• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BAKTERI HETEROTROF PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) DENGAN SISTEM TANPA GANTI AIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN BAKTERI HETEROTROF PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) DENGAN SISTEM TANPA GANTI AIR"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PEMANFAATAN BAKTERI HETEROTROF PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) DENGAN SISTEM TANPA GANTI AIR

TERHADAP FCR (Food Convertion Rate) DAN RETENSI PROTEIN

Oleh :

NINA AGUSTININGTYAS SURABAYA – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA 2014

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a : Nina Agustiningtyas

N I M : 141011005

Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 10 Agustus 1992

Alamat : Kaliasin III/16 Surabaya. Telp./HP : 08813264230

Judul Skripsi : Pemanfaatan Bakteri Heterotrof pada Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dengan Sistem Tanpa Pergantian Air terhadap FCR (Food Convertion Rate) dan Retensi Protein

Pembimbing : 1. Prayogo, S.Pi., MP

2. Boedi Setya Rahardja, Ir., MP

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari dana pribadi. Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :

1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,

termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 10 Agustus 2014 Yang membuat pernyataan,

Nina Agustiningtyas NIM. 141011005

(3)

SKRIPSI

PEMANFAATAN BAKTERI HETEROTROF PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) DENGAN SISTEM TANPA GANTI AIR

TERHADAP FCR (Food Convertion Rate) DAN RETENSI PROTEIN

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :

NINA AGUSTININGTYAS NIM. 141011005

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Prayogo., S.Pi., M.P Boedi Setya R., Ir., MP.

(4)

SKRIPSI

PEMANFAATAN BAKTERI HETEROTROF PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) DENGAN SISTEM TANPA GANTI AIR

TERHADAP FCR (Food Convertion Rate) DAN RETENSI PROTEIN

Oleh :

NINA AGUSTININGTYAS NIM. 141011005

Telah diujikan pada

Tanggal : 22 September 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Prof. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D. Anggota : Agustono, Ir., M.Kes

Sudarno, Ir., M.Kes Prayogo, S.Pi., M.P

Boedi Setya Rahardja, Ir., M.P

Dekan

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA NIP. 19520517 197803 2 001

(5)

RINGKASAN

NINA AGUSTININGTYAS. Pemanfaatan Bakteri Heterotrof pada Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dengan Sistem Tanpa Ganti Air terhadap FCR (Food Convertion Rate) dan Retensi Protein. Dosen Pembimbing Prayogo, S.Pi., MP dan Boedi Setya Rahardja, Ir., MP.

Komoditas budidaya ikan air tawar seperti ikan lele dumbo memiliki jumlah permintaan pasar yang cukup tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan pasar perlu dilakukan pengembangan teknologi dalam budidaya ikan lele. Salah satunya adalah dengan mengembangkan budidaya dengan sistem tanpa ganti air dan memanfaatkan bakteri heterotrof sebagai alternatif untuk memperbaiki kualitas air. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemanfaatan bakteri heterotrof terhadap FCR (Food Convertion Rate) dan retensi protein pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias sp.) dengan sistem tanpa ganti air.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Ikan lele dumbo dipelihara selama 30 hari dengan empat perlakuan dan empat ulangan yaitu P1 (kontrol/tanpa pemberian bakteri heterotrof komersil), P2 (0,03ml/15l bakteri heterotrof komersil A), P3 (0,03ml/15l bakteri heterotrof komersil B), dan P4 (0,03ml/15l bakteri heterotrof komersil C). Data yang diperoleh diolah menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan Uji Berjarak Duncan bila didapatkan hasil yang berbeda nyata.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pemberian bakteri heterotrof pada air media budidaya menghasilkan Food Convertion Rate (FCR) dan retensi protein yang berbeda nyata. FCR ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang terendah terdapat pada perlakuan P4 sebesar 0,9324±0,0147 dan tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 0,9954±0,0142. Retensi protein tertinggi terdapat pada perlakuan P4 sebesar 78,4181±7,8460 dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 58,0180±5,6047.

(6)

SUMMARY

NINA AGUSTININGTYAS. Using Heterotropich Bacteria on Catfish Aquaculture (Clarias sp.) with Closed Water System for FCR (Food

Convertion Rate) and Protein Retention. Academic Advisors Prayogo, S.Pi.,

MP and Boedi Setya Rahardja, Ir., MP.

Commodity of freshwater culture such as Catfish has high sufficient demand. To fullfil market requirement, need a technology in catfish aquculture One way to unfold aquculture with close water system and using heterotropich bacteria as alternative to improve water quality. The purpose of this research is to determine the effect using heterotropich bacteria on catfish aquaculture with close water system.

This research using experimental method with Completely Randomized Design (CRD). Catfish kept in 30 days with four treatments and four replications, that is P1 (control), P2 (0,03ml/15l heterotropich bacteria A), P3 (0,03ml/15l heterotropich bacteria B), and P4(0,03ml/15l heterotropich bacteria C). The obtained data were processed by Analysis of Variance (ANOVA) and followed by Duncan Multiple Range Test if there was significant data.

The result from this research showed that using heterotropich bacteria on aquaculture catfish giving significant effect to Food Convertion Rate (FCR) and protein retention. The lowest FCR is P4 treatment 0,9324±0,0147 and the highest is P1 treatment 0,9954±0,0142. The highest protein retention is P4 treatment 78,4181±7,8460 and the lowest is P1 treatment 58,0180±5,6047.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allat S.W.T atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi tentang Pemanfaatan Bakteri Heterotrof pada Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dengan Sistem Tanpa Ganti Air terhadap FCR (Food Convertion Rate) dan Retensi Protein ini dapat terselesaikan. Laporan skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan pada bulan Juni-Juli 2014. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khusus bagi Mahasiswa Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perikanan.

Surabaya, 10 Agustus 2014

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis haturkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, DEA., Drh., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga serta Dosen Wali.

2. Bapak Prayogo S.Pi., MP dan Bapak Boedi Setya Rahardja, Ir., MP selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran yang membangun mulai dari penyusunan proposal, penelitian, sampai terselesaikannya laporan penelitian ini.

3. Prof. Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D., Bapak Agustono, Ir., M.Kes., dan Bapak Sudarno, Ir., M.Kes., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan proposal dan laporan skripsi ini.

4. Keluarga tercinta bapak Darmintono, ibu Atun dan Adik Niar serta semua keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril, materi, dan doa. 5. Teman tim penelitian Savitri Aprilyana Putri dan Dwi Ernawati yang telah

bekerja sama dalam penelitian ini.

6. Sahabat seperjuangan Ayu Puspitarani, Ayu Yulia Lestari, Id’ham Muhtar Afifi, Ahmad Nizar Fanani, Gantri Gerta atas semangat dan bantuannya. 7. Ahmad Yanuar Hadi Putra atas segala dukungan, doa, dan bantuannya. 8. Keluarga Besar Piranha BP 2010, seluruh kakak dan adik angkatan Fakultas

Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... v

SUMMARY ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMAKASIH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan ... 4 1.4 Manfaat ... 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo ... 5

2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) ... 5

2.1.2 Morfologi Ikan Lele Dumbo ... 5

2.1.3 Penyebaran dan Habitat Ikan Lele Dumbo ... 6

2.1.4 Kualitas Air pada Budidaya Ikan Lele Dumbo ... 7

2.2 Budidaya Sistem Tanpa Pergantian Air ... 8

2.3 Bakteri Heterotrof ... 8

2.3.1Pengertian dan Mekanisme Kerja bakteri Heterotrof... 8

2.3.2 Contoh Bakteri Heterotrof... 10

A. Bacillus subtilis ... 10

B. Bacillus licheniformis ... 11

2.4 FCR ... 12

2.5 Retensi ... 13

2.6 Hubungan Kualitas Air dengan FCR dan Retensi Protein ... 14

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konseptual... 15

(10)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu ... 19

4.2 Alat dan Bahan ... 19

4.3 Metode Penelitian ... 19

4.3.1 Rancangan Penelitian ... 20

4.4 Prosedur Kerja ... 21

4.4.1 Persiapan Media Pemeliharaan dan Persiapan ikan Lele dumbo ... 21

4.4.2 Pemberian Pakan dan Pemberian Bakteri Heterotrof selama pemeliharaan ... 21

4.5 Parameter Penelitian ... 22

4.5.1 Parameter Uji Utama ... 22

A. FCR (Food Convertion Rate) atau Konversi Pakan ... 22

B. Retensi Protein ... 23

4.5.2 Parameter Penunjang ... 23

A. Kualitas Air ... 23

4.6 Analisis Data ... 23

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 25

5.1.1 Food Convertion Rate (FCR) ... 25

5.1.2 Retensi Protein ... 26

5.1.3 Kualitas Air ... 27

5.2 Pembahasan ... 27

5.2.1 Food Convertion Rate (FCR) ... 27

5.2.2 Retensi Protein... 29

5.2.3 Kualitas Air ... 31

IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) ... 5

2.2 Bacillus subtilis ... 10

2.3 Koloni Bacillus subtilis pada nutrient agar. ... 11

2.4 Koloni Bacillus licheniformis pada nutrient agar ... 12

2.5 Struktur Protein ... 13

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 17

4.1 Denah Pengacakan Penelitian ... 20

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 5.1 Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Nilai FCR (Food

