• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah lainnya. Hipertensi seringkali tidak menunjukkan gejala pada fase awal, baru akan terasa jika sudah menjalar ke jantung dan menimbukan gangguan fungsi jantung atau stroke. Diagnosis hipertensi sangat jarang ditemukan dini, kecuali saat pemeriksaan kesehatan rutin (DepkesRI, 2012).

Hipertensi memberikan kontribusi hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit kardiovaskuler setiap tahun.Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang meningkat. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi (WHO, 2012).

Persentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Data Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2010 dari WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Afrika berada pada urutan pertama, dengan penderita hipertensi sebanyak 46%, kawasan Amerika 35%. Di kawasan Asia Tenggara,36% orang dewasa menderita hipertensi.Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan 1 dari 3 orang menderita tekanan darah tinggi. Pada tahun 2011 WHO mencatat ada 1 miliar orang yang terkena hipertensi (WH0, 2011), sedangkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan, provinsi dengan prevelansi paling tinggi adalah Kepulauan Natuna dengan 53,3% dan Provinsi Papua Barat dengan angka prevalensi terrendah sebesar 6,8%. Provinsi Jawa Tengah berada pada urutan ketiga dengan 29,8%.

Berdasar data Profil Kesehatan Kabupaten Batang selama 3 tahun berturut-turut, hipertensi masuk dalam 10 besar kasus penyakit yang ada di puskesmas, dengan jumlah kasus 8.551 (3,8%) dari total kasus 219.858. Demikian pula dengan data rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Batang, kasus hipertensi yang dirawat (rawat inap) menempati 3 besar dalam 3 tahun terakhir.

(2)

Tabel1. Kasus hipertensi instalasi penyakit rawat inap RSUD Batang tahun 2011 sampai dengan 2014

No Tahun

Total pasien pada inst rawat

jalan Pasien hipertensi % Pasien mati 1 2014 2022 288 14.24 39 2 2013 9887 116 1.17 - 3 2012 7511 764 5.85 - 4 2011 8922 574 6.43 -

(Sumber : Laporan tahunan RSUD Batang, 2011-2014)

Meningkatnya morbiditas penyakit hipertensi disebabkan oleh gaya hidup masyarakat seperti perilaku makan, kurang aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok (Kwa niewska, 2008). Perilaku merokok merupakan hal yang biasa bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir, konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 44,1% dan jumlah perokok mencapai 70% penduduk Indonesia (Fatmawati, 2006). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan merokok telah dimulai sejak remaja, bahkan dari tahun ke tahun menunjukkan usia awal merokok semakin muda.

Berdasar analisis data Susenas tahun 2001, diperoleh data umur mulai merokok kurang dari 20 tahun cenderung meningkat dan lebih dari separuh perokok mengonsumsi lebih dari 10 batang/hari, bahkan yang berumur 10 – 14 tahun sebesar 30,5% mengonsumsi lebih dari 10 batang per hari, di antaranya 2,6% yang mengonsumsi lebih dari 20 batang perhari. Hal ini akan menjadi masalah kesehatan yang serius pada 25 tahun yang akan datang, mengingat timbulnya penyakit seperti kanker berhubungan dengan lamanya merokok dan banyaknya rokok yang dikonsumsi (Sirait, 2002). Berdasar data Riskesdas 2013, proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 29,3%. Provinsi Jawa Tengah berada pada urutan ke 13 dengan 22,9% perokok aktif.

Faktor risiko hipertensi lainnya adalah aktivitas fisik. Melakukan aktivitas fisik secara teratur minimal 30 menit setidaknya 5 hari perminggu atau 20 menit perhari, dapat mengurangi risiko hipertensi (WHO, 2009). Data Riskesdas 2013 menunjukkan masyarakat yang rutin melakukan aktivitas fisik setiap hari sebesar 52,8%.

