Kinerja Jaringan Sistem Pembayaran Tol Elektronik
Berbasis Radio Frequency Identification (RFID)
Achmad Affandi
1), Yudistira Eka Putra
2), Gatot Kusraharjo
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email : 1)affandi@ee.its.ac.id, 2)y_dizz@elect-eng.its.ac.id
Abstrak - Electronic Toll Collection (ETC) ini adalah system pembayaran elektronik otomatis yang dapat meningkatkan efisiensi waktu transaksi di pintu tol sehingga mengurangi antrian kendaraan menggunakan teknologi RFID sebagai media akses sehingga tidak perlu lagi pelayanan manual di gerbang tol. Implementasi RFID nantinya ditujukan sebagai otomatisasi pintu tol sehingga dapat mempercepat pelayanan bagi calon pengguna pintu tol.
Karena sistem pembayaran tol elektronik ini merupakan suatu rangkaian besar dari berbagai sub sistem perangkat identifikasi dengan perangkat database server sebagai pengolah data pelanggan jalan tol, maka dibutuhkan suatu model konfigurasi jaringan yang tepat dan handal. Hal ini karena komunikasi data terminal dan server dapat terjadi setiap saat dengan trafik yang cukup padat. Dalam penelitian ini akan diuji performa jaringan RFID yang sudah dimodelkan sebelumnya, sehingga dapat diketahui konfigurasi sistem yang paling optimal.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem yang dibangun mampu berjalan dengan lancar. Koneksi antara client dan server dapat dilakukan melalui jaringan WAN (internet) dengan spesifikasi jaringan minimal sehingga dapat memudahkan dalam implementasi perangkat di lapangan. Selain itu waktu pelayanan transaksi yang lebih efisien dibandingkan sistem pembayaran tol konvensional, yaitu di bawah 2 detik, menunjukkan besarnya manfaat yang diperoleh melalui penggunaan sistem tersebut.
Kata Kunci : performansi jaringan, electronic toll collection, RFID
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan bertambahnya jumlah kendaraan di kota-kota besar menyebabkan penggunaan jalan tol meningkat. Jalan tol sebagai jalan alternatif merupakan jalan yang bebas hambatan baik dari lampu merah, pasar, pejalan kaki, kendaraan roda dua dan sebagainya. Peningkatan pemakaian jalan tol ini seharusnya disertai dengan peningkatan pelayanan kepada pelanggan jalan tol berupa perbaikan pelayanan transaksi di gerbang tol. Pada prakteknya, kenyamanan ini seringkali terganggu oleh adanya antrian kendaraan yang terjadi di pintu tol baik di pintu masuk maupun di pintu keluar, disebabkan lamanya waktu yang diperlukan untuk memproses ticketing dan pembayaran, yang di Indonesia umumnya masih dikerjakan secara manual oleh petugas pintu tol.
Teknologi informasi telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia sekarang ini. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan pemakaian Radio Frequency Identification (RFID) di gerbang masuk dan keluar tol. RFID adalah teknologi identifikasi otomatis berbasis gelombang radio yang mampu mengidentifikasi berbagai obyek secara simultan tanpa diperlukan kontak langsung [1]. Teknologi RFID menjadi jawaban atas berbagai kelemahan yang dimiliki teknologi barcode yaitu selain karena bisa dibaca pada jarak yang cukup jauh, juga mempunyai kapasitas penyimpanan data hingga 128 bit dan bisa diprogram ulang sehingga memudahkan untuk menyimpan dan memperbaharui data dalam jumlah besar untuk sebuah
item.
Dengan keunggulan tersebut, teknologi RFID dapat dimanfaatkan sebagai solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan di pintu tol tersebut, antara lain kurangnya efisiensi waktu transaksi, terjadinya kecurangan (petugas pintu tol), dan juga pelacakan posisi serta identitas kendaraan. Penerapan teknologi RFID dalam sistem pembayaran tol elektronik membutuhkan pembangunan infrastruktur RFID reader yang bertindak sebagai gerbang
check-point. Oleh karena itu diperlukan desain arsitektur
jaringan yang dapat menghasilkan performa terbaik, cost yang rendah, efisiensi yang tinggi, dan bekerja secara
realtime dan reliable.