Convertion Rate) atau Konversi Pakan Ikan Lele Dumbo

pada Setiap Perlakuan ... 25 5.2 Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Nilai retensi Protein

Ikan Lele Dumbo pada Setiap Perlakuan ... 26 5.3 Data Kisaran Kualitas Air Selama 30 Hari Pemeliharaan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Uji Proksimat Awal Ikan Lele Dumbo ... 40 Lampiran 2. Hasil Uji Proksimat Akhir Ikan Lele Dumbo ... 41 Lampiran 3. Hasil Uji Proksimat Pakan Komersil ... 43 Lampiran 4. Data Bobot Total dan Bobot Rata-Rata Ikan Lele

Dumbo (Clarias sp.) per Minggu Selama 30 Hari ... 44 Lampiran 5. Bobot Total Ikan Awal, Bobot Total Ikan Akhir, Bobot

Total Ikan Mati, Jumlah Pakan yang DIberikan dan Nilai

FCR Ikan Lele Dumbo selama 30 Hari Pemeliharaan ... 45 Lampiran 6. Analisis Uji Statistika Nilai FCR Ikan Lele Dumbo ... 47 Lampiran 7. Perhitungan Nilai Retensi Protein Ikan Lele Dumbo

(Clarias sp.) ... 49 Lampiran 8. Analisis Uji Statistika Nilai Retensi Protein Ikan

Lele Dumbo (Clarias sp.) ... 51 Lampiran 9. Data Suhu Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Selama 30 Hari ... 53 Lampiran 10. Data pH Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Selama 30 Hari ... 54 Lampiran 11. Data DO Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Selama 30 Hari ... 55 Lampiran 12. Data Amonia Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Selama 30 Hari ... 56 Lampiran 13. Alat-alat penelitian ... 57 Lampiran 14. Kegiatan Penelitian ... 58

(14)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan komoditas air tawar yang memiliki rasa enak, harga terjangkau, kandungan gizi tinggi, pertumbuhan cepat, toleran terhadap kualitas air yang tidak optimal, serta dapat dipelihara hampir di semua media budidaya (Nasrudin, 2010). Kandungan gizi ikan lele dumbo antara lain, lemak 4,5%, kalsium 20mg, fosfor 200mg, besi 1,6mg. vitamin A 150mg, vitamin B 0,05mg, Air 7,6mg, dan energi 113kal (Pusluh, 2011).

Permintaan ikan lele dumbo dipasaran terus mengalami peningkatan, hal ini membuat pemerintah terus melakukan upaya pengembangan terhadap budidaya ikan lele dumbo. Upaya pengembangan budidaya ikan lele dumbo dapat dilihat dari hasil statistik Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2014 yang menunjukan bahwa jumlah produksi ikan lele dumbo terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pulau Jawa merupakan Pulau penghasil ikan lele terbesar se-Indonesia dengan jumlah hasil produksi mencapai 84.204 ton/tahun pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2011 mencapai 253.272 ton/tahun.

Meningkatnya perkembangan budidaya ikan berakibat pada penambahan area lahan budidaya dan penambahan penggunaan air. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi dalam budidaya ikan lele dumbo yang dapat diterapkan pada daerah lahan sempit dan daerah minim air dengan pola manajemen yang efektif dan efisien. Teknologi yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah penggunaan air dalam budidaya ikan lele dumbo adalah melakukan budidaya dengan sistem tanpa ganti air. Keuntungan budidaya dengan

(15)

sistem tanpa ganti air adalah dapat menghemat pemakaian air dan dapat menerapkan atau melakukan budidaya pada lahan minim air. Budidaya dengan sistem tanpa ganti air dapat dilakukan dengan sistem intensif (Sitompul, dkk., 2012).

Sistem budidaya tanpa ganti air memiliki kekurangan yaitu akumulasi sisa pakan dan feses yang terjadi dalam media budidaya dapat menyebabkan kualitas air menjadi buruk. Menurut Wyban and Sweeny (1991) pemberian pakan yang berlebihan tidak akan termanfaatkan semua oleh organisme budidaya sehingga menyebabkan sisa pakan menumpuk dan terjadi penurunan kualitas air. Air sebagai media budidaya harus memiliki kualitas yang memenuhi syarat hidup ikan (Monalisa dan Minggawati, 2010). Kualitas air tidak secara langsung berpengaruh terhadap nilai FCR dan retensi protein ikan, namun kualitas air merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai retensi protein dan FCR tidak optimal. Kualitas air yang buruk atau tidak optimal sesuai dengan syarat hidup ikan lele dumbo menyebabkan ikan mengalami stress dan dapat menurunkan nafsu makan ikan, sehingga nilai FCR menjadi tinggi dan nilai retensi protein rendah. Nilai FCR yang tinggi diakibatkan karena makanan yang dicerna dan diserap lebih banyak digunakan untuk memelihara tubuhnya dari kualitas air yang buruk. Kualitas air yang buruk menyebabkan rendahnya nilai retensi protein karena ikan lele dumbo mengalami stress dan nafsu makannya menurun, sehingga protein yang diberikan melalui pakan tidak dapat diserap secara optimal. Lovel (1989) berpendapat bahwa ikan akan tumbuh apabila nutrisi pakan yang dicerna atau

(16)

diserap oleh tubuh lebih besar daripada jumlah yang diperlukan untuk memelihara tubuhnya.

Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kualitas air telah banyak dilakukan baik secara fisik maupun secara kimia, tetapi biaya yang dibutuhkan untuk menggunakan cara ini masih cukup besar dan terkadang tidak ramah lingkungan. Cara yang paling efektif dalam mengatasi masalah kualitas air dalam budidaya ikan lele dumbo khususnya budidaya dengan sistem tanpa ganti air adalah menggunakan bakteri heterotrof (Susanto, 1987 dalam Malau, 2003). Bakteri heterotrof mampu memecah bahan organik secara langsung dari lingkungan abiotik, materi yang dilepaskan sebagai hasil ekskresi atau dari organisme yang mati didalam media budidaya (Sugita, et al., 1985).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat suatu permasalahan yang diangkat melalui penelitian ini, yaitu :

1. Apakah pemanfaatan bakteri heterotrof berpengaruh terhadap FCR (Food Convertion Rate) pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias sp.) dengan

sistem tanpa ganti air?

2. Apakah pemanfaatan bakteri heterotrof berpengaruh terhadap retensi protein pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias sp.) dengan sistem tanpa ganti air?

(17)

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui pengaruh pemanfaatan bakteri heterotrof terhadap FCR (Food Convertion Rate) pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias sp.) dengan

sistem tanpa ganti air.

2. Mengetahui pengaruh pemanfaatan bakteri heterotrof terhadap retensi protein pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias sp.) dengan sistem tanpa ganti air.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai pengaruh dari pemanfaatan bakteri heterotrof dan hubungannya terhadap FCR atau konversi pakan serta retensi protein pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) sebagai pengembangan ilmu perikanan. Sehingga para pelaku budidaya dapat melakukan budidaya dengan baik meskipun dalam kondisi lahan yang sempit dan wilayah yang minim air serta mampu mendapatkan hasil yang maksimal.

(18)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lele Dumbo (Clarias sp.)

2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Menurut SNI: 01-6484.1-2000 (2000) klasifikasi ikan lele dumbo yaitu : Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias sp.

Gambar 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) (www.iftfishing.com, 2014)

2.1.2 Morfologi Ikan Lele Dumbo

Ikan lele dumbo memiliki tubuh memanjang (simetris radial), licin, tidak bersisik dan kepalanya pipih. Pada bagian kepala hingga punggung berwarna coklat kehitaman serta terdapat bercak warna putih (Murhananto, 2002). Menurut Suyanto (1999) ikan lele dumbo sama dengan lele yang lainnya yakni bersifat nocturnal, artinya aktif mencari makanan pada malam hari atau lebih menyukai

tempat yang lebih gelap. Ikan lele dumbo memiliki mulut yang relatif lebar yaitu kurang lebih ¼ dari panjang total tubuhnya (Khairuman dan Amri, 2002) dan mempunyai alat pernafasan tambahan yang disebut arborescent organ, yaitu

(19)

membran yang berlipat-lipat penuh dengan kapiler darah, yang terletak di bagian atas lengkung insang kedua dan ketiga, arborescent organ mempunyai bentuk yang mirip dengan bunga-bunga (Kordi, 2010a)

Hartono (1997) berpendapat bahwa pemakaian kata dumbo berasal dari istilah jumbo yang berarti besar karena ikan ini mempunyai keunggulan dan kemampuan untuk tumbuh besar dalam waktu singkat. Menurut Kordi (2010a) Lele dumbo merupakan lele unggul, selain pertumbuhannya yang cepat, ukurannya pun sangat besar. Untuk mencapai ukuran 500gram/ekor lele dumbo hanya membutuhkan waktu pemeliharaan 3-4 bulan.

2.1.3 Penyebaran dan Habitat Ikan Lele Dumbo

Ikan lele dumbo merupakan lele dari hasil persilangan antara lele jantan lokal Afrika spesies Clarias mossambicus dan lele betina lokal Taiwan spesies Clarias fuscus (Kordi, 2010b). Masuk ke Indonesia pertama kali pada tahun 1985

(Suyanto,1999). Pada awal kedatangannya lele dumbo adalah sebagai ikan hias, namun kemudian masuk sebagai ikan konsumsi. Selanjutnya ikan ini terus menyebar di seluruh wilayah Indonesia (Khairuman dan Amri, 2002). Di Indonesia penyebaran lele dumbo meliputi Jawa, Sumatera, Bangka, Belitung, Kalimantan, Singkep, dan Sulawesi (Pusluh, 2011).

Sama dengan lele pada umumnya, lele dumbo hidup pada perairan air tawar seperti di sungai yang airnya tidak deras, atau perairan tenang seperti danau, waduk, rawa, serta kolam (Kordi, 2010a). Ikan lele dumbo mempunyai habitat asli di perairan rawa-rawa di Afrika tengah. Ikan lele dumbo relatif tahan terhadap

(20)

kondisi air yang dinilai kurang baik. Lele juga dapat hidup dengan padat tebar tinggi meskipun pada kolam yang kadar oksigenya rendah (Pusluh, 2011).

2.1.4 Kualitas Air pada Budidaya Ikan Lele

Air sebagai media hidup ikan harus memiliki kualitas air yang memenuhi syarat hidup ikan (Monalisa dan Minggawati, 2010). Suhu merupakan salah satu parameter penting dalam pemeliharaan ikan, setiap spesies mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhannya (Stickney, 1979). Suhu untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yang baik berkisar antara 200-300C (Cahyono, 2009). Parameter kualitas air selanjutnya yakni oksigen terlarut. Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas dalam sistem budidaya. Bila oksigen terlarut tidak dijaga pada nilai yang memenuhi, maka ikan menjadi akan stress (Stickney, 1979). Oksigen terlarut yang ideal untuk pemeliharaan lele dumbo adalah 5 mg/l (Cahyono, 2009)

pH perairan dalam media budidaya ikan lele juga merupakan aspek kualitas air yang harus di perhatikan. pH air yang optimum dalam pemeliharaan ikan lele dumbo berkisar 6,5-8 (Suyanto, 2003). Menurut Asmawi (1983) dalam Monalisa dan Minggawati (2010) nilai pH yang masih dapat ditolerir oleh ikan air tawar adalah 4,0 namun pada pH 4,0 ikan akan akan mengalami stress dan pertumbuhan terhambat. Parameter kualitas air lainnya yang dapat dijadikan sebagai indikator kualitas air adalah amonia (Forteath et al., 1993). Amonia merupakan bentuk pecahan nitrogen organik yang bersifat toksik bagi organisme. Amonia pada lingkungan budidaya dapat berasal dari proses dekomposisi bahan organik seperti sisa pakan, alga mati dan tumbuhan akuatik (Duborow et al., dalam Yuniasari, 2009). Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang relatif tidak stabil dan mudah

(21)

teroksidasi dan biasanya merupakan indikator tingkat polusi (Metcalf and Eddy, 1991). Kadar amonia yang mencapai 0,8 mg/l dan nitrit yang mencapai 0,06 mg/l pada media budidaya dapat menyebabkan kematian pada organisme budidaya (Stickney, 2005; Effendi, 2003)

2.2 Budidaya Sistem Tanpa Ganti Air

Menurut Sasongko (2001) budidaya dengan sistem tanpa ganti air adalah suatu teknologi pemanfaatan air secara terus-menerus tanpa ada ganti air selama proses budidaya. Budidaya lele dumbo dengan sistem tanpa ganti air dapat menghemat air sehingga lebih ekonomis (Sitompul, dkk., 2012), namun dalam sistem ini juga memiliki kelemahan yaitu menumpuknya bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan feses sehingga pada budidaya ini dapat menyebabkan menurunnya kualitas air (Sasongko, 2001). Kualitas air yang terus menurun dan tidak terkontrol dapat menghambat pertumbuhan lele dumbo (Sitompul, dkk., 2012).

2.3 Bakteri Heterotrof

2.3.1 Pengertian dan Mekanisme Bakteri Heterotrof

Bakteri heterotrof merupakan bakteri yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena bakteri heterotrof tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya, di dalam lingkungan bakteri heterotrof berfungsi sebagai pengurai (Ganiswarna, 1995). Bakteri heterotrof dibedakan menjadi bakteri patogen dan saprofit. Bakteri patogen memperoleh makanan dengan cara mengambil senyawa organik kompleks dari makhluk hidup lain

(22)

sedangkan bakteri saprofit memperoleh makanan dari sisa-sisa makhluk hidup yang telah mati atau dari limbah lingkungan (Rosmaniar, 2011). Bakteri heterotrof mampu menguraikan atau memecah senyawa organik (Prasad and Power, 1997), baik senyawa organik yang mengandung unsur C (karbon), H (Hidrogen) maupun unsur N (Nitrogen) (Susun, 2008).

Akumulasi sisa pakan dan feses pada sistem budidaya ikan dan udang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme dan peningkatan bahan organik toksik (amonia, H2S, nitrit dan SO2). Kadar bahan organik yang tinggi pada suatu perairan budidaya dapat menyebabkan biota budidaya mengalami stress penurunan nafsu makan, mudah terserang penyakit, gangguan pertumbuhan dan peningkatan mortalitas (Sugama, 2002). Penumpukan bahan organik yang terus menerus juga akan mempercepat penurunan kualitas air (Poernomo, 1988).

Salah satu cara untuk membantu menguraikan bahan organik dalam kolam budidaya adalah dengan memanfaatkan bakteri heterotrof (Wyban and Sweenly, 1991). Bakteri heterotrof berperan penting untuk menjaga keseimbangan kualitas air karena bakteri heterotrof mampu memecah bahan secara langsung dari lingkungan abiotik, materi yang dilepaskan sebagai hasil ekskresi atau dari organisme yang mati didalam ekosistem peraian (Sugita et al., 1985).

Menurut Parwanayoni (2008) dalam Iqbal (2011) bakteri heterotrof mengawali tahap memecah senyawa oganik dengan serangkaian reaksi enzimatis, bahan-bahan senyawa organik seperti karbohidrat, protein, dan lemak dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh bakteri heterotrof (Kordi dan Tancung, 2007). Senyawa sederhana yang dihasilkan oleh bakteri heterotrof

(23)

dimanfaatkan kembali oleh bakteri heterotrof sebagai sumber energi, pembetukan sel baru dan pertambahan populasi (Parwanayoni, 2008 dalam Iqbal, 2011).