Aktivitas fisik memiliki efek yang positif dan berdampak pada jangka waktu lama. Selain itu, aktivitas fisik juga mengurangi efek metabolik, neurologis pada penyakit kardiovaskuler, termasuk penyakit hipertensi, aktivitas fisik juga dapat meningkatkan kualitas hidup. Dengan demikian, aktivitas fisik direkomendasikan pada pasien kardiovaskuler, termasuk pasien hipertensi (Manfredini, 2009).

(3)

Faktor risiko hipertensi berikutnya adalah kebiasaan makan. Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok dalam memilih, mengonsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia dan didasarkan pada faktor sosial dan budaya individu atau kelompok tempat individu atau kelempok tersebut hidup. Pola makan di masyarakat yang biasa mengonsumsi penyedap rasa dan masakan cepat saji tersebut tidak diimbangi dengan memperbanyak makan buah-buahan merupakan salah satu faktor risiko hipertensi (Pradono, 2010).

Hipertensi erat kaitannya dengan makanan yang asin, karena biasanya makanan yang dipanggang atau diawetkan tidak terlepas dari pengasinan yang berguna untuk mencegah terjadinya pembusukan. Individu dengan hipertensi pada umumnya mengonsumsi sedikit kalsium, tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi garam, dan konsumsi mie instan, serta makanan yang rendah serat (buah dan sayur) (Nugraheni dkk., 2008). Konsumsi buah dan sayur berpengaruh terhadap kejadian hipertensi (Kwa niewska, 2008). Frekuensi konsumsi buah dan sayur 1 sampai 3 kali seminggu lebih berisiko terserang hipertensi dibandingkan dengan individu dengan konsumsi buah dan sayur lebih dari 4 kali per minggu (Musaiger, 2013).

Hipertensi merupakan penyakit yang akan diderita seumur hidup penderita dan berisiko tinggi mengalami komplikasi seperti jantung koroner dan stroke. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap produktivitas penderita hipertensi dan tingginya biaya pelayanan kesehatan (ASKES 2010). WHO Indonesia pada tulisan risiko sakit dan belanja kesehatan perokok dan bukan perokok, disebutkan bahwa penduduk yang berobat rawat jalan rumah tangga perokok dalam waktu sebulan sebelum survei dilakukan adalah sekitar 1,5 juta orang yang berobat penyakit hipertensi dengan biaya yang dihabiskan mencapai Rp 219 miliar sebulan atau Rp 2,6 triliun lebih setahun. Rumah tangga perokok mengeluarkan belanja rawat inap di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain sebanyak Rp 1,1 triliun setahun untuk penyakit hipertensi. Berdasarkan kondisi di atas dapat dilihat bahwa penderita hipertensi menghabiskan biaya yang tidak sedikit untuk berobat. Riskesdas 2013 menyebutkan, distribusi penyebaran hipertensi merata pada semua strata ekonomi. Besarnya biaya yang dikeluarkan penderita hipertensi akan berakibat pemiskinan penderita hipertensi maupun keluarganya.

Masyarakat Indonesia masih berpikir praktis dan jangka pendek, sehingga belum ada budaya menabung untuk menanggulangi masalah kesehatan yang dialami. Masyarakat umumnya belum insurance minded terutama dalam asuransi

(4)

kesehatan. Hal ini disebabkan oleh besarnya premi asuransi komersial yang harus dibayarkan dan masyarakat belum memahami manfaat asuransi. Dengan demikian, untuk menjamin agar semua risiko dapat teratasi tanpa adanya hambatan financial, jaminan kesehatan nasional dapat menjadi solusi bagi pembiayaan kesehatan. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat nasional, wajib, nirlaba, gotong royong, dan ekuitas (E book paparan JKN dalam SJSN, 2014).

Tujuan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannyadi biayai oleh pemerintah. Jaminan kesehatan nasional diharapkan menjadi jalan keluar untuk mengatasi masalah kesehatan yang terjadi, termasuk pembiayaan hipertensi. Salah satu manfaat dari jaminan kesehatan nasional adalah pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif).

