• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN KECENDERUNGAN MELAKUKAN PROBLEM FOCUSED COPING PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA LOCUS OF CONTROL INTERNAL DENGAN KECENDERUNGAN MELAKUKAN PROBLEM FOCUSED COPING PADA REMAJA"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi

Program studi psikologi

Disusun oleh:

YULIUS DONY MARADONA

009114059

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi

Program studi psikologi

Disusun oleh:

YULIUS DONY MARADONA

009114059

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(3)

FOCUSED COPING PADA REMAJA

Disusun oleh:

Yulius Dony Maradona 009114059

telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing:

(4)

FOCUSED COPING PADA REMAJA

oleh:

Yulius Dony Maradona 009114059

Telah dipertahankan didepan panitia penguji Pada tanggal ……….

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji I : Dr. A. Supratiknya ……….

Penguji II : ……….

Penguji III : ……….

Yogyakarta, ……….. Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Dekan

(5)

Just make it own your way

Leave time behind

Follow the sign

Together we fly someday

( HELLOWEEN – EAGLE FLY FREE )

I have a dream

I shall continue to work for that dream as long as life itself

( Dr. Martin Luther King)

Our problems are man made, therefore they may be sloved by man.

A man can be as big as he wants. No problem of human destiny is

beyond human being

(JFK)

(6)

My sister Mle

Me, Myself and I

(7)

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, November 2008

Yulius Dony Maradona

(8)
(9)

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan antara locus of control internal dan kecenderungan melakukan problem focused coping pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara locus of control internal dengan kecenderungan melakukan problem focused coping pada remaja. Semakin tinggi tingkat internalitaslocus of controlmaka akan semakin tinggi kecenderungan problem focused coping-nya, sebaliknya semakin rendah tingkat internalitas locus of control maka semakin rendah kecenderungan problem focused coping-nya.

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMAK Sang Timur Yogyakarta, dengan total subyek sebanyak 64 orang yang tersebar dari kelas X sampai XII dan usia antara 15 sampai 18 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan 2 macam skala, yaitu skala IPCLocus of controldan skalacoping.

Hasil pengolahan data menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,383 (r= 0, 383) antara locus of control internal dengan kecenderungan melakukan problem focused coping. Ini berarti hipotesis penelitian diterima, yaitu “ada hubungan positif antara locus of control internal dam kecenderungan melakukan problem focused coping pada remaja.”.Koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0, 147 menunjukkan bahwa locus of control memberikan sumbangan efektif sebesar 14,7% pada kecenderungan problem focused coping, sementara sisanya sebesar 85,3% dijelaskan oleh variabel lain.

(10)

The purpose of this research is to find the correlation between internal locus of control and tendency of using problem focused coping. The hypothesis in this research is there is a positive correlation between internal locus of control and tendency of using problem focused coping among teenager. It means the internal direction toward locus of control, the tendency of using problem focused coping will be higher, in the other hand, the less internal direction toward locus of control, the tendency of using problem focused coping will be lower.

Subjects of this research are students from SMAK Sang Timur Yogyakarta, with total subjects are 64 students spreading from class X to XII and age ranging between 15 to 18 years old. Method in collecting data is by using 2 type of scale, which is IPC locus of control scale and coping scale.

Result of data analysis showed that the correlation coefficient was 0,383 (r=0,383) between locus of control and tendency of using problem focused coping. It mean the hypothesis of this research were accepted, that there was a positive correlation between internal locus of control and tendency of using problem focused coping among teenager. The determination coefficient was 0, 147 showed that locus of control gives 14,7% of effective contribution to tendency of using problem focused coping, while the rest, about 85,3%, were contributed by another variable.

(11)

Kristus dan Bunda Maria atas berkat tak terbatas serta pengalaman yang luar biasa dala menyelesaikan skripsi ini.

Selesainya skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Sylvia C.M.Y.M., selaku Kaprodi Psikologi Universitas Sanata Dharma 3. Bapak DR. A. Supratiknya, selaku Dosen Pembimbing Skripsi

4. Bapak Minta Istono S.Psi., M.Si., dan Ibu A. Tanti Arini S.Psi., M.Si., selaku Dosen Penguji Skripsi. Terimakasih atas masukan dan sarannya.

5. Civitas akademika SMUK Sang Timur Jogjakarta atas kesempatan dan ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Semua Dosen di Fakultas Psikologi Sanata Dharma. Terimakasih atas bimbingan, kesabaran dan pengarahan selama penulis menempuh masa perkuliahan.

7. Mas Gandung, Pak Giek dan Mba’ Nanik di secretariat, Mas Muji di laboratorium dan mas Dony di ruang baca. Terimakasih atas segala bantuan dan kebersamaannya selama ini.

(12)

lebih baik esok hari.

9. Kakak-ku, Mle. Ga pernah bosen buat marah-marah haha..Terimakasih untuk doa dan dukungannya selama ini.

10. Ari. Welcome aboard..Harusnya gw ngatain ini dari sekitar 2 tahun yang lalu, tapi karena skripsinya baru selesai sekarang, maklumin ye..

11. Ibet, the next metal hero..

12. Mamuk dan Clay..Makasi atas semuanya,wordless to describe.Tanpa kalian, penulis bagaikan kelinci tanpa gigi depan..

13. Keluarga di Sedah 14. Dit, Bara, Joe, Ryan. Bang Ferry, Gun, Pan, Ndon dan Meng ..Terimakasih atas kebersamaannya..

14. Teman-teman di Jazz Coffee, Djendelo Café dan ILP Jogja, gw ga tau dimana lo pada sekarang, wish all the best for you guys..

15. Bang Toyib..ga akan lupa gw sama lo..

16. Teman-teman angkatan ’00..ga cukup buat nulisin nama kalian disini satu per satu..Sukses selalu buat kalian..God speed..

17. Nora..finally sis, selesai juga gw akhirnya..Kapan kita backpacking ke Eropa-nya? jadi ga nih?

18. Ijo sama ci’ Susan..makasi atas kerjasama dan pinjaman alat tesnya..

(13)

Rhapsody, Mysery Index, Nile, Nocturnal Rites..segini aja deh, ga cukup kalo harus nulis semua..

21. Keluarga besar di Singkawang, Pontianak, Jakarta, Bali. Doa, semangat dan kebaikan kalian akan selalu menyertai perjalanan hidupku..God bless..

22. Semua pihak yang telah membantu, serta teman-teman yang ga mungkin untuk disebutin satu persatu disini. Terima kasih atas semuanya..

Skripsi ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan yang tidak terlepas dari kekurangan yang dimiliki oleh penulis sendiri. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, dan memberikan wawasan serta inspirasi untuk hidupnya.

Jogjakarta, November 2008 Penulis

(14)

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Motto ... iv

Halaman Persembahan ... v

Pernyataan Keaslian Karya ... vi

Pernyataan Publikasi Karya Ilmiah ... vii

Abstrak ... viii

Abstract ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xiii

Daftar Tabel ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

A. Locus of control... 9

1. Definisilocus of control... 9

(15)

5. Faktor-faktor yang dapat merubahlocus of control... 17

B. Coping... 20

1. DefinisiCoping... 20

2. Fungsi dan tujuanCoping... 22

3. Jenis-jenis strategiCoping... 24

C. Remaja... 27

1. Definisi Remaja... 27

2. Ciri-ciri masa remaja... 28

3. Masa remaja sebagai masa yang sulit ... 30

D. Hubungan antara remaja,locus of controldan kecenderunganproblem focused coping... 32

E. Hipotesis ... 34

BAB III. METODE PENELITIAN ... 35

A. Jenis Penelitian... 35

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 35

C. Defenisi Operasional ... 35

D. Subyek Penelitian... 37

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 38

(16)

b. Skalaproblem focused coping... 40

F. Validitas, Reliabilitas dan Seleksi Item ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Orientasi Kancah ... 46

B. Persiapan Penelitian ... 46

1. Prosedur Ijin Penelitian ... 47

2. Ujicoba alat ukur ... 47

a. SkalaIPC locus of control... 48

1. Uji kesahihan butir skala... 48

2.Reliabilitas skala ... 49

b. Skalaproblem focused coping... 50

1. Uji kesahihan butir skala... 50

2. Reliabilitas skala ... 51

C. Pelaksanaan Penelitian ... 51

D. Deskripsi hasil penelitian ... 52

E. Analisis data penelitian... 54

1. Uji Asumsi ... 54

a. Uji Normalitas ... 54

(17)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN... 66

(18)

Tabel II. Kisi-kisi sebaran item skalaproblem focused coping(sebelum ujicoba)

... 42

Tabel III. Koefisen korelasi antar faktor skalaIPC locus of controldari Agustomo ... 43

Tabel IV Kisi-kisi sebaran item skalaIPC locus of control(setelah ujicoba) ... 49

Tabel V. Kisi-kisi sebaran item skalaproblem focused coping(setelah ujicoba) ... 50

Tabel VI Ringkasan hasil penelitian ... 52

Tabel VII Tabel kategorisasi skor skalaIPC locus of control... 53

Tabel VIII Tabel kategorisasi skor skalaproblem focused coping... 53

Tabel IX Frekuensi kategori skor locus of control subyek penelitian ... 53 Tabel X Frekuensi kategori skor problem focused coping subyek penelitian . 54

(19)

1

A. Latar Belakang

Pada rentang kehidupannya, individu pasti akan melewati masa usia tertentu. Salah satu masa tersebut adalah masa yang dikenal dengan masa remaja. Kata remaja atau adolescence berasal dari kata Latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescenceatau remaja yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1994).

