• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Doking Molekuler feoforbid a dan Turunannya terhadap Reseptor Serum Albumin Manusia (HSA) dan Reseptor Periferal Benzodiazepin (PBR) sebagai Fotosensitizer Terapi Kanker secara Fotodinamik - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Doking Molekuler feoforbid a dan Turunannya terhadap Reseptor Serum Albumin Manusia (HSA) dan Reseptor Periferal Benzodiazepin (PBR) sebagai Fotosensitizer Terapi Kanker secara Fotodinamik - repository perpustakaan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kanker

Kanker merupakan tumor yang membahayakan (malignant tumor). Tumor

merupakan istilah umum untuk menunjukkan adanya pertumbuhan tidak normal

dari masa atau jaringan yang membahayakan kehidupan yang terbentuk karena

adanya mutasi pada biosintesis sel (Siswandono, 2008).

Berdasarkan lokalisasinya, tumor dibedakan sebagai berikut:

1. Karsinoma: pada jaringan kelenjar

2. Sarkoma: pada jaringan penghubung

3. Limfoma: pada ganglia limfatik

4. Leukimia: pada sel darah

Penyebab dari kanker disebut dengan karsinogen. Contoh senyawa

karsinogen antara lain adalah virus-virus tertentu; senyawa kimia hidrokarbon

polisiklik aromatik seperti: benzo(a)piren, amin aromatik; beberapa produk kimia

alami, seperti: safrol, sikasin; serta radiasi senyawa radioaktif, sinar ultra-violet,

atau sinar x. Obat antikanker adalah senyawa kemoterapetik yang digunakan

untuk pengobatan kanker.

Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan cara:

1. Pembedahan, terutama untuk tumor padat yang terlokalisasi seperti

karsinoma pada payudara dan kolorektal.

2. Radiasi, digunakan untuk pengobatan penunjang sesudah pembedahan

dan juga untuk pengobatan tumor yang sesuai, seperti seminoma

testikular dan karsinoma nesofaring.

3. Kemoterapi, terutama untuk pengobatan tumor yang tidak terlokalisasi,

seperti leukemia, kariokarsinoma, multipel mieloma, dan juga untuk

pengobatan penunjang sesudah pembedahan. Kemoterapi bertujuan

untuk merusak secara selektif sel yang terkena kanker tanpa

(2)

karena sedikit sekali obat antikanker yang bekerja secara selektif pada

jaringan kanker

4. Endokrinoterapi, merupakan bagian dari kemoterapi, yaitu penggunaan

hormon tertentu untuk pengobatan tumor pada organ yang

proliferasinya tergantung pada hormon, seperti karsinoma payudara.

5. Imunoterapi, cara ini masih dalam penelitian dan pada masa

mendatang mungkin berperan penting dalam pencegahan

mikrometatasis (Siswandono, 2008).

B. Photodynamic Therapy (PDT)

PDT adalah pengobatan baru, digunakan terutama untuk terapi kanker,

yang tergantung pada retensi fotosensitizer (photosensitizer, PS) pada sel tumor

dan iradiasi tumor dengan cahaya tampak. Setelah aktivasi, PS menghasilkan

spesies oksigen reaktif (singlet oksigen / 1O2), dan radikal bebas, seperti ∙OH,

HO2∙, ∙O2- yang mampu merusak membran, DNA, dan struktur selular lainnya,

yang berarti bahwa PDT dapat menjadi pengobatan alternatif yang sangat berguna

untuk tumor yang resisten terhadap obat (Sobolev et al, 2000).

Upaya pertama penggunaan fotosensitizer untuk menyembuhkan penyakit

kulit adalah pada zaman Mesir Kuno, India, dan Yunani, dimana ekstrak tanaman

yang mengandung psoralen dan cahaya digunakan untuk mengobati psoriasis dan

vitiligo. Istilah fotodinamik diciptakan oleh Von Tappeiner pada tahun 1904

untuk menggambarkan reaksi kimia yang tergantung pada oksigen yang

disebabkan oleh fotosensitisasi. Secara umum, terapi berbasis fotosensitizer

adalah pengobatan yang melibatkan senyawa fotosensitizer, yang selektif

terakumulasi dalam sel target, diikuti dengan radiasi secara lokal pada lesi dengan

cahaya tampak.

