• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES BERPIKIR SISWA KELAS VIII SMPN 2 BLITAR DALAM PEMECAHAN MASALAH HIMPUNAN DENGAN PEMBERIAN SCAFFOLDING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES BERPIKIR SISWA KELAS VIII SMPN 2 BLITAR DALAM PEMECAHAN MASALAH HIMPUNAN DENGAN PEMBERIAN SCAFFOLDING"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

367

PROSES BERPIKIR SISWA KELAS VIII SMPN 2 BLITAR

DALAM PEMECAHAN MASALAH HIMPUNAN DENGAN

PEMBERIAN

SCAFFOLDING

Prasis Indahwati, Subanji, Sisworo

Mahasiswa S-2 Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika Universitas Negeri Malang

ABSTRAK: Pemecahan masalah menjadi inti pembelajaran matematika, tetapi kemampuan siswa dalam pemecahan masalah masih rendah. Menurut Vygotsky, siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi ketika mendapat bimbingan (scaffolding) dari seorang yang lebih ahli untuk memecahkan masalah. Penelitian ini mengkaji proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah ketika mendapat bimbingan (scaffolding). Pemberian scaffolding mengacu pada tingkatan scaffolding Anghileri. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kelompok siswa yang berkemampuan rendah dan sedang tidak menggunakan konsep-konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya secara lengkap dalam menyelesaikan masalah yang melibatkan dua himpunan dan tiga himpunan. Kelompok siswa berkemampuan tinggi mengalami kesulitan pada langkah memeriksa kembali hasil perhitungan dan mengkomunikasikan jawaban. Scaffolding

yang diberikan pada masing-masing individu tidak sama. Guru disarankan dalam memberi scaffolding perlu memperhatikan proses berpikir siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah.

Kata kunci: proses berpikir, pemecahan masalah, pemberian scaffolding.

Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Kesulitan siswa disebabkan oleh: (1) pe-mahaman terhadap masalah masih kurang, (2) kemampuan menelaah soal masih terjadi kesalahan, (3) langkah-langkah penyelesaian soal tidak sistematis. Maka untuk meningkatkan kemampuan meme-cahkan masalah, menurut Polya (1973) perlu dikembangkan keterampilan: (1) me-mahami masalah, (2) merencanakan pe-nyelesaian, (3) menyelesaikan, (4) me-ngecek kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan (Suherman, 2001). Upaya guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas telah banyak dilakukan. Namun pendekatan pembe-lajaran guru masih kurang sesuai. Guru terus berupaya untuk memberikan bantuan kepada siswa pada proses berpikir dalam

pemecahan masalah. Proses berpikir siswa mengacu pada Mapping Mathematics in Classroom Discourse ( Herbel and Otten, 2011).

Untuk membangun proses ber-pikir siswa dalam memecahkan masalah ada dua konsep penting dalam teori yaitu

Zone of Proximal Development (ZPD) dan

scaffolding. Zone of Proximal Deve-lopment (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan peme-cahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefi-nisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sejawat yang lebih mampu (Lambert, 2011). Scaffolding

merupakan sejumlah bantuan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Praktek pemberian scaffolding sudah

(2)

Prasis, Proses Berpikir Siswa, 368

sering diberikan bahkan dalam setiap proses pembelajaran matematika di kelas. Namun praktek pemberian scaffolding

yang telah dilakukan tidak terencana, sehingga tidak diperoleh suatu gambaran mengenai pola pikir siswa ketika memperoleh scaffolding selama pembe-lajaran berlangsung.

Uji pendahuluan dilakukan pada siswa kelas VIII B di SMP Negeri 2 Blitar. Pada uji pendahuluan ini peneliti memberikan 1 masalah terkait dengan penggunaan konsep himpunan dalam pemecahan masalah. Dari penelusuran berpikir menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah bagi anak tersebut masih lemah.

Selanjutnya peneliti akan mela-kukan penelitian kualitatif eksploratif yang berjudul “Proses Berpikir Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 2 Blitar dalam Pemecahan Masalah Himpunan dengan Pemberian Scaffolding”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah himpunan dengan pemberian scaffolding. Harapan yang ingin dicapai adalah memperoleh gambaran mengenai proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah himpunan dengan pemberian scaffolding, yang selanjutnya dengan gambaran tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan untuk melakukan perbaikan perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran berikutnya.