Pada masa ini terjadi proses dan perjuangan untuk menyusun dan menegakkan identitas diri di lingkungannya. Hal ini sering menimbulkan konflik dan dilema mengenai status dan peran diri remaja dalam lingkungan. Penyesuaian remaja atas perubahan hasil dari proses dan perjuangan tersebut bisa disertai dengan hadirnya

stress. Masa remaja sering pula disebut sebagai masa stress and storm, yang mengindikasikan tingginya frekuensi dan intensitasstressselama periode ini.

Istilah stress menjadi kata yang menakutkan banyak orang karena sering diasosiasikan dengan berbagai jenis kecemasan dan gangguan jiwa. Pada hakekatnya,

(20)

1995). Pengaruh stress pada setiap individu bisa berbeda-beda, tergantung dari individu itu sendiri. Sumber stress yang sama bisa menghasilkan efek yang berbeda pada subyek yang berbeda. Cara individu tersebut meresponstressakan menentukan bagaimana pengaruh stress terhadap dirinya. Respon dan usaha untuk mengatasi

stressini disebut dengancoping.

Ada banyak definisi yang menjelaskan tentang coping. Cohen dan Lazarus (Cohen, 1987) mendefinisikan coping sebagai usaha-usaha manajemen stress yang dilakukan oleh individu baik berupa tindakan intrapsikis maupun tindakan nyata. Usaha-usaha ini ditujukan untuk menguasai, memberikan toleransi, mengurangi dan memperkecil tuntutan eksternal maupun internal beserta konflik yang menguras atau melebihi sumber daya dalam individu. Definisi lain tentang coping diberikan oleh Pearlin dan Scholer (1978) yang mengatakan bahwa coping adalah kecenderungan bentuk tingkah laku individu untuk melindungi diri dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh problematika pengalaman sosial.

Perilaku coping sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu emotional focused coping dan problem focused coping. Emotional focused foping adalah upaya-upaya mencari dan memperoleh rasa nyaman dengan memperkecil tekanan yang dirasakan.

(21)

dihadapi tidak dapat dikurangi atau dihilangkan secara maksimal, dan hal ini justru beresiko menimbulkan masalah baru. Problem focused coping merupakan usaha-usaha nyata yang berupa perilaku individu untuk menyelesaikan masalah, tekanan dan tantangan. Pada perilaku problem focused coping, seseorang menghadapi masalah dengan memikirkan dan mempertimbangkan secara matang alternatif-alternatif pemecahan masalah, meminta pendapat orang lain untuk mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan dan bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu, instrumentasi dan negosiasi (Aldwin & Revenson, 1987). Penggunaan problem focused coping cenderung meningkat pada situasi yang dinilai mudah untuk diubah. Apabila seorang individu merasa bahwa situasi tersebut mudah untuk diubah, maka individu akan berusaha untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut secara langsung pada sumber masalahnya.

Dari penjelasan tentangcoping di atas, problem focused coping memberikan pengaruh yang lebih positif terhadap individu. Menurut Holahan & Moos (1987),

(22)

masalah yang dihadapinya dengan baik, dan pada akhirnya menciptakan individu yang sehat secara psikologis.

Pemilihan strategi coping tergantung dari karakteristik kepribadian masing-masing individu dimana dalam hal ini lebih mengarah pada persepsi diri. Salah satu aspek dari persepsi diri tersebut adalah locus of control. Locus of control adalah keyakinan seseorang terhadap faktor-faktor yang mengatur kejadian dalam hidupnya. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter (dalam Phares, 1978) dengan istilah locus of control internal vs locus of control eksternal. Individu dengan locus of control internal meyakini bahwa peristiwa dan hasil dalam hidupnya sebagai akibat dari perilakunya. Individu dengan locus of controleksternal meyakini bahwa peristiwa dan hasil dalam hidupnya ditentukan oleh keberuntungan, kebetulan, takdir atau kekuatan lain yang berada di luar kendalinya.

Pada dasarnya tidak ada individu yang benar-benar berada pada salah satu titik keyakinan tersebut. Namun setiap individu punya kecenderungan yang mengarah pada salah satunya, baik internal maupun eksternal. Kecenderungan keyakinan itu akan menentukan jeniscopingyang akan dipergunakan untuk mengatasistress.

(23)

menyelesaikan masalahnya dibandingkan dengan individu yang memiliki kecenderungan locus of control eksternal. Individu dengan locus of control internal akan menganggap bahwa sesuatu yang dialaminya merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi sehingga akan mendorong individu untuk mengerahkan usahanya dan mencegah timbulnya akibat-akibat negatif dan memperkecil peluang munculnya

stress pada dirinya. Individu dengan locus of control eksternal akan menganggap bahwa sesuatu yang dialaminya adalah takdir yang memang harus terjadi pada dirinya sehingga individu akan cenderung pasrah dan tidak melakukan tindakan nyata untuk mencegah timbulnya akibat-akibat negatif dari masalah sehingga memperbesar peluang munculnya stresspada dirinya.

Dalam hubungannya dengan lingkungan sosial, individu dengan locus of control internal cenderung untuk tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai rasa percaya diri, dan mempunyai motif berprestasi tinggi, sedangkan individu dengan

locus of control eksternal cenderung menarik diri, berpenyesuaian diri kurang baik dan konformis terhadap perubahan (Engler, 1985).

(24)

tanggung jawab atas segala hasil yang diperolehnya (Salomon & Oberlander dalam Coop & White, 1974).

Hal ini didukung oleh pernyataan Folkman et al (1986), ketika individu percaya bahwa tuntutan situasi yang menyebabkan stresss dapat diubah dan yakin bahwa yang terjadi pada dirinya adalah karena pengaruh dari dirinya sendiri maka individu cenderung menggunakan problem focused coping. Dengan melakukan

problem focused coping, individu melakukan usaha-usaha nyata yang bersumber dari dalam dirinya, berusaha untuk maju dan menyelesaikan masalah langsung pada pada intinya sehingga individu tidak menjadi semakin tertekan dan bisa mencapai kondisi kesehatan psikologis yang lebih baik.

Jika dikaitkan dengan masa remaja, remaja mulai menemui tuntutan yang lebih besar dari lingkungannya. Remaja perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap masalah-masalah yang dialami seperti masalah akademik dan masalah pergaulan atau pertemanan. Penyelesaian masalah-masalah tersebut dengan problem focused coping akan memberikan manfaat lebih besar pada remaja karena persoalan-persoalan dihadapi secara langsung pada inti masalah dan didapatkan hasil nyata yang bisa dirasakan oleh remaja tersebut.

(25)

yang dihadapinya merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi secara langsung, apakah remaja tersebut cenderung lebih menggunakanproblem focused copingdalam menghadapi masalah-masalahnya?

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah ada hubungan antara locus of control internal dan kecenderungan menggunakanproblem focused copinguntuk mengatasi masalah pada remaja.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

Apakah ada hubungan positif antara locus of control internal dengan kecenderungan menggunakanproblem focused copingpada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Mengungkapkan hubungan positif antaralocus of controlinternal dengan kecenderungan menggunakanproblem focused copingpada remaja

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

(26)

remaja pada khususnya. Dari penelitian ini diharapkan memberikan hasil yang signifikan bahwa masa remaja adalah masa penyesuaian yang sulit dalam rentang kehidupan dimana remaja harus melakukan coping terhadap konflik yang mereka alami pada masa-masa remaja seperti masalah penyesuaian diri, perubahan perilaku dan masalah hubungan dengan teman sebaya dan bagaimana kecenderungan mereka melakukan coping dilihat dari locus of controlyang dimiliki oleh remaja tersebut.

