tanpa pemberian bakteri (kontrol)
Perlakuan 2 : penambahan bakteri probiotik A (B. subtilis, B. apiarius,
Lactobacillus plantarum , dan Nitrosomonas europea) 0,03
ml/15L
Perlakuan 3 : penambahan bakteri probiotik B (B. subtilis dan B.acillus
licheniformes) 0,03 ml/15L
Perlakuan 4 : penambahan bakteri probiotik C (B. subtilis, dan B.
licheniformes,) 0,03 ml/15L
Penepatan perlakuan pada penelitian ini diletakkan secara acak dengan menggunakan tabel bilangan acak. Denah penelitian dapat dilihat pada skema dibawah ini.
4.4 Prosedur Kerja
4.4.1 Persiapan Media dan Persiapan Benih
Persiapan yang digunakan yaitu bak plastik dengan volume 15 L. Sebelum digunakan, dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi air media dilakukan dengan menggunakan Kalium Permanganat dengan dosis 3 g/m3 , selanjutnya didiamkan selama sehari dan dilakukan pergantian air baru (Shaffrudin dkk., 2006).
Benih yang digunakan disortir berdasarkan kualitas dan ukuran terlebih dahulu sebelum ditebar dalam kolam pembesaran untuk mengurangi tingkat kematian benih. Selain itu juga dilakukan penimbangan berat dan pengukuran panjang awal sebelum benih dipelihara. Benih yang akan digunakan adalah jenis ikan lele dumbo dengan ukuran panjang 9 cm.
Sebelum ditebar benih diaklimatisasi terlebih dahulu selama 5 menit sehingga suhu air media selama pengangkutan benih dengan air media pada bak pemeliharaan sama. Benih ikan lele dumbo kemudian dimasukkan ke dalam bak plastik, dengan padat tebar masing-masing 1000 ekor/m3 (Shaffrudin dkk., 2006), sehingga didapatkan padat tebar 30 ekor/bak.
4.4.2 Pemeliharaan
tanpa dicampur dengan pakan. Pemberian jenis bakteri heterotrof diberikan langsung dengan dosis 0,03ml/15L (Andriyanto, 2010).
Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan
Sterilisasi media
Penebaran benih 30 ekor/bak
Perlakuan
Pemberian bakteri B Pemberian
bakteri A
Kontrol Pemberian
bakteri C
Analisa data Aklimatisasi benih
Pengukuran ammonia dan nitrit
setiap dua hari
Kesimpulan
4.5 Parameter Penelitian
Parameter yang diamati selama penelitian terdiri dari parameter uji utama dan parameter uji penunjang. Parameter uji utama terdiri dari kandungan ammonia dan nitrit. Parameter uji penunjang yaitu pH, suhu, dan oksigen terlarut.
Menurut Rosmaniar (2011), parameter uji utama diukur selama dua hari sekali . Pengambilan sampel air untuk menganalisa kadar amoniak dan nitrit dilakukan setiap pagi hari sebelum pakan diberikan. Pengukuran ammonia dan nitrit dilakukan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.
Tabel 4.2 Parameter Kualitas air, satuan dan alat pengukuran
Parameter kualitas air Satuan Alat ukur
Ammonia mg/L Spektrofotometer
a. Menyiapkan larutan standar amoniak dengan konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 ppm, ppm masing – masing 50 ml.
b. Menambahkan larutan Nessler 1 ml pada masing-masing konsentrasi, di kocok dan didiamkan selama 10 menit.
Pengukuran kadar amoniak dilakukan mengunakan metode Nessler (Sari dkk., 2012):
a. Ambil sampel sebanyak 50 ml, disaring dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 ml.
b. Ditambahakan 1 ml larutan Nessler kemudian dikocok dan dibiarkan selama 10 menit.
c. Larutan sampel dimasukkan dalam cuvet, kemudian diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 425 nm.
d. Perhitungan kadar amoniak menggunakan kurva kalibrasi dari larutan standar, dengan persamaan regresi :
b. Menambahkan larutan sulfanilamide 1 ml pada masing-masing konsentrasi, di kocok dan didiamkan selama dua menit.
d. Mengamati absorbansi masing-masing larutan pada panjang gelombang 543 nm, dan membuat kurva kalibrasi.