2.3.2 Contoh Bakteri Heterotrof A. Bacillus subtilis

Klasifikasi Bacillus subtilis menurut Mardigan (2005) dalam Ardilawati (2013) : Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Ordo : Bacillales Family : bacillaceace Genus : Bacillus

Species : Bacillus subtilis

Gambar 2.2 Bacillus subtilis (www.microbeworld.org, 2014)

Bacillus subtilis merupakan bakteri non pathogen yang sering digunakan

sebagai bahan probiotik (Iman dkk, 2012). Bacillus subtilis berbentuk batang, tidak berantai, termasuk dalam golongan bakteri gram positif (Iman dkk, 2012), penghasil spora dan motil (Dwipayana dan Herto, 2009). Bacillus subtilis digunakan dalam produksi probiotik karena dapat membantu meningkatkan kelangsungan hidup, menstimulasi sistem imun, dan mengontrol bakteri pathogen (He, 2011).

(24)

Menurut Linggartjati (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa media budidaya yang diberikan bakteri heterotrof Bacillus sp memiliki kandungan nitrat yang lebih tinggi dikarenakan bakteri heterotrof golongan Bacillus mempunyai kemampuan merombak bahan organik diantaranya senyawa nitrogen dan selanjutnya melalui proses nitrifikasi membentuk nitrat. Bakteri ini juga membantu menguraikan selulosa sehingga bahan organik dapat terurai (gandjar, 2005 dalam Ardilawati, 2013)

Gambar 2.3 koloni Bacillus subtilis pada nutrient agar (www.sciencebuddies.org, 2014)

B. Bacillus licheniformis

Klasifikasi Bacillus licheniformis menurut Mardigan (2005) dalam Ardilawati (2013) : Kingdom : Bacteria Phylum : Firmicutes Class : Bacilli Ordo : Bacillales Family : Bacillaceace Genus : Bacillus

(25)

Gambar 2.4 koloni Bacillus licheniformis pada nutrient agar (www.sciencebuddies.org, 2014)

Bacillus licheniformis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang

dengan panjang antara 1,5 μm sampai 3 μm dan lebar antara 0,6 μm sampai 0,8 μm (Mao et al.,1992). Bacillus licheniformis merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif tinggi. Jenis protease yang dihasilkan oleh bakteri ini adalah enzim ekstraselular yang tergolong proteinase serin karena mengandung serin (Haetami dkk., 2008)

2.4 FCR (Food Convertion Rate)

FCR atau konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dihasilkan (Mukti, 2012). Dari hasil penelitian yang dilakukan Widarnani dkk (2012) menyatakan bahwa konversi pakan merupakan indikator untuk mengetahui efektivitas pakan dan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menambah jumlah pakan yang dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya.

Besar kecilnya konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor tetapi yang terpenting adalah kualitas dan kuantitas pakan, spesies, ukuran dan kualitas air (National Research Council, 1993). Kualitas air yang normal dan sesuai dengan kisaran toleransi organisme budidaya selama pemeliharaan tidak membatasi

(26)

pertumbuhan, konversi pakan, dan kelangsungan hidup organisme (Widarnani dkk, 2012). Semakin rendah nilai konversi pakan, menujukan semakin baik kualitas pakan karena akan semakin ekonomis (Masyamsir, 2001) dan semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan (Effendie, 1979).

2.5 Retensi Protein

Protein merupakan bagian terbesar dari daging ikan (Halver, 1973) yang mengandung unsur C,H,O dan N (Sudarmo dan Sedioetama, 1974). Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan tubuh baru dan mempertahankan jaringan lama (Arifianto dan Liviawaty, 2005). Menurut Fujaya (1999) Kebutuhan protein tiap ikan berbeda-beda menurut spesiesnya dan pada umumnya berkisar 20%-60%. Struktur protein ditunjukan pada gambar 2.5

Karbon Rantai samping

R

COOH C H2N

Gugus asam karboksilat H Gugus asam amino Gambar 2.5 Struktur protein (Wilbraham dan Matta, 1992)

Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang diberikan yang dapat diserap dan dimanfaatkaan untuk membangun ataupun memperbaiki sel tubuh yang sudah rusak, serta dimanfaatkan tubuh ikan untuk metabolisme sehari-hari (Arifianto dan Liviawaty, 2005; Samsudin, dkk., 2010). Protein pada pakan diretensi oleh ikan dikarenakan terdapat sisa protein yang

(27)

tidak dimanfaatkan untuk proses metabolisme tubuh (Damayanti, 2013). Cepat tidaknya pertumbuhan pada suatu individu ditentukan dari banyaknya protein yang dapat diserap dan dimanfaatakna oleh tubuh ikan sebagai zat pembangun (Hendrawati, 2011).

2.6 Hubungan Kualitas Air dengan FCR dan Retensi Protein

Kualitas air secara tidak langsung berpengaruh terhadap nilai FCR dan retensi protein. Ada beberapa hal yang memperngaruhi nilai FCR (Konversi pakan) diantaranya komposisi pakan, tingkat kesukaan ikan terhadap pakan yang diberikan, dan juga kualitas air (Hoar et al., 1979). Lovel (1989) berpendapat ikan akan tumbuh apabila nutrisi pakan yang dicerna dan diserap oleh tubuh ikan lebih besar dari jumlah yang diperlukan untuk memelihara tubuhnya.

Oleh karena itu, apabila kualitas air media budidaya berada dibawah batas yang dapat di tolerir oleh ikan maka pakan yang dimakan akan digunakan untuk mempertahankan diri agar tetap hidup bukan untuk tumbuh dan berkembang. Dengan kata lain ikan yang stress karena kondisi kualitas air yang buruk akan menggunakan nutrisi dan protein pakan yang dicerna untuk mempertahankan diri agar tetap hidup (Setiawati, 2013).

(28)

III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Ikan lele dumbo merupakan salah satu ikan konsumsi dari komoditas air tawar yang sangat diminati oleh masyarakat. Permintaan ikan lele dumbo yang semakin meningkat setiap tahunnya menjadikan para pembudidaya meningkatkan hasil produksinya, salah satunya dengan melakukan budidaya secara intensif. Menurut Sitompul (2012) Akibat dari meningkatnya perkembangan ikan lele dumbo adalah terjadinya penambahan lahan area budidaya dan penambahan penggunaan air.

Penghematan penggunaan air dalam budidaya ikan lele dumbo dapat dilakukan dengan menerapkan budidaya sistem tanpa ganti air. Budidaya dengan sistem ini dapat memanfaatkan air secara terus-menerus tanpa ada pergantian air selama proses budidaya. Kekurangan dari sistem budidaya tanpa ganti air ini adalah terjadinya penumpukan bahan organik yang disebabkan oleh sisa pakan dan feses yang terjadi pada media budidaya, penumpukan bahan organik yang terjadi dapat menyebabkan penurunan pada kualitas air media budidaya (Sasongko, 2011).

Akumulasi bahan organik pada media budidaya akan menyebabkan terjadinya pembentukan senyawa yang bersifat toksik bagi ikan budidaya (Hopskin et al., 1994). Air merupakan media hidup ikan budidaya, apabila tercemar dapat menyebabkan ikan mengalami stress, nafsu makan menurun, dan terhambatnya pertumbuhan (Kordi dan Tancung, 2007). Oleh karena itu,

(29)

pengelolaan kualitas air pada budidaya sistem tanpa ganti air sangat perlu dilakukan.

Pengelolaan kualitas air pada sistem budidaya tanpa ganti air dapat dilakukan dengan memanfaatkan bakteri heterotrof. Bakteri heterotrof mampu memecah bahan secara langsung dari lingkungan abiotik, dari materi yang dilepaskan sebagai hasil ekskresi, atau dari organisme yang mati di dalam ekosistem perairan (Sugita et al. 1985). Bahan organik yang telah dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana, dimanfaatkan kembali oleh bakteri heterotrof sebagai sumber energi (Parwanayoni, 2008 dalam Iqbal, 2011) selain itu kualitas air media budidaya kembali optimal dan dapat digunakan untuk melakukan kegiatan budidaya.

Kualitas air yang optimal, menjadikan ikan sehat, tidak stress, nafsu makan optimal, nilai FCR rendah, nilai retensi protein tinggi dan ikan lele dumbo (Clarias sp) dalam budidaya sistem tanpa ganti air dapat mencapai pertumbuhan yang optimal. Sehingga hasil produksi budidaya ikan lele dapat terus mengalami peningkatan dan dapat memenuhi permintaan pasar yang terus bertambah setiap tahunnya.