2. Manfaat Praktis.

(27)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Locus of control

1. Definisilocus of control

Konsep locus of control pertama kali dikemukan oleh Julian Rotter sebagai konsep yang memberikan gambaran tentang keyakinan seseorang mengenai sumber penentu pribadinya (Phares, 1978). Selanjutnya locus of controldibagi 2 dengan istilah locus of control internal dan locus of control

eksternal. Locus of control internal adalah persepsi individu terhadap sebuah peristiwa sebagai hasil dari perilakunya, atau bagian dari karakteristiknya yang bersifat relatif permanen. Sebaliknya, locus of control eksternal adalah persepsi individu terhadap suatu peristiwa sebagai hasil dari keberuntungan, kebetulan, takdir, sesuatu yang dikendalikan oleh kekuasaan di luar dirinya, atau sebagai sesuatu yang tidak dapat diprediksi karena kompleksitas hebat dari daya di sekitarnya ( Rotter dalam Phares, 1978).

Novick, Cauce dan Grove (Bracken, 1996) mengatakan bahwa locus of control adalah bagian dari sistem kognitif individu dalam hal atribusi.

(28)

Semakin keluar arah pengendali yang ia rasakan, semakin eksternal locus of control-nya. Sebaliknya semakin ke dalam arah pengendali yang individu percayai, semakin internal locus of control individu tersebut.

Locus of control adalah sebuah kontinum dimana individu dapat ditempatkan pada sepanjang kontinum tersebut. Jarang seorang individu sepenuhnya bersandar pada salah satu ujung kontinum locus of control

tertentu. Umumnya kedua locus tersebut dimiliki dan digunakan dalam proporsi yang berbeda oleh tiap individu (Phares, 1978). Meski demikian, kebanyakan individu cenderung bersandar pada salah satu ujung kontinum, dimana salah satu locus akan lebih cenderung untuk dipergunakan individu dalam mempersepsi peristiwa-peristiwa dalam hidupnya (Hamacheck, 1987).

Rotter menjelaskan konsep locus of control atas dasar teori belajar sosial menggunakan tiga aspek utama yaitu behaviour potential, expectancy

(29)

mendapatkan penguatan yang diharapkan maka ia cenderung meyakini bahwa penguatan tersebut diperoleh bukan dari dirinya.

Dengan demikian, dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa locus of control merupakan persepsi individu atas letak kendali peristiwa dalam hidupnya, faktor-faktor yang mengatur hasil dari usahanya, baik faktor yang bisa dikendalikan oleh dirinya (locus of control internal) atau faktor yang diluar kendalinya (locus of controleksternal).

2. Penggolongan individu berdasarkanlocus of control

Perbedaan locus of control dalam diri individu akan menentukan kecenderungan locus of control yang lebih dominan pada diri individu. Kecenderungan locus of control internal akan ditunjukkan apabila individu merasa bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya terjadi akibat dari tingkah lakunya, sedangkan kecenderungan locus of control eksternal akan ditunjukkan apabila individu merasa tidak ada hubungan antara usaha yang dilakukan dengan akibat-akibat yang diterima oleh individu tersebut.

(30)

(locus of control eksternal) dibandingkan dengan pendapatnya bahwa perilakunya dikendalikan oleh minat, kemauan atau pilihan bebasnya (locus of controlinternal). Selanjutnya, skala ini dikembangkan oleh Levenson menjadi

IPC locus of control scalepada tahun 1972 dimana Levenson membagi pusat pengendali keyakinan individu atas kendali hidupnya kedalam tiga faktor yaitu : 1) faktor internal, yaitu individu merasa peristiwa dalam hidupnya terjadi karena dikendalikan oleh kemampuan individu tersebut, 2) faktor

chance, yaitu individu merasa bahwa kejadian dalam hidupnya dikendalikan oleh nasib, peluang dan keberuntungan, 3) faktor powerful-others, yaitu individu merasa bahwa kejadian dalam hidupnya ditentukan oleh orang lain yang lebih berkuasa. Dalam skala ini, faktorinternalmengacu kepadalocus of control internal sedangkan faktor chance dan powerful-others mengacu kepadalocus of controleksternal (Robinson & Shaver, 1974).

Berdasarkan penjelasan diatas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa individu yang didominasi oleh locus of control internal disebut individu dengan locus of control internal dan individu yang didominasi oleh locus of controleksternal disebut individu denganlocus of controleksternal.

3. Pengaruh perbedaan orientasilocus of controlpada individu

(31)

akhirnya akan membawa implikasi pada perbedaan dalam efesiensi dan efektivitas tingkah laku (Findley dan Cooper dalam Baron and Byrne, 1978). Hal serupa juga diungkapkan oleh Phares (1978) dan Kleinke (1978) yang menyatakan perbedaan orientasi locus of control ternyata membawa banyak perbedaan dalam aspek hidup individu, yaitu:

a. Sikap terhadap lingkungan

Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal menganalisa situasi dengan lebih terarah dan waspada dibandingkan dengan individu dengan locus of control eksternal. Individu denganlocus of control internal lebih aktif mencari, memperoleh dan menggunakan dan mengolah informasi yang relevan dalam rangka memanipulasi dan mengendalikan lingkungan (Phares, 1978)

b. Pengaruh konformitas dan perubahan sikap.

Individu dengan kecenderungan locus of control internal lebih mampu bertahan terhadap pengaruh dan tekanan dari lingkungan, sedangkan individu dengan kecenderunganlocus of controleksternal lebih siap sedia untuk menerima pengaruh, mengikuti lingkungan sosial dan menerima informasi dari orang lain sehinggga individu dengan kecenderunganlocus of control eksternal lebih menunjukkan konformitas dan kemudahan dalam mengubah sikap (Phares, 1978). Individu dengan

(32)

mengabaikan kekuatan-kekuatan dari luar yang mencoba mengambil alih kendali hidupnya. Sebaliknya individu dengan locus of control eksternal mempercayai bahwa hal-hal diluar dirinyalah yang mengendalikan hidupnya sehingga ia lebih mudah menerima pengaruh dan kendali dari luar tersebut (Kleinke, 1978).

c. Perilaku menolong dan atribusi tanggungjawab.

Individu dengan kecenderungan locus of control internal lebih sering menunjukkan perilaku menolong daripada individu dengan

kecenderungan locus of controleksternal (Phares, 1978). Individu dengan

locus of control internal juga cenderung memberi atribusi tanggungjawab internal terhadap orang lain. Individu yang merasa bahwa setiap orang bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri pada umumnya tidak begitu terdorong untuk melibatkan diri dalam kesulitan yang dialami orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku menolong lebih disebabkan oleh kepercayaan individu bahwa ia mampu memberikan pertolongan dan bukan karena rasa belas kasihan.

d. Pencapaian prestasi

(33)

hasil-hasil usahanya serta mengurangi reaksi negatif yang cenderung muncul pada saat individu mengalami kegagalan.

e. Penyesuaian diri, kecemasan dan psikopatologi

Individu dengan kecenderungan locus of control internal akan lebih mampu menyesuaikan diri daripada individu dengan kecenderungan eksternal karena individu dengan locus of control internal lebih mengandalkan diri sendiri, aktif dan memiliki kecenderungan berjuang yang tinggi, dimana hal ini membawanya pada keberhasilan dalam penyesuaian diri. Sementara itu, individu dengan kecenderungan locus of control eksternal mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri karena memandang penolakan-penolakan dan kecemasan akan kegagalan sebagai akibat dari kurangnya kemampuan dan kesempatan yang mereka miliki untuk mengendalikan situasi (Kleinke, 1978).

Ditambahkan oleh Folkman dan Lazarus (1984), bahwa coping

(34)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanganlocus of control

Phares (1978) menyatakan bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi individu menentukan kecenderungan orientasi locus of control yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Keluarga

Orang tua yang menunjukkan dukungan yang hangat, positif dan membimbing akan menghasilkan anak yang mengembangkan locus of control internal. Hal-hal ini akan membangun kepercayan diri, penghargaan diri serta kemandirian anak. Sementara orang tua yang cenderung menghukum, penuh penolakan dan mendikte anak akan mendorong anak untuk mengembangkanlocus of controlinternal.