Di Indonesia, sejak tahun 2010 PT. Askes (persero) sebagai penyedia jasa asuransi kesehatan di Indonesia menerapkan program pengendalian terhadap penyakit kronis (Prolanis). Program pengendalian penyakit kronis merupakan suatu program yang dikembangkan PT Askes (Persero) dalam pengelolaan penyakit kronis (dibetes tipe 2 dan hipertensi) yang dilaksanakan secara terintegrasi, melibatkan peserta, fasilitas kesehatan (baik fasilitas kesehatan tingkat 1 maupun rumah sakit), apotek dan laboratorium kesehatan (Info Askes, 2010).Tujuan prolanis adalah agar peserta jaminan kesehatan penderita DM tipe 2 dan hipertensi dapat mencapai kualitas hidup yang optimalserta melakukan pemeliharaan kesehatan secara mandiri, sehingga dapat terhindar dari risiko komplikasi (PT. Askes, 2010).

Dalam strategi pelayanan kesehatan pasien hipertensi, pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer (dokter keluarga) menjadi ujung tombak pelaksanaan prolanis. Dokter keluarga (dokkel) berperan sebagai gate keeper bagi pasien hipertensi agar tidak terjadi komplikasi yang disebabkan oleh penyakit hipertensi. Pelayanan yang diberikan oleh dokter keluarga prolanis sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh Badan Pengelola Jaminan Kesehatan (BPJS) sebagai pengelola jaminan kesehatan. (Panduan praktis Prolanis, 2014).

Berdasar hasil wawancara pada observasi awal di tempat praktek dokter keluarga terhadap pasien hipertensi peserta program jaminan kesehatan nasional (JKN), diketahui sebagaian besar pasien hipertensi terbantu dengan kepesertaan mereka dalam program jaminan kesehatan tersebut. Dengan JKN, penderita

(5)

hipertensi mendapatkan manfaat pembiayaan untuk pengobatan hipertensi yang mereka derita, baik pada faskes tingkat pertama, maupun saat penderita hipertensi memerlukan penanganan lebih lanjut, dokter keluarga akan memberikan rujukan ke rumah sakit dengan pelayanan dokter spesialis. Pasien hipertensi peserta JKN yang menjadi anggota prolanis mendapkan manfaat lebih dari sekedar pengobatan, mereka dapat bergabung dengan kegiatan klub risiko tinggi, senam edukasi maupun pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara rutin pada dokter keluarga mitra BPJS Kesekatan.

Prolanis merupakan salah satu upaya modifikasi gaya hidup yang merupakan hal penting dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dengan mengurangi berat badan, adopsi pola makan DASH (diatery approach to stop hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktivitas fisik, serta pembatasan konsumsi alkohol (Hyman, 2001).

Jumlah penduduk Kabupaten Batang pada tahun 2013 sebesar 715.115 jiwa dan yang terlindungi jaminan pelayanan kesehatan sebesar 499.193 jiwa (69,81%). Kepemilikan jenis pembiayaan kesehatan di Kabupaten Batang dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini :

Tabel2. Persentase kepemilikan jenis pembiayaan kesehatan di Kabupaten Batang

No Jenis asuransi Jumlah

1 Askes 45.638

2 Jamsostek 98.883

3 Jamkesmas 313.834

4 Jamkesda 40.838

5 Tidak memiliki 215.992

(sumber : Profil kesehatan Kabupaten Batang, 2013)

Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari 499.193 jiwa pemilik asuransi kesehatan di Kabupaten Batang, 1.019 jiwa merupakan peserta prolanis, 467 jiwadiantaranya merupakan penderita hipertensi (Laporan BPJS Kancap Pekalongan, 2014).Diperkirakan, penderita hipertensi di Kabupaten Batang akan terus meningkat seiring dengan gaya hidup berisiko di masyarakat yang di dalamnya adalah perilaku merokok, kurangnya aktivitas fisik dan pola makan masyarakat. Berdasarkan permasalahan di atas, dan sepengetahuan penulis, belum pernah dilakukan penelitian tentang gaya hidup penderita hipertensi terutama penderita hipertensi pemilik jaminan kesehatan nasional di Kabupaten Batang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini lebih lanjut.