(30)

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Keterangan :

: Aspek yang diteliti : Aspek yang tidak diteliti

Ikan lele dumbo Permintaan meningkat Meningkatkan hasil

produksi Meningkatkan budidaya

ikan lele dumbo

Pemberian bakteri Heterotrof

Nilai FCR rendah dan Nilai retensi protein

tinggi

Kualitas air menurun

Budidaya ikan lele dumbo dengan sistem intensif Penambahan area lahan budidaya Penambahan penggunaan air Budidaya sistem

tanpa ganti air Budidaya dengan media

terbatas

Penumpukan bahan organik

Kualitas air optimal

Pertumbuhan optimal Bak plastik, terpal, drum, dll

(31)

3.2 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H1.1 : Pemanfaatan bakteri heterotrof berpengaruh terhadap FCR (Food Convertion Rate) selama pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias sp)

dengan sistem tanpa pergatian air.

H1.2 : Pemanfataan bakteri heterotrof berpengaruh terhadap retensi protein selama pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias sp) dengan sistem tanpa pergatian air.

(32)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya pada bulan Juni-Juli 2014.

4.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak plastik dengan volume 15L, pH meter, DO meter, jaring, termometer, selang air, timbangan digital, aerator, selang aerasi dan batu aerasi.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan lele dengan ukuran 7-8 cm dan berat rata-rata 5 gram yang didapat dari pasar ikan Gunung Sari Surabaya, bakteri heterotrof komersil dan pakan komersil dengan protein 35%. Bakteri heterotrof komersil yang digunakan adalah bakteri heterotrof A merk dagang Petro Fish (Bacillus subtilis, Bacillus apiarius, Lactobacillus plantarum dan Nitrosomonas europea) dengan total count 4x106 CFU, bakteri heterotrof B merk dagang Probiobac (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis) dengan total count 2x107 CFU dan bakteri heterotrof C merk dagang Probiozyme Aquatic (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis) dengan total count 2x1012 CFU.

4.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu melakukan penelitian percobaan yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul dari perlakuan yang diberikan (Notoatmodjo, 2010).

(33)

4.3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan sebanyak empat dan ulangan sebanyak empat kali (Kusriningrum, 2012). Perlakuan yang akan diberikan pada penelitian ini adalah dengan menambahkan bakteri heterotrof komersil yang berbeda pada masing-masing bak pemeliharaan dengan dosis 0,002ml/l (Andriyanto,dkk., 2010) atau sebanyak 0,03ml/15l. Ada 3 macam bakteri heterotrof komersil yaitu Petrofish, Probiobac dan Probiozyme Aquatic. Berikut ini adalah perlakuan dari penelitian yang akan dilakukan :

Perlakuan 1 : Tanpa bakteri heterotrof komersil

Perlakuan 2 : Pemberian bakteri heterotrof A dengan dosis 0,03ml/15l Perlakuan 3 : Pemberian bakteri heterotrof B dengan dosis 0,03ml/15l Perlakuan 4 : Pemberian bakteri heterotrof C dengan dosis 0,03ml/15l

Penempatan bak perlakuan dilakukan secara acak dengan tujuan menghindari kebiasan ragam sehingga keragaman bias dalam satu perlakuan dapat dianggap bersifat alami dan menghindari sifat memihak pada salah satu perlakuan (Kusriningrum, 2012). Pola penempatan bak dapat dilihat pada gambar 4.1.

P2.4 P1.1 P1.3 P2.2

P3.1 P2.1 P4.1 P3.4

P1.2 P2.3 P3.2 P4.3

P3.3 P4.4 P4.2 P1.4

(34)

4.4 Prosedur Kerja

4.4.1. Persiapan Media Pemeliharaan dan Persiapan Ikan Lele dumbo

Persiapan bak pemeliharaan yaitu dengan membersihkan bak plastik dengan air mengalir kemudian dilanjutkan dengan sterilisasi media pemeliharaan dengan menggunakan larutan kalium pemangat dengan dosis 0,045 gram/15L, didiamkan selama sehari dan dilakukan penggantian air baru (Shafrudin dkk., 2006). Sterilisasi air media dilakukan dengan menggunakan klorin 1,5 ppm dan disebar merata kedalam air di tandon selama 24 jam, air tawar dari tandon lalu diisikan pada tiap bak plastik penelitian yang telah di sterilisasi sebelumnya.

Persiapan ikan lele dumbo dilakukan dengan mengaklimatisasi ikan yang telah disiapkan sebelum dimasukan kedalam media pemeliharaan. Benih ikan lele dumbo kemudian dimasukkan ke dalam bak penelitian dengan kepadatan 30ekor/15l, hal ini berdasarkan dari penyataan Shafrudin dkk, (2006) bahwa kepadatan optimal ikan lele dumbo adalah sekitar 2400 ekor/m3.

4.4.2. Pemberian Pakan dan Pemberian Bakteri Heterotrof Selama Pemeliharaan

Pemberian pakan ikan lele dumbo dilakukan pada masing-masing bak perlakuan sebanyak tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00. Pakan yang diberikan sejumlah 3% dari biomassa ikan (Purnomo, 2012). Pemberian bakteri heterotrof diberikan langsung ke dalam perairan. Bakteri heterotrof diberikan dengan dosis 0,03m/15l.

Pemeliharaan ikan lele dumbo pada penelitian ini dilakukan selama 30 hari. Selama pemeliharaan, tidak ada pergantian air dan tidak ada penyiponan.

(35)

Pemberian bakteri heterotrof setiap satu minggu sekali selama pemeliharaan dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kualitas air pada media budidaya. Perhitungan parameter utama yakni FCR serta retensi protein dilakukan akhir dari masa pemeliharaan, sedangkan pengamatan kualitas air dilakukan setiap hari.

4.5 Parameter Penelitian

Parameter yang diamati selama penelitian terdiri dari parameter uji utama dan parameter uji penunjang. Parameter uji utama terdiri dari FCR dan retensi protein. Parameter uji penunjang yaitu kualitas air meliputi, pH, suhu, DO, amonia.

4.5.1 Parameter Uji Utama

A. FCR (Food Convertion Rate) atau Konversi Pakan

Rasio konversi pakan dihitung berdasarkan persamaan Buwono (2000) :

Keterangan : Wt = bobot total ikan pada akhir pemeliharaan (gram)

Wd = bobot total ikan yang mati selama masa pemeliharaan (gram) W0 = bobot total ikan pada awal pemeliharaan (gram)

(36)

B. Retensi Protein

Retensi Protein merupakan efisiensi penggunaan deposit protein pakan yang diubah menjadi protein jaringan tubuh. Retensi protein dihitung dengan berdasarkan persamaan Thung dan Shiau (1991) dalam Ardilawati (2013) :

4.5.2 Parameter Uji Penunjang A. Kualitas Air

Pengamatan kualitas air dilakukan dengan mengukur pH, suhu, DO, amonia. pH, suhu dan oksigen terlarut diukur setiap dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Pengukuran suhu menggunakan termometer, pH menggunakan pH meter, DO menggunakan DO meter.

4.6 Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan perhitungan statistik metode ANOVA (Analysis of Variance) untuk mengetahui perlakuan yang diberikan, apabila terlihat pengaruh maka dilakukan uji selanjutnya menggunakan metode uji jarak Berganda Duncan (Kusriningrum, 2012). Data yang diperoleh dari hasil sampling dicatat, dikumpulkan dan ditabulasi. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif

(37)

dengan penyajian tabel dan gambar. Diagram alir penelitian terdapat pada gambar 4.2. 4.2.

Gambar 4.2 Diagram Alir Penelitian Keterangan :

: Aspek yang diteliti : Aspek yang tidak diteliti

Persiapan alat dan bahan penelitian

Analisis protein awal bahan penelitian

Analisis bobot awal bahan penelitian

Aklimatisasi

Persiapan media bak pemeliharaan

Pemeliharaan selama 30 hari

Pemberian Pakan Pemberian bakteri heterotrof Perlakuan 1 Kontrol Perlakuan 2 Bakteri Heterotrof A (0,03ml/15l) Perlakuan 3 Bakteri Heterotrof B (0,03ml/15l) Perlakuan 4 Bakteri Heterotrof C (0,03ml/15l)

FCR dan Retensi Protein

Kualitas air

Analisis Data Menggunakan aerasi tetapi tanpa ganti air

Pengamatan selama 30 hari

Analisis bobot akhir bahan penelitian

Analisis protein akhir bahan penelitian

(38)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 FCR (Food Convertion Rate)

Hasil pengamatan FCR (Food Convertion Rate) atau konversi pakan pada ikan lele dumbo selama 30 hari dapat dilihat pada tabel 5.1. Data perhitungan nilai FCR terdapat pada lampiran 5 dan analisis statistik nilai FCR ikan lele dumbo terdapat pada lampiran 6.