Pemberian reinforcement yang tepat oleh orangtua terhadap perilaku juga akan mendorong anak mengembangkan locus of control

internal. Sebaliknya, apabila tingkah laku anak tidak mendapatkan

reinforcement yang tepat, anak akan merasa bahwa tindakannya adalah sia-sia dan merasa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan hasil atas perilakunya. Hal ini akan mendorong anak mengembangkanlocus of controleksternal.

b. Faktor sosial ekonomi

(35)

karena individu dari kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah hanya memiliki sedikit akses pada kekuasaan dan pergerakan sosial ekonomi sehingga mereka cenderung tidak punya banyak pilihan selain pasrah menerima apa yang telah disediakan oleh sistem. Pengalaman yang kontinyu atas hal tersebut akan mendorong berkembangnya locus of control eksternal karena individu merasa bahwa faktor-faktor eksternal yang lebih berkuasa untuk menentukan hidupnya daripada dirinya sendiri.

5. Faktor-faktor yang dapat merubahlocus of control

Locus of control yang dikembangkan oleh individu dapat berubah disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut ( Phares, 1978) :

a. Usia

Seiring perkembangan individu menurut usianya, ia akan menjadi manusia yang lebih efektif, sehingga ia akan meningkatkan kepercayaan bahwa dirinya mampu mengendalikan berbagai macam hal dan kejadian dalam hidupnya. Dengan kata lain, locus of control-nya bergerak dari kecenderungan eksternal menuju ke arah internal seiring dengan perkembangan usia.

b. Pengalaman akan suatu perubahan

(36)

of control yang relatif lebih eksternal daripada teman serumah yang telah lebih lama bersama. Locus of control teman serumah yang akan berpisah juga cenderung akan bergeser ke arah eksternal. Kondisi remaja yang cenderung labil dan tak pasti selama masa-masa transisi akan mendorong

locus of controlindividu bergerak ke arah eksternal. c. Generalitas dan stabilitas perubahan

Peristiwa-peristiwa yang membawa perubahan seperti perang, skandal politik dan eksperimen dalam mempengaruhi locus of control. Kecenderungan ke arah locus of control eksternal meningkat sejalan dengan pengalaman perubahan akan peristiwa spesifik dan insidental, misalnya kekecewaan terhadap keputusan politik pemerintahan atau menang lotere. Peristiwa-peristiwa ini terjadi di luar prediksi dan rutinitas individu sehingga ia kehilangan kemampuan untuk menganalisa dan mempersiapkan diri terhadap jalannya peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka

d. Pelatihan dan Pengalaman

(37)

secara ketat dapat meningkatkan locus of control internal pada remaja. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa locus of control dapat berubah karena pengalaman yang meningkatkan kemandirian, tanggung jawab pribadi dan kemampuan untuk menguasai keadaan.

e. Efek Terapi

Penelitian oleh Leftcourt, Dua, Gillis, Smith dan Jessor (dalam Phares, 1978) menunjukkan bahwa psikoterapi berpengaruh secara positif pada kecenderungan locus of control internal. Psikoterapi bertujuan meningkatkan kemampuan individu untuk dapat berfungsi secara efektif dalam mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapi. Hal ini meningkatkan kecenderungan individu untuk lebih merasa bertanggungjawab atas peristiwa-peristiwa dalam hidupnya.

Kleinke (1978) menekankan faktor pelatihan dan pengalaman dalam perubahan arahlocus of control. Pada dasarnya, faktor pengalaman akan suatu perubahan serta faktor generalitas dan stabilitas perubahan dapat dikelompokkan ke dalam faktor pengalaman. Sementara itu, faktor efek terapi dapat dimasukkan kedalam faktor pelatihan. Dengan demikian, faktor yang dapat merubah arah locus of control adalah faktor usia, pelatihan dan pengalaman.

(38)

dimana tindakan-tindakan yang ia ambil menghasilkan konsekuensi seperti yang ia harapkan. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pelatihan dan pengalaman yang dapat mendorong locus of control

individu ke arah internal adalah pelatihan dan pengalaman yang memberikan perkuatan atas tindakan-tindakan individu dan menanamkan kepercayaan pada individu bahwa perkuatan tersebut adalah hasil dari tindakan-tindakan individu itu sendiri.

B. Coping

1. Definisicoping

Cohen dan Lazarus (Cohen, 1987) mendefinisikan coping sebagai usaha-usaha manajemen stress yang dilakukan oleh individu baik berupa tindakan intrapsikis maupun tindakan nyata. Usaha-usaha ini ditujukan untuk menguasai, memberikan toleransi, mengurangi dan memperkecil tuntutan eksternal maupun internal beserta konflik yang menguras atau melebihi sumber daya dalam individu. Definisi lain tentang coping diberikan oleh Pearlin dan Scholer (1978) yang mengatakan bahwa coping adalah kecenderungan bentuk tingkah laku individu untuk melindungi diri dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan oleh problematika pengalaman sosial. Dalam pengertian yang diberikan oleh Lazarus (1976), coping

(39)

yang menimbulkan ketidakenakan dan ancaman bagi individu. Coping

merupakan reaksi terhadap tekanan yang berfungsi memecahkan, mengurangi dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan itu sehingga individu tidak lagi merasakan adanya ancaman atas tekanan-tekanan dari luar (Smith, 1993).

Konsep coping tidak hanya menunjuk pada usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi tekanan tersebut namun juga pada usaha-usaha diluar kesadaran individu yang mencakup bentuk-bentuk dorongan dan cara menghadapi masalah yang tidak realistis tanpa memperhatikan apakah usaha-usaha tersebut pada akhirnya berhasil atau tidak (Coelho dalam Persitarini, 1988). Lazarus (1976) menyatakan bahwa coping

dipandang sebagai alat penyeimbang dalam usaha individu untuk mempertahankan dirinya selama menghadapi situasi yang dapat menimbulkan

stresss. Individu akan melakukan usaha kognitif dan penyesuaian perilaku secara terus-menerus dan selalu berubah untuk mengelola tuntutan-tuntutan internal maupun internal sehingga individu mampu mengurangi hasil-hasil negatif akibatstress(Folkman & Lazarus, 1984).

(40)

2. Fungsi dan tujuancoping

Coping mempunyai 2 fungsi utama, yaitu mengatur emosi atau tekanan dan mengatur masalah yang menyebabkan tekanan (Folkman dan Lazarus, 1984). Fungsicopingdalam mengatur emosi atau tekanan dilakukan dalam emotion focused coping, sedangkan fungsi coping dalam mengatur masalah yang menyebabkan tekanan dilakukan dalam problem focused coping.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Folkman et al (1986), dikemukakan 1300 masalah yang potensial untuk menimbulkan stress dan dari 1300 kejadian itu didapatkan 98% responden menggunakan strategi

coping yang berbentuk problem focused coping dan emotion focused coping

untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Lebih lanjut dalam penelitian itu disebutkan bahwa penggunaan problem focused coping meningkat pada situasi yang dinilai mudah untuk diubah, sedangkan penggunaan emotion focused coping meningkat pada situasi yang sulit untuk diubah sehingga

coping hanya digunakan untuk meredakan emosi semata. Apabila seorang individu merasa bahwa situasi tersebut mudah untuk diubah, maka individu akan berusaha untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Secara spesifik, Folkman et al (1986) mengemukakan bahwaproblem focused copingberfungsi mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh dengan

(41)

menghambat munculnya masalah lain, sedangkan emotion focused coping

berfungsi mengontrol emosi dalam menghadapi situasi yang penuh dengan

stress.

Apapun coping yang dilakukan, semuanya mengarah pada beberapa tujuan. Folkman dan Lazarus (1984) mengemukan tujuan umum dari coping

adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi hal-hal yang membahayakan dari situasi dan kondisi lingkungan serta meningkatkan kemampuan untuk pulih.

b. Menyesuaikan diri terhadap kejadian-kejadian negative yang dijumpai dalam kehidupan nyata.

c. Mempertahankan citra diri yang positif. d. Mempertahankan keseimbangan emosional.

e. Meneruskan hubungan yang memuaskan dengan orang lain.