(6)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan data yang ada dan meningkatnya penyakit hipertensi yang telah dipaparkan, rumusan masalah pada penelitian ini adalah : apakah perilaku yang praktikkan penderita hipertensi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) akan membentuk perilaku yang dapat mencegah komplikasi akibat hipertensi ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untukmengeksplorasi perilaku penderita hipertensi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dipraktikkan dan membentuk gaya hidup dalam upaya pencegahan terjadinya komplikasi akibat hipertensiatau bahkan terjadi komplikasi akibat hipertensi.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

a. Mengeksplorasi pengalaman penderita hipertensi selama menjadipeserta JKN dalam upaya mencegah terjadinya komplikasi akibat hipertensi.

b. Mengeksplorasiperilaku penderita hipertensiJKN dalam upaya mencegah terjadinya komplikasi akibat hipertensi.

c. Mengeksplorasi upaya yang dilakukan oleh penderita hipertensi peserta JKN untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat hipertensi.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi penyedia layanan kesehatan, memberi gambaran perilaku penderita hipertensi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) yang berrisiko terhadap komplikasi akibat hipertensi.

2. Bagi pengelola jaminan kesehatan nasional (BPJS), sebagai bahan masukan dalam peningkatan pelayanan program penanggulangan penyakit kronis, khususnya bagi penyakit hipertensi.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Batang, agar merancang kegiatan sosialisasi maupun penyuluhan mengenai faktor risiko hipertensi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang hipertensi sudah pernah dilakukan. Penelitian sebelumnya meneliti berbagai metode pendidikan kesehatan bagi penderita hipertensi maupun keluarganya. Peneliti telah melakukan pencarian sejumlah database penelitian sebelumnya, namun belum ditemukan penelitian spesifik yang berkaitan antara gaya

(7)

hidup penderita hipertensi dengan kepesertaan JKN. Penelitian yang telah dilakukan antara lain :

1. Utami (2000), meneliti pendidikan kesehatan pada anggota keluarga dan dukungan sosialnya pada perilaku makan penderita hipertensi. Hasilnya adalah peningkatan pengetahuan penderita lebih tinggi pada diskusi kelompok daripada kelompok ceramah. Terdapat perbedaan yang mendasar dari penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan. Utami melakukan penelitian tentang metode promosi kesehatan bagi mantan penderita hipertensi dan keluarganya, sedangkan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian tentang gaya hidup penderita hipertensi.

2. Pontolumiju (2000), meneliti pendidikan kesehatan melalui diskusi kelompok dan ceramah untuk peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku makan penderita hipertensi. Hasilnya adalah peningkatan pengetahuan tentang hipetensi dan bahan makanan bersumber natrium, lemak dan kalium lebih tinggi pada diskusi kelompok daripada kelompok ceramah. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan terletak pada jenis penelitian, subjek penelitian, dan tujuan penelitian.

3. Ljung, dkk. (2013), meneliti pengalaman pasien berdasarkan teori gaya hidup yang fokus terhadap kelompok pengobatan sebagai upaya pencegahan pada penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2. Penelitian tersebut menggunakan rancangan kualitatif dengan melakukan interview terhadap 19 pasien yang tergabung dalam kelompok pengobatan kardiovaskuler dan diabetes tipe 2 berdasarkan teori sosial kognitif perilaku pada klinik di utara Swedia. Hasilnya adalah pasien yang berpastisipasi dalam kegiatan ini mengalami perubahan perilaku berdasarkan pemahaman masing-masing pasien dan pemahaman mereka, kemudian meraka mengajarkan kemampuan mereka terhadap pasien lain sesama anggota kelompok. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah lokasi, subjek penelitian, teori yang digunakan dan tujuan penelitian.