Tabel 5.1. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Nilai FCR (Food Convertion Rate) Ikan Lele Dumbo pada Setiap Perlakuan

Perlakuan FCR ± SD Transformasi ± SD P1 0,9954a ± 0,0142 1,2229a ± 0,0006 P2 0,9610b ± 0,0124 1,2087b ± 0,0051 P3 0,9379bc ± 0,0082 1,1991bc ± 0,0034 P4 0,9324c ± 0,0147 1,1968c ± 0,0060 Keterangan :

P1 = tanpa bakteri heterotrof

P2 = Pemberian bakteri heterotrof A (total count 4x106 CFU) dengan dosis 0,03ml/15l P3 = Pemberian bakteri heterotrof B (total count 2x107CFU) dengan dosis 0,03ml/15l P4 = Pemberian bakteri heterotrof C (total count 2x1012CFU) dengan dosis 0,03ml/15l Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan sangat nyata (p<0,01)

Uji statistik nilai FCR pada tabel 5.1 menunjukan bahwa pemberian bakteri heterotrof pada setiap perlakuan memberikan perbedaan sangat nyata terhadap nilai FCR (P<0,01). Setelah dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dapat diketahui bahwa nilai FCR tertinggi terlihat pada P1 dengan nilai FCR rata-rata 0,9954 yang berbeda nyata dengan P2 (0,9610), P3 (0,9379) dan P4 (0,9324). Nilai FCR terendah terlihat pada P4 dengan rata-rata nilai FCR 0,9324.

(39)

5.1.2 Retensi Protein

Hasil pengamatan retensi protein ikan lele dumbo selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 5.2. Perhitungan nilai retensi protein ikan lele dumbo terdapat pada Lampiran 7. Analisis statistik retensi protein terdapat pada Lampiran 8.

Tabel 5.2. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Nilai Retensi Protein Ikan Lele Dumbo pada Setiap Perlakuan.

Perlakuan Retensi Protein ± SD

P1 58,0180b ± 5,6047

P2 75,2078a ± 5,3170

P3 76,2917a ± 2,0200

P4 78,4181a ± 7,8460

Keterangan :

P1 = tanpa bakteri heterotrof

P2 = Pemberian bakteri heterotrof A (total count 4x106 CFU) dengan dosis 0,03ml/15l P3 = Pemberian bakteri heterotrof B (total count 2x107CFU) dengan dosis 0,03ml/15l P4 = Pemberian bakteri heterotrof C (total count 2x1012CFU) dengan dosis 0,03ml/15l Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan terdapat perbedaan sangat nyata (p<0,01)

Hasil uji statistik retensi protein pada table 5.2 menunjukan bahwa pemberian bakteri heterotrof pada media budidaya menghasilkan nilai retensi protein ikan lele dumbo yang berbeda nyata (p<0,01). Setelah dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dapat diketahui bahwa nilai retensi tertinggi terdapat pada P4 yaitu sebesar 78,4181% yang berbeda nyata dengan P1 (58,0180%) walaupun tidak berbeda nyata dengan P3 (76,2917%) dan P2, (75,2078%). Nilai retensi terendah terdapat pada perlakuan 1 yaitu sebesar 58,0180%.

(40)

5.1.3 Kualitas Air

Data rata-rata kualitas air selama penelitian 30 hari dapat dilihat pada tabel 5.3 dan data parameter kualitas air suhu terdapat pada lampiran 9, pH pada lampiran 10 dan DO pada lampiran 11.

Tabel 5.3. Data Kisaran Kualitas Air Selama 30 Hari Pemeliharaan Pada Setiap Perlakuan.

No. Parameter Perlakuan Kisaran

1 Suhu (oC) P1 26,6-30,0 P2 26,7-30,0 P3 26,7-30,0 P4 26,6-30,0 2 DO (mg/l) P1 6,3-8,9 P2 6,3-8,9 P3 6,3-8,9 P4 6,4-8,6 3 PH P1 7,23-8,26 P2 7,35-8,17 P3 7,23-8,20 P4 7,22-8,26 4 Amoniak P1 0,0919-0,2641 P2 0,0925-0,2159 P3 0,0925-0,2182 P4 0,0925-0,2093 5.2 Pembahasan

5.2.1 FCR (Food Convertion Rate)

Food Convertion Rate (FCR) atau rasio konversi pakan merupakan

perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dihasilkan (Mukti, 2012). Besar kecilnya nilai FCR dipengaruhi beberapa hal diantaranya kualitas dan kuantitas pakan, spesies, ukuran, dan kualitas air (National Research Council, 1993). Semakin tinggi nilai FCR

(41)

menunjukan kualitas pakan yang diberikan rendah dan semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1kg daging ikan (Effendi, 2004)

Berdasarkan perhitungan statistik pada tabel 5.1 diketahui nilai FCR untuk semua perlakuan pada ikan lele dumbo berkisar antara 0,9324-0,9954 dengan FCR tertinggi didapatkan pada perlakuan tanpa penambahan bakteri heterotrof pada media budidaya yakni sebesar 0,9954 yang berarti untuk menghasilkan 1 gram daging ikan dibutuhkan 0,9954 gram pakan. FCR terendah didapatkan pada perlakuan penambahan bakteri heterotrof C (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis dengan total count 2x1012CFU) pada media budidaya yakni sebesar

0,9324 yang berarti untuk menghasilkan 1 gram daging ikan dibutuhkan 0,9324 gram pakan. Nilai FCR pada rata-rata setiap perlakuan masih berada dalam nilai FCR yang baik untuk ikan lele. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution, dkk. (2014) yang mengatakan bahwa nilai FCR dalam budidaya ikan berkisar ≤ 1.

Tingginya nilai FCR pada perlakuan tanpa penambahan bakteri heterotrof disebabkan adanya penumpukan bahan organik pada media budidaya yang tidak terdegradasi secara optimal. Bahan organik yang tidak terdegradasi secara optimal dapat menyebabkan kadar amonia tinggi, sehingga kualitas air pada media budidaya menjadi turun. Turunnya kualitas air pada media budidaya membuat ikan menjadi stress dan kehilangan nafsu makan (Sugama, 2002; Duborrow, et al., 1977 dalam Yuniasari, 2009).

Nilai FCR terendah didapat pada perlakuan penambahan bakteri heterotrof C yaitu sebesar 0,9324. Rendahnya nilai FCR disebabkan karena bakteri yang ada pada bakteri heterotrof C mampu mendegradasi kandungan bahan organik yang

(42)

ada pada media budidaya secara optimal. Sehingga peningkatan kandungan amonia pada media budidaya rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Amonia yang rendah membuat ikan tidak gampang stress dan nafsu makan juga optimal. Kualitas air yang normal dan sesuai dengan kisaran toleransi organisme budidaya selama pemeliharaan tidak membatasi pertumbuhan, konversi pakan, dan kelangsungan hidup organisme budidaya (Widarnani, dkk., 2012)

Menurut Parwanayoni (2008) dalam Iqbal (2011) bakteri heterotrof mengawali tahap degradasi senyawa organik dengan serangkaian reaksi enzimatis. Bakteri heterotrof secara umum memiliki enzim ekstraseluller berupa enzim protease, lipase, dan amilase yang membantu bakteri memecah senyawa organik dalam perairan Salah satu contoh bakteri heterotrof penghasil protease adalah Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis (Suarsini, 2006).

5.2.2 Retensi Protein

Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang diberikan dapat diserap dan dimanfaatkaan untuk membangun ataupun memperbaiki sel tubuh yang sudah rusak, serta dimanfaatkan tubuh ikan untuk metabolisme sehari-hari (Arifianto dan Liviawaty, 2005). Nilai retensi secara tidak langsung dipengaruhi oleh kualitas air media budidaya. Apabila kualitas air media budidaya buruk, maka dapat mempengaruhi penyerapan protein pada ikan budidaya.