Dari penjelasan diatas, maka bisa kita simpulkan bahwa fungsi coping

(42)

3. Jenis-jenis strategicoping

Lazarus (1976) membagi strategicopingmenjadi 2 bentuk, yaitu :

a. Problem focused coping

Problem focused coping adalah usaha nyata yang berupa perilaku individu untuk mengatasi masalah, tekanan dan tantangan dengan mengubah kesulitan hubungan dengan lingkungan. Strategi ini mengacu pada konsep pemecahan masalah yang merupakan strategi sadar yang dapat diterapkan pada berbagai macam masalah. Individu yang mengatasi masalahnya dengan menggunakan problem focused coping akan cenderung mencari alternatif penyelesaian masalah yang berorientasi pada penyelesaian masalah secara nyata. Bentuk-bentuk penyelesaian masalah itu dapat berupa : 1) preparing against harm yaitu dimana individu dihadapkan pada alternatif-alternatif yang bisa dipilih dan dipelajari oleh individu untuk kemudian digunakan dalam menyelesaikan masalah, 2)

(43)

Lebih jauh lagi, berdasarkan strategiproblem focused copingyang dikembangkan oleh Folkman, Aldwin dan Revenson (1987) mengembangkan 3 aspek dariproblem focused copingyaitu:

1) Cautiousnessatau kehati-hatian.

Individu berhati-hati dan menahan diri dalam memecahkan dan memutuskan masalah dengan mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dan mengevaluasi strategi-strategi yang sudah pernah dilakukan.

2) Instrument actionatau aksi instrumental

Individu bertindak dengan usah-usaha yang mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta melakukan penyusunan rencana atau langkah-langkah yang akan dilakukan dan melaksanakan langkah-langkah yang telah direncanakan tersebut.

3) Negotiation

(44)

b. Emotion focused coping

Emotion focused coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan memperkecil tekanan yang dilakukan oleh individu. Emotion Focused coping dilakukan individu dengan usaha mengubah pikiran atau perasaan individu terhadap masalah. Padaemotion focused coping, bentuk-bentuk usaha atau tindakan yang dilakukan berupa identifikasi, represi, denial, proyeksi, reaksi formasi, displacement dan rasionalisasi. Emotion focused coping lebih mengacu kepada proses tak sadar untuk sembunyi, menghindari dan memodifikasi ancaman-ancaman, konflik serta bahaya. Emosi yang timbul dalam diri individu tanpa dilandasi pemikiran rasional lebih berperan dalam strategi emotion focused coping.

Individu akan cenderung menggunakan problem focused coping

ketika ia percaya bahwa sumber-sumber dalam dirinya mampu mengatasi masalah tersebut dan yakin bahwa tuntutan situasi yang menimbulkan

stresss dapat diubah, sebaliknya individu yang yakin bahwa ia tidak dapat melakukan seusatu apapun untuk mengubah kondisi yang penuh dengan

stresss tersebut akan cenderung menggunakan emotion focused coping

(45)

C. Remaja

1. Definisi remaja

Masa remaja diartikan sebagai masa peralihan individu dari masa kanak-kanak ke dewasa, dimana pada masa ini terjadi perubahan-perubahan jasmani, kepribadian, fungsi inteligensi dan peranan didalam maupun diluar lingkungan yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkah laku (Gunarsa dan Gunarsa, 1984). Hurlock (1994) mengungkapkan bahwa kata remaja atau

adolescenceberasal dari kata Latin yaitu adolescereyang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence atau remaja yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.

(46)

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan individu dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang diikuti dengan perubahan-perubahan baik fisik, mental, sosial dan emosional, termasuk pula perubahan peranan dalam masyarakat dengan batasan usia antara 14-15 tahun sampai dan 21-24 tahun.

2. Ciri-ciri masa remaja

Setiap periode perkembangan tertentu pasti membawa ciri-ciri tertentu, begitu pula pada masa remaja. Gunarsa dan Gunarsa (1984) menjelaskan ciri-ciri pada masa remaja sebagai berikut:

a. Remaja banyak mengalami kegelisahan dan keadaan yang tidak tenang dikarenakan banyak keinginan mereka yang tidak terpenuhi. Pada satu sisi mereka ingin mencari pengalaman baru untuk menambah wawasan dan keluwesan dalam bertingkah laku, tapi di sisi lain mereka merasa belum mampu, sehingga pada akhirnya mereka hanya akan dikuasai oleh perasaan gelisah karena keinginan-keinginan yang tidak tersalurkan. b. Remaja banyak mengalami pertentangan-pertentangan dalam diri yang

(47)

diri dari orangtua tetapi remaja tidak berani mengambil resiko untuk keluar dari lingkungan yang aman dalam keluarga.

c. Remaja memiliki keinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Remaja cenderung ingin mecoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa, dimana remaja berusah membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh orang dewasa dapat dilakukan oleh mereka.

d. Remaja mengarahkan keinginan-keinginan untuk mencoba tidak hanya kepada dirinya sendiri, namun juga diarahkan pada orang lain.

e. Remaja mempunyai keinginan menjelajahi alam yang lebih luas, bukan hanya pada lingkungan dekatnya saja. Keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan yang lebih luas dapat disalurkan secara positif dalam bentuk penelitian-penelitian yang bermanfaat.

f. Keterbatasan sumber daya pada remaja, menyebabkan banyak keinginannya yang tidak terpenuhi dan tersalurkan, sehingga remaja lebih banyak mengkhayal dan berfantasi.

(48)

berkelompok secara bersama. Keinginan berkelompok ini dapat dikatakan sebagai ciri umum masa remaja

3. Masa remaja rebagai masa yang sulit.

Masa remaja sering disebut sebagai periodestress and storm(Hurlock, 1994).Stress disini mengacu pada kehadiran faktor emosional dan fisik yang mengacaukan cara individu berfungsi secara normal, sedangkan storm

mengacu pada kemarahan yang disertai letusan isi hati sebagai emosi utama atau bahakan dominan. Sebutan tersebut menggambarkan kondisi yang secara umum kacau dan berakibat pada memburuknya kondisi fisik dan psikologis individu remaja tersebut.

(49)

Dalam hubungan antara remaja dengan lingkungannya, Lewin (dalam Sarwono, 1994) mengungkapkan ciri-ciri psikologis remaja sebagai berikut : a. Pemalu, perasa, pemarah dan agresif

b. kehilangan rasa aman, kecuali dalam hubungannya dengan teman-teman sebaya

c. Meningkatnya ketegangan emosi akibat konflik-konflik dalam lingkungan.

d. Kecenderungan untuk mengambil posisi yang ekstrim dan mengubah kelakuannya secara drastis sehingga muncul tingkah laku memberontak. e. bentuk-bentuk khusus dari tingkah laku remaja yang berbeda-beda pada

tiap individu, sangat ditentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan yang saling berkonflik pada remaja tersebut.

(50)

dengan baik maka remaja tersebut akan memasuki tahap perkembangan selanjutnya dengan baik pula (Sarwono, 1994)

D. Hubungan antara remaja, locus of control dan kecenderungan problem focused coping

Masa remaja adalah periode yang mempunyai jangka pendek maupun panjang yang penting terhadp perkembangan fisik dan psikis individu ( Hurlock, 1994 ). Masa ini penuh denganstress sebab remaja mulai banyak menghadapi masalah-masalah da ntuntutan penyesuaian diri dari lingkungan yang memaksa remaja untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan masyarakat dan masalah ini harus diselesaikan oleh remaja tersebut sebagai individu.

Pada masa ini pula remaja mulai mendapatkan banyak pengalaman dari lingkungan sekitarnya dan masyarakat. Remaja mengalami kejadian-kejadian yang baru mereka alami. Seiring bertambahnya usia mereka dan meningkatnya tingkat pendidikan mereka, hal ini akan mempengaruhi locus of control yang dimiliki oleh remaja bersangkutan ( Phares, 1978 ). Hal-hal itu menentukan kecenderungan ke arah manakah locus of control remaja bersangkutan. Bagaimana remaja tersebut mempersepsi kejadian dan peristiwa yang mereka alami dan mempercayai kendali manakah yang menentukan peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Semakin internal

(51)

adalah tanggungjawab yang harus diterimanya, dan masalah-masalah yang dihadapinya merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan secara langsung sehingga kecenderungan untuk melakukan problem focused coping

akan lebih baik daripada remaja lain yang memilikilocus of controleksternal. Karena dengan merasa bahwa dirinya bertanggungjawab atas semua hasil yang dialaminya baik itu kegagalan maupun kesuksesannya, maka individu tersebut akan berusaha untuk mencari cara untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara-cara positif. Mencari informasi sebanyak-banyaknya, kalau perlu meminta bantuan orang lain sebagi pertimbangan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Individu tersebut akan menghadapi masalahnya secara langsung pada sumber masalah, dan bukan dengan cara menekan emosi atau perasaan negatif yang ditimbulkan oleh masalah atau konflik tersebut.

(52)

Problem focused coping lebih memberikan manfaat pada remaja karena permasalahan yang dihadapi remaja cenderung pada permasalahan yang bisa diatasi secara langsung pada inti masalah, seperti masalah akademik dan masalah pergaulan atau pertemanan. Dengan problem focused coping maka remaja tersebut akan menyelesaikan masalahnya dengan melakukan tindakan langsung terhadap sumber masalah hingga mendapat hasil yang diinginkan yang pada akhirnya masalahnya akan terselesaikan. Karena jika remaja bersangkutan melakukan emotion focused coping, makacopingitu hanya bersifat sementara dan masalah yang ada belum terselesaikan karena emotion focused coping hanya meredakan emosi negatif yang ditimbulkan oleh sumber stress dan ini dapat menimbulkan stress psikologis bagi remaja yang bersangkutan.

E. Hipotesis

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi–variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan pada koefisien korelasi.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Terdapat 2 macam variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Variabel bebas : Locus of control

2. Variabel tergantung : Coping

C. Definisi Operasional

1. Locus of control

Locus of control yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi individu atas letak kendali peristiwa dalam hidupnya, apakah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya merupakan hasil dari perilakunya, ditentukan oleh kemampuan dirinya sendiri atau merupakan hasil dari keberuntungan, kebetulan, takdir, sesuatu yang dikendalikan oleh kekuasaan

(54)

di luar dirinya. Kecenderungan locus of control seorang individu dalam penelitian ini akan diungkap melalui skala IPC locus of control yang dibuat oleh Levenson pada tahun 1972 (Kurnianingtyas, 2002). Pengukuran kecenderungan locus of control individu akan diungkap oleh item-item favorabel untuk kecenderungan locus of control internal, sedangkan untuk

locus of controleksternal akan diungkap dengan item-item unfavorabel. Arah kecenderunganlocus-of control individu tersebut nantinya akan nampak dari skor total yang dihasilkan dari skalaIPC locus of control. Semakin tinggi skor total yang diperoleh oleh seorang individu maka semakin internal locus of control-nya, dan jika skor yang diperoleh rendah maka semakin eksternal

locus of control-nya.

2. Problem Focused Coping

Problem focused coping yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh individu untuk terbebas dari ketegangan dan kecemasan (stress) yang mengarahkan individu pada pemecahan masalah sehingga mampu menguasai, memberi toleransi, mengurangi dan memperkecil tuntutan konflik yang ada. Kecenderungan individu melakukan

problem focused coping dalam penelitian ini akan diungkap melalui skala

(55)

item-item favorabel untuk kecenderunganproblem focused coping. Kecenderungan

problem focused coping seorang individu akan nampak dari skor total yang dihasilkan dari skala problem focused coping. Semakin tinggi skor yang diperoleh oleh seorang individu maka semakin tinggi kecenderungan individu menggunakan problem focused coping untuk menyelesaikan masalah-masalahnya, dan jika skor yang diperoleh rendah maka semakin rendah kecenderungan individu menggunakan problem focused coping untuk menyelesaikan masalah-masalahnya.

D. Subyek Penelitian

(56)

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode skala. Skala merupakan kumpulan pernyataan yang disusun dengan cara tertentu mengenai suatu obyek yang hendak diungkap dari diri subyek. Alasan penggunaan skala dalam penelitian ini karena subyek adalah orang yang paling mengerti tentang dirinya, apa yang dinyatakan subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. (Azwar, 1999)

Ada dua skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala IPC locus of control dan skala problem focused coping. Kedua skala ini disusun dengan tekniksummated ratings dari Likert, dimana subyek akan menjawab pernyataan dengan memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS) dan “Sangat Tidak Sesuai (STS). Dalam penelitian ini peneliti hanya mencantumkan empat alternatif jawaban untuk menghindari kecenderungan subyek memilih jawaban yang netral.

(57)

unfavorable, skor yang diberikan adalah Sangat Sesuai (1), Sesuai (2), Tidak Sesuai (3), dan Sangat Tidak Sesuai (4).

2. Alat Pengumpulan Data

a. SkalaLocus of control

Skala ini bertujuan untuk mengukur kecenderungan orientasilocus of control pada remaja. Skala locus of control yang digunakan dalam penelitian ini adalah skalaIPC locus of control yang diadaptasi dari skala

IPC locus of control dari Levenson yang telah diterjemahkan kedalam bahsa Indonesia oleh Munandar (Kurnianingtyas, 2002). SkalaIPC locus of control milik Levenson berjumlah 24 item, terdiri dari 8 item yang mengacu padalocus of controlinternal dan 16 item mengacu padalocus of controleksternal (Kurnianingtyas, 2002).

Bertolak dari indikator-indikator skala IPC locus of control milik Lavenson, maka ada 3 aspek sebagai indikatornya, yaitu :

1) faktorinternal, yaitu individu merasa peristiwa dalam hidupnya terjadi karena dikendalikan oleh kemampuan individu tersebut.

2) faktor chance, yaitu individu merasa bahwa kejadian dalam hidupnya dikendalikan oleh nasib, peluang dan keberuntungan.

(58)

Faktor nomor 1 merupakan faktor untuk locus of control internal, sedangkan faktor nomor 2 dan 3 merupakan faktor untuk locus of control

eksternal.

Distribusi atau sebaran item dari skalaIPC locus of control dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel I. Kisi-kisi sebaran item skalaIPC Locus of control

(sebelum ujicoba)

No. Aspek Favorabel/ Unfavorabel

Nomor Item Total

1 Internal (I) Favorabel 1, 4, 5, 9, 18, 19, 21, 23 8 2 Powerfull others (P) Unfavorabel 3, 8, 11, 13, 15, 17, 20, 22 8 3 Chance (C) Unfavorabel 2, 6, 7, 10, 12, 14, 16, 24 8

Total Item 24

b. Skalaproblem focused coping

Skala ini bertujuan untuk mengukur kecenderungan problem focused coping pada remaja. Skala problem focused coping yang digunakan dalam penelitian ini adalah skalaproblem focused coping milik Susantiny dengan jumlah total item sebanyak 42 item yang terdiri dari 21 item favorabel dan 21 item non-favorabel (Susantiny, 2001).

(59)

1) Cautiousnessatau kehati-hatian.

Individu berhati-hati dan menahan diri dalam memecahkan dan memutuskan masalah dengan mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dan mengevaluasi strategi-strategi yang sudah pernah dilakukan.

2) Instrument actionatau aksi instrumental

Individu bertindak dengan usaha-usaha yang mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta melakukan penyusunan rencana atau langkah-langkah yang akan dilakukan dan melaksanakan langkah-langkah yang telah direncanakan tersebut.

3) Negotiation

(60)

Tabel II. Kisi-kisi sebaran item skalaproblem focused coping

Total item 42

F. Validitas, Reliabilitas, dan Seleksi Item

1. Validitas

Validitas memiliki arti sampai sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dapat dinyatakan memiliki validitas yang baik jika alat ukur tersebut mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya ( Azwar, 2003).

Skala IPC locus of controlversi Levenson sebelumnya sudah pernah digunakan pada beberapa penelitian sebelum ini. Agustomo (dalam Kurnianingtyas, 2002) menemukan bahwa ada hubungan yang negatif antara faktor Internal (I)-Powerfull others (P) dan Internal(I)-Chance(C), dan hubungan positif antara faktor Powerfull others (P)- Chance(C).

(61)

Tabel III. Koefisien korelasi antar faktor skalaIPC Locus of controldari Agustomo ( Kurnianingtyas, 2002)

Faktor r p

Internal (I)-Powerfull others (P) -0,497 < 0,05

Internal(I)-Chance(C) -0,779 < 0,05

Powerfull others (P)-Chance(C). 0,579 < 0,05

Pada skala problem focused coping versi Susantiny, dihasilkan koefisien korelasi yang bergerak antara 0, 117-0,647 (Susantiny, 2001). Dari hasil diatas ditemukan bahwa validitas dari skala yang akan digunakan dalam penelitian adalah cukup baik.

Dalam penelitian ini, pendekatan validitas yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang diuji lewat penilaian rasional atau professional judgement terhadap isi skala. Dalam penelitian ini, professional judgement dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi.

2. Seleksi Item

Seleksi item digunakan untuk memperoleh item-item yang memiliki kelayakan untuk digunakan dalam penelitian. Seleksi item diambil dari data hasil uji coba item pada subyek, dimana hasilnya ditunjukkan oleh koefisien korelasi item total (rix). Semakin tinggi koefisien korelasi positif yang

(62)

Batasan item yang lolos seleksi item atas item yang memliki koefisien korelasi item total (rix) = 0,3. Item yang memiliki rix≥0,3 dianggap memiliki

daya beda yang memuaskan, sedangkan item yang memiliki rix≤ 0,3 dapat

dikatakan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah sehingga tidak dapat digunakan dalam penelitian ( Azwar, 2003).

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil pengukuran. Suatu skala dianggap reliabel jika skala tersebut memunculkan hasil yang relatif sama pada subyek yang sama pada kesempatan yang berbeda jika aspek yang diukur pada subyek belum berubah ( Azwar,2003)

Tinggi rendahnya suatu reliabilitas ditunjukkan oleh koefisien reliabilitas. Semakin tinggi koefisien reliabilitas atau semakin mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi pula reliabilitasnya.

(63)

Dalam penelitian ini, pendekatan reliabilitas yang digunakan adalah dengan menggunakan kooefisien reliabilitas alpha Cronbach.

G. Metode analisis data

(64)

46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah

Penelitian ini dilakukan di SMAK Sang Timur Yogyakarta. Beralamat di Jln. Batikan No. 7 Yogyakarta, SMAK Sang Timur yang berada dalam pengelolaan Yayasan Karya Sang Timur resmi beralih menjadi SMA pada tahun 1989 setelah sebelumnya merupakan SPG.

SMAK Sang Timur memiliki 30 orang tenaga pengajar dengan total jumlah siswa sebanyak 144 siswa, yang tersebar dari kelas X sampai XII, dimana setiap tingkatan terdiri dari 3 kelas. Subyek penelitian adalah siswa kelas X-XII yang terdiri dari total 70 siswa.

(65)

B. Persiapan Penelitian

1. Prosedur Ijin Penelitian

Setelah mendapatkan surat keterangan penelitian dari dekan fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dengan nomor 84.a/D/KP/Psi/USD/IX/2008, peneliti memberikan surat tersebut kepada kepala sekolah SMAK Sang Timur untuk meminta ijin melakukan penelitian. Setelah kepala sekolah memberikan ijin untuk melakukan penelitian, peneliti diminta untuk berkoordinasi dengan guru BK untuk menentukan hari dan waktu yang tepat untuk melaksanakan penelitian.

2. Uji Coba Alat Ukur

Sebelum dilakukan penelitian yang sesungguhnya, peneliti melakukan uji coba terhadap alat ukur untuk melihat kesahihan butir dan reliabilitas alat ukur sehingga memenuhi standar reliabilitas dan validitas yang baik. Persiapan alat ukur meliputi persiapan skala yang akan dikenakan pada subyek penelitian yaitu skalaIPC-locus of control dan skalaproblem focused coping.

(66)

Dalam pelaksanaan uji coba ini, diawali dengan perkenalan dan mengemukakan maksud kehadiran peneliti dalam kelas dan meyakinkan subyek bahwa kerahasiaan jawaban mereka akan terjaga dengan maksud agar subyek mengisi skala dengan sungguh-sungguh.

Jumlah siswa yang dipersiapkan untuk penelitian ini adalah 33 siswa. Semua subyek diberikan dua jenis skala yaitu skalaIPC locus of control dan skala problem focused coping. Dari 33 skala yang dipersiapkan terdapat 3 skala tidak memenuhi syarat kelengkapan yaitu tidak semua pernyataan dijawab sehingga total skala yang disertakan dalam analisis item ada 30 skala. Uji kesahihan butir dan reliabilitas skala IPC locus of control dan skalaproblem focused coping dilakukan setelah peneliti melakukan uji coba. Hasilnya adalah sebagai berikut:

a. SkalaIPCLocus of Control 1) Uji kesahihan butir skala

(67)

Dari hasil perhitungan ditemukan besaran koefisien korelasi bergerak dari 0,044 sampai 0,577. Dengan kriteria 0,3 ( koefisien korelasi item total yang kurang dari 0,3 dinyatakan tidak sahih) ditemukan 3 item gugur dari 24 item yang ada. Butir item gugur tersebut adalah item nomor 11, 14, dan 20. Item yang gugur selanjutnya tidak disertakan dalam analisis berikutnya. Karena item yang gugur tidak disertakan dalam analisisnya selanjutnya, berikut ini disajikan tabel spesifikasi item setelah ujicoba:

Tabel IV. Kisi-kisi sebaran item skalaIPC Locus of control

(setelah ujicoba)

No. Aspek Favorabel/ Unfavorabel

Nomor Item Total

1 Internal (I) Favorabel 1, 4, 5, 9, 16, 17, 18, 20 8 2 Powerfull others (P) Unfavorabel 3, 8, 12, 13, 15, 19 6 3 Chance (C) Unfavorabel 2, 6, 7, 10, 12, 14, 21 7

Total Item 21

2) Reliabilitas skala

(68)

b. Skalaproblem focused coping

1) Uji kesahihan butir skala

Dari hasil perhitungan ditemukan besaran koefisien korelasi bergerak dari -0,007 sampai 0,587. Dengan criteria 0,3 ( koefisien korelasi item total yang kurang dari 0,3 dinyatakan tidak sahih) ditemukan 6 item gugur dari 42 item yang ada. Butir item gugur tersebut adalah item nomor 5, 14, 20, 22, 28, dan 38. Butir yang gugur selanjutnya tidak disertakan dalam analisis berikutnya. Karena item yang gugur tidak disertakan dalam analisisnya selanjutnya, berikut ini disajikan tabel spesifikasi item setelah ujicoba:

Tabel V. Kisi-kisi sebaran item skalaproblem focused coping

( setelah ujicoba)

No Item

(69)

2) Reliabilitas skala

Reliabilitas skala problem focused coping diuji dengan menggunakan teknik alpha-cronbach. Hasil perhitungan memunculkan hasil 0, 907. Berarti reliabilitas skala IPC locus of controlini dianggap memuaskan.

C. Pelaksanaan Penelitian

Proses penelitian dilakukan selama 2 hari, yaitu tanggal 10 dan 13 September 2008 dengan menggunakan jam pelajaran BK. Subyek tersebar dari kelas X sampai XII. Untuk masing-masing kelas, peneliti diberikan waktu sebanyak 1 jam pelajaran, yaitu 40 menit.

(70)

D. Deskripsi Hasil Penelitian

Pada skala IPC locus of control dihasilkan mean empiris sebesar 61,94 dan mean teoretik sebesar 52,5 serta memiliki standard deviasi (SD) sebesar 5,883. Xmin (skor minimum yang diperoleh subyek penelitian) yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebesar 49 dan Xmax (skor maksimal yang diperoleh subyek penelitian) sebesar 74, sehingga range yang dihasilkan adalah sebesar 26.

Pada skala problem focused coping dihasilkan mean empiris sebesar 93,48 dan mean teoretik sebesar 91,5 serta memiliki standard deviasi (SD) sebesar 8,990. Xmin ( skor minimum yang diperoleh subyek penelitian) yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebesar 70 dan Xmax (skor maksimal yang diperoleh subyek penelitian) sebesar 116, sehingga range yang dihasilkan adalah sebesar 47.