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 2 Blitar, yaitu pada enam orang siswa kelas VIII di sekolah tersebut. Subjek penelitian terdiri dari tiga kelompok siswa yang ditetapkan dengan rincian dua orang siswa yang berke-mampuan tinggi; dua orang siswa yang berkemampuan sedang; dan dua orang siswa yang berkemampuan rendah.

Proses berpikir siswa dimak-sudkan sebagai aktivitas kognitif siswa

ketika menyelesaikan masalah matematika, masalah matematika dimaksudkan sebagai soal matematika yang menarik siswa untuk menyelesaikannya dan bersifat tidak rutin, yang menuntut siswa untuk menggunakan gabungan beberapa konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya. Pem-ecahan masalah dimaksudkan sebagai aktivitas melakukan langkah-langkah kerja dalam pemahaman masalah; menyatakan fakta dalam kalimat-kalimat matematika yang sesuai; menggunakan konsep-konsep metematika yang telah dipelajari sebelum-nya; dan memeriksa kembali hasil perhitungan yang telah diperoleh dan mengkomunikasikan jawaban. Sedangkan pemberian scaffolding dimaksudkan sebagai upaya pemberian bantuan (berupa pancingan pertanyaan) seminimal mungkin dari peneliti kepada siswa ketika siswa tersebut mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah.

Hudojo (2005), mengemukakan ”Suatu pertanyaan akan merupakan masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut”. Menurut Polya (1973) terdapat dua macam masalah di dalam matematika, yaitu: 1) masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau kongkrit, dan 2) masalah untuk membuktikan, adalah untuk menunjukan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah masalah tentang penggunaan konsep himpunan dalam pemecahan masalah dan pertanyaan dirumuskan dengan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami oleh siswa. Hal ini disesuaikan dengan kesiapan berpikir siswa tingkat SMP.

Menurut Polya (1973) untuk memecahkan suatu masalah matematika ada ada empat langkah yang dapat

(3)

dilakukan, yakni: 1) memahami masalah

(the problem understand), 2) meren-canakan penyelesaian (device a plan), 3) melaksanakan rencana (carry out the plan), dan (4) periksa kembali (look back). Sedangkan menurut Hudojo (1979) dengan belajar memecahkan masalah memungkinkan siswa lebih maksimal dalam mengambil keputusan dalam kehidupan. Subanji (2009), menyatakan bahwa rendahnya kemampuan pemecahan masalah sebagai akibat dari pembelajaran yang “kurang” bermakna. Siswa mampu untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan satu konsep yang baru dipelajarinya, namun menemui kesulitan

untuk menyelesaikan masalah yang menuntut mereka untuk menggunakan kemampuan lain yang telah mereka pelajari sebelumnya. Hal ini tampak dari hasil uji pendahuluan yang telah peneliti lakukan.

Pada uji pendahuluan, peneliti menyajikan masalah yang bertujuan untuk menguji kemampuan pemecahan masalah siswa dalam hal kecermatan memperoleh informasi dan kemampuan siswa dalam penggunaan konsep himpunan dalam pemecahan masalah yang telah dipelajari di kelas VII semester 2.

Rumusan masalah yang dimaksud adalah seperti di bawah ini

.

SOAL 1

Dari hasil survey siswa SMPN 2 Blitar kelas 7 tentang kegiatan Exstra

Kurikuler, Dede memperoleh data sebagai berikut:Banyak anak yang gemar

bola volley 132 siswa. Banyak anak yang gemar bola basket 120 siswa. Banyak

anak yang tidak gemar volley dan bola basket 9 siswa. Jika jumlah siswa kelas

7 ada 250 orang, maka bantulah Dede untuk menggambar Diagram Venn dari

data yang diperoleh diatas dan menghitung banyak siswa yang gemar

a.

Bola volley dan basket.

b. Bola Volley saja

c. Bola Basket saja

Berikut ini adalah contoh pekerjaan siswa yang muncul.

Dari hasil pekerjaan siswa menunjukkan bahwa siswa tersebut belum bisa mempresentasikan masalah menggu-nakan konsep himpunan khususnya

Diagram Venn dengan benar, hal ini tampak pada bagian tulisannya berikut:

(4)

Prasis, Proses Berpikir Siswa, 370

Dalam pekerjaan berikutnya siswa sudah dapat menggunakan konsep himpunan tetapi masih terjadi kesalahan terutama dalam menentukan yang banyak siswa

gemar bola voli saja dan yang gemar bola basket saja, hal ini tampak pada bagian tulisannya berikut:

Maka dapat disimpulkan bahwa siswa tersebut belum bisa menyelesaikan masalahnya dengan benar sebagaimana

ditunjukkan Gambar 2.1 struktur berpikir siswa seperti berikut.