II. TEORI PENUNJANG
RFID adalah kepanjangan dari Radio Frequency
Identification. Biasanya RFID dikenal sebagai smart tag
dan spy chip. RFID adalah bentuk umum untuk teknologi yang menggunakan radiowave untuk mengidentifikasi manusia atau objek secara otomatis. Metode yang paling sering digunakan adalah untuk menyimpan serial number yang menunjukkan identitas seseorang atau benda, pada sebuah microchip yang disertakan pada antena (chip dan antena adalah RFID transponder atau sebuah tag RFID) [2]. Antena memanfaatkan prinsip induksi elektromagnetik untuk mentransmisikan informasi identifikasi yang terdapat di dalam chip kepada reader. Kemudian reader mengubah pantulan radiowaves dari tag RFID menjadi informasi digital untuk selanjutnya akan diteruskan pada komputer yang bertugas memproses data-data tersebut.
Sistem RFID terdiri dari komponen-komponen berikut ini [3].
1. Tag, adalah suatu benda yang biasanya berbentuk
chip, label, atau kapsul yang terdiri dari rangkaian
elektronik, antena, dan bisa juga baterai.
2. Reader, adalah suatu alat yang memiliki kemampuan membaca dan menulis pada tag.
3. Reader antenna, merupakan modul elektronik untuk kemampuan radio. Sebagian arus dari reader yang tersedia berasal dari antena.
4. Controller, merupakan komponen penting dalam RFID yang mengatur sinkronisasi semua reader yang berada di sistem sekaligus sebagai pusat kontrol dan informasi. Generasi reader terbaru telah menggabungkan komponen ini di dalamnya.
5. Sensor, actuator dan annunciator, merupakan komponen pilihan yang dibutuhkan input eksternal dan output dari sistem.
6. Host dan software system, adalah "otak" dari semua sistem RFID. Host umumnya terdapat dalam sebuah PC atau workstation yang memiliki fungsi database dan juga kontrol (biasa disebut middleware). Dalam prakteknya sistem RFID menjadi tidak berguna tanpa komponen ini.
7. Infrastruktur komunikasi, adalah gabungan antara jaringan kabel dan wireless dan infrastruktur koneksi serial yang dibutuhkan untuk menghubungkan komponen sebelumnya menjadi satu kesatuan jaringan komunikasi.
Gambar 1 Blok diagram skematik sistem RFID Sementara itu Electronic Toll Collection (ETC) adalah suatu sistem yang menjalankan fungsi pelayanan transaksi secara otomatis kepada pengguna jalan tol saat memasuki gerbang tol. Sistem ETC ini dirancang agar dapat menggantikan petugas pada loket tol yang bekerja melayani pengguna tol secara manual.
Sistem ETC adalah sebuah sistem berbasis teknologi informasi (TI) yang cukup kompleks karena tidak hanya melibatkan penggunaan aplikasi-aplikasi perangkat lunak tetapi juga melibatkan penggunaan perangkat keras yang semuanya dikontrol secara otomatis dengan sebuah perangkat lunak. Tidak hanya itu, sistem ini juga didukung oleh penggunaan jaringan komunikasi data mulai dari komunikasi melalui kabel serial/paralel, local area network (LAN) dan wide area network (WAN) bahkan internet. Untuk memudahkan dalam memahami sistem ini, maka berikut digambarkan rancangan dari sistem ETC tersebut [4].
Gambar 2 Rancangan sistem RFID di jalan tol Model implementasi dari RFID di jalan tol dapat dilihat pada Gambar 2. Pada rancangan sistem di atas,
reader-reader akan di pasang di setiap gerbang tol. RFID reader ini akan membaca semua informasi yang berasal
dari RFID tag. RFID tag ini akan dipasang pada setiap kendaraan yang akan memasuki jalan tol. Alat ini dalam penempatannya tidak jadi masalah, karena ini merupakan RFID tag aktif yang akan dapat terbaca dari jauh. Sebetulnya pemancaran sinyal RFID ini tidak harus Line of
Sight (LOS), karena RFID bekerja pada frekuensi tertentu
dimana sinyal alat ini dapat menembus benda-benda yang menghalangi. Tetapi jika dalam keadaan kecepatan kendaraan yang tinggi maka dapat berakibat sinyal tag tidak terdeteksi reader, sehingga untuk keamanan komunikasi maka kendaraan diwajibkan mengurangi kecepatannya saat melewati reader.
Setiap pengendara yang melewati tol, tagihannya akan disimpan di database sistem yang terkoneksi ke
database bank. Setiap bulan tagihan akan didebit otomatis
dari rekening pengendara jalan tol tersebut. Database juga berfungsi menyimpan data-data dari pelanggan yang telah di-entry pada saat pembelian tag. Data-data tersebut adalah jumlah saldo, nama pemilik kendaraan, nomor identitas, merek kendaraan, jenis kendaraan dan data-data lainnya. Alat ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya pembeli yang terdaftar. Penyalahgunaan yang terjadi menjadi tanggung jawab pengendara tersebut.
Semenjak diperkenalkan di Norwegia pada tahun 1986, teknologi ETC berkembang dengan cepat dan telah diterima secara global sebagai sebuah metode otomasi pembayaran dan akses jalan tol. Implementasi ETC ini dirancang untuk beroperasi secara semi otomatis maupun otomatis penuh yang meliputi sistem pelayanan transaksi, peralatan dan sarana, serta perlengkapannya. Beberapa keuntungan penerapan sistem ETC ini adalah [5].
1. Memungkinkan terjadinya transaksi meskipun kendaraan tetap berjalan dengan kecepatan maksimal yang ditentukan sehingga dapat mempercepat waktu transaksi dan meningkatkan kapasitas pelayanan di gerbang tol.
2. Mengurangi jumlah uang tunai yang harus ditangani sehingga meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi pengguna maupun pengelola jalan tol.
3. Mengurangi ongkos cetak dan distribusi tiket/kartu tol.
4. Meningkatkan tingkat akurasi transaksi dan menghindari kesalahan atau penyelewengan (fraud) yang kerap dilakukan oknum petugas.
5. Meningkatkan efisiensi jumlah SDM untuk pelayanan di gerbang tol.
6. Memungkinkan operator jalan tol untuk meningkatkan layanan dan kepuasan pelanggan ketika melewati gerbang tol dengan menghilangkan keharusan menghentikan kendaraan, menghilangkan keharusan menurunkan kaca jendela dan lain-lain.
III. PERANCANGAN DAN PENGUJIAN SISTEM A. Perancangan Sistem
Dalam rancangannya sistem pengoperasian tol ini dibangun oleh 3 tingkatan sistem pelayanan yang dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3 Arsitektur Sistem ETC
Arsitektur dari sistem ini sengaja dirancang berlapis-lapis agar dapat diketahui dengan mudah proses kerja dari sistem ini serta teknologi-teknologi pendukungnya. Penjelasan arsitektur sistem ETC adalah sebagai berikut:
1. Pelayanan sentral tol, yang dalam hal ini disebut
Central Coordination Service (CCS). CCS akan
membawahi beberapa Toll Plaza Management
Service (TPMS). Central Coordination Service (CCS)
atau layer 1 adalah komponen tertinggi. CCS mengkoordinasi level jaringan TPMS dan layanan
Lane Management Service (LMS) oleh pengaturan
konfigurasi pendukung, security dan fungsi authetifikasi dan analisa bisnis dan monitoring secara berkelanjutan menjadi mudah. Layer ini merupakan pusat dari sistem dimana seluruh data dari semua pintu tol akan diolah dan dikumpulkan. Untuk mengumpulkan data yang terjadi pada setiap pintu tol serta memberikan data yang dibutuhkan untuk melakukan transaksi pada alat transaksi, layer ini dihubungkan dengan Toll Plaza Management Service (TPMS) melalui jaringan WAN.
2. TPMS atau layer 2 bertanggung jawab terhadap pelayanan LMS, baik LMS yang dikontrol secara elektronik ataupun secara manual. TPMS menyimpan berbagai macam transaksi yang terjadi selama pengoperasian tol. Pengiriman data ke CCS berlangsung secara realtime. Perangkat pendukung di TPMS terdiri atas perangkat lunak ataupun perangkat keras berupa server, peripheral, workstation, router,
switch, database serta sistem aplikasi yang dibutuhkan untuk keperluan pelaporan, operasional dan pengawasan. Untuk mengumpulkan data yang terjadi pada setiap pintu tol serta memberikan data yang dibutuhkan untuk melakukan transaksi pada alat transaksi, layer ini dihubungkan dengan melalui jaringan LAN.
3. LMS atau layer 3 merupakan suatu pelayanan gerbang tol yang nantinya akan mengontrol keluar masuknya kendaraan. LMS didukung oleh komponen yaitu RFID reader dan empat elemen sistem ETC lainnya, yaitu AVI (Automatic Vehicle Identification), AVC (Automatic Vehicle Classification), VES (Violation Enforcement System), dan Control Center
Management. LMS dapat menangani proses
pembayaran tol secara otomatis karena LMS ini akan membaca RFID tag yang berisikan pulsa pada setiap kendaraan yang masuk. Pada layer LMS ini terdiri atas 2 komponen sebagai berikut.
a. Alat Transaksi, yang berupa RFID tag aktif yang dipegang oleh pengguna tol dan RFID
reader yang terpasang pada pintu tol dan
tempat strategis lainnya, pengguna tol hanya perlu memperlambat sedikit kecepatan kendaraannya agar RFID reader dapat membaca sinyal dari tag.
b. Alat Kontrol, yang berupa sensor yang tergabung dalam satu sistem kendali otomatis. Sistem ini akan mengendalikan semua proses transaksi mulai dari klasifikasi kendaraan, transaksi pembayaran dan pengawasan kepatuhan serta pengendalian permasalahan dan situasi yang mungkin timbul dalam proses pembayaran.
B. Analisa dan Pengujian Sistem
Sistem pembayaran tol elektronik berbasis RFID ini, terbagi atas dua bagian. Perangkat bagian pertama adalah
client gerbang tol. Terdiri dari sebuah unit komputer
bertindak sebagai Plaza Computer System (PCS) yang dilengkapi dengan sebuah RFID reader untuk mensimulasikan Peralatan Tol Gardu. Komputer client akan berfungsi sebagai pengolah data pada gerbang tol dan memproses input message dari perangkat RFID. Sementara bagian kedua adalah komputer server bertindak sebagai
Operational Computer System (OCS) di kantor pusat yang
mencatat transaksi kendaraan yang masuk serta keluar jalan tol sekaligus sebagai media penyimpanan database semua data (data transaksi, pelanggan, gerbang tol, user, dan lain-lain) dalam sistem ETC. Kedua bagian ini dihubungkan oleh jaringan komunikasi data yang berbasis
Gambar 4 Testbed Pengujian Yang Dilakukan Pada konsep client-server dalam jaringan komputer,
client bertindak sebagai terminal atau komputer yang
digunakan oleh user untuk berinteraksi. Server sendiri adalah komputer yang menerima request (permintaan) dari satu atau lebih client dan menyimpan hasilnya setelah permintaan tersebut diproses. Client dan server saling berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya dijembatani oleh perangkat lunak yang disebut Database
Management System (DBMS). DBMS terdiri atas suatu
koleksi data yang saling berelasi dan satu set program pengelola yang bertugas menambah, menghapus, mengambil, dan membaca data.
Pengujian dilakukan untuk mengetahui keberhasilan sistem dalam membangun koneksi antara client dan server serta mengetahui tingkat performansi jaringan. Dalam melakukan pengujian ini, penulis membatasi hanya pada dua proses pengujian yaitu:
1. Proses pengujian untuk menguji waktu pelayanan transaksi. Yang dimaksud waktu pelayanan transaksi adalah waktu yang diperlukan reader untuk memproses satu transaksi atau sama dengan total waktu yang diperlukan satu kendaraan untuk menyelesaikan satu kali proses transaksi di gardu tol. Nantinya waktu pelayanan hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan waktu pelayanan dalam transaksi tunai. Diharapkan waktu transaksi yang dihasilkan lebih kecil dari nominal waktu transaksi yang terdapat pada sistem tol konvensional.
2. Proses pengujian untuk mengetahui tingkat performansi jaringan. Beberapa parameter yang diukur disini antara lain delay, packet loss, dan
throughput sebagaimana disebutkan dalam ITU-T
Y.1541. Dalam penelitian ini, standar pengukuran dalam ITU-T Y.1541 yang digunakan adalah class 3, yaitu delay maksimum 400 ms dan packet loss terbesar 1 × 10–3 [6].
IV. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bagian ini akan dilakukan pengujian yang meliputi pengujian waktu pelayanan transaksi dan pengujian tingkat performansi jaringan. Skenario yang digunakan saat melakukan pengujian pada sistem pembayaran tol elektronik ini adalah:
- Jaringan yang diuji adalah jaringan WAN (internet), dimana sebagai media koneksi WAN di sisi client akan memanfaatkan layanan GPRS dari Telkomsel (Telkomsel Flash) dan di sisi server akan memanfaatkan layanan ADSL dari Telkom (Speedy).
- Pengujian hanya dilakukan dalam lingkup PC-to-PC. Hal ini disebabkan keterbatasan peralatan yang dimiliki.
- Software pengukuran (Colasoft Capsa 6.9 Enterprise Edition) terinstall pada client, yaitu komputer yang terhubung perangkat RFID reader.
A. Pengujian Waktu Pelayanan Transaksi
Dalam pengujian waktu pelayanan transaksi, pengamatan dilakukan dengan kondisi satu tag, dua tag, dan tiga tag terhubung. Indikator waktu pelayanan transaksi ini diperoleh dari selisih waktu yang diperlukan
reader untuk memproses tag berikutnya setelah melakukan
satu kali transaksi. Hasil pengamatan untuk waktu pelayanan transaksi tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Perbandingan Waktu Pelayanan Transaksi Percobaan Waktu Pelayanan
1 Tag 1.45 s
2 Tag 1.50 s
3 Tag 1.76 s
Mengacu pada hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa waktu transaksi untuk sistem pembayaran tol elektronik berbasis RFID yang dihasilkan lebih kecil dari nominal waktu transaksi yang terdapat pada sistem tol konvensional.
B. Pengujian Performansi Jaringan B.1 Throughput
Dalam pengukuran ini akan dibandingkan berapa banyaknya jumlah data yang dikirim dan diterima setiap detik (throughput) pada koneksi antara client-server. Berikut adalah hasil pengujian throughput untuk jaringan 2G (EDGE), pengukuran dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu dengan saat transaksi dengan satu tag, dua tag, dan tiga tag. Throughtput @ 2G (EDGE) 1.67 3.28 5.88 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 1 2 3 Jumlah Tag Throughput (Kbps) 1 2 3
Gambar 5 Throughput pada Jaringan 2G (EDGE) Sedangkan berikut adalah hasil uji throughput pada jaringan 3G dengan kondisi satu, dua, dan tiga tag terukur. Pada pengukuran ini dilakukan bandwidth shaping pada koneksi modem di sisi client dengan setting 128 Kbps, 384 Kbps, 512 Kbps, 1 Mbps, 2 Mbps, dan 3.6 Mbps.
Throughput @ 3G (HSDPA) 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 1 2 3 Jumlah Tag Throughput (Kbps) 128 Kbps 384 Kbps 512 Kbps 1 Mbps 2 Mbps 3.6 Mbps
Gambar 6 Throughput pada Jaringan 3G (HSDPA) Terlihat pada pengujian throughput untuk jaringan 3G terdapat peningkatan nilai throughput yang signifikan jika dibandingkan dengan jaringan 2G. Sebagai contoh, apabila throughput pada transaksi satu, dua, dan tiga tag pada jaringan 2G sebesar 1.67 Kbps, 3.28 Kbps, dan 5.88 Kbps, maka pada jaringan 3G 3.6 Mbps besarnya melonjak menjadi 3.13 Kbps, 6.25 Kbps, dan 9.38 Kbps. Namun proses bandwidth shaping yang dilakukan untuk membatasi downlink dan uplink tidak terlalu berpengaruh pada besaran nilai throughput yang dihasilkan. Misalnya pada transaksi dua tag yaitu saat bandwidth dibatasi pada 128 Kbps besarnya nilai throughput adalah 5.19 Kbps, lalu 5.41 Kbps pada 384 Kbps, 5.36 Kbps pada 512 Kbps, 5.21 Kbps pada 1 Mbps, 6.28 Kbps pada 2 Mbps, dan 6.25 Kbps pada 3.6 Mbps. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jaringan 3G memiliki kestabilan yang lebih baik dibandingkan 2G saat digunakan untuk koneksi antar
client-server, namun tidak dibutuhkan bandwidth yang
terlalu besar karena rata-rata utilisasi jaringan relatif kecil yakni rata-rata di bawah kisaran 5%.
B.2 Delay
Delay merupakan parameter penting untuk
menentukan kualitas jaringan pada sistem pembayaran tol elektronik. Delay merupakan waktu yang dibutuhkan data transaksi untuk menempuh jarak dari sisi client menuju ke
server. Delay dapat dipengaruhi oleh jarak, media fisik,
kongesti, atau juga waktu proses yang lama. Dalam penelitian ini, standar pengukuran dalam ITU-T Y.1541 yang digunakan adalah class 3, yaitu delay maksimum 400 ms. Berikut adalah hasil pengujian delay untuk jaringan 2G (EDGE), pengukuran dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu dengan saat transaksi dengan satu tag, dua tag, dan tiga
tag.
Dari grafik pada Gambar 7, bisa dilihat bahwa delay terbesar adalah pada saat transaksi dengan satu tag, yaitu 360.88 ms, lalu transaksi dengan dua tag sebesar 197.47 ms, dan yang terendah adalah saat tiga tag yaitu 147.67 ms. Delay @ 2G (EDGE) 360.88 197.47 147.67 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 1 2 3 Jumlah Tag Delay (ms) 1 2 3
Gambar 7 Delay pada Jaringan 2G (EDGE) Sedangkan berikut adalah hasil uji delay pada jaringan 3G dengan kondisi satu, dua, dan tiga tag terukur. Sama seperti pengukuran throughput, dilakukan bandwidth
shaping pada koneksi modem di sisi client dengan setting
yang sama, yaitu 128 Kbps, 384 Kbps, 512 Kbps, 1 Mbps, 2 Mbps, dan 3.6 Mbps. Delay @ 3G (HSDPA) 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 1 2 3 Jumlah Tag Delay (ms) 128 Kbps 384 Kbps 512 Kbps 1 Mbps 2 Mbps 3.6 Mbps
Gambar 8 Delay pada Jaringan 3G (HSDPA) Terlihat pada pengujian delay untuk jaringan 3G terdapat penurunan nilai delay yang signifikan jika dibandingkan dengan jaringan 2G. Sebagai contoh, apabila
delay pada transaksi satu tag pada jaringan 2G sebesar
360.88 ms, maka pada jaringan 3G rata-rata berada pada kisaran di bawah 300 ms. Sama halnya dengan transaksi tiga tag, jika pada jaringan 2G sebesar 147.67 ms, maka pada jaringan 3G dapat ditekan hingga berada pada kisaran di bawah 100 ms. Proses bandwidth shaping yang dilakukan untuk membatasi downlink dan uplink tidak terlalu berpengaruh, dimana hampir semua delay total yang dihasilkan masih dapat diterima sesuai standart ITU-T Y.1541 class 3 yaitu kurang dari 400 ms.
B.3 Packet Accepted dan Packet Rejected
Packet accepted dan packet rejected yang terukur
adalah packet yang dikirim antara database server dengan
client yang melalui jaringan WAN. Makin besar packet rejected maka akan mengurangi efisiensi jaringan secara
Gambar 9 Packet Accepted/Rejected
Karena protokol paket yang diamati dalam pengujian ini merupakan paket TCP, maka secara keseluruhan jumlah
packet loss adalah 0%. Nilai packet loss mencapai 0%
karena karakteristik dasar dari paket TCP yang bersifat
connection-oriented. Ketika terjadi packet loss, pihak
pengirim akan mengirim ulang secara otomatis setiap segmen yang belum dikenali. Jumlah paket yang tidak mencapai tujuannya digambarkan sebagai packet rejected. Pada pengukuran kali ini, besarnya paket yang ditolak oleh
server mampu ditekan hingga di bawah 5%, kondisi
tersebut tercapai ketika kebutuhan bandwidth untuk pengiriman data terpenuhi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Dari hasil analisa yang telah dilakukan, beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain sebagai berikut.