Berikut adalah tabel ringkasan hasil penelitian di atas:

Tabel VI. Ringkasan hasil penelitian

Locus of control Coping

Mean Empiris 61,94 93,48

Mean teoritik 52,5 91,5

SD 5,883 8,990

Xmin 49 70

Xmax 74 116

Range 26 47

(71)

X < (µ - 1,0σ) (µ - 1,0σ)≤X < (µ + 1,0σ) (µ + 1,0σ)≤X

Hasil perhitungan kriteria ketegorisasi skor locus of controldancopingsubyek dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel VII. Tabel kategorisasi skor skalaIPC locus of control

Rentang Kategori

X < 46,5 Rendah

46,5≤X < 58,5 Sedang

58,5≤X Tinggi

Tabel VIII. Tabel kategorisasi skor skalaproblem focused coping

Rentang Kategori

X < 65,5 Rendah

65,5≤X < 109,5 Sedang

109,5≤X Tinggi

Kriteria kategori skor skorlocus of controldancopingyang terdapat pada tabel diatas berguna untuk menentukan tingkat kategorisasi subyek penelitian berdasarkan skor yang diperolehnya. Kategori skor locus of control dan copingdari subyek penelitian dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel IX. Frekuensi kategori skorlocus of controlsubyek penelitian:

Kategori Frekuensi

Rendah 0

Sedang 18

Tinggi 46

(72)

Tabel X. Frekuensi kategori skorproblem focused copingsubyek penelitian

Kategori Frekuensi

Rendah 0

Sedang 62

Tinggi 2

Total= 64

E. Analisis Data Penelitian

Sebelum uji hipotesis dilakukan, maka perlu diadakan uji asumsi terlebih dahulu yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas ( Howell, 1994)

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan one-sample Kolmogorov-Smirnov test. Suatu data mengikuti kurva distribusi normal jika harga p dari nilai K-S z lebih besar dari 0,05 ( p>0,05).

Dari hasil perhitungan berdasarkan hasil pada skala IPC locus of control, dihasilkan nilai K-S z sebesar 0, 980 dengan p=0,292 atau p>0,05. Hal ini menunjukkan sebaran skor pada skalaIPC locus of control

mengikuti distribusi kurva normal.

(73)

b. Uji Linearitas

Hasil dari perhitungan berdasarkan data hasil penelitian menghasilkan nilai F sebesar 11,559 dengan p=0,001 atau p<0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antaralocus of controlinternal dengan kecenderungan melakukanproblem focused copingadalah linear.

2. Uji hipotesis

Dari hasil uji hipotesis ditemukan besarnya koefisien korelasi antara variabel locus of control internal dengan kecenderungan menggunakan

problem focused coping adalah 0, 383. Hasil tersebut mempunyai arti bahwa hipotesis yang berbunyi “ada hubungan positif antaralocus of controlinternal dan kecenderungan menggunakanproblem focused coping” diterima.

Koefisien determinasi yang diperoleh dari kuadrat koefisien korelasi adalah sebesar 0,147. Hasil ini berarti bahwa variable bebas dari penelitian ini yaitu locus of control internal memberikan subangan efektif sebesar 14,7% terhadap variabel tergantungnya.

F. Pembahasan

(74)

terlalu jauh berbeda. Variasi rendah ini mungkin dikarenakan usia dan tingkat pendidikan subyek yang relatif sama.

Skor rata-rata skala IPC locus of control sebesar 61,94 juga menunjukkan rata-rata subyek berada pada kelompok kategorisasi tinggi. Hasil ini mengandung arti bahwa subyek penelitian mampu untuk mengarahkan letak kendali peristiwa-peristiwa dalam hidupnya kearah yang lebih internal. Jika dikaitkan dengan usia subyek yang berada pada rentang 15-18 tahun, masa ini termasuk masa remaja. Phares (1978) mengatakan bahwa perubahan locus of control individu dapat berubah dari kecenderungan eksternal menuju kearah internal seiring dengan perkembangan usia individu tersebut.

Menurut Kleinke (1978), untuk mendorong kecenderungan locus of control

(75)

Pada skalaproblem focused coping, skor rata-rata subyek adalah 93,48. Dari standard deviasi sebesar 8,990 untuk skala problem focused copingbermakna bahwa variasi dari jawaban masing subyek tidak terlalu tinggi. Artinya masing-masing subyek penelitian memiliki kondisi yang tidak terlalu jauh berbeda. Billings & Moos (1984) mengatakan faktor-faktor seperti usia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, situasi, pengalaman dan persepsi terhadap stimulus ikut menentukan perilaku coping seorang individu. Dari faktor-faktor tersebut, faktor usia dan tingkat pendididikan merupakan faktor-faktor yang bisa dikontrol dalam penelitian ini.

Skor rata-rata sebesar 93,48 juga menunjukkan rata-rata subyek berada pada kelompok kategorisasi sedang untuk kecenderungan menggunakan problem focused coping. Hasil ini mengandung arti bahwa subyek penelitian mulai mampu untuk mengatasi masalah, tekanan dan tantangan dengan mengubah kesulitan hubungan dengan lingkungan dan mencari alternatif penyelesaian masalah yang berorientasi pada penyelesaian masalah secara nyata, meskipun kecenderungan untuk menggunakan melakukanproblem focused copingtersebut belum terlalu besar.

Sebagai individu, remaja harus melakukan penyesuaian-penyesuaian berupa

(76)

dengan baik maka remaja tersebut akan memasuki tahap perkembangan selanjutnya dengan baik pula (Sarwono, 1994)

Nilai koefisien korelasi yang positif (r=0,383) menunjukkan hipotesis penelitian yang berbunyi “ada hubungan positif antara locus of control internal dan kecenderungan menggunakanproblem focused coping” dapat diterima. Hal ini berarti bahwa semakin internal locus of controldari subyek penelitian, maka kecenderungan untuk menggunakan problem focused coping juga semakin tinggi, sebaliknya jika semakin eksternal locus of control seseorang maka kecenderungan menggunakan

problem focused copingjuga semakin rendah.

Locus of control internal dan kecenderungan problem focused coping

memiliki hubungan positif karena dengan locus of control internal yang tinggi, individu merasa bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya merupakan hasil dari perilakunya, ditentukan oleh kemampuan dirinya sendiri, dengan demikian individu akan mampu menganalisa situasi dengan lebih terarah dan waspada, serta lebih aktif mencari, memperoleh dan menggunakan dan mengolah informasi yang relevan dalam rangka memanipulasi dan mengendalikan lingkungan (Phares, 1978).

(77)

sendiri dan aktif untuk mengontrol lingkungannya termasuk mengontrol stimulus-stimulus yang dapat menyebabkan stress pada individu tersebut ( Kleinke, 1978).

Hubungan positif ini juga disebabkan oleh adanya kecocokan karakteristik individu yang memiliki locus of control internal dengan individu yang mempunyai kecenderunganproblem focused coping yang tinggi. Individu dengan kecenderungan

locus of control internal mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, tidak mudah terpengaruh, aktif dan mempunyai keyakinan besar untuk memperoleh keberhasilan (Lefcourt, 1982) Hal ini sesuai dengan karakteristik individu yang dimiliki individu dengan kecenderunganproblem focused copingyang tinggi, dimana individu dengan kecenderunganproblem focused coping yang tinggi memiliki kepercayaan diri tinggi bahwa sumber-sumber dalam dirinya mampu untuk mengatasi masalah, dan aktif untuk mencari jalan keluar permaslahan tersebut ((Folkmanet al.,1986).

Koefisien determinasi yang diperoleh dari data penelitian ini adalah 0,147. Hal ini berarti bahwa variabel locus of control memberikan sumbangan efektif sebesar 14,7% terhadap variabel coping. Berarti terdapat 85,3% variabel lain yang memberikan sumbangan untuk kecenderungan menggunakan problem focused coping.

(78)

Gambar

Tabel I. Kisi-kisi sebaran item skala IPC Locus of control
Tabel II. Kisi-kisi sebaran item skala problem focused coping
Tabel III. Koefisien korelasi antar faktor skala IPC Locus of control dari
Tabel IV. Kisi-kisi sebaran item skala IPC Locus of control
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, beban pemasaran berkepentingan untuk menghubungkan suatu produk mulai saat barang atau jasa tersebut selesai diproduksi sampai dengan diubah menjadi pendapatan yang

Dengan begitu permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini dirumuskan dalam satu pertanyaan besar yaitu, bagaimana dinamika olahraga Bulutangkis dari tingkat lokal

meningkatkan pendapatan asli desa (PADes) yang berasal dari Badan Usaha. Milik Desa, dipandang perlu adanya penyertaan modal oleh Pemerintah

The major problem of her study is how search for existence of Frank Moses in Red movie directed by Robert Schwentke based on Existentialist approach.. Therefore, the study analyzes

Honda yang sampai saat ini masih memimpin pasar. Sistem penjualan dan pembelian pada perusahaan tersebut sudah terkomputerisasi., namun pada setiap bagian operasional masih

Mengacu pada hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa waktu transaksi untuk sistem pembayaran tol elektronik berbasis RFID yang dihasilkan lebih kecil dari nominal

Berangkat dari metode dan perencanaan pelaksanaan penelitian yang telah ditentukan dan dioptimalkan untuk diterapkan, menghasilkan temuan-temuan yaitu: kepercayaan masyarakat