Pengukuran kadar absorbansi sampel:
a. Mengambil air sampel sebanyak 50 ml, dan disaring dengan kertas saring, dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 ml.
b. Sampel ditambah dengan 1 ml larutan sulfanilamide, kemudian akan bereaksi selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan 1 ml larutan NED-dihidroklorida kemudian dihomogenkan selama 10 menit hingga berwarna merah keunguan. c. Larutan dimasukkan diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 543 nm.
d. Perhitungan kadar nitrit menggunakan kurva kalibrasi dari larutan standar, dengan persamaan regresi :
𝒚
=
𝒂𝒙
+
𝒃
y = absorbansi
a = slope
x = konsentasi amoniak
b = intersept
4.5.3 Pengukuran Suhu, pH, dan DO
4.6 Analisis Data
V HASIL DAN PEMBAHASAN dihitung setiap dua hari sekali, dapat dilihat pada Lampiran 2, dan analisis statistik terhadap produksi kadar amonia terdapat pada Lampiran 3.
Tabel 5.1 Produksi kadar amonia selama 30 hari
*) superskrip yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Keterangan: P1: kontrol
P2: penambahan probiotik A 0,03 mL/15L P3: Penambahan Probiotik B 0,03 mL/15L P4: Penambahan Probiotik C 0,03 mL/15L
kontrol (P1) tanpa pemberian bakteri probiotik berbeda nyata dengan P2, P3, dan P4 , dimana P2, P3, dan P4 tidak memiliki perbedaan yang nyata.
Grafik fluktuasi harian amonia selama masa budidaya dapat dilihat pada Gambar 5.2. Nilai fluktuasi amonia didapatkan dari hasil pengamatan yang dilakukan setiap dua hari sekali.
Gambar 5.1. Fluktuasi harian amonia selama 30 hari
Grafik 5.1 menunjukkan bahwa kadar amonia dalam perairan pada semua perlakuan menunjukkan peningkatan. Pada P1, produksi amonia pada media adalah yang paling tinggi. Sedangkan produksi amonia terendah ditunjukkan oleh P4.
5.1.2 Kadar Nitrit
dilihat pada Lampiran 5, dan analisis statistik terhadap peningkatan kadar nitrit harian terdapat pada Lampiran 6.
Tabel 5.2 Produksi kadar nitrit selama 30 hari.
Perlakuan Produksi nitrit selama 30 hari ± SD Tranformasi √(y + 0,5) ± SD
P1 0,0988b ± 0,00404 0,77382 ± 0,00261
P2 0,0525a ± 0,00518 0,74330 ± 0,00348
P3 0,0513a ± 0,00355 0,74249 ± 0,00239
P4 0,0509a ± 0,00644 0,74223 ± 0,00433
*) superskrip yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Keterangan: P1: kontrol
P2: penambahan probiotik A 0,03 mL/15L P3: Penambahan Probiotik B 0,03 mL/15L P4: Penambahan Probiotik C 0,03 mL/15L
Uji statistik terhadap produksi menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, dengan p < 0,05. Setelah dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s
Multiple Range Test), dapat diketahui bahwa produksi nitrit tertinggi adalah pada P1 yaitu tanpa pemberian probiotik. Produkai nitrit terendah ditunjukkan oleh P4 dengan pemberian probiotik C. Perlakuan kontrol (P1) tanpa pemberian bakteri probiotik berbeda nyata dengan P2, P3, dan P4 , dimana P2, P3, dan P4 tidak memiliki perbedaan yang nyata.
Gambar 5.2. Grafik fluktuasi harian nitrit selama 30 hari.
5.1.3 Suhu, pH, dan DO
Data kisaran kualitas air setelah pemeliharaan selama 30 hari dengan perlakuan penambahan probiotik yang mengandung bakteri heterotrof, dapat dilihat pada Tabel 5.3. Pengamatan terhadap suhu, dan DO dilakukan setiap pagi dan sore. Pengamatan terhadap pH setiap sehari sekali, dan pengamatan terhadap nitrat setiap dua hari sekali selama masa pemeliharaan.
