• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI HETEROTROF TERHADAP. KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) TANPA PERGANTIAN AIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI HETEROTROF TERHADAP. KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) TANPA PERGANTIAN AIR"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI HETEROTROF TERHADAP KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO

(Clarias sp.) TANPA PERGANTIAN AIR

Oleh : DWI ERNAWATI

PONOROGO – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2014

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini : N a m a : Dwi Ernawati

N I M : 141011017

Tempat, tanggal lahir : Ponorogo, 27 Mei 1992

Alamat : Dsn. Plongko RT 01/02 Ds. Jurug Kec. Sooko- Ponorogo. Telp./HP : 085733922271

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Bakteri Hetrotrof Terhadap Kualitas Air Pada Budidaya Lele Dumbo (Clarias sp.) Tanpa Pergantian Air

Pembimbing : 1. Prayogo, S.Pi., MP

2. Boedi Setya Rahadja, Ir. MP

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari dana pribadi. Didalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :

1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,

termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 28 Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,

Dwi Ernawati NIM. 141011017

(3)

SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI HETEROTROF TERHADAP KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias sp.)

TANPA PERGANTIAN AIR

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh : DWI ERNAWATI NIM. 141011017 Mengetahui, Komisi Pembimbing Pembimbing Utama Prayogo, S.Pi., MP NIP. 19750522 200312 1 002 Pembimbing Serta

Boedi Setya Rahardja, Ir., MP NIP. 19580117 198601 1 001

(4)

SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI HETEROTROF TERHADAP KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA LELE DUMBO (Clarias sp.)

TANPA PERGANTIAN AIR

Oleh : DWI ERNAWATI

NIM. 141011017

Telah diujikan pada

Tanggal : 22 September 2014

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Hj. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si Anggota : Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir., M.Si

Abdul Manan., S.Pi., M.Si Prayogo, S.Pi., MP

Boedi Setya Rahrdja, Ir., MP

Dekan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA NIP. 19520517 197803 2 001

(5)

RINGKASAN

DWI ERNAWATI. Pengaruh Pemberian Bakteri Heterotrof Terhadap Kualitas Air Pada Budidaya Lele Dumbo (Clarias sp.) Tanpa Pergantian Air. Dosen Pembimbing: Prayogo, S.Pi., MP., dan Boedi Setya Rahardja, Ir., MP.

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) sebagai komoditas air tawar memiliki permintaan yang tinggi. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan permintaan lele dumbo adalah perbaikan kualitas air sehingga produktifitas ikan semakin meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik yang mengandung bakteri heterotrof berbeda pada perairan dan pengaruhnya terhadap kadar ammonia dan kadar nitrit pada media budidaya lele dumbo.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Ikan lele dumbo dipelihara selama 30 hari dengan empat perlakuan dan empat ulangan yaitu P1 (kontrol), P2 (probiotik A), P3 (probiotik B), dan P4 (probiotik C). Data yang diperoleh diolah menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan Uji Berjarak Duncan karena didapatkan hasil yang berbeda nyata.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pemberian probiotik yang mengandung bakteri heterotrof pada perairan mampu menekan produksi amoniak dan nitrit yang berbeda nyata (p<0,05). Produksi kadar ammonia terendah adalah P4 sebesar 0,2093 ± 0.01483, dan tertinggi pada P1 sebesar 0,2641 ± 0,01357. Produksi kadar nitrit terendah pada P4 sebesar 0,0509 ± 0,00644, dan tertinggi pada P1 sebesar 0, 0988± 0,00404. Selama masa pemeliharaan kadar DO dalam media sebesar 6,3mg/L – 9 mg/L, suhu 26,6oC – 30oC, dan pH antara 7,22 – 8,60.

(6)

SUMMARY

DWI ERNAWATI. Influence of Heterotrophic Bacteria Giving Against Water Quality of African Catfish (Clarias sp.) Culture With No Water Exchange. Academic Advisors Prayogo, S.Pi., MP., and Boedi Setya Rahadja, Ir., MP.

Freshwater commodity such as the African catfish (Clarias sp.) has the high demand. One way to complete demand is make the good water quality to get the high productivity. The aims of this research is known about the effect of different probiotic used which contain by heterotrophic bacteria against ammonia and nitrite production in the media.

The research using experimental method, with the Completely Randomized Design (CRD). The African catfish kept in 30 days with four treatments and four replications, that is P1 (control), P2 (probiotic A), P3 (probiotic B), and P4 (probiotic C). The obtained data were processed by Analysis of Variance (ANOVA) and followed by Duncan Multiple Range Test because there was significant data.

The result showed that the different probiotic used which contain by heterotrophic bacteria in the media giving the significant effect to ammonia and nitrite concentration. The lowest production of ammonia concentration in the media showed by P4 0,2093±0,01483 and the highest production of ammonia concentration in the media showed by P1 0,2641±0,01357. The lowest production of nitrite concentration in the media showed by P4 0,0509± 0,00644; and the highest production of nitrite concentration in the media showed by P1 0,0988±0,00404. During the research, the concentration of DO (Dissolved Oxygen) is between 6,3 mg/L to 9 mg/L, temperature is 26,6oC to 30oC and pH is 7,22 to 8,26.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah Nya, sehingga Skripsi dengan judul “ Pengaruh Pemberian Bakteri Hetrotrof terhadap Kualitas Air pada Budidaya Lele Dumbo (Clarias sp.) tanpa Pergantian Air” ini dapat terselesaikan. Laporan skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khusus bagi Mahasiswa Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang perikanan.

Surabaya, Agustus 2014

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan ucapan syukur Alhamdulillah, atas terselesaikannya laporan ini, tak

lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan, ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti,drh., DEA

2. Dosen wali, bapak Agustono, Ir., M.Kes atas bimbingan, dan saran selama masa perkuliaahan.

3. Bapak Prayogo, S.Pi., MP., dan bapak Boedi Setya Rahadja, Ir., MP., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran yang

membangun mulai dari penyusunan proposal, penelitian, sampai

terselesaikannya laporan penelitian ini.

4. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si., ibu Dr. Woro Hastuti S., Ir., M.Si., dan Bapak Abdul Manan, S.Pi., M.Si, selaku selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran untuk perbaikan proposal dan laporan skripsi ini.

5. Teman satu tim penelitian Savitri Aprilyana, Nina Agustiningtyas, Id’ham Muhtar, Ahmad Nizar, dan Winda Kusuma yang telah bekerja sama dalam

suka duka selama penelitian ini.

6. Temanku Maratus Solihah, Rinda Rustiani, beserta seluruh keluarga besar Kwarran Sooko 130218, Gantri, Ayu Pus, Ayu Yul, Binti, dan rekan-rekan

(9)

7. Kedua orang tua tercinta, Benni dan Katiyah, serta kakak terbaik Bagus dan Irawati yang senantiasa memberikan segala dukungan dan doa hingga skripsi

ini selesai.

8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan, terimakasih atas segala dukungan, bantuan, kritik dan saran hingga skripsi ini selesai.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... iv

SUMMARY ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan ... 3 1.4 Manfaat ... 3 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele dumbo (Clarias sp.)……… …… 4

2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi ………....…...……. 4

2.2.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup………….………..… 5

2.2.3 Kualitas Air Untuk Ikan lele ..………... 5

2.2 Bakteri hetertrof ………...…….. 8

2.2.1 Peran Bakteri hetertrof ……….…….. 9

2.3 Budidaya Tanpa Pergantian Air………...…... 10

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual ... 12

(11)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 16

4.2 Materi Penelitian ... 16 4.2.1 Alat Penelitian... 16 4.2.2 Bahan Penelitian ……….. .. 16 4.3 Metode Penelitian ... 17 4.3.1 Rancangan Penelitian ... 17 4.4 Prosedur Kerja ... 18

4.4.1 Persiapan Media dan Benih ………... 18

4.4.2 Pemeliharaan ... 19

4.5 Parameter Peneitian ... 21

4.5.1 Pengukuran Kadar Amonia ... 21

4.5.2 Pengukuran Kadar Nitrit ... 22

4.5.3 Pengukuran Suhu, DO, dan pH ... 23

4.6 Analisis Data ... 24

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 25

5.1.1 Kadar Amonia ... 25

5.1.2 Kadar Nitrit ... 26

5.1.3 Suhu, DO, dan pH ... 28

5.2 Pembahasan ... 29

5.2.1 Kadar Amonia ... 29

5.2.2 Kadar Nitrit ... 32

(12)

VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1.Kualitas Air untuk Ikan lele ………5

4.1 Denah Acak Rancangan Penelitian………18 4.2 Parameter kualitas air, satuan, dan alat pengukururan…………21

5.1 Produksi ammonia selama 30 hari ... 25

5.2 Produksi kadar nitrit selama 30 hari .. ... 27

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Ikan lele dumbo Clarias sp ... 4

3.1 Kerangka konseptual penelitian ... 14

4.1 Diagram Alir Penelitian ... 20

5.1 Grafik Fluktuasi ammonia selama 30 hari…………..………26

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data nilai Absorbansi ammonia pada beberapakonsentrasi……...42

2. Data Nilai Amonia harian pada masing-masing perlakuan ... ……….43

3. Analisa statistik peningkatan kadar NH3 selama 30 hari ... ...44

4. Data nilai Absorbansi Nitrit pada beberapa konsentrasi………. 46

5. Data nilai Nitrit harian ... .47

6. Analisa statistik peningkatan kadar NO2 selama 30 hari ... …… 48

7. Data rata-rata pH selama 30 hari………. 50

8. Data Suhu harian selama 30 hari………...51

9. Data DO harian selama 30 hari ... ...52

10. Analisa proksimat pakan ... ... ...53

(16)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia akuakultur mengalami perkembangan yang semakin pesat. Salah

satu pendukungnya adalah program penggalakan budidaya perikanan diberbagai

sektor oleh pemerintah. Salah satu sektor yang sedang digalakkan adalah sektor

budidaya perikanan tawar. Peningkatan produktifitas perikanan tawar merupakan

program pemerintah dalam menyongsong program minapolitan (KKP, 2011).

Ikan lele merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang banyak

dibudidayakan di Indonesia. Ikan lele dapat dikembangkan di berbagai daerah

untuk penyediaan protein hewani dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Produksi ikan lele di Indonesia pada rentang waktu antara tahun 2005-2009

menunjukkan peningkatan produksi rata-rata sebesar 31,55% per tahun, dengan

nilai produksi dari 486.166.245 ton menjadi 1.434.956.984 ton (KKP, 2011).

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan komoditas unggulan air tawar

yang sangat populer serta mempunyai pasar yang baik. Permintaan pasar akan

ikan lele dumbo sekarang ini telah berkembang pesat kenaikan mencapai 18,7 %

per tahun, karena ikan lele dumbo mempunyai keunggulan dibanding dengan

ikan lele lokal yaitu pertumbuhannya lebih cepat, dapat mencapai ukuran lebih

besar dan lebih banyak kandungan telurnya (Mahyuddin, 2007).

Salah satu pendorong pengembangan akuakultur adalah pemanfaatan

lahan sempit dengan pola manajemen akuakultur yang efektif dan efisien (Mukti,

(17)

mengakibatkan penambahan area budidaya dan penambahan air. Budidaya lele

tanpa pergantian air dapat menghemat pemakaian air sehingga lebih ekonomis,

dan dapat slakukan secara intensif.

Sisa pakan ikan, hasil ekskresi organisme dan plankton yang mati serta

material organik berupa padatan tersuspensi maupun terlarut yang masuk

melewati sumber air (inflow water) merupakan sumber bahan organik pada media

pemeliharaan. Hal ini menyebabkan akumulasi bahan organik di perairan. Input

bahan organik ini semakin bertambah seiring dengan aktivitas budidaya karena

kebutuhan pakan organisme akuatik mengikuti pertumbuhan biomassanya (Boyd,

1990).

Pada budidaya tanpa pergantian air terjadi masalah kualitas air pada

budidaya lele dumbo. Sistem budidaya tanpa pergantian air menyebabkan

akumulasi sisa pakan, feses, dan kualitas air yang buruk ( Sitompul dkk. 2012).

Selain itu, menurut Spotte (1970), sisa pemberian pakan yang akan menghasilkan

bahan organik yang akan membentuk ammonia, nitrit, dan nitrat.

Ammonia dan nitrit dalam perairan dihasilkan oleh bahan organik yang

terakumulasi dalam perairan. Ammonia pada perairan mampu menyebabkan

kematian pada ikan apabila kandungannya terlalu tinggi, yaitu lebih dari 0,8 mg/L

(Stickney, 2005), sedangkan nitrit akan bersifat toksik apabila kadar nitrit dalam

perairan lebih dari 0,05 mg/L (Moore, 1991).

Bakteri heterotrof merupakan salah satu agen biologis yang berperan

sebagai organisme pengurai sisa pakan dan bahan organik di dasar perairan.

(18)

ammonia dan nitrit pada budidaya lele tanpa pergantian air. Menurut Avnimelech

(1999), adanya pemanfaatan nitrogen anorganik oleh bakteri heterotrof mencegah

terjadinya akumulasi nitrogen anorganik pada kolam budidaya yang dapat

menurunkan kualitas air. Bakteri heterotrof memanfaatkan ammonia sebagai

sumber energi untuk regenerasi sel (Todar, 2002).

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberian bakteri heterotrof berpengaruh terhadap kandungan amonia pada budidaya lele dumbo (Clarias sp.) tanpa pergantian air?

2. Apakah pemberian bakteri heterotrof berpengaruh terhadap kandungan nitrit pada budidaya lele dumbo (Clarias sp.) tanpa pergantian air?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh pemberian bakteri heterotrof terhadap kandungan amonia pada budidaya lele dumbo (Clarias sp.) tanpa pergantian air.

2. Mengetahui pengaruh pemberian bakteri heterotrof terhadap kandungan nitrit pada budidaya lele dumbo (Clarias sp.) tanpa pergantian air.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi ilmiah

kepada mahasiswa dan masyarakat umum tentang pengaruh penggunaan bakteri

heterotrof dan peranannya terhadap kualitas air pada budidaya ikan lele dumbo

(19)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lele Dumbo (Clarias sp.)

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Dumbo

Klasifikasi ikan lele (Clarias sp.) menurut Nelson (2006) adalah:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias sp.

Gambar 2.1. Ikan lele dumbo (Clarias sp.) Sumber: http://www.fao.org/fishery/species/2982/en

Diakses pada tanggal: 22 Juli 2014

Ikan lele atau airbreathing catfish merupakan salah satu ikan dari ordo

Siluriformes atau catfish. Salah satu spesies dari ordo Siluriformes adalah genus

Clarias. Ikan dari genus Clarias memiliki bentuk yang panjang, dengan sirip di sepanjang dorsal tubuhnya. Sirip ekornya membulat, berbentuk setengah

lingkaran. Ikan lele memiliki empat kumis atau barbells di bagian mulut dan

memiliki organ pernafasan yang disebut labirin (Nelson, 2006).

Ikan Lele mempunyai ciri-ciri lain yaitu tidak bersisik serta licin

mengeluarkan lendir. Bagian kepala sampai punggung berwarna coklat

kehitaman. Ikan lele memiliki insang dengan yang terletak pada belakang kepala

(20)

2.1.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup Lele Dumbo

Habitat ikan lele dumbo adalah di sungai dengan arus air yang perlahan,

rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noktural, yaitu

aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele

berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah

pada musim penghujan. Ikan lele dapat hidup pada suhu 20 oC, dengan suhu

optimal 25-28 oC. Pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30 oC dan

untuk pemijahan 24-28 oC, pada pH 6,5–9 (Mahyudin, 2008).

Puspowardoyo dan Djariyah (2002) menyatakan ikan lele dumbo cocok

dibudidayakan pada kolam air tenang tanpa penggantian air. Ikan lele menyukai

perairan tenang, dengan tepi yang dangkal, dan terlindung sehingga bisa membuat

lubang sebagai sarang untuk melangsungkan pemijahan (Hendrawati, 2011).

2.1.3 Kualitas Air untuk Ikan Lele

Lingkungan perairan berpengaruh terhadap pemeliharaan, pertumbuhan

dan reproduksi ikan budidaya (Forteath et al. 1993). Jika kualitas air melewati

batas toleransi, akan menimbulkan penyakit pada ikan. Kualitas air untukikan lele

dumbo dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kualitas air yang cocok untuk ikan lele

Parameter Kisaran Amoniak (mg/L) < 0,8 (Stickney, 2005) Nitrit (mg/L) < 0,05 (Moore, 1991) Suhu oC 25-30 (Boyd, 1982) pH 6.5- 9 ( Wedemeyer, 1996) DO (mg/L) >5 (Foertheat et.al., 1993)

(21)

A. Amoniak (NH3)

Bahan organik yang terakumulasi akan menyebabkan terjadinya

pembentukan senyawa-senyawa yang beracun bagi ikan, mineralisasi nutrien dari

bahan organik dan penyerapan oksigen yang tinggi (Hopkins et al., 1994)

sehingga kualitas air menurun cepat. Mineralisasi bahan organik nitrogen akan

menghasilkan ammonia (NH3), nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) (Spotte, 1992). Amonia merupakan bentuk pecahan nitrogen organik yang bersifat toksik

terhadap organisme budidaya. Ikan akan mencerna protein dalam pakan dan

mengekskresikan amonia melalui insang dan feses. Amonia pada lingkungan

budidaya juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik seperti sisa pakan,

alga mati dan tumbuhan akuatik (Duborow et al., 1997).

Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam air akan mempengaruhi

permeabilitas ikan oleh air dan mengurangi konsentrasi ion didalam tubuh.

Amonia juga meningkatkan konsumsi oksigen di jaringan, merusak insang, dan

mengurangi kemampuan darah mengangkut oksigen (Boyd, 1982). Amonia dapat

menyebabkan kematian pada konsentrasi > 0,8 mg/L (Stickney, 2005).

Nilai ammonia (NH3) tergantung pada nilai pH dan suhu perairan (Van Wyk dan Scarpa, 1999). Semakin tinggi suhu dan pH air, persentase amoniak

semakin tinggi (Boyd, 1990).

B. Nitrit (NO2)

Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang relatif tidak stabil dan mudah

teroksidasi, dan biasanya merupakan indikator tingkat polusi. Walaupun dalam

(22)

(Metcalf and Eddy, 1991). Dalam lingkungan budidaya akan terjadi akumulasi

nitrit apabila proses lanjutan dari nitrifikasi yang akan mengubah nitrit menjadi

nitrat tidak dapat berjalan ( Van Wyk and Scarpa, 1999). Konsentrasi maksimum

senyawa nitrit di perairan budidaya adalah kurang dari 0,05 mg/L (Moore, 1991).

Senyawa nitrit yang terikat pada darah ikan akan membentuk

Methaemoglobin (Hb + NO 2

-

= Met-Hb). Met-Hb akan mengganggu proses

transportasi oksigen ke jaringan-jaringan ikan sehingga dapat menyebabkan ikan

mengalami hypoxia. Met-Hb dalam darah menyebabkan darah berwarna coklat.

Oleh karenanya keracunan nitrit disebut juga penyakit brown blood (Van Wyk

dan Scarpa, 1999).

C. Suhu

Suhu merupakan faktor pengontrol (controlling factor) dan berperan

dalam sistem resirkulasi. Suhu merupakan efek terbesar dalam fisiologi ikan. Hal

ini karena ikan menyesuaikan suhu tubuhnya mendekati keseimbangan suhu air.

Suhu mempunyai pengaruh yang nyata pada respirasi, pemasukan pakan,

kecernaan, pertumbuhan dan berpengaruh terhadap metabolisme ikan (Forteath

et.al., 1993).

Setiap spesies mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhan optimumnya

dan kisaran toleransi suhu agar ikan masih bisa hidup. Suhu di atas dan di bawah

kisaran optimum, menyebabkan pertumbuhan menurun. Metabolisme rendah

(23)

atas kisaran optimum konsumsi pakan meningkat untuk mengimbangi kecepatan

metabolisme yang tinggi, dan pertumbuhan tidak meningkat (Stickney, 1979).

D. Derajat keasaman (pH)

Nilai pH (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H+ di dalam air (Forteath et al. 1993). Nilai pH yang baik untuk sistem intensif adalah

6,5-9 (Wedemeyer, 1996). Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 8) maka toksisitas

amonia meningkat. Menjaga pH air dalam sistem resirkulasi sekitar 7,2 dalam air

tawar dan 7,8-8,2 di air laut merupakan hal penting dalam budidaya ikan (Forteath

et al., 1993). Nilai pH yang kurang dari 6,0 dan lebih dari 9,0 untuk waktu yang cukup lama akan mengganggu reproduksi dan pertumbuhan (Boyd, 1982).

E. Disolved Oxigen (DO)

Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas dalam sistem budidaya.

Oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air yang paling penting untuk

dimonitor dalam budidaya ikan. Bila DO tidak dijaga pada nilai yang memenuhi,

maka ikan menjadi stres dan tidak dapat makan dengan baik (Stickney, 1979).

Nilai DO dibawah minimum (kurang dari 5 ppm) dapat menurunkan

kecepatan pertumbuhan organisme dan efisiensi pemasukan pakan yang optimal.

Oksigen dapat hilang atau berkurang dari air sebagai hasil reaksi kimia anorganik

dan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme (Stickney, 1979). Pada

umumnya jika konsentrasi DO lebih dari 5 mg/L, kondisi ini relatif aman untuk

(24)

2.2 Bakteri Heterotrof

Banyak jenis bakteri yang digunakan untuk membuat probiotik. Beberapa

diantaranya adalah dari golongan bakteri heterotrof. Bakteri heterotrof adalah

bakteri yang membutuhkan karbon organik dan nitrogen anorganik sebagai

sumber energi. Selain karbon, bahan yang dibutuhkan oleh bakteri adalah

nitrogen, yang dapat ditemukan pada bahan organik dan anorganik. Bakteri

mampu menggunakan amonium dan nitrat sebagai sumber nitrogen (Parker,

1997).

Menurut Prasad and Power (1997), bakteri heterotrof adalah bakteri

pengurai senyawa organik (mineralisasi).Nitrogen anorganik (ammonia, nitrit,dan

nitrat) yang berasal dari dekomposisi pakan tak termakan (uneaten feed), feses

dan ekskresi ikan dimanfaatkan oleh bakteri heterotrof (Avnimelech, 1999).

2.2.1 Peran Bakteri Heterotrof dalam Perairan

Bakteri heterotrof berperan penting untuk menjaga keseimbangan kualitas

air karena bakteri heterotrof mampu mengasimilasi bahan organik secara langsung

dari lingkungan abiotik, dari materi yang dilepaskan sebagai hasil ekskresi, atau

dari organisme yang mati di dalam ekosistem perairan. Bahan tersebut

dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri heterotrof (Sugita

et al., 1985) .

Bakteri heterotrof mengawali tahap degradasi senyawa organik dengan

serangkaian tahap reaksi enzimatis. Pemecahan senyawa dapat berlangsung cepat

jika jumlah oksigen dalam perairan mencukupi (Parwanayoni, 2008). Menurut

(25)

dari ligkungan abiotik yang berasal dari hasil ekskresi atau organisme yang mati

dalam perairan.

Menurut Woon (2007), pertumbuhan bakteri heterotrof mempengaruhi

jumlah nitrogen dalam perairan. Bakteri heterotrof mampu menyerap sampai 50%

dari jumlah ammonium terlarut dalam air. Bakteri heterotrof menyerap ammonia

dalam perairan untuk digunakan sebagai sumber energi dalam proses regenerasi

sel (Todar, 2002). Selain itu, penyerapan ammonia oleh bakteri heterotrof lebih

cepat dariapada bakteri autotrof pada waktu yang sama (Ebeling et.al., 2006).

Ammonia diperairan yang teroksidasi dapat berubah menjadi nitrit. Nitrit

bersifat toksik bagi ikan dan organisme akuatik lainnya (Metcalf and Eddy, 1991).

Nitrit merupakan produk awal dari proses nitrififikasi dimana ion amonium

dioksidasi oleh bakteri nitrifikasi menjadi nitrat. Menurt Van Wyk and Scarpa

(1999), apabila perubahan dari nitrit menjadi nitrat tidak mampu berjalan bengan

baik, akan terjadi akumulasi nitrit dalam perairan.

Pada masa pertumbuhan bakteri heterotrof mereduksi nitrit menjadi

ammonium untuk digunakan dalam sintesis biomasa (Gottschalk, 1986).

Selanjutnya, ammonium juga digunakan untuk sintesis asam amino dan protein

melalui glutamin dan glutamat (Joklik et.al., 1992).

2.3 Budidaya tanpa Pergantian Air

Pada sistem budidaya, ketersediaan air merupakan hal yang sangat penting

untuk diperhatikan. Penambahan area budidaya menyebabkan penambahan

(26)

sempit atau memiliki ketersediaan air yang terbatas, mendorong pemanfaatan

sumberdaya untuk menunjang proses budidaya.

Salah satu pendorong pengembangan dibidang akuakultur adalah

pemanfaatan lahan sempit dengan pola menejemen akuakultur yang efektif dan

efisien (Mukti dkk. 2010). Budidaya tanpa pergantian air merupakan salah satu

sistem budidaya yang dapat menghemat air sehingga lebih ekonomis (Sitompul

dkk. 2012).

Sistem tanpa pergantian air dapat menyebabkan akumulasi sisa pakan,

feses, dan kualitas air memburuk. Buruknya kualitas air pada budidaya tanpa

pergantian air dapat menghambat pertumbuhan ikan lele dumbo (Sitompul dkk.

2012). Sisa pakan menghasilkan bahan organik membentuk amoniak dan nitrit

(Spotte, 1970). Amoniak dan nitrit adalah senyawa beracun yang berbahaya bagi

organisme perairan dan dapat menyebabkan toksisitas apabila melebihi ambang

(27)

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Berbagai teknologi diterapkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal

dalam budidaya lele salah satunya dengan penerapan sistem tanpa pergantian air.

Sistem tanpa pergantian air cocok untuk diaplikasikan pada lahan sempit dan

terbatas, pada lingkungan pedesaan yang miskin air maupun penerapan budidaya

dilingkungan perkotaan yang padat.

Pergantian air tidak dilakukan selama masa budidaya. Hal ini

menyebabkan penumpukan bahan organik, yang berasal dari sisa pakan, kotoran

ikan, maupun bahan organik terlarut lainnya pada dasar kolam. Menurut Hopkins

et., al (1994) salah satu akibat dari akumulasi bahan organik adalah terbentuknya senyawa yang beracun bagi ikan. Bahan organik perairan mampu menghasilkan

amoniak, dan nitrit (Spotte, 1992). Amoniak dan nitrit adalah senyawa beracun

yang terbentuk dari sisa bahan organik yang menumpuk dan mempengaruhi

kulitas air pada media hidup ikan.

Bakteri heterotrof merupakan salah satu golongan bakteri penyusun

probiotik. Bakteri heterotrof berperan penting untuk menjaga keseimbangan

kualitas air (Sugita et al. 1985). Menurut Todar (2002) bakteri heterotrof

memanfaatkan ammonia sebagai sumber energy untuk meregenerasi selnya. Pada

waktu yang sama, bakteri heterotrof lebih banyak memanfaatkan ammonia

dibandingkan bakteri autotrof (Ebeling et.al., 2006).

Salah satu jenis bakteri heterotrof yang dimanfaatkan sebagi penyusun

(28)

memiliki enzim ekstraseluler yang dapat membatu pencernaan dan mampu

memperbaiki kualitas air melalui penguraian dan perombakan bahan organik

dalam air; selain itu telah diketahui bahwa Bacillus sp. berperan dalam proses

nitrifikasi (Mevel and Prieur, 2000). Menurut Van Wyk and Scarpa (1999),

apabila perubahan dari nitrit menjadi nitrat tidak mampu berjalan bengan baik,

akan terjadi akumulasi nitrit dalam perairan. Dengan penambahan jumlah bakteri

heterotrof diharapkan dapat menurunkan ammonia dan nitrit pada media

(29)

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Intensifikasi Budidaya

Sitem tanpa pergantian air

Penumpukan bahan organik

Peningkatan ammonia dan nitrit

Bakteri heterotrof Penyerapan amoia dan nitrit

oleh bakteri heterotrof

Penurunan ammonia dan nitrit

Perbaikan kualitas air Pemberian pakan tinggi

Tidak ada pergantian air

(30)

3.2 HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H1.1 : pemberian bakteri heterotrof berpengaruh terhadap kadar amonia pada budidaya lele dumbo tanpa pergantian air

H1.2 : pemberian bakteri heterotrof berpengaruh terhadap kadar nitrit pada budidaya lele dumbo tanpa pergantian air

(31)

IV METODOLOGI

4.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan

dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian dilakukan pada bulan

Juni – Juli 2014.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: pH meter,

spektrofotometer, cuvet, tabung reaksi, gelas ukur, DO meter, pH meter, pipet

tetes, termometer, jaring, timbangan digital, penggaris, ember, bak plastik 16 buah

volume 15 L, aerator, selang aerasi dan batu aerasi.

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri probiotik “A” (Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantarum, dan

Nitrosomonas eropea) dengan total count 1x106 CFU, “B” (Bacillus subtilis dan

Bacillus licheniformes) dengan total count 1x107 CFU dan “C”, (Bacillus subtilis, dan Bacillus licheniformes) dengan total count 1x1012 CFU, lele dumbo

ukuran 9 cm, larutan Nessler, aquades, NED (Napthil ethilen diamin) -

dihidroklorida, larutan sulfanilamide, larutan standar amonia (0,1; 0,2; 0,3; 0,4;

(32)

4.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Metode

penelitian eksperimental adalah suatu penelitian dengan melakukan kegiatan

percobaan yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul

dari perlakuan tertentu (Notoatmodjo, 2010).

4.3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) (Kusriningrum, 2012) dengan perlakuan sebanyak empat, dan ulangan

sebanyak empat kali. Perlakuan dilakukan dengan pemberian bakteri pada

masing-masing media. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah:

Perlakuan 1 : tanpa pemberian bakteri (kontrol)

Perlakuan 2 : penambahan bakteri probiotik A (B. subtilis, B. apiarius, Lactobacillus plantarum , dan Nitrosomonas europea) 0,03 ml/15L

Perlakuan 3 : penambahan bakteri probiotik B (B. subtilis dan B.acillus licheniformes) 0,03 ml/15L

Perlakuan 4 : penambahan bakteri probiotik C (B. subtilis, dan B. licheniformes,) 0,03 ml/15L

Penepatan perlakuan pada penelitian ini diletakkan secara acak dengan

menggunakan tabel bilangan acak. Denah penelitian dapat dilihat pada skema

dibawah ini.

Tabel 4.1 Denah acak rancangan penelitian

P2.4 P1.1 P1.3 P2.2

P3.1 P2.1 P4.1 P3.2

P1.2 P2.3 P3.2 P4.3

(33)

4.4 Prosedur Kerja

4.4.1 Persiapan Media dan Persiapan Benih

Persiapan yang digunakan yaitu bak plastik dengan volume 15 L. Sebelum

digunakan, dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi air media dilakukan

dengan menggunakan Kalium Permanganat dengan dosis 3 g/m3 , selanjutnya didiamkan selama sehari dan dilakukan pergantian air baru (Shaffrudin dkk.,

2006).

Benih yang digunakan disortir berdasarkan kualitas dan ukuran terlebih

dahulu sebelum ditebar dalam kolam pembesaran untuk mengurangi tingkat

kematian benih. Selain itu juga dilakukan penimbangan berat dan pengukuran

panjang awal sebelum benih dipelihara. Benih yang akan digunakan adalah jenis

ikan lele dumbo dengan ukuran panjang 9 cm.

Sebelum ditebar benih diaklimatisasi terlebih dahulu selama 5 menit

sehingga suhu air media selama pengangkutan benih dengan air media pada bak

pemeliharaan sama. Benih ikan lele dumbo kemudian dimasukkan ke dalam bak

plastik, dengan padat tebar masing-masing 1000 ekor/m3 (Shaffrudin dkk., 2006), sehingga didapatkan padat tebar 30 ekor/bak.

4.4.2 Pemeliharaan

Selama pemeliharaan, pemberian pakan ikan lele dumbo dilakukan dengan

frekuensi tiga kali yaitu pada pukul 08.00 pagi, 12.00 siang dan 16.00 sore. Pakan

yang diberikan sejumlah 3% dari berat tubuh ikan, mengacu pada Purnomo

(2012), bahwa pemberian pakan ikan adalah sebanyak 3% - 5% dari berat

(34)

tanpa dicampur dengan pakan. Pemberian jenis bakteri heterotrof diberikan

langsung dengan dosis 0,03ml/15L (Andriyanto, 2010).