Gambar 2.1

Struktur berpikir siswa diatas menggam-barkan proses berpikir siswa sebagai mana yang dikemukakan oleh Lemke dalam Herbel and Otten (2011) the mathematics controued in the classroom discours (i.e., the content made available to and articulated by student) can be identified through an analysis “thematic patterns” in diologue.

Dalam pemberian scaffolding,

peneliti mengacu pada tingkatan

scaffolding yang dikemukakan Anghileri (2006), adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan tingkat 2 dan tingkat 3. Karena poin pada tingkat 1 adalah

environmental provisions, yaitu penataan lingkungan belajar, bermain bebas dan kerjasama dengan teman sebaya (cocok untuk anak SD atau TK). Poin-poin pada tingkat 2 yaitu (1) explaining pada kegiatan ini siswa diminta memahami

masalah, (2) reviewing pada kegiatan ini siswa diminta melakukan refleksi dan memperbaiki jawabannya (3) restructuring

pada kegiatan ini siswa diminta menyusun kembali rancangan jawaban yang lebih tepat untuk masalah yang dihadapi. Poin pada tingkat 3 yaitu developing concept-tual thinking pada kegiatan ini siswa diminta untuk mencari alternative lain guna menyelesaikan masalah dan diskusi tentang jawaban yang telah dibuat siswa. Sedangkan dalam memberi pancingan pertanyaan kepada siswa, peneliti mengacu pada Teacher Gestures in Questioning and Revoicing (Shein, 2012).

METODE

Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif eksploratif. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Blitar pada semester gasal tahun pelajaran 2012 –

Diagram Venn

Gemar A Tidak gemar A atau

B Gemar B

n(A)=132

(5)

2013. Subjek penelitian dipilih enam orang siswa kelas VIII B yaitu siswa yang sudah mempelajari konsep himpunan. Subjek penelitian ditetapkan dengan rincian: dua orang siswa yang berkemampuan tinggi yaitu subjek a dan subjek b ; dua

orang siswa yang berkemampuan sedang yaitu subjek c dan subjek d ; dan dua orang siswa yang berkemampuan rendah yaitu subjek e dan subjek f

. Peneliti memberikan dua masalah yaitu:

SOAL 1

Dari hasil survey siswa SMPN 2 Blitar kelas 7 tentang kegiatan Exstra

Kurikuler, Dede memperoleh data sebagai berikut:Banyak anak yang gemar

bola volley 132 siswa. Banyak anak yang gemar bola basket 120 siswa

Banyak anak yang tidak gemar volley dan bola basket 9 siswa. Jika jumlah

siswa kelas 7 ada 250 orang, maka bantulah Dede untuk menggambar

Diagram Venn dari data yang diperoleh diatas dan menghitung banyak siswa

yang gemar

a.

Bola volley dan basket.

b. Bola Volley saja

c. Bola

Basket saja

SOAL 2

Dari hasil pendaftaran lomba Matematika, Science dan Bahasa Inggris,

data yang diperoleh Panitia sebagai berikut.

38 siswa mendaftar pada lomba Matematika, 43 siswa mendaftar pada lomba

Science dan 32 siswa mendaftar pada lomba Bahasa Inggris. 16 siswa mendaftar

pada lomba Matematika dan Science, 19 siswa mendaftar pada lomba

Matematika dan Bahasa Inggris,18 siswa mendaftar pada lomba Science dan

Bahasa Inggris, 7 siswa mendaftar pada lomba Matematika, Science, dan

Bahasa Inggris. Tentukan banyaknya siswa yang mendaftar pada lomba lomba.

Dalam menyelesaikan masalah tersebut,

didiagnosis kesulitan siswa dan diberi

scaffolding.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah, yaitu tahap-tahap (langkah-langkah) berpikir siswa dalam menye-lesaikan masalah matematika tentang himpunan dengan menggunakan beberapa konsep himpunan yang sudah dipelajari sebelumnya. Deskripsi proses berpikir siswa dipaparkan menurut masalah yang ada di lembar tugas, yaitu masalah nomor 1 dan masalah nomor 2. Penyajian paparan

proses berpikir masing-masing siswa baik sebelum pemberian scaffolding maupun dengan pemberian scaffolding dari peneliti. Selanjutnya struktur berpikir siswa dalam pemecahan masalah sebelum pemberian

scaffolding, dan setelah pemberian

scaffolding juga digambarkan disbanding-kan dengan struktur masalah yang diberikan.