Tabel 5.3. Kadar Suhu, pH, dan DO selama 30 hari
No Parameter Perlakuan
Kontrol Probiotik A Probiotik B Probiotik C 1 Suhu (oC) 26,6 - 30,0 26,7 - 30,0 26,7 - 30,0 26,6 - 30,0 2 DO (mg/l) 6,3 – 8,9 6,3 – 8,9 6,3 – 9,0 6,4 – 8,4 3 pH 7,23 – 8,26 7,35 – 8,15 7,29 – 8,20 7,22 – 8,26 5.2 PEMBAHASAN
5.2.1 Amonia (NH3)
Hasil pengukuran terhadap produksi amonia selama 30 hari menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara pelakuan kontrol dengan perlakuan
pemberian probiotik. Tetapi, pada perlakuan dengan penambahan probiotik A (Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantarum, dan Nitrosomonas europea 1x106 CFU), B (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes 1x107 CFU), dan C (Bacillus subtilis, dan Bacillus licheniformes) 1x1012 CFU) tidak berbeda nyata. Akumulasi kadar amonia yang diproduksi oleh ikan selama pemeliharaan adalah pada perlakuan kontrol sebesar 0,2641 mg/L, perlakuan probiotik B
(Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes) sebesar 0,2182 mg/L, perlakuan probiotik A (Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantrarum, dan
Nitrosomonas europea) sebesar 0,2159 mg/l, dan probiotik C (Bacillus subtilis, Bacillus licheniformes) sebesar 0,2093 mg/L.
Pada perlakuan dengan pemberian bakteri probiotik A, B, dan C produksi amonia pada hari ke 30 secara berturut-turut berada pada konsentrasi 0,2159 mg/L; 0,2182 mg/L; dan 0,2093 mg/L. Pada konsentrasi tersebut, kadar amonia lebih rendah daripada perlakuan kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan dengan penambahan bakteri probiotik A, B, dan C lebih baik daripada perlakuan tanpa probiotik. Kadar amonia selama masa pemeliharaan masih berada pada batas aman untuk kehidupan ikan lele sesuai dengan pendapat Stickney (2005) yaitu <0,8 mg/L.
Akumulasi amonia pada perlakuan menggunakan probiotik C (Bacillus subtilis, Bacillus licheniformes) menunjukkan jumlah yang terendah pada akhir pemeliharaan. Hal ini diduga karena jumlah kepadatan bakteri penyusun probiotik C (Bacillus subtilis, Bacillus licheniformes) lebih tinggi yaitu 1x1012 CFU, sedangkan pada probiotik A (Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantrarum, dan Nitrosomonas europea) hanya memiliki kepadatan 1x106 CFU dan probiotik B (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes) memiliki kepadatan 1x107 CFU. Tingginya kepadatan bakteri yang diberikan kedalam media, dapat menjadikan akumulasi bahan organik dalam media semakin berkurang karena pemanfaatan bahan organik oleh bakteri. Sehingga produksi ammonia dan nitrit dan berasal dari akumulasi bahan organik dapat menurun.
probiotik memanfaatkan bahan organik dalam media. Bahan organik tersebut dimanfaatkan bakteri sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri (Sugita
et.al., 1985).
Bakteri heterotrof mengawali tahap degradasi senyawa organik dengan serangkaian tahap reaksi enzimatis. Menurut Suarsini (2006), Bacillus sp. memiliki enzim ekstraseluler yang dapat membatu pencernaan dan mampu memperbaiki kualitas air melalui penguraian dan perombakan bahan organik dalam air.
Selain menguraikan bahan organik, penghasil ammonia, nitrit, dan nitrat, bakteri hetrerotrof juga mampu memperbaiki kualitas air dengan menurunkan kadar amonia dalam perairan. Hal ini sesuai pendapat Avnimelech (1999), bahwa bakteri heterotrof mencegah terjadinya akumulasi nitrogen organik dalam media budidaya yang dapat menurunkan kualitas air.
Pada ketiga probiotik yang digunakan, masing-masing probiotik memiliki kandungan dua spesies bakteri heterotrof dari golongan Bacillus yaitu Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes pada probiotik B, dan C, serta Bacillus subtilis
dan Bacillus apiarius pada probiotik A.
penurunan kadar amonia terjadi antara lain karena adanya pemanfaatan ammonia oleh proses heterotrofik biosintsis bakteri yang menghasilkan biomasa bakteri. Sedangkan menurut Ebeling et.al., (2006) proses pengubahan nitrogen dalam sistem akuakultur salah satunya adalah proses heterotrofik bakterial yang mengubah amonia langsung menjadi biomasa bakteri. Bakteri heterotrof yang tumbuh dan berkembang dalam media dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber pakan (McGraw, 2002).\
5.2.2 Nitrit (NO2)
Hasil pengamatan terhadap produsi kadar nitrit selama 30 hari dapat dilihat di Lampiran 5. Fluktuasi kadar nitrit harian dapat dilihat pada Gambar 5. Pada grafik fluktuasi harian nitrit menunjukkan bahwa konsentrasi nitrit pada perlakuan kontrol lebih tinggi daripada pada perlakuan mengunakan probiotik A(Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantarum, dan Nitrosomonas europea 1x106 CFU), B (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes 1x107 CFU), dan C (Bacillus subtilis, Bacillus licheniformes
1x1012 CFU) tidak berbeda nyata. Adanya senyawa nitrit pada perairan menunjukkan adanya proses nitrifikasi dalam media pemeliharaan.