Pemeliharaan ikan lele dumbo dilakukan selama 30 hari. Pengamatan

dilakukan setiap dua hari sekali. Pengambilan sampel air untuk pengukuran

amoniak dan nitrit dilakukan pada awal setelah benih ditebar, selanjutnya setiap

dua hari sekali untuk mengetahui fluktuasi ammonia dan nitrit dalam media

pemeliharaan. Untuk pengukuran suhu dan DO (Disolved Oxygen) dilakukan

setiap pagi dan sore hari selama pemeliharaan. Diagram alir penelitian dapat

(35)

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan

Sterilisasi media

Penebaran benih 30 ekor/bak

Perlakuan Pemberian bakteri B Pemberian bakteri A Kontrol Pemberian bakteri C Analisa data Aklimatisasi benih Pengukuran ammonia dan nitrit

setiap dua hari

Kesimpulan

Pemberian pakan 3%, pengukuran suhu, pH, dan DO

(36)

4.5 Parameter Penelitian

Parameter yang diamati selama penelitian terdiri dari parameter uji utama

dan parameter uji penunjang. Parameter uji utama terdiri dari kandungan

ammonia dan nitrit. Parameter uji penunjang yaitu pH, suhu, dan oksigen terlarut.

Menurut Rosmaniar (2011), parameter uji utama diukur selama dua hari

sekali . Pengambilan sampel air untuk menganalisa kadar amoniak dan nitrit

dilakukan setiap pagi hari sebelum pakan diberikan. Pengukuran ammonia dan

nitrit dilakukan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga Surabaya.

Tabel 4.2 Parameter Kualitas air, satuan dan alat pengukuran

Parameter kualitas air Satuan Alat ukur

Ammonia mg/L Spektrofotometer

Nitrit mg/L Spektrofotometer

pH pH meter

Suhu °C Termometer

DO mg/L DO meter

4.5.1 Pengukuran kadar Amonia Penentuan kurva kalibrasi:

a. Menyiapkan larutan standar amoniak dengan konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 ppm, ppm masing – masing 50 ml.

b. Menambahkan larutan Nessler 1 ml pada masing-masing konsentrasi, di kocok dan didiamkan selama 10 menit.

c. Mengamati absorbansi masing-masing larutan pada panjang gelombang 425 nm, dan membuat kurva kalibrasi.

(37)

Pengukuran kadar amoniak dilakukan mengunakan metode Nessler (Sari dkk., 2012):

a. Ambil sampel sebanyak 50 ml, disaring dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer 100 ml.

b. Ditambahakan 1 ml larutan Nessler kemudian dikocok dan dibiarkan selama 10 menit.

c. Larutan sampel dimasukkan dalam cuvet, kemudian diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 425 nm.

d. Perhitungan kadar amoniak menggunakan kurva kalibrasi dari larutan standar, dengan persamaan regresi :

𝒚 = 𝒂𝒙 + 𝒃

y = absorbansi

a = slope

x = konsentasi amoniak b = intersept

4.5.2 Pengukuran Kadar Nitrit

Metode Spektrofotometri (SNI 06-6989.9-2004): Penentuan kurva kalibrasi:

a. Menyiapkan larutan standar nitrit dengan konsentrasi 0,025; 0,05; 0,1; 0,25; 0,5; 0,1 ppm masing – masing 50 ml.

b. Menambahkan larutan sulfanilamide 1 ml pada masing-masing konsentrasi, di kocok dan didiamkan selama dua menit.

c. Ditambahkan 1 ml larutan NED-dihidroklorida, dikocok dan didiamkan selama 10 menit.

(38)

d. Mengamati absorbansi masing-masing larutan pada panjang gelombang 543 nm, dan membuat kurva kalibrasi.

Pengukuran kadar absorbansi sampel:

a. Mengambil air sampel sebanyak 50 ml, dan disaring dengan kertas saring, dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 ml.

b. Sampel ditambah dengan 1 ml larutan sulfanilamide, kemudian akan bereaksi selama 2 menit. Setelah itu ditambahkan 1 ml larutan NED-dihidroklorida

kemudian dihomogenkan selama 10 menit hingga berwarna merah keunguan.

c. Larutan dimasukkan diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543 nm.

d. Perhitungan kadar nitrit menggunakan kurva kalibrasi dari larutan standar, dengan persamaan regresi :

𝒚 = 𝒂𝒙 + 𝒃

y = absorbansi

a = slope

x = konsentasi amoniak b = intersept

4.5.3 Pengukuran Suhu, pH, dan DO

Pengukuran kualitas air penunjang dilakukan setiap pagi, siang, dan sore

setiap harinya. Pengukuran suhu menggunakan thermometer, DO menggunakan

(39)

4.6 Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan perhitungan statistik menggunakan

metode ANOVA (Analysis of Variance) untuk mengetahui perlakuan yang

diberikan (Kusriningrum, 2012). Data yang diperoleh dari hasil pengukuran setiap

hari dicatat, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan ANOVA (pada selang

kepercayaan 99%). Data kualitas air dianalisis secara deskriptif dengan penyajian

(40)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL

5.1.1 Kadar Amonia

Produksi kadar amonia selama 30 hari pada masing-masing perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 5.1. Produksi kadar amonia selama 30 hari dihitung

berdasarkan kadar amonia pada hari ke 30. Data kadar amonia rata-rata harian

dihitung setiap dua hari sekali, dapat dilihat pada Lampiran 2, dan analisis statistik

terhadap produksi kadar amonia terdapat pada Lampiran 3.

Tabel 5.1 Produksi kadar amonia selama 30 hari

*) superskrip yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05) Keterangan:

P1: kontrol

P2: penambahan probiotik A 0,03 mL/15L P3: Penambahan Probiotik B 0,03 mL/15L P4: Penambahan Probiotik C 0,03 mL/15L

Uji statistik terhadap produksi amonia menunjukkan adanya perbedaan

yang nyata, dengan p < 0,05. Setelah dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan

(Duncan’s Multiple Range Test), dapat diketahui bahwa produksi amonia

tertinggi adalah pada P1 yaitu tanpa pemberian probiotik. Produksi kadar amonia

terendah ditunjukkan oleh P4 dengan pemberian probiotik C. Perlakuan

Perlakuan Produksi amonia selama 30 hari ± SD Transformasi √(y + 0,5) ± SD

P1 0,2641b ± 0,01356 0,8741 ± 0.0078128

P2 0,2159a ± 0,01431 0,8461 ± 0.0084247

P3 0,2182a ± 0,01332 0,8474 ± 0.0078454

(41)

kontrol (P1) tanpa pemberian bakteri probiotik berbeda nyata dengan P2, P3, dan

P4 , dimana P2, P3, dan P4 tidak memiliki perbedaan yang nyata.

Grafik fluktuasi harian amonia selama masa budidaya dapat dilihat pada

Gambar 5.2. Nilai fluktuasi amonia didapatkan dari hasil pengamatan yang

dilakukan setiap dua hari sekali.

Gambar 5.1. Fluktuasi harian amonia selama 30 hari

Grafik 5.1 menunjukkan bahwa kadar amonia dalam perairan pada semua

perlakuan menunjukkan peningkatan. Pada P1, produksi amonia pada media

adalah yang paling tinggi. Sedangkan produksi amonia terendah ditunjukkan oleh

P4.

5.1.2 Kadar Nitrit

Nilai produksi kadar nitrit selama 30 hari pada masing-masing perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 5.2. Nilai produksi kadar nitrit selama 30 hari dihitung

berdasarkan kadar nitrit pada hari ke 30. Data nilai nitrit rata-rata harian dapat 0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 0.3000 0 5 10 15 20 25 30 35 K o n sen tr asi (m gL) Hari ke

Fluktuasi Harian NH

3

P1 P2 P3 P4

(42)

dilihat pada Lampiran 5, dan analisis statistik terhadap peningkatan kadar nitrit

harian terdapat pada Lampiran 6.

Tabel 5.2 Produksi kadar nitrit selama 30 hari.

Perlakuan Produksi nitrit selama 30 hari ± SD Tranformasi √(y + 0,5) ± SD

P1 0,0988b ± 0,00404 0,77382 ± 0,00261

P2 0,0525a ± 0,00518 0,74330 ± 0,00348

P3 0,0513a ± 0,00355 0,74249 ± 0,00239

P4 0,0509a ± 0,00644 0,74223 ± 0,00433

*) superskrip yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05) Keterangan:

P1: kontrol

P2: penambahan probiotik A 0,03 mL/15L P3: Penambahan Probiotik B 0,03 mL/15L P4: Penambahan Probiotik C 0,03 mL/15L

Uji statistik terhadap produksi menunjukkan adanya perbedaan yang

nyata, dengan p < 0,05. Setelah dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s

Multiple Range Test), dapat diketahui bahwa produksi nitrit tertinggi adalah pada P1 yaitu tanpa pemberian probiotik. Produkai nitrit terendah ditunjukkan oleh P4

dengan pemberian probiotik C. Perlakuan kontrol (P1) tanpa pemberian bakteri

probiotik berbeda nyata dengan P2, P3, dan P4 , dimana P2, P3, dan P4 tidak

memiliki perbedaan yang nyata.

