BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi merupakan suatu sistem, pengorganisasian,
kegiatan–kegiatan, dan mencapai tujuan bersama (Muhammad, 2009,
h. 23). Menurut UUD 1945 pasal 28, berorganisasi disebutkan dengan
istilah berserikat, sedangkan apabila kerjasamanya tidak permanen
disebut berkumpul. Organisasi adalah satu struktur atau
pengelompokkan terdiri dari beberapa unit yang memiliki fungsi
secara saling berkaitan sehingga menjadi satu kesatuan (Chaplin,
2009, h. 344).
Kegiatan dalam organisasi meliputi melatih seseorang untuk
memiliki beberapa kemampuan seperti kemampuan tentang kejujuran,
bekerjasama, berkomunikasi dengan baik, kepemimpinan,
kedisiplinan, melatih memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, serta
menumbuhkan rasa percaya diri dan manfaat baik lainnya (Ardianto,
2015). Berorganisasi menurut Setiawan (dalam Ningsih dan
Kusmayadi, 2008, h.77) adalah suatu sistem yang matang dari
sekelompok orang yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan
melalui jenjang kepangkatan dan pembagian tugas-tugas yang
diberikan.
Survey yang dilakukan untuk mengetahui minat dalam
Amerika Utara, Asia/Pasifik, Eropa, Amerika Latin dan lainnya
menunjukkan hasil bahwa minat pada Student Forum atau kegiatan
keorganisasian menduduki peringkat kedua sebanyak 80% (Manzoor,
dkk. 2014, h. 17).
Berbeda dengan uraian di atas, Budiono (2010, h. 2-4)
memaparkan bahwa minat berorganisasi pada mahasiswa di kampus
tergolong rendah. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan
mahasiswa enggan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan keorganisasian
dalam kampusnya membuat beberapa pihak seperti orang tua,
mahasiswa, dan otoritas kampus turut menaruh perhatian dalam hal
ini.
Rendahnya minat berorganisasi yang terjadi pada mahasiswa
dapat diatasi lebih dini dengan menanamkan pentingnya berorganisasi.
Pengenalan tentang adanya organisasi sudah dilakukan saat seseorang
berada di sekolah, mulai dari pendidikan menengah pertama. Sekolah
memulai memperkenalkan organisasi melalui masa orientasi siswa
(MOS) dan selanjutnya mendorong siswa supaya terlibat di dalamnya
untuk membentuk karakter – karakter pemimpin (Sumantra, 2015, h.
4).
Pentingnya berorganisasi pada siswa di sekolah didukung
oleh peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009
tentang pembinaan kesiswaan pasal 3 menyebutkan organisasi siswa
adalah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pembentukan
Organisasi Siswa Intra Sekolah harus diupayakan di setiap sekolah.
menumbuhkan jiwa nasionalisme dan nilai ketaqwaan pada Tuhan.
Hal tersebut menandakan pentingnya siswa untuk berkembang tidak
hanya fokus dalam akademik namun juga non akademik. Organisasi
siswa tanpa disadari memiliki banyak peran pada siswa antara lain
siswa menjadi berani menyampaikan pendapat, melatih tentang
kepemimpinan, dan sifat tolong menolong antar teman (Sari dkk,
2006, h. 11)
Ketertarikan siswa untuk mengikuti organisasi menandakan
siswa memiliki minat mengikuti kegiatan – kegiatan di dalamnya.
Sesuatu yang membuat seseorang menganggap topik atau aktivitas
tertentu adalah hal yang menarik dan menantang disebut minat
(Ormrod, 2008, h. 101). Nurwakhid (dalam Fu’adi, dkk., 2009, h. 92)
mengatakan bahwa minat berkaitan dengan perhatian, keadaan
lingkungan, perasaan dan kemauan.
Ningsih dan Kusmayadi (2008, h. 76) menyebutkan minat
berorganisasi akan memberikan pengaruh yang kuat pada diri
seseorang dalam melakukan kegiatan-kegiatan berkelompok,
bekerjasama, saling koordinasi, memenuhi aturan-aturan yang ada
dalam organisasi, tanggung jawab terhadap tugas, melaksanakan
wewenang yang terdiri dari proses penetapan, pembagian dan
pembatalan tugas yang akan dilakukan, tanggung jawab serta
wewenang dan penetapan hubungan antara unsur-unsur organisasi.
Meski tidak semua sekolah berhasil dalam mempertahankan
yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan pembina organisasi,
pemilihan kader atau penggerak yang baik, penyusunan program
kerja, dan pemilihan anggota.
Menurut pembina kesiswaan di salah satu sekolah menengah
atas di Semarang (dalam wawancara 30 Maret 2016) untuk mengatasi