adalah tingginya kadar nitrit yang tinggi pada media. Hal ini sesuai pendapat Moore (1991), apabila kadar nitrit dalam perairan >0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme perairan.
Menurut Effendi (2003), pengaruh senyawa nitrit pada ikan adalah terjadinya perubahan transport oksigen, sehingga terjadi kekurangan oksigen dalam tubuh ikan. Hal ini disebabkan oleh Haemoglobin dalam darah yang seharusnya mengikat oksigen berganti mengikat nitrit sehingga masuk kedalam darah. Menurut Yuningsih (2000), apabila perubahan Hb menjadi MetHb mencapai 20%-30% dari Hb normal maka akan terjadi hypoxia, yaitu kekosongan oksigen dalam darah ikan yang keracunan nitrit sehingga darah tidak sanggup lagi lagi megangkut oksigen. Apabila perubahan Hb menjadi MetHb mencapai 80%-90% maka terjadi kondisi yang dapat menyebabkan keracunan bagi ikan.
Nitrit pada media dihasilkan dari akumulasi bahan organik dalam perairan yang manghasilkan amonia, dan kemudian mengalami nitrifikasi sehingga terentuk senyawa nitrit dalam media. Tingginya senyawa nitrit pada perlakuan kontrol diduga karena akumulasi ammonia yang tinggi dan tidak dimanfaatkan atau tidak diubah oleh bakteri menjadi bentuk nitrat. Sesuai dengan pendapat Van Wyk and Scrapa (1999), bahwa akumulasi nitrit pada perairan terjadi apabila proses lanjutan dari nitrifikasi yang mengubah nitrit menjadi nitrat tidak dapat berjalan.
0,0513mg/L; dan 0,0509 mg/L. Pada konsentrasi tersebut, kadar nitrit dalam perairan mulai berbahaya bagi ikan, karena kadar nitrit dalam media >0,05 mg/L. Akumulasi nitrit pada perlakuan menggunakan probiotik C (Bacillus subtilis, Bacillus licheniformes 1x1012 CFU) menunjukkan bahwa kadar nitrit pada media adalah yang terendah pada akhir pemeliharaan. Kemungkinan yang terjadi adalah rendahnya jumlah ammonia dalam perlakuan dengan pemberian probiotik C, yang bisa diubah melalui proses nitrifikasi menjadi senyawa nitrit.
Selain itu, senyawa nitrit dapat dimanfaatkan oleh bakteri heterotrof. Pada masa pertumbuhan bakteri heterotrof mereduksi nitrit menjadi ammonium untuk digunakan dalam sintesis biomasa (Gottschalk, 1986). Selanjutnya, ammonium juga digunakan untuk sintesis asam amino dan protein melalui glutamin dan glutamat (Joklik et.al., 1992).
5.2.3 Suhu, pH, dan DO
Menurut Effendi (2003), suhu mempengaruhi kadar DO dalam air. Pada saat suhu rendah kadar DO naik, dan pada saat suhu tinggi kadar DO menurun. Hasil pengamatan terhadap kadar DO selama masa pemeliharaan tersaji dalam tabel 5.3 dan Lampiran 9. Konsentrasi DO selama pemeliharaan berada pada kisaran 6,3 - 9,0 mg/L. Kisaran ini hampir sama pada semua perlakuan, dan masih berada pada batas aman. Hal ini mengacu pada pendapat Fortheath et.al., (1993) bahwa kadar aman DO untuk ikan adalah > 5 mg/l. Apabila kadar DO dalam perairan rendah dapat berakibat terhadap pertumbuhan dan penurunan nafsu makan ikan (Boyd, 1982).