Grafik fluktuasi harian nitrit selama masa budidaya dapat dilihat pada

Gambar 5.2. Nilai fluktuasi nitrit didapatkan dari hasil pengamatan yang

(43)

Gambar 5.2. Grafik fluktuasi harian nitrit selama 30 hari.

5.1.3 Suhu, pH, dan DO

Data kisaran kualitas air setelah pemeliharaan selama 30 hari dengan

perlakuan penambahan probiotik yang mengandung bakteri heterotrof, dapat

dilihat pada Tabel 5.3. Pengamatan terhadap suhu, dan DO dilakukan setiap pagi

dan sore. Pengamatan terhadap pH setiap sehari sekali, dan pengamatan terhadap

nitrat setiap dua hari sekali selama masa pemeliharaan.

Tabel 5.3. Kadar Suhu, pH, dan DO selama 30 hari

No Parameter Perlakuan

Kontrol Probiotik A Probiotik B Probiotik C 1 Suhu (oC) 26,6 - 30,0 26,7 - 30,0 26,7 - 30,0 26,6 - 30,0

2 DO (mg/l) 6,3 – 8,9 6,3 – 8,9 6,3 – 9,0 6,4 – 8,4

3 pH 7,23 – 8,26 7,35 – 8,15 7,29 – 8,20 7,22 – 8,26

5.2 PEMBAHASAN 5.2.1 Amonia (NH3)

Hasil pengukuran terhadap produksi amonia selama 30 hari menunjukkan

adanya perbedaan yang nyata antara pelakuan kontrol dengan perlakuan 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0 5 10 15 20 25 30 35 K o n sen tr asi (m g/ L) Hari ke

Fluktuasi Kadar NO

2 p1 p2 p3 p4

(44)

pemberian probiotik. Tetapi, pada perlakuan dengan penambahan probiotik A

(Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantarum, dan Nitrosomonas

europea 1x106 CFU), B (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes 1x107 CFU), dan C (Bacillus subtilis, dan Bacillus licheniformes) 1x1012 CFU) tidak berbeda nyata. Akumulasi kadar amonia yang diproduksi oleh ikan selama pemeliharaan

adalah pada perlakuan kontrol sebesar 0,2641 mg/L, perlakuan probiotik B

(Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes) sebesar 0,2182 mg/L, perlakuan probiotik A (Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantrarum, dan

Nitrosomonas europea) sebesar 0,2159 mg/l, dan probiotik C (Bacillus subtilis, Bacillus licheniformes) sebesar 0,2093 mg/L.

Kadar amonia pada perlakuan kontrol hari ke 30 mencapai 0,2641 mg/L.

Pada konsentrasi ini, konsentrasi amonia masih dalam ambang yang cocok untuk

kehidupan ikan lele. Menurut Stickney (2005), bahwa kandungan amonia yang

masih bisa di tolerir oleh ikan adalah < 0,8 mg/L. Sehigga konsentrasi amonia

pada perlakuan kontrol masih dapat di tolerir oleh ikan lele. Diduga bahwa

tingginya nilai amonia pada perlakuan kontrol adalah karena menumpuknya sisa

pakan dan feses dalam perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Spotte (1970),

bahwa sisa pemberian pakan menghasilkan bahan organik yang membentuk

amonia, nitrit, dan nitrat pada perairan. Keberadaan amonia dalam perairan

mampu mempengaruhi kehidupan ikan karena mereduksi masukan oksigen akibat

rusaknya insang, menambah energi untuk detoksifikasi, mengganggu

(45)

Pada perlakuan dengan pemberian bakteri probiotik A, B, dan C produksi

amonia pada hari ke 30 secara berturut-turut berada pada konsentrasi 0,2159

mg/L; 0,2182 mg/L; dan 0,2093 mg/L. Pada konsentrasi tersebut, kadar amonia

lebih rendah daripada perlakuan kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa

perlakuan dengan penambahan bakteri probiotik A, B, dan C lebih baik daripada

perlakuan tanpa probiotik. Kadar amonia selama masa pemeliharaan masih berada

pada batas aman untuk kehidupan ikan lele sesuai dengan pendapat Stickney

(2005) yaitu <0,8 mg/L.

Akumulasi amonia pada perlakuan menggunakan probiotik C (Bacillus

subtilis, Bacillus licheniformes) menunjukkan jumlah yang terendah pada akhir pemeliharaan. Hal ini diduga karena jumlah kepadatan bakteri penyusun probiotik

C (Bacillus subtilis, Bacillus licheniformes) lebih tinggi yaitu 1x1012 CFU, sedangkan pada probiotik A (Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus

plantrarum, dan Nitrosomonas europea) hanya memiliki kepadatan 1x106 CFU dan probiotik B (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes) memiliki kepadatan

1x107 CFU. Tingginya kepadatan bakteri yang diberikan kedalam media, dapat menjadikan akumulasi bahan organik dalam media semakin berkurang karena

pemanfaatan bahan organik oleh bakteri. Sehingga produksi ammonia dan nitrit

dan berasal dari akumulasi bahan organik dapat menurun.

Menurut Ruyitno et al, (1993) bahwa bakteri heterotrofik dalam

pertumbuhannya memerlukan senyawa organik. Sisa pemberian pakan

menghasilkan bahan organik yang membentuk amonia, nitrit, dan nitrat pada

(46)

probiotik memanfaatkan bahan organik dalam media. Bahan organik tersebut

dimanfaatkan bakteri sebagai sumber energi untuk pertumbuhan bakteri (Sugita

et.al., 1985).

Bakteri heterotrof mengawali tahap degradasi senyawa organik dengan

serangkaian tahap reaksi enzimatis. Menurut Suarsini (2006), Bacillus sp.

memiliki enzim ekstraseluler yang dapat membatu pencernaan dan mampu

memperbaiki kualitas air melalui penguraian dan perombakan bahan organik

dalam air.

Selain menguraikan bahan organik, penghasil ammonia, nitrit, dan nitrat,

bakteri hetrerotrof juga mampu memperbaiki kualitas air dengan menurunkan

kadar amonia dalam perairan. Hal ini sesuai pendapat Avnimelech (1999), bahwa

bakteri heterotrof mencegah terjadinya akumulasi nitrogen organik dalam media

budidaya yang dapat menurunkan kualitas air.

Pada ketiga probiotik yang digunakan, masing-masing probiotik memiliki

kandungan dua spesies bakteri heterotrof dari golongan Bacillus yaitu Bacillus

subtilis dan Bacillus licheniformes pada probiotik B, dan C, serta Bacillus subtilis dan Bacillus apiarius pada probiotik A.

Dugaan lainya adalah jenis bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus

licheniformes pada probiotik B, dan C, serta Bacillus subtilis dan Bacillus apiarius pada probiotik A berperan dalam penyerapan amonia dalam media pemeliharaan. Hal ini didukung oleh pendapat Todar (2002), bahwa bakteri

heterotrof berregenerasi lebih cepat dengan memanfaatkan amonia sebagai

(47)

penurunan kadar amonia terjadi antara lain karena adanya pemanfaatan ammonia

oleh proses heterotrofik biosintsis bakteri yang menghasilkan biomasa bakteri.

Sedangkan menurut Ebeling et.al., (2006) proses pengubahan nitrogen dalam

sistem akuakultur salah satunya adalah proses heterotrofik bakterial yang

mengubah amonia langsung menjadi biomasa bakteri. Bakteri heterotrof yang

tumbuh dan berkembang dalam media dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai

sumber pakan (McGraw, 2002).\

5.2.2 Nitrit (NO2)

Hasil pengamatan terhadap produsi kadar nitrit selama 30 hari dapat

dilihat di Lampiran 5. Fluktuasi kadar nitrit harian dapat dilihat pada Gambar 5.

Pada grafik fluktuasi harian nitrit menunjukkan bahwa konsentrasi nitrit pada

perlakuan kontrol lebih tinggi daripada pada perlakuan mengunakan probiotik

A(Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantarum, dan Nitrosomonas europea 1x106 CFU), B (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformes 1x107 CFU), dan C (Bacillus subtilis, Bacillus licheniformes 1x1012 CFU) tidak berbeda nyata. Adanya senyawa nitrit pada perairan menunjukkan adanya proses nitrifikasi dalam media pemeliharaan.

Konsentrasi nitrit tertinggi adalah pada perlakuan kontrol, pada hari ke 30,

dengan konsentrasi sebesar 0,0988 mg/L. Kadar nitrit pada perlakuan kontrol

sangat berbahaya bagi ikan. Tingginya kadar nitrit dalam perlakuan kontrol

diduga karena karena tidak adanya organisme yang mengubah atau memanfaatkan

(48)

adalah tingginya kadar nitrit yang tinggi pada media. Hal ini sesuai pendapat

Moore (1991), apabila kadar nitrit dalam perairan >0,05 mg/L dapat bersifat

toksik bagi organisme perairan.

Menurut Effendi (2003), pengaruh senyawa nitrit pada ikan adalah

terjadinya perubahan transport oksigen, sehingga terjadi kekurangan oksigen

dalam tubuh ikan. Hal ini disebabkan oleh Haemoglobin dalam darah yang

seharusnya mengikat oksigen berganti mengikat nitrit sehingga masuk kedalam

darah. Menurut Yuningsih (2000), apabila perubahan Hb menjadi MetHb

mencapai 20%-30% dari Hb normal maka akan terjadi hypoxia, yaitu kekosongan

oksigen dalam darah ikan yang keracunan nitrit sehingga darah tidak sanggup lagi

lagi megangkut oksigen. Apabila perubahan Hb menjadi MetHb mencapai

80%-90% maka terjadi kondisi yang dapat menyebabkan keracunan bagi ikan.

Nitrit pada media dihasilkan dari akumulasi bahan organik dalam perairan

yang manghasilkan amonia, dan kemudian mengalami nitrifikasi sehingga

terentuk senyawa nitrit dalam media. Tingginya senyawa nitrit pada perlakuan

kontrol diduga karena akumulasi ammonia yang tinggi dan tidak dimanfaatkan

atau tidak diubah oleh bakteri menjadi bentuk nitrat. Sesuai dengan pendapat Van

Wyk and Scrapa (1999), bahwa akumulasi nitrit pada perairan terjadi apabila

proses lanjutan dari nitrifikasi yang mengubah nitrit menjadi nitrat tidak dapat

berjalan.

Dari hasil Uji Duncan terhadap kadar nitrit pada perlakuan dengan

probiotik A, B, dan C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Peningkatan

(49)

0,0513mg/L; dan 0,0509 mg/L. Pada konsentrasi tersebut, kadar nitrit dalam

perairan mulai berbahaya bagi ikan, karena kadar nitrit dalam media >0,05 mg/L.

Akumulasi nitrit pada perlakuan menggunakan probiotik C (Bacillus

subtilis, Bacillus licheniformes 1x1012 CFU) menunjukkan bahwa kadar nitrit pada media adalah yang terendah pada akhir pemeliharaan. Kemungkinan yang

terjadi adalah rendahnya jumlah ammonia dalam perlakuan dengan pemberian

probiotik C, yang bisa diubah melalui proses nitrifikasi menjadi senyawa nitrit.

Selain itu, senyawa nitrit dapat dimanfaatkan oleh bakteri heterotrof. Pada

masa pertumbuhan bakteri heterotrof mereduksi nitrit menjadi ammonium untuk

digunakan dalam sintesis biomasa (Gottschalk, 1986). Selanjutnya, ammonium

juga digunakan untuk sintesis asam amino dan protein melalui glutamin dan

glutamat (Joklik et.al., 1992).

5.2.3 Suhu, pH, dan DO

Berdasar Tabel 5.3, suhu air media pemeliharaan pada semua perlakuan

berada pada kondisi normal, antara 26,6 oC – 30oC. Fluktuasi suhu harian menunjukkan bahwa suhu pada pagi hari pada kisaran 26-28oC, dan 28-30oC pada sore hari. Konsentrasi suhu ini masih berada dalam batas normal suhu yang

baik untuk ikan, sesuai dengan pendapat Hepher and Pruginin (1981), bahwa

kisaran suhu yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah antara 25OC – 30OC. Suhu merupakan faktor penting dan sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup dan

pertumbuhan ikan. Menurut Effendi (2003), suhu mempengaruhi laju

(50)

Menurut Effendi (2003), suhu mempengaruhi kadar DO dalam air. Pada

saat suhu rendah kadar DO naik, dan pada saat suhu tinggi kadar DO menurun.

Hasil pengamatan terhadap kadar DO selama masa pemeliharaan tersaji dalam

tabel 5.3 dan Lampiran 9. Konsentrasi DO selama pemeliharaan berada pada

kisaran 6,3 - 9,0 mg/L. Kisaran ini hampir sama pada semua perlakuan, dan

masih berada pada batas aman. Hal ini mengacu pada pendapat Fortheath et.al.,

(1993) bahwa kadar aman DO untuk ikan adalah > 5 mg/l. Apabila kadar DO dalam perairan rendah dapat berakibat terhadap pertumbuhan dan penurunan

nafsu makan ikan (Boyd, 1982).

DO memegang peran penting dalam proses budidaya intensif yang

menggunakan tehnologi bioremediasi. Hal ini dikarenakan aktifitas

mikroorganisme pendekomposisi bahan organik memerlukan cukup oksigen. Pada

hasil pengamatan, DO pada sore hari cenderung lebih tinggi daripada pagi hari.

Menurut Maryam (2010), tingginya kadar DO pada siang hingga sore hari adalah

karena adanya aktifitas fotosintesis oleh fitoplankton pada media pemeliharaan,

sedangkan penurunan DO pada malam hingga pagi hari karena tingginya

konsentrasi CO2 hasil dari respirasi ikan, fitoplankton, serta organism lain dalam media pemeliharaan.

Nilai pH dalam perairan menggambarkan tentang kondisi asam basa suatu

perairan. Pada tabel 5.3, menunjukkan bahwa nilai pH dalam perairan pada semua

perlakuan berada dalam kisaran normal, antara 7,22 – 8,26. Menurut Boyd (1982),

(51)

reproduksi dan pertumbuhan ikan. Dengan demikian konsentrasi pH pada semua

(52)

VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan:

a. Perlakuan dengan pemberian probiotik yang mengandung bakteri heterotrof berpengaruh terhadap produksi kadar amonia, dengan produksi terendah oleh

probiotik C (Bacillus subtilis, dan Bacillus licheniformis, dengan total count

1x1012) sebesar 0,2029 mg/L.

b. Perlakuan dengan pemberian probiotik yang mengandung bakteri heterotrof berpengaruh terhadap produksi kadar nitrit dengan produksi terendah oleh

probiotik C (Bacillus subtilis, dan Bacillus licheniformis, dengan total count

1x1012) sebesar 0,0509 mg/L.

6.2 Saran

Budidaya ikan lele dumbo pada sistem tanpa pergantian air dengan

menggunakan probiotik yang tersusun oleh dominasi bakteri heterotrof jenis

Bacilus dapat diterapkan untuk menanggulangi tingginya akumulasi ammonia dan nitrit selama budidaya.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto, S., N. Listyanto., dan R. Rahmawati. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik Dengan Dosis yang Berbeda terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Patin Jambal (Pangaisus djambal). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. 117-122 hal.

Avnimelech, Y. 1999. Carbon Nitrogen Ratio as a Control Element in Aquaculture System. Aquaculture. 176. 227-235 pp.

Boy, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing. Co. Amsterdam. 319 p.

Boyd, C.E. 1990. Water Quality Management in Aquaculture and Fisheries Science. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 3125p.

Brune, D.E., G. Schwartz, A.G. Eversole, J.A Collier, and T.E Schwedler. 2003. Intensification of ponds aquaculture and high rate photosynthetic system. Aquaculture Engineering. Vol. 28. 65-86 pp.

Brune, D.E., G. Schwartz, A.G. Eversole, J.A Collier, and T.E Schwedler. 2003. Intensification of pond aquaculture and high rate photosynthetic system. Journal of Aquaculture Engineering. 28. 45-86 pp.

Ebeling, J.M., M.B Timmons., and J.J Bisogni. 2006. Engineering Analysis of Thestoichiometry of Photoautotrophic, Autotrophic, and Heterotrophic Removal of Ammonia-Nitrogen in Aquaculture Systems. Aquaculture. 257: 346-358 pp.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Peraira. Kanisius. Yogyakarta. 257 hal.

Forteath N., L. Wee, and M. Frith. 1993. Water Quality. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston, Australia.

Gottschalk, G. 1998. Bacterial Metabolism. 2nd Edition. Springer Verlag. New York.

Hendrawati, R. 2011. Pemanfaatan Limbah Produksi Pangan dan Keong Mas Sebagai Pakan Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo. SRKIPSI. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

(54)

Hepher, B., and Y. Pruginin. 1981. Commercial Fish Farming: with Special Reference to Fish Culture in Israel. John Willey and Son. New York. 261p.

Hopkins WD. 1994. Hand preferences for bimanual feeding in 140 captive chimpanzees (Pan troglodytes): rearing and ontogenetic determinants. Dev Psychobiol 27:395–407.

Joklik, W.K.H., H.P Willet., D.B Amos, And C.M Wilfert. 1992. Zinsser Micrbiology. 20th Edition. Aplleton And Lange, Norwalk.

KKP. 2011. Data Statistik Hasil Perikanan dan Kelautan Indonesia Periode 2005-2009. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. 11 hal.

Kusriningrum, R. S. 2012. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press. Surabaya. 43 hal.

Mahyudin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Maryam, S. 2010. Budidaya Super Intensif Ikan Nila Merah dengan Tehnologi Bioflock: Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup, dan Pertumbuhan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

McGraw, W.J. 2002. Utilization Of Heterotrophic And Autotrophic Bacteria In Aquaculture. Global Aquaculture Advocate. December 2002. 82-83 Pp.

Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and Reuse. G. Tchobanoglou, & F.L. Burton (Eds.). Mc Graw-Hill.

Mével, G., and D. Prieur. (2000). Heterotrophic Nitrification by a Thermophilic Bacillus Species as Influenced by Different Culture Conditions. Canadian Journal of Microbiology. Vol: 46(5). 465-473 pp.

Moore, A. 1991. Engineering Analysis of Thestoichiometry of Photoautotrophic, Autotrophic, and Heterotrophic Removal of Ammonia- Nitrogen in Aquaculture Systems. Aquaculture, 257: 346-358 pp.

Mukti, A.T., W. H. Satyantini, dan M. Arief. 2010. Penuntun Praktikum Bioteknologi Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. 36 hal.

(55)

Nelson, J. S. 2006. Fishes of the World. Fourth Edition. John Wiley and Sons, Inc. New Jersey. USA. 315 p.

Notoadmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 139 hal.

Parker, M. M. 1997. Biology of Microorganism. Prentice Hall. United States of America. 175-179 pp.

Parwanayoni, S.M.N. 2008. Pengaruh Populasi Bakteri Heterotrof Alga, Dan Protozoa Di Logoon BTDC Unit Penanganan Limbah Nusa Dua Bali.

Pillay, T. V. R. 1990. Aquaculture: Principle and Practices Fishery New Books. Oxford. London. Edinburg. Cambridge. Victoria.

Prassad, R., and J.F Power. 1997. Soil Fertility Management for Sustainable Agriculture. Lewis publisher. New York. 218 p.

Purnomo, P. D. 2012. Pengaruh Penambahan Karbohidrat pada Media Budidaya Pemeliharaab terhadap Produksi Budidaya Intensif Nila (Oreochromis niloticus). Journal of Aquaculture Management and Technology. Vol 1. No.1.161-179 hal.

Rosmaniar. 2011. Dinamika Biomassa Bakteri dan Kadar Limbah Nitrogen pada Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) Intensif secara Sistem Heterotrofik. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Sari, N.W., I. Lukistyowati., dan N. Aryani. 2012. Pengaruh pemberian Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) terhadap Kelulushidupan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Setelah Diinfeksi Aeromonas hydrophilla. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Vol. 17:2. Tahun 2012. 43-59 hal.

Shafrudin, D., Yuniarti dan M. Setiawati. 2006. Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) terhadap Produksi pada Sistem Budidaya dengan Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 5(2) : 137-147 hal.

Sitompul, S.O., E. Harpeni., dan B. Putri. 2012. Pangaruh Kepadatan Azolla sp. yang Berbeda terhadap Kualitas Air dan Pertubuhan Ikan Lele Dumbo pada Sistema Tanpa Ganti Air. Jurnal Rekayasa Dan Teknologi Budidaya Perairan. Vol.1:1. Oktober.2012.

(56)

Spotte, S. H. 1970. Fish and Invertebrate Culture: Water Management in Closed System. Wiley Interscience. New York. 145 p.

Stadar Nasional Indonesia. 2004. Cara Uji Nitrit (NO2) secara Spektrofotometri. dalam : Air dan Limbah: 9. SNI 06-6989.9-2004. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Stickney, R. R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York.125 p.

Stickney, R.R., 2005. Aquaculture: An introductory text. CABI Publishing. USA.256 p.

Suarsini, E. 2006. Bioremediasi Limbah Cair Rumah Tangga menggunakan Konsorsia Bakteri Indigen yang Berpotensi Pereduksi Polutan. Disertasi. Program Studi Pendidikan Biologi. Universitas Negeri Malang.

Sugita, H., U. Satoshi., K. Daiju., and D. Yoshiaki . 1985. Changes in the Bacterial Composition of Water in a Carp Rearing Tank. In: Aquaculture. Elsvier. Amsterdam. 243-247 pp.

Todar, K. 2002. Growth Of Bacterial Population. Texbook Of Bacteria.

Van Wyk P, and J. Scarpa. 1999. Water Quality Requirements and Management. in: P. Van Wyk, R. Davis-Hodgkins, K.L Laramore, J. Main, Mountain, and J. Scarpa. Farming Marine Shrimp in Recirculating Freshwater Systems.

Wedemeyer, G. A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall. New York. 232 p.

Woon, B.H. 2007. Removal of Nitrat Nitrogen in Convensional Wastewater Treatment Plant. Skripsi. Faculty of Civil Engineering. University Teknologi Malaysia.

Wulandari, D. 2013. Pengaruh Pemberian Probiotik terhadap Penurunan Bahan Organik dalam Air Media Pertumbuhan udang vannamei Litopennaeus vannamei di BBPBAP Jepara. Skripsi. IKIP PGRI. Semarang.

Yuniasari, D. 2009. Pengaruh Pemberian Bakteri Nitrifikasi dan Denitrifikasi Serta Molase dengan C/N Rasio yang berbeda terhadap Profil Kualitas Air, Kelangsungan Hidup, dan Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei. SKRIPSI. Institut Pertanian Bogor.

(57)

Lampiran 1. Data nilai Absorbansi ammonia pada beberapa konsentrasi Konsentrasi Absorbansi 0.1 0.086 0.2 0.142 0.3 0.284 0.4 0.678 0.5 0.721 Kurva Kalibrasi NH3: y = 1.806x - 0.159 R² = 0.912 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 A b sor b an si Konsentrasi (mg/L)

Kurva Kalibrasi NH3

Gambar

Tabel     Halaman
Gambar 2.1. Ikan lele dumbo (Clarias sp.)  Sumber: http://www.fao.org/fishery/species/2982/en
Tabel 2.1 Kualitas air yang cocok untuk ikan lele
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Intensifikasi Budidaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi dan pengaruh nyata dari berbagai macam bahan organik dan waktu aplikasinya pada pengamatan

Agama mempengaruhi dan sistem nilai budaya faktor-faktor ekonomi dan sosial (Suseno 2001: 83). Disamping itu menurut beberapa penelitian, agama dinilai berpengaruh terhadap

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L) terhadap Kadar Glukosa Darah dan Gambaran Histologi Pankreas Tikus Putih (Rattus

Menunjukkan bahwa penyajian laporan keuangan khususnya belanja tidak langsung pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Utara sudah di akui karena sudah

Selain itu kas yang tidak terikat kepada operasi dan investasi akan menjadi kandidat yang paling kuat untuk dialokasikan secara tidak efisien, diboroskan dan

Permasalahan pada penelitian ini adalah rendahnya rasa ingin tahu dan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VA SD Negeri 2 Sokaraja Tengah, sehingga penelitian ini

5 ilmu sekarang ini yang mampu memahami sifat fisika dan kimia nanopartikel telah menarik perhatian peneliti untuk mengguna nanopartikel emas dalam kajian yang lebih luas,

Melalui penelitian yang konkrit tentang musik Jawa dan musik Bali dapat dijadikan suatu acuan dalam membuka cakrawala dari transkripsi dan analisis bentuk musik yang dihubungkan