Berdasarkan perhitungan statistik pada tabel 5.2 diketahui bahwa nilai rata-rata retensi protein semua perlakuan berkisar antara 58,0180%-78,4181% dengan kadar protein pakan yang diberikan sebesar 35%. Retensi protein tertinggi terlihat

(43)

pada perlakuan penambahan bakteri heterotrof C (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis dengan total count 2x1012CFU) sebesar 78,4181%, yang berarti ikan

budidaya pada perlakuan penambahan bakteri heterotrof C mampu menyerap atau meretensi protein sebesar 78,4181% dari kadar protein pakan yang diberikan yaitu sebesar 35%. Retensi protein terendah terlihat pada perlakuan tanpa penambahan bakteri heterotrof pada media budidaya sebesar 58,0180%, yang berarti ikan budidaya pada perlakuan tanpa penambahan bakteri heterotrof mampu menyerap atau meretensi protein sebesar 58,0180% dari kadar protein pakan yang diberikan. Tingginya nilai retensi protein pada perlakuan penambahan bakteri heterotrof C karena dipengaruhi oleh kinerja bakteri yang terkandung dalam bakteri heterotrof C yaitu Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis. Kedua bakteri tersebut (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis) merupakan bakteri non pathogen yang mampu mendegradasi bahan organik pada media budidaya (Iman, dkk., 2002; Ganjar, 2005 dalam Ardilawati, 2013; Linggarjati, 2013). Sehingga kualitas air pada media budidaya kembali optimal. Hal ini terlihat dari kadar amonia pada perlakuan penambahan bakteri heterotrof C lebih rendah bila dibandingkan perlakuan lainnya.

Nilai retensi terendah terlihat pada perlakuan tanpa penambahan bakteri heterotrof. Rendahnya nilai retensi pada perlakuan tanpa penambahan bakteri heterotrof karena kualitas air media budidaya mengalami penurunan yang ditandai dengan peningkatan kandungan amonia yang lebih tinggi bila dibanding dengan perlakuan lainnya. Tanpa adanya penambahan bakteri hetertotrof pada media budidaya menyebabkan proses degradasi bahan organik pada air budidaya tidak

(44)

optimal, sehingga terjadi peningkatan kandungan amonia yang lebih tinggi. Amonia pada media budidaya dapat menyebabkan toksik bagi ikan budidaya (Parwanayoni, 2008 dalam Iqbal, 2011). Amonia dapat menyebabkan kematian apabila kadar amonia melebihi 0,8mg/l (Stickney, 2005).

Pemberian pakan dengan kadungan protein tinggi yang didukung dengan kualitas air media budidaya yang memenuhi syarat dapat membantu ikan mengoptimalkan proses penyerapan protein pada pakan, sehingga ikan budidaya dapat memenuhi kebutuhan proteinnya. Banyaknya jumlah protein yang mampu diserap atau dimanfaatkan ikan budidaya berbanding lurus terhadap cepat atau lambatnya pertumbuhan ikan budidaya. Semakin banyak protein yang mampu dimanfaatkan maka semakin cepat pertumbuhan ikan budidaya (Hendrawati, 2011).

5.2.3 Kualitas Air

Menurut Gustav (1998) dalam Rukmana (2003) kualitas air memegang peranan penting terutama dalam kegiatan budidaya. Penurunan kualitas air dapat mengakibatkan kematian, pertumbuhan terhambat, timbulnya hama penyakit dan peningkatan nilai rasio konversi pakan. Kualitas air adalah kelayakan perairan untuk mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan yang ditentukan oleh fisika dan kimia air (Wijanarko, 2002). Kualitas air yang dianggap penting yaitu suhu, oksigen terlarut, dan pH.

Suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme serta nafsu makan ikan (Effendi, 2003). Berdasarkan

(45)

pengukuran kualitas air dari awal hingga akhir penelitian terlihat bahwa suhu air terendah terjadi pada pagi hari dan suhu tertinggi terjadi pada sore hari. Suhu selama penelitian berkisar antara 26,6o C hingga 30o C. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyono (2009) bahwa kisaran suhu optimal yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ikan lele dumbo yakni antara 200-300C. Dengan demikian fluktuasi suhu pada pemeliharaan ikan lele dumbo masih berada dalam kondisi normal dengan kisaran yang dapat ditolerir oleh ikan lele dumbo. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC pada media budidaya menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen (Effendi, 2003).

Hasil pengukuran pH selama penelitian berkisar antara 7,22-8,26. Suyanto (2003) bependapat bahwa nilai pH yang yang diperlukan oleh ikan lele dumbo selama pemeliharaan berkisar 6,5-8. Dengan demikian nilai pH pada semua perlakuan selama pemeliharaan ikan lele dumbo masih berada pada kisaran normal. pH dibawah 6,5 atau lebih dari 9 dapat menurunkan kemampuan reproduksi dan pertumbuhan ikan (Swingle, 19969 dalam Boyd, 1982)

DO selama pemeliharaan masih berada dibatas normal yang dibutuhkan oleh ikan lele dumbo yaitu berkisar 6,3-8,4 mg/l. Menurut Cahyono (2009) Nilai DO yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele dumbo adalah 5 mg/l. Konsentrasi DO dalam berpengaruh terhadap proses metabolisme yang dapat berpengaruh pada laju pertumbuhan dan konversi pakan (Mahyuddin, 2010). Hal ini didukung oleh Kordi dan Tancung (2007) yang menyatakan bahwa penurunan kadar DO akan berpengaruh terhadap pemberian pakan, apabila kadar DO kurang dari 6 mg/l maka nafsu makan ikan akan menurun. Turunnya kadar DO disebabkan

(46)

berbagai hal atara lain adanya pembusukan, air tidak mengalir, kenaikan suhu, serta kepadatan ikan terlalu tinggi.

Kadar amonia pada semua perlakuan masih berada batas aman, yakni berkisar antara 0,1168 mg/l-0,1722 mg/l. Menurut Popma and Lovshin (1996) kadar amonia dapat menyebabkan kematian pada ikan apabila mencapai 0,2mg/l. Kadar amonia tertinggi terlihat pada perlakuan tanpa pemberian bakteri heterotrof dan kadar amonia terendah terlihat pada perlakuan pemberian bakteri heterotrof C (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis dengan total count 2x1012CFU). Hal ini dikarenakan pemberian bakteri heterotrof mampu menurunkan kadar konsentrasi amonia (Wulandari, 2013).

(47)

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pemberian bakteri heterotrof pada media budidaya berpengaruh terhadap FCR (Food Convertion Rate) pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias sp.) dengan sistem tanpa ganti air. Nilai FCR terbaik terdapat pada perlakuan penambahan bakteri heterotrof C (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis dengan total count 2x1012CFU) yaitu sebesar 0,9324.

2. Pemberian bakteri heterotrof pada media budidaya berpengaruh terhadap retensi protein pada budidaya ikan lele dumbo (Clarias sp.) dengan sistem tanpa ganti air. Nilai retensi protein tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan bakteri heterotrof C (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis dengan total count 2x1012CFU) yaitu sebesar 78,4181%.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemberian bakteri heterotrof C (Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis dengan total count 2x1012CFU) pada media budidaya dapat diterapkan pada budidaya ikan lele dumbo dengan sistem tanpa ganti air. Untuk pengembangan ilmu selanjutnya dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang pemberian dosis yang tepat untuk bakteri heterotrof dan aktifitas enzim bakteri heterotrof.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto,S. Nurbakti, L. Riani, R. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Patin Jambal (Pangisius djambal). Prosiding Forum Inovasi.

Ardilawati, L. 2013. Pemgaruh Pemberian Probiotik Berbeda pada Pakan Komersil Terhadap Retensi Protein, Lemak dan Energi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp). Skripsi. Fakultas Perikanan dan kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. 67 Hal.

Arifianto. E. dan Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 145 hal. Bowono, I.D. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum pakan Ikan.

Kanisius. Yogyakarta. Hal 17-19.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publ. Co. Amsterdam. 319 pg.

Cahyono, B. 2009. Budidaya Lele dan Betutu (Ikan Langka Bernilai Tinggi). Pustaka Mina. Jakarta.

Damayanti, D.K. 2013. Pengaruh Subtitusi Artemia sp dengan Keong Mas (Pomacea canaliculata) dan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) terhadap Pertumbuhan dan Retensi Protein Benih Ikan Gabus. Skripsi. Budidaya Perairan. Universitas Arilangga.