DO memegang peran penting dalam proses budidaya intensif yang menggunakan tehnologi bioremediasi. Hal ini dikarenakan aktifitas mikroorganisme pendekomposisi bahan organik memerlukan cukup oksigen. Pada hasil pengamatan, DO pada sore hari cenderung lebih tinggi daripada pagi hari. Menurut Maryam (2010), tingginya kadar DO pada siang hingga sore hari adalah karena adanya aktifitas fotosintesis oleh fitoplankton pada media pemeliharaan, sedangkan penurunan DO pada malam hingga pagi hari karena tingginya konsentrasi CO2 hasil dari respirasi ikan, fitoplankton, serta organism lain dalam
media pemeliharaan.
VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan:
a. Perlakuan dengan pemberian probiotik yang mengandung bakteri heterotrof berpengaruh terhadap produksi kadar amonia, dengan produksi terendah oleh probiotik C (Bacillus subtilis, dan Bacillus licheniformis, dengan total count
1x1012) sebesar 0,2029 mg/L.
b. Perlakuan dengan pemberian probiotik yang mengandung bakteri heterotrof berpengaruh terhadap produksi kadar nitrit dengan produksi terendah oleh probiotik C (Bacillus subtilis, dan Bacillus licheniformis, dengan total count
1x1012) sebesar 0,0509 mg/L.
6.2 Saran
Budidaya ikan lele dumbo pada sistem tanpa pergantian air dengan menggunakan probiotik yang tersusun oleh dominasi bakteri heterotrof jenis
DAFTAR PUSTAKA
Andriyanto, S., N. Listyanto., dan R. Rahmawati. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik Dengan Dosis yang Berbeda terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Patin Jambal (Pangaisus djambal). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. 117-122 hal.
Avnimelech, Y. 1999. Carbon Nitrogen Ratio as a Control Element in Aquaculture System. Aquaculture. 176. 227-235 pp.
Boy, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing. Co. Amsterdam. 319 p.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality Management in Aquaculture and Fisheries Science. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 3125p. Brune, D.E., G. Schwartz, A.G. Eversole, J.A Collier, and T.E Schwedler. 2003.
Intensification of ponds aquaculture and high rate photosynthetic system. Aquaculture Engineering. Vol. 28. 65-86 pp.
Brune, D.E., G. Schwartz, A.G. Eversole, J.A Collier, and T.E Schwedler. 2003. Intensification of pond aquaculture and high rate photosynthetic system. Journal of Aquaculture Engineering. 28. 45-86 pp.
Ebeling, J.M., M.B Timmons., and J.J Bisogni. 2006. Engineering Analysis of Thestoichiometry of Photoautotrophic, Autotrophic, and Heterotrophic Removal of Ammonia-Nitrogen in Aquaculture Systems. Aquaculture. 257: 346-358 pp.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Peraira. Kanisius. Yogyakarta. 257 hal.
Forteath N., L. Wee, and M. Frith. 1993. Water Quality. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston, Australia.
Gottschalk, G. 1998. Bacterial Metabolism. 2nd Edition. Springer Verlag. New York.
Hepher, B., and Y. Pruginin. 1981. Commercial Fish Farming: with Special Reference to Fish Culture in Israel. John Willey and Son. New York. 261p.
Hopkins WD. 1994. Hand preferences for bimanual feeding in 140 captive chimpanzees (Pan troglodytes): rearing and ontogenetic determinants. Dev Psychobiol 27:395–407.
Joklik, W.K.H., H.P Willet., D.B Amos, And C.M Wilfert. 1992. Zinsser Micrbiology. 20th Edition. Aplleton And Lange, Norwalk.
KKP. 2011. Data Statistik Hasil Perikanan dan Kelautan Indonesia Periode 2005-2009. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. 11 hal.
Kusriningrum, R. S. 2012. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press. Surabaya. 43 hal.
Mahyudin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
Maryam, S. 2010. Budidaya Super Intensif Ikan Nila Merah dengan Tehnologi Bioflock: Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup, dan Pertumbuhan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
McGraw, W.J. 2002. Utilization Of Heterotrophic And Autotrophic Bacteria In Aquaculture. Global Aquaculture Advocate. December 2002. 82-83 Pp. Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and
Reuse. G. Tchobanoglou, & F.L. Burton (Eds.). Mc Graw-Hill.
Mével, G., and D. Prieur. (2000). Heterotrophic Nitrification by a Thermophilic
Bacillus Species as Influenced by Different Culture Conditions. Canadian Journal of Microbiology. Vol: 46(5). 465-473 pp.
Moore, A. 1991. Engineering Analysis of Thestoichiometry of Photoautotrophic, Autotrophic, and Heterotrophic Removal of Ammonia- Nitrogen in Aquaculture Systems. Aquaculture, 257: 346-358 pp.