1. Dalam penelitian ini telah berhasil menyempurnakan aplikasi sistem pembayaran tol elektronik berbasis RFID yang telah dirancang sebelumnya, dimana koneksi antara client dan server dapat dilakukan melalui jaringan WAN (internet) sehingga amat memudahkan dalam implementasi perangkat di lapangan nantinya.
2. Dengan menggunakan sistem pembayaran tol elektronik berbasis RFID, dihasilkan waktu pelayanan transaksi yang lebih efisien dibandingkan sistem pembayaran tol konvensional. Apabila pada sistem tol konvensional waktu pelayanan transaksi berkisar 5 sampai 17 detik, maka pada sistem pembayaran tol elektronik ini waktu pelayanan transaksi dapat ditekan hingga di bawah 2 detik. 3. Berdasarkan sistem yang telah dibangun dan analisis
terhadap performansi jaringan dengan melakukan beberapa jenis pengukuran yaitu pengukuran delay,
packet accepted/rejected dan throughput dapat
disimpulkan bahwa tidak diperlukan spesifikasi jaringan yang tinggi sebagai media koneksi antar
client-server, dimana pengiriman data hanya
membutuhkan bandwidth koneksi internet sebesar 512 Kbps di sisi server dan 56 Kbps di sisi client. 4. Spesifikasi peralatan RFID yang digunakan telah
memenuhi syarat untuk diterapkan pada sistem pelayanan tol langsung lewat dimana kendaraan tidak perlu berhenti namun hanya diwajibkan untuk mengurangi lajunya di bawah 20 Km/jam.
5. Secara teoritis, satu gardu tol otomatis yang dilengkapi dengan satu reader RFID dapat menangani transaksi sebanyak 32,119 kendaraan setiap harinya.
B. Saran
Dari hasil pengujian dan analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan guna pengembangan penelitian selanjutnya.
1. Operator jalan tol sebaiknya mempertimbangkan untuk segera mengimplementasikan sistem pembayaran elektronik di ruas jalan tol yang dikelolanya mengingat besarnya manfaat yang diperoleh melalui penggunaan sistem tersebut.
2. Pengujian sistem dalam penelitian ini dilakukan terbatas pada skala laboratorium saja. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya, hendaknya dilakukan pada jaringan yang lebih besar yang melibatkan banyak PC dan banyak reader/tag serta memperhitungkan berbagai faktor, seperti faktor
traffic yang lebih kompleks dan faktor perilaku
manusia, untuk memperoleh data transaksi dan data aliran lalu lintas gerbang tol yang lebih akurat.
3. Untuk implementasi pada kondisi sesungguhnya, perlu diadakan penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini.
a. Mekanisme pengamanan (security) sistem termasuk enkripsi data pada tag.
b. Standarisasi sistem pembayaran tol elektronik di Indonesia seperti standarisasi perangkat keras, perangkat lunak, bisnis proses, tarif dan penomoran kartu tol.
c. Regulasi tentang penggunaan alat transaksi/pembayaran secara elektronik di jalan tol.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Lahiri S. RFID Sourcebook. New Jersey: Prentice Hall; 2005.
[2] Komunitas RFID Indonesia [online]. 2010 May [cited 2010 Nov 15]; Available from URL:
http://rfidindonesia.net/
[3] Finkenzeller K. RFID Handbook: Fundamentals
and Applications in Contactless Smart Cards and Identification. 2nd Edition. London: John Wiley
& Sons; 2003.
[4] ____________. Road Transport and Traffic
Telematics-Electronic Fee Collection (EFC)-System Architecture for Vehicle Related Transport Services. A Draft Malaysian Standard
2003 June 1; 17573(1):27-30.
[5] Sodikin. Kajian Masalah Antrian pada Sistem
Pengumpulan Tol Konvensional terhadap Rancangan Sistem Pengumpulan Tol Elektronik
[master thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2006.
[6] International Telecommunication Union. Network
Performance Objectives for IP-Based Service.
ITU-T Recommendation Y.1541 2006 Feb; A(8):8-12. Available from URL: http://www.itu.int/itu-t/publications, April 2010.