Dwipayana dan Herto D.A. 2009. Identifikasi Keberagaman Bakteri Pada Lumpur Pengolahan Limbah Cat Dengan Teknik Konvensional. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 12 hal. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : bagi pengelolaan sumberdaya dan

lingkungan perairan. Gramedia. Jakarta. 257 hal.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. 188 hal. Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112

hal.

Forteath N, Wee L, Frith M. 1993. Water Quality. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston, Australia.

(49)

Ganiswara, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia

Haetami, K., Abun, Y. Mulyani. 2008. Studi Pembuatan ProbiotikBAS (B. licheniformis, Aspergillus niger, dan Saccharomices cereviseae) Sebagai Feed Suplement serta Implikasi Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila Merah. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Universitas Padajajaran. Jatinagor. 16 Hal.

Halver, J.E. 1973. Fish Nutrition. Academic Press. New York. 822 page

Hartono. A.H.S. 1997. Pembudidaya Ikan Lele Lokal dan Ikan Lele Dumbo secara tradisional. Gunung Mas. Pekalongan. 85 hal.

He. Suxu, Wenshu Liu, Zhigang Zhou, Wei Mao, Pengfei Ren, Toshihiro Marubashi and Einar Ringe. 2011. Evaluation of Probiotic Strain Bacillus subtilis C-3102 as a Feed Suplement for Koi Carp (Cyprinus carpio). Journal of Aquaculture Research and Development. http://dx.doi.org/10.4172/2155-9546.S1-005. Diakses 17 Juni 2014. 8 pg. Hendrawati, R. 2011. Pemanfaatan Limbah Produksi Pangan dan Keong Mas

(Pomacea canaliculata) Sebagai Pakan Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas 11 Maret. Surakarta. 76 hal.

Hoar, W.S., D.J Randall and J.R Brett. 1979. Fish Physiology. Vol VIII. Ed Biogenetic and Growth. Academic Press. Inc. 768 page.

Hopskin, W.D. 1994. Hand Preference for Bimanual Feeding in 140 Captive Chimpanze (Pan troglodytes): Rearing and Ontogenetic Determinants. Dev Psychobiol 27:395-407.

Iman, E.R.S, I. Mahendra, R.B. Utomo. 2012. Uji Kepekaan Bacillus subtilis yang Diisolasi dari Sedimen Tambak Udang dan Tambak Ikan Terhadap Bahan Anti Mikroba. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 13 hal.

Iqbal,M. 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Lele Clarias sp., pada Budidaya Intensif Sistem Heterotrofik. SKRIPSI. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. Data Statistik Budidaya Lele pada Kolam. http://www.statistik.kkp.go.id. Diakses tanggal 01 Januari 2014.

Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 49hal.

(50)

Kordi, K. M.G.H. dan A.B. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Kordi, K.M.G.H. 2010a. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal Lebih Mudah, Lebih Murah, Lebih Untung. Lily Publisher. Yogyakarta. Hal 1-27.

Kordi, K.M.G.H. 2010b. Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam Terpal. Lily Publisher. Yogyakarta. 134 hal.

Kusriningrum, R. 2012. Perancangan Percobaan. Universitas Airlangga. Surabaya. Hal 43-63.

Linggarjati, K.F., A. Djunaedi, Subagiyo. 2013. Uji Penggunaan Bacillus sp Sebagai Kandidat Probiotik untuk pmeliharaan Rajungan (Portunus sp). Journal of Marine Research. Vol. 2 No.1. 6 hal

Lovell, R. T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold. Auburn University, New York. 217 page.

Mahyudin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.

Malau, D.J.H. 2003. Penggunaan Bakteri untuk Biokontrol Penyakit Kunang-Kunang pada Larva Udang Windu (Penaeus monodon). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal. Masyamsir. 2001. Membuat Pakan Ikan Buatan Proyek Pengembangan Sistem

dan Standart Pengelolaan SMK. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. Hal 32.

Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. G. Tchobanoglou and F.L. Burton (Eds). Mc. Graw-Hill.

Monalisa, S. S dan I. Minggawati. 2010. Kualitas Air yang Memperngaruhi Ikan Nila (Oreochromis sp.) di Kolam Beton dan Terpal. Journal of Tropical Fisheries. 5(2) : 526:530.

Mukti, R.C. 2012. Penggunaan tepung Kepala Udang sebagai Bahan Subtitusi Tepung Ikan dalam Formulasi Pakan Ikan Patin (Pangasianodon hypophtalmus). Fakultas Perikanan dan Kelautan dan Ilmu Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 36 hal.

Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo di Pekarangan. Agromedia Pustaka, Jakarta. Hal 1-7.

(51)

Nasrudin. 2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nasution, A.S., Ibrahim, F. Basuki, S. Hastuti. 2014. Analisis Kelulushidupan Dan Pertumbuhan Benih Ikan Nila Saline Strain Pandu (Oreochromis niloticus) yang Dipelihara di Tambak Tugu, Semarang dengan Kepadatan Berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology. Volume 3. Nomor 2. Hal 25-32

National Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Warm Water Fishes and Shelfish. National Academic of Science. Washington DC.102 page. Notoadmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 139

hal.

Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Departemen Pertanian, Balit. Perikanan Budidaya Pantai, Maros. 40 hal.

Prassad, R., and J.F Power. 1997. Soil Fertility Management for Sustainable Agriculture. Lewis publisher. New York. 218p.

Rosmaniar. 2011. Dinamika Biomassa Bakteri dan Kadar Limbah Nitrogen pada Budidaya Ikan Lele (Clarias gariepinus) Intensif Sistem Heterotrofik. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Samsudin, R., Ningrum, dan M. Sulhi. 2010. Evaluasi Penggunaan Pakan dengan Kadar Protein Berbeda Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Nilem (Osteochillus hasseltii). Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar.Bogor. Hal 697-701.

Sasongko, A. 2001. Biomassa Bakteri Nitrifikasi pada Berbagai Bahan Filter dalam Sistem Resirkulasi Aliran Tertutup dan Pengaruhnya terhadap Kondisi Ikan. Program Studi Ilmu Perairan. IPB. 59 hal.

Setiawati, J.E., Tarsim., Y.T Adiputra., dan S. Hudaidah. 2013. Pengaruh Penambahan Probiotik Terhadap Pertumbuhan, Kelulus Hidupan, Efisiensi pakan, dan Retensi Protein Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Vol 1. No.2. 12 hal. Shafrudin, D., Yuniarti dan M. Setiawati. 2006. Pengaruh Kepadatan Benih Ikan

Lele Dumbo (Clarias sp.) terhadap Produksi pada Sistem Budidaya dengan Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 5(2) : 137-147.

Gambar

Gambar 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)  (www.iftfishing.com, 2014)
Gambar 2.2 Bacillus subtilis  (www.microbeworld.org, 2014)
Gambar 2.3 koloni Bacillus subtilis pada nutrient agar  (www.sciencebuddies.org, 2014)
Gambar 2.4 koloni Bacillus licheniformis pada nutrient agar  (www.sciencebuddies.org, 2014)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Ibu Diyah Parama Kusuma Ratih Anjayani (53) seorang ibu rumah tangga yang berstatus janda.. Ibu diyah mempunyai suami yang beragama Katolik dan ibu Diyah

Dalam penelitian ini proses penelusuran data dilakukan dengan cara mengamati data rekam medik pasien. Tahap pertama untuk mengambil sampel dilakukan adalah pemilihan sampel dari

Hasil analisis fluid factor dan poisson reflectivity memiliki nilai reflektivitas negatif yang mengindikasikan adanya hidrokarbon dengan arah persebaran

Marten (2004) mengusulkan strategi pembelajaran karakter yang efektif, yakni secara lebih konkrit dengan tiga tahapan yang perlu dilakukan, yaitu: 1) identifikasi nilai. Hal

Transkip wawancara Bullying untuk menunjukkan kekuasaan “Yah contohnya itu kayak dia biar kayak dia panggil hormat abang gitu kakak gitu, supaya pokoknya tingkah lakunya gak konyol

Matlamat pelaksanaan kursus pendek Kolej Komuniti kementerian Pendidikan Malaysia adalah untuk menyediakan peluang latihan kepada semua lapisan masyarakat setempat untuk

Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) Untuk mengetahui realisasi pelaksanaan program mentoring agama Islam yang telah berjalan di SMAN 10

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L) terhadap Kadar Glukosa Darah dan Gambaran Histologi Pankreas Tikus Putih (Rattus