Nelson, J. S. 2006. Fishes of the World. FourthEdition. John Wiley and Sons, Inc. New Jersey. USA. 315 p.
Notoadmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 139 hal.
Parker, M. M. 1997. Biology of Microorganism. Prentice Hall. United States of America. 175-179 pp.
Parwanayoni, S.M.N. 2008. Pengaruh Populasi Bakteri Heterotrof Alga, Dan Protozoa Di Logoon BTDC Unit Penanganan Limbah Nusa Dua Bali. Pillay, T. V. R. 1990. Aquaculture: Principle and Practices Fishery New Books.
Oxford. London. Edinburg. Cambridge. Victoria.
Prassad, R., and J.F Power. 1997. Soil Fertility Management for Sustainable Agriculture. Lewis publisher. New York. 218 p.
Purnomo, P. D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat pada Media Budidaya Pemeliharaab terhadap Produksi Budidaya Intensif Nila (Oreochromis niloticus). Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol 1. No.1.161-179 hal.
Rosmaniar. 2011. Dinamika Biomassa Bakteri dan Kadar Limbah Nitrogen pada Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) Intensif secara Sistem Heterotrofik. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Sari, N.W., I. Lukistyowati., dan N. Aryani. 2012. Pengaruh pemberian Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) terhadap Kelulushidupan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Setelah Diinfeksi Aeromonas hydrophilla. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 17:2. Tahun 2012. 43-59 hal.
Shafrudin, D., Yuniarti dan M. Setiawati. 2006. Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) terhadap Produksi pada Sistem Budidaya dengan Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 5(2) : 137-147 hal.
Spotte, S. H. 1970. Fish and Invertebrate Culture: Water Management in Closed System. Wiley Interscience. New York. 145 p.
Stadar Nasional Indonesia. 2004. Cara Uji Nitrit (NO2) secara Spektrofotometri. dalam : Air dan Limbah: 9. SNI 06-6989.9-2004. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Stickney, R. R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York.125 p.
Stickney, R.R., 2005. Aquaculture: An introductory text. CABI Publishing. USA.256 p.
Suarsini, E. 2006. Bioremediasi Limbah Cair Rumah Tangga menggunakan Konsorsia Bakteri Indigen yang Berpotensi Pereduksi Polutan. Disertasi. Program Studi Pendidikan Biologi. Universitas Negeri Malang.
Sugita, H., U. Satoshi., K. Daiju., and D. Yoshiaki . 1985. Changes in the Bacterial Composition of Water in a Carp Rearing Tank. In: Aquaculture. Elsvier. Amsterdam. 243-247 pp.
Todar, K. 2002. Growth Of Bacterial Population. Texbook Of Bacteria.
Van Wyk P, and J. Scarpa. 1999. Water Quality Requirements and Management.
in: P. Van Wyk, R. Davis-Hodgkins, K.L Laramore, J. Main, Mountain, and J. Scarpa. Farming Marine Shrimp in Recirculating Freshwater Systems.
Wedemeyer, G. A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall. New York. 232 p.
Woon, B.H. 2007. Removal of Nitrat Nitrogen in Convensional Wastewater Treatment Plant. Skripsi. Faculty of Civil Engineering. University Teknologi Malaysia.
Wulandari, D. 2013. Pengaruh Pemberian Probiotik terhadap Penurunan Bahan Organik dalam Air Media Pertumbuhan udang vannamei Litopennaeus vannamei di BBPBAP Jepara. Skripsi. IKIP PGRI. Semarang.
ANOVA
Produksi Amonia
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .003 3 .001 12.582 .001
Within Groups .001 12 .000
Total .003 15
Produksi Amonia
Duncan
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2
4 4 .842150
2 4 .846075
3 4 .847450
1 4 .874100
Sig. .404 1.000
ANOVA
Produksi Kadar Nitrit
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .003 3 .001 89.497 .000
Within Groups .000 12 .000
Total .003 15
Produksi Kadar Nitrit
Duncan
Perlaku
an N
Subset for alpha = 0.05
1 2
4 4 .742234
3 4 .742493
2 4 .743297
1 4 .773818
Sig. .672 1.000
Lampiran 11. Dokumantasi penelitian
a. Spektrofotometer UV-VIS
b. sampel yang diambil untuk pengukuran kadar nitrit
d. Peletakan media pemeliharaan