Untuk masalah nomor 1 proses berpikir mereka dapat berkembang hingga struktur berpikirnya sesuai dengan struktur masalah. Sedangkan untuk masalah nomor 2, ada seorang siswa yang proses berpikirnya tidak dapat berkembang sehingga struktur berpikirnya tidak sesuai dengan struktur masalah setelah

(6)

Prasis, Proses Berpikir Siswa, 372

mendapatkan scaffolding sesuai dengan kemampuan berpikir masing-masing.

Kesulitan yang dialami oleh kelompok siswa berkemampuan mate-matika tinggi dalam hal memeriksa kembali hasil perhitungan yang diperoleh dan mengkomunikasikan jawaban. Kesu-litan ini dialami oleh subjek a (Sa) ketika

menyelesaikan masalah nomor 1 dan subjek b (Sb) ketika menyelesaikan

masalah nomor 2. Subjek a (Sa) dan subjek

b (Sb) dapat menyempurnakan proses

berpikirnya hingga struktur berpikirnya sesuai dengan struktur masalah dengan pemberian scaffolding sebanyak satu kali. Selanjutnya struktur berpikir Sa dalam

menyelesaikan masalah no. 1 sebelum dan sesudah pemberian scaffolding dapat digambarkan sebagai berikut.

Struktur berpikir Sb dalam menyelesaikan

masalah no.2 sebelum dan sesudah

pemberian scaffolding digambarkan seperti di bawah ini.

Kesulitan yang dialami oleh kelompok siswa berkemampuan mate-matika sedang dalam hal menyatakan fakta dalam kalimat-kalimat matematika yang sesuai dan menggunakan konsep-konsep metematika yang telah dipelajari sebelumnya. Kesulitan dalam hal menyatakan fakta dalam kalimat-kalimat matematika yang sesuai dialami oleh subjek d (Sd) ketika menyelesaikan

masalah nomor 1 dan subjek c (Sc) ketika

menyelesaikan masalah nomor 2. Subjek d (Sd) dan subjek c (Sc) dapat

menyempurnakan proses berpikirnya hingga struktur berpikirnya sesuai dengan struktur masalah dengan pemberian

scaffolding sebanyak 3 kali. Selanjutnya struktur berpikir Sd dalam menyelesaikan

masalah no.1 sebelum dan sesudah pemberian scaffolding dapat digambarkan sebagai berikut

Sebelum pemberian

scaffolding

Sebelum diberi

(7)

Struktur berpikiir Sc dalam menyelesaikan

masalah no.2 sebelum dan sesudah

pemberian scaffolding dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Kesulitan yang dialami oleh kelompok siswa berkemampuan matematika rendah pada langkah memahami masalah, menyatakan fakta dalam kalimat-kalimat matematika yang sesuai, menggunakan konsep-konsep metematika yang telah dipelajari sebelumnya dan memeriksa kembali hasil perhitungan yang diperoleh dan mengkomunikasikan jawaban. Kesulitan ini dialami oleh subjek e (Se)

ketika menyelesaikan masalah nomor 1 dan subjek f (Sf) ketika menyelesaikan

masalah nomor 2. Subjek e (Se) dapat

menyempurnakan proses berpikirnya

hingga struktur berpikirnya sesuai dengan struktur masalah dengan pemberian

scaffolding sebanyak 4 kali. Sedangkan subjek f (Sf) belum dapat

menyempurnakan proses berpikirnya, sehingga struktur berpikirnya belum sesuai dengan struktur masalah dengan pemberian

scaffolding sebanyak 7 kali. Selanjutnya struktur berpikir Se dalam menyelesaikan

masalah no. 1 sebelum dan sesudah pemberian scaffoiding dapat digambarkan

Struktur berpikir Sdsebelum

pemberianscaffoldin

g

Struktur berpikir Sc sebelum

(8)

Prasis, Proses Berpikir Siswa, 374

sebagai berikut.

.

Struktur berpikiir Sf dalam menyelesaikan

masalah no.2 sebelum dan sesudah

pemberian scaffolding dapat digambarkan sebagai berikut.

PENUTUPAN

kesimpulan dan saran

Kesimpulan dari penelitian ini

adalah 1) kelompok siswa

berkemam-puan matematika rendah mengalami

kesulitan pada langkah pemahaman

masalah, menyatakan fakta dalam

kalimat

matematika,

menggunakan

konsep-konsep matematika yang telah

dipelajari sebelumnya dan memeriksa

kembali

hasil

perhitungan

dan

mengkomunikasikan jawaban, 2)

ke-lompok siswa berkemampuan

mate-matika sedang mengalami kesulitan

pada langkah menyatakan fakta dalam

kalimat

matematika,

menggunakan

konsep-konsep matematika yang telah

dipelajari sebelumnya dan memeriksa

kembali

hasil

perhitungan

dan

mengkomunikasikan jawaban, 3)

ke-lompok siswa berkemampuan

mate-matika baik mengalami kesulitan pada

langkah memeriksa kembali hasil

perhitungan dan mengkomunikasikan

jawaban.

Hal-hal yang dapat sisarankan

adalah

1)

guru

dalam

memberi

scaffolding

perlu

memperhatikan

proses berpikir siswa, sehingga siswa

dapat mengembangkan kemampuannya

dalam memecahkan masalah, 2) Kajian

proses berpikir siswa dalam penelitian

ini masih terbatas, untuk itu perlu

adanya penelitian dengan kajian yang

lebih mendalam dengan masalah yang

lain.

Struktur berpikir Sf sebelum pemberian scaffolding.

(9)

DAFTAR RUJUKAN

Anghileri, Julia. 2006. Scaffolding

Practices That Enhance

Mathe-matics Learning. Journal of

Mathematics Teacher

Educa-tion, 9: 33 – 52

Bell, Frederick H. 1978.

Teaching and

Learning Mathematics. Wm.C.

Brown

Company.

Herbel and Otten. 2011. Mapping

Mathematics in Classroom

Dis-course. Journal for Researh in

Mathematics Education,

Volu-me 42: 451 – 481

Hudojo, H.

2005. Pengembangan

Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika.Malang.

Universitas Negeri Malang.

Hudojo, H.

1979. Pengembangan

Kurikulum

Matematika

dan

Pelaksanaannya

di

Depan

Kelas.

Surabaya.

Usaha

Nasional.

Pat Shein, Paichi 2012. Seeing With

Two Eyes: A Teacher’s Use of

Gesture in Questioning and

Revoicing to Engage English

Language

Learners

in

the

repair of Mathematicall Error.

Journal

for

Reasearch

in

Mathematics Education,

43:

182

Polya, G. 1973.

How To Solve It.

Princeton University Press.

Ron Tzur and Matthew Allen Lambert.

2011.

Intermediate

Participatory Stages as

ZPD Correlate in

Countructing-On: A Plausible Conseptual

Source for Children’s

Transi-tory “Regress” to counting-All.

Journal

for

Reasearch

in

Mathematics Education, 42:

418 – 447

Subanji. 2009.

Mengembangkan

Pem-belajaran Matematika Yang

Berorientasi

Pada

Problem

Solving Melalui Meaning Based

Appoach. Makalah Disajikan

dalam Seminar Nasional.

Suherman,

E.

dkk.2001.

Strategi

Pembelajaran Matematika

Kon-temporer. Bandung: UPI

Gambar

Diagram  Venn  dengan    benar,  hal  ini  tampak pada bagian tulisannya berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Peralatan memory juga menjadi faktor penting jika perlengkapan mobile hanya memiliki kapasitas memory yang kecil.Dengan berbagai macam peralatan mobile, dari

[r]

[r]

Using these discovery methods, users select relevant OGC Standards based on their system application(s); selections are saved in a Profile Folder and used for the creation of the

Keperluan suci, agama, sesuatu yang disakralkan dan tidak dapat dimiliki oleh semua orang. Sesuatu yang disucikan tidak dapat menjadi bagian dari hak

Misalnya, jika kita kesulitan menghapal pelajaran terkadang sangat sulit, namun apabila kita memiliki cara lain seperti menghapalnya dengan diberi irama musik yang liriknya

Sejak zaman dahulu sampai saat ini, persoalan karakter dalam kehidupan merupakan hal yang penting, sebab suatu bangsa dapat hancur apabila karakter anak bangsanya tidak

memiJih caJon Bupati incumbent tcrsebut. Scdangkan kategori jawaban tentang Pengaruh figur salah satu caJon daJam Pilkada Kabupaten Bintan 2010 pada frekwensi jawaban