Keuntungan utama dari PDT yang lain misalnya oncotherapies, termasuk

tingkatan yang agak signifikan dari selektivitas akumulasi obat dalam jaringan

tumor. Tidak adanya toksisitas sistemik obat, kemampuan penyinaran hanya pada

tumor, kemungkinan mengobati beberapa lesi bersamaan dan kemampuan untuk

(3)

Gambar 1. Ilustrasi tahapan proses PDT (dimodifikasi dari http://www.photochembgsu.com/applications/therapy.html)

Proses fotodinamik kanker terdiri dari (Gambar 1) :

1. Fotosensitizer diberikan baik secara injeksi, topikal, atau oral kepada pasien.

2. Kemudian terjadi keseimbangan akumulasi senyawa fotosensitizer pada

jaringan tumor terhadap jaringan normal pada waktu tertentu. Pada saat

senyawa fotosensitizer hanya terakumulasi pada jaringan tumor dan pada

jaringan normal sudah tereliminasi, dilakukan penyinaran.

3. Penyinaran dengan sumber cahaya pada panjang gelombang yang sesuai

dengan spektrum absorpsi fotosensitizer.

4. Sel tumor dihancurkan oleh produk sitotoksik yang dihasilkan dari

penyinaran fotosensitizer.

C. Fotosensitizer

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi fotosensitizer

(4)

yield kuantum yang tinggi pada produksi singlet oksigen, senyawa memiliki

toksisitas yang rendah atau tidak toksik saat tidak ada penyinaran, senyawa

memiliki absorpsi yang signifikan pada panjang gelombang daerah merah.

Selain itu, senyawa juga harus mudah terdistribusi pada jaringan tumor dan

mudah tereliminasi pada jaringan normal (Pandey dan Zheng, 2000).

Mekanisme fotofisika dan fotokimia PDT yang menghasilkan singlet

oksigensebagai produk utamanya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme fotofisika dan fotokimia PDT, diagram Jablonski (dimodifikasi dari Bonnett, 1995)

Porfirin atau senyawa dengan struktur dasar porfirin telah dievaluasi

secara klinis efektif sebagai fotosensitizer pada terapi fotodinamik. Porfirin

merupakan salah satu senyawa dengan struktur dasar tetrapirol makrosiklik.

Golongan senyawa tetrapirol makrosiklik merupakan senyawa dengan 4

cincin pirol yang dihubungkan satu sama lain oleh karbon metin (Battersby,

2000).

(5)

Senyawa golongan tetrapirol makrosiklik dibagi atas porfirin, klorin dan

bakterioklorin (Gambar 3). Turunan porfirin banyak diselidiki dan digunakan

sebagai fotosensitizer pada PDT, tetapi masih berkendala pada penetrasi

cahaya. Senyawa porfirin seperti protoporfirin IX (PPIX) menunjukkan

spektrum absorpsi dengan serapan pada pita Q1 yang lebih rendah

dibandingkan dengan senyawa klorin seperti feoforbid a (Kwitniewski,

2008), panjang gelombang pada pita Q1 merupakan panjang gelombang yang

digunakan pada eksitasi fotosensitizer untuk PDT. Perbandingan spektrum

absorbsi kedua senyawa tersebut dapat dilihat pada Gambar 4:

Gambar 4. Modifikasi spektrum panjang gelombang dari porfirin (atas) dan klorin (bawah) (Djalil, 2012)

Senyawa klorin memiliki panjang gelombang pita Q1 lebih besar

dibandingkan senyawa porfirin (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa 0

350 400 450 500 550 600 650 700 750

(6)

klorin memiliki penetrasi cahaya yang lebih baik dengan energi yang lebih kecil

pada daerah merah dibanding porfirin. Salah satu senyawa golongan klorin yang

diprediksi mampu menjadi fotosensitizer adalah feoforbid a, yang telah diteliti

menunjukkan λmax pada 666 nm dibandingkan protoporfirin IX (Gambar 5) yang

menunjukkan λmax sebesar 635 nm (Djalil et al, 2012).

Gambar 5. Protoporfirin IX (PPIX)

D. Feoforbid a

Feoforbid a (Pa) merupakan turunan klorofil. Pa merupakan komponen

aktif dari ramuan ethnopharmacological Scutellaria barbata di Cina. Dalam

penelitian sebelumnya, feoforbid a menunjukkan efek antitumor pada paru-paru

manusia dan kanker sel hati. Selain itu, Pa telah menunjukkan efek antikanker

yang dimediasi PDT pada hepatoma manusia dan sel sarkoma uterus. Sementara

itu, efek penghambatan Pa juga dilaporkan dalam sejumlah sel kanker manusia

lainnya, seperti jurikat leukemia, melanoma berpigmen, kanker kolon, dan

karsinoma pankreas (Patrick et al, 2009).

Feoforbid a merupakan hasil degradasi klorofil dan dijelaskan melalui

skema pada Gambar 6:

Chlorophyll Chlorophyllase Chlorophyllide

Chlorophyllide Mg-dechelatase Pheophorbide

Gambar 6. Skema degradasi klorofil pada pembentukan pheophorbide (Biswal, 2005)

Enzim chlorophyllase, pada dasarnya merupakan protein hidrofobik yang

berikatan pada kloroplas. Sehingga terjadi hidrolisis klorofil menjadi

chlorophyllide dan fitol, sebagai langkah pertama dalam pemecahan pigmen. Pada

(7)

menghilangkan Mg2+ dari chlorophyllide, yang menghasilkan pembentukan

pheophorbide. Enzim Mg dechelatase juga terikat pada membran organel

(Biswal, 2005).

Dari penelitian “Diamino acid derivatives of PpIX as potential

photosensitizers for photodynamic therapy of squamous cell carcinoma and

prostate cancer: In vitro studies” oleh Kwitniewski et al, 2008 disebutkan bahwa

PP(Ser)2Arg2 lebih berpotensi sebagai fotosensitizer pada PDT. Substituen asam

amino berperan dalam memfasilitasi masuknya fotosensitizer ke dalam sel melalui

reseptor asam amino yang ada pada membran sel tumor. Untuk menemukan

fotosensitizer yang lebih potensial antara feoforbid a dan turunannya dibanding

PPIX maka dilakukan modifikasi terhadap asam amino dan gugus hidroksi dari

struktur senyawa feoforbid a.

(i) (ii)

(iii) (iv) (v)

(8)

E. Human Serum Albumine (HSA)

HSA adalah protein yang paling melimpah dalam plasma. Sebagai

konstituen protein terlarut utama pada sistem peredaran darah, HSA memiliki

banyak fungsi fisiologis dan farmakologis. HSA berkontribusi untuk tekanan

darah koloid osmotik dan bertanggung jawab terutama untuk pemeliharaan pH

darah. Selain itu, juga memiliki peran penting dalam transportasi dan disposisi

ligan endogen dan eksogen yang ada dalam darah. Kemampuan mengejutkan lain

yaitu mampu mengikat berbagai macam hasil obat yang berperan dalam

farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Fungsi farmakokinetik utamanya

berpartisipasi dalam penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat.

Distribusi obat adalah salah satu peran dari HSA. Kebanyakan obat yang

didistribusikan dalam plasma, mencapai jaringan target dengan mengikat HSA.

Jadi, setelah mengikat obat, protein plasma memiliki pengaruh signifikan dari

farmakokinetik banyak obat. Pengikatan yang kuat dapat menurunkan konsentrasi

obat bebas dalam plasma, sedangkan ikatan yang lemah dapat menyebabkan

sebentar atau buruknya distribusi. Inilah sebabnya mengapa perusahaan farmasi

telah mengembangkan standarisasi pengikatan terhadap HSA sebagai langkah

awal desain obat baru. Oleh karena itu, merupakan pedoman penting untuk

menyelidiki interaksi antara senyawa baru dengan aktivitas biologis dan

interaksinya dengan HSA dalam tahap awal penemuan obat (Song et al., 2011).

Serum albumin manusia memiliki kemampuan berikatan yang beragam,

baik kovalen atau reversibel, sebagian besar dengan berbagai senyawa endogen

dan eksogen. Beberapa protein transpor yang berbeda ada dalam plasma darah

tapi hanya albumin yang mampu mengikat keragaman ligan dan bersifat

reversibel dengan afinitas tinggi (Kragh-Hansen, 1990). HSA merupakan protein

plasma yang berikatan dengan obat dalam jumlah besar, sehingga bebas terbatas

dengan konsentrasi aktif. Masalah besar yang harus dihadapi adalah mengatasi

afinitas pengikatan suatu senyawa terhadap HSA dalam pengembangan obat

(Ghuman, 2005).

Serum albumin manusia (HSA) adalah salah satu senyawa kunci dalam

(9)

HSA memiliki tiga domain utama, masing-masing dengan dua subdomain. Situs

pengikat utama, yaitu situs I dan situs II, terletak di subdomain IIA dan IIIA

(Gambar 8). Poin utama dari situs yang mengikat adalah residu bermuatan positif,

seperti lisin atau arginin, dan residu terpolarisasi cincin terbentuk seperti tirosin

atau histidin. Teknik ini sering digunakan untuk mengkarakterisasi situs yang

mengikat berbagai obat-obatan (Pandey et al., 1997).

Gambar 8. Molekul HSA

F. Peripheral Benzodiazepine Receptor (PBR)

Benzodizepin telah diamati di banyak jaringan dan dibagi menjadi dua

kelas utama. Yang pertama adalah situs dimana efek farmakologi benzodizepin

dimediasi. Tipe ini disebut central benzodiazepine receptor (CBR), dimana

banyak ditemukan pada sistem saraf pusat dan terlokalisasi ke neuron. Tipe kedua

yaitu periferal benzodiazepine receptor (PBR)(Zisterer dan Williams, 1997).

Meskipun secara ekstensif dikarakteristikan secara farmakologi dan

biokimia, dan terlibat dalam banyak proses biologi, fungsi yang tepat dari reseptor

benzodiazepine perifer masih menjadi pertanyaan. PBR pertama kali digambarkan

sebagai tempat pengikatan dengan afinitas tinggi untuk diazepam dalam ginjal

tikus. Hal ini menyebabkan munculnya sebutan "perifer" pada reseptor

benzodiazepin yang mencerminkan ekspresi dalam jaringan perifer, berbeda

dengan CBR, yang ditunjukkan secara khusus dalam sistem saraf pusat.

PBR merupakan protein 18 - kD terletak pada membran luar mitokondria

dari berbagai jenis sel, termasuk sel-sel dari sistem hematopoietik. PBR telah

(10)

translokasi kolesterol dari luar ke dalam membran pada sel adrenal, dan modulasi

dari membran dalam aktivitas ion-chanel oleh porfirin dikarboksilat, yang

merupakan ligan endogen dari PBR (Casellas et al., 2002).

PBR memainkan peran penting dalam biosintesis steroid pada kontrol

transportasi steroid dan dalam regulasi heme, serta transportasi porfirin. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya overexpression dari PBR pada sel kanker sebagai

faktor prognostik dalam perkembangan penyakit. Hal ini diperjelas dengan

terdapatnya akumulasi fotosensitizer dalam membran mitokondria. Fotosensitizer

diketahui memiliki cincin porfirin pada struktur umumnya yang berpotensi

sebagai ligan untuk PBR. Serta dapat meningkatkan efektifitas fotodinamik dilihat

dari kemampuannya mengikat porfirin yang merupakan target penting dan

potensial dalam proses fotodinamik. Peningkatan akumulasi fotosensitizer akan

meningkatkan jumlah reseptor PBR pada permukaan sel kanker (Bombalska dan

Graczyk, 2009). Pada sel kanker juga menunjukkan akumulasi PBR lebih banyak

dibandingkan pada sel normal sebagai target fotosensitizer untuk PDT (Chen et al,

2011).

PBR yang terletak pada membran mitokondria luar dan dalam memiliki

peran sebagai transport protein ke dalam dan ke luar membran. Pada fungsinya

sebagai transport mitokondria, PBR diketahui mampu mengikat protoporfirin IX

(PPIX) dan terlibat langsung terhadap transport PPIX. PPIX merupakan turunan

dari porfirin. PBR memiliki afinitas yang tinggi dalam berikatan dengan PPIX.

Khususnya interaksi dalam memediasi aksi porfirin sebagai fotosensitizer dalam

terapi fotodinamik (Wendler et al, 2003). PBR adalah situs pengikatan

mitokondria untuk ligan alami porfirin seperti PPIX dan heme (Mojzisova et al,

2007).

Meskipun nama “PBR” telah diterima secara luas dalam komunitas ilmiah, tetapi nama tersebut masih belum mewakili temuan mengenai struktur, peran, dan

fungsi subseluler dari protein ini. Sehingga terdapat kesepakatan perubahan nama

baru menjadi translocator protein (TSPO) (18 kDa) yang berlaku untuk protein

(11)

Gambar 9. Molekul PBR atau TSPO

G. Doking Molekuler

Usaha penemuan dan pengembangan obat baru pada mulanya bersifat

coba-coba (trial and error) sehingga dibutuhkan biaya yang besar dan waktu yang

lama. Untuk itu perlu terobosan dan inovasi agar pengembangan dan penemuan

obat tetap layak secara ekonomi. Dalam upaya merancang dan mengembangkan

obat baru, langkah awal yang dilakukan antara lain dengan mengembangkan

kandidat obat yang telah ada, yang sudah diketahui struktur molekul dan aktivitas

biologisnya, untuk dijadikan sebagai senyawa penuntun atas dasar penalaran yang

sistematik dan rasional dengan mengurangi faktor coba-coba seminimal mungkin.

Teknik-teknik komputasional yang digunakan dalam desain obat berbasis

struktur menjadi teknik yang efisien untuk pengembangan dan optimasi senyawa

obat agar menghasilkan obat yang lebih poten. Selain itu teknik ini dapat

memberikan gambaran dan prediksi yang lebih detail tentang mekanisme aksi

suatu obat dalam mengatasi suatu penyakit. Telah diketahui bahwa senyawa yang

terkandung dalam produk alami mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai

obat. Dengan berkembangnya teknologi komputer, rancangan obat rasional

mempunyai prospek yang cerah dalam pencarian obat baru. Dengan bantuan

program pemodelan dan dinamika molekul, dan telah diketahuinya sruktur

molekul tiga dimensi enzim sebagai reseptor target, akan dapat diketahui cara

kerja obat pada tingkat molekul dan peran berbagai kekuatan sifat fisika dan kimia

(12)

Doking molekuler merupakan salah satu metode komputasi kimia yang

mulai banyak digunakan. Doking molekuler dapat digunakan untuk memprediksi

apakah suatu molekul (senyawa) obat yang dirancang akan mempunyai aktivitas

biologis yang diinginkan atau tidak. Tujuan dari doking adalah untuk menemukan

konformasi energi ligan terendah pada situs pengikatan protein yang sesuai.

Dari doking molekuler akan dihasilkan skor yang menggambarkan energi

total ikatan protein ligan. Dengan membandingkan skor suatu senyawa dengan

senyawa lainnya, maka akan dapat dijelaskan mana senyawa yang lebih poten.

Makin kecil skor suatu hasil doking berarti komplek protein-ligan semakin stabil

sehingga ligan (senyawa) semakin poten. Dengan visualisasi maka akan terlihat

asam amino mana yang berperan dalam menjaga stabilitas senyawa tersebut pada

Gambar

Gambar 1.
Gambar 3. Porfirin dan turunannya
Gambar 4. Modifikasi spektrum panjang gelombang dari porfirin (atas) dan klorin  (bawah) (Djalil,  2012)
Gambar 5. Protoporfirin IX (PPIX)
+4

Referensi

Dokumen terkait

E-gold adalah suatu alat pembayaran digital baru, dikeluarkan oleh e-gold Ltd., berkedudukan di Nevis , berlaku global, standar nilainya didasarkan pada 100% harga emas

Setelah proses pembelajaran dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, peneliti melakukan tes akhir ( posttest) untuk mengetahui hasil belajar siswa

Dengan diketahuinya model debit sungai yang sesuai untuk kharakteristik data debit sungai Loning diharapkan dapat membantu dalam perencanaan sistem irigasi dalam

Selanjutnya dijelaskan mengenai karakteristik waktu survival pasien DBD RSU Haji Surabaya berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi waktu survival tersebut

Penelitian suplementasi ekstrak herbal (jahe, temulawak dan kencur) dalam pakan udang ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi ekstrak herbal melalui pakan terhadap jumlah

Oleh karena itu, pengembangan program komputer untuk pemilihan jenis kincir angin pembangkit tenaga listrik ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan

Agar dalam proses pendataan di sekolah ini bisa bekerja lebih efektif dan menggunakan sistem informasi sesuai dengan perkembangan teknologi yang dapat membantu mempercepat

Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan dalam tabel pengujian pada perangkat, Game ini berjalan dengan lancar dan game bisa dimainkan meskipun dari beberapa laptop masih