4. Elise. dkk. (2010) yang meneliti hubungan antara gaya hidup, perilaku kesehatan dan status kesehatan pada orang dewasa yang tidak terlayani fasilitas kesehatan. Penelitian dilakukan terhadap 84 orang dewasa yang diukur dengan 12 indikator menurut Short FormHealth Survey (SF-12). 44% memiliki kebiasaan merokok, 59% mengonsumsi alkohol, 43% menggunakan obat-obatan, 45% melakukan aktivitas fisik secara teratur. Setelah dilakukan pengamatan, tidak ditemukan hubungan berarti antara gaya hidup dan status kesehatan. Ditemukan indikasi kesehatan yang lebih berarti terhadap gaya hidup dari pada status kesehatan. Perbedaan

(8)

dengan penelitian yang dilakukan adalah lokasi penelitian, subjek dan metode penelitian. Pada penelitian yang dilakukan aspek yang ditekankan adalah gaya hidup penderita hipertensi terhadap faktor risiko komplikasi yang akan dialami penderita hipertensi.

5. Musaiger, dkk. (2013), meneliti faktor sosial budaya dan gaya hidup terkait dengan hipertensi di masyarakat Bahrain. Hasilnya adalah risiko terjadinya hipertensi lebih besar pada orang tua, perempuan,buta huruf, nonperokok, mereka yang tidak melakukan aktivitas fisik secara teratur, mengalami obesitas, mereka yang memiliki riwayat diabetes dan mereka yang mengkonsumsi sayuran lebih dari 4 kaliseminggu. Namun, usia, jenis kelamin, pendidikan, obesitas dan diabetes merupakan faktor risiko utama pada penderita hipertensi. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, lokasi penelitian dan tujuan penelitian. Penelitian yang peneliti lakukan subjeknya adalah penderita hipertensi. Pada penelitian ini aspek yang lebih ditekankan adalah kajian kecenderungan tindakan yang melatarbelakangi gaya hidup yang dipraktikkan oleh penderita hipertensi peserta JKN.

6. Dewi, (2014). Meneliti evaluasi pengaruh konseling farmasis terhadap kepatuhan dan hasil terapi pasien hipertensi anggota program pengelolaan penyakit kronis pada dokter keluarga di Kabupaten Kendal. Hasilnya adalah ada pengaruh konseling terhadap tingkat kepatuhan pasien penderita hipertensi, ada pengaruh konseling terhadap penurunan tekanan darah sistolik. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian, subjek dan bidang penelitian. Penelitian yang akan dilakukan pada bidang kesehatan masyarakat, khususnya promosi kesehatan, sedangkan pada penelitian tersebut merupakan kefarmasian untuk penyakit hipertensi.

Perbedaan penelitian-penelitian tersebut diatas dengan penelitian yang dilakukan terletak pada subjek penelitian, yakni penderita hipertensi, rancangan penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan lokasi penelitian yang dilakukan di Kabupaten Batang Jawa Tengah. Demikian pula dengan aspek penelitian, aspek penelitian lebih ditekankan pada kajian kecenderungan tindakan yang melatarbelakangi gaya hidup yang dipraktikkan oleh penderita hipertensi peserta JKN.

Referensi

Dokumen terkait

Namun karena pada tanggal tersebut masih bulan Ramadhan dan berbarengan dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), maka kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Wates dimulai setelah

Dari analisis data yang dilakukan dalam penelitian dapat diketahui terdapat tiga faktor yang mempengaruhi lama mencari kerja tenaga kerja terdidik di Pemerintahan

Oleh kerana umat Islam biasanya tidak mampu memahami ajaran agama Islam dengan hanya membaca al-Quran atau Hadith sendiri sama ada dalam bahasa Arab atau bahasa lain, maka

Hal itu bisa dilihat dari ornamen kaligrafi Diwani Jali yang menonjol dan memiliki susunan yang padat dengan hiasan (Haris, M. h.392), menjelasakan Kaligrafi Kufi

Seperti halnya penerapan ICT berdasarkan sarana dan prasarana (infrastruktur) yang ada di Museum Angkut, dimana penerapan ICT ini bertujuan untuk mempermudah

Dalam menetapkan harga jual, pedagang akan memperhatikan beberapa hal yakni: hubungan kekerabatan dengan orang-orang yang memberikan supplay, hubungan bisnis atau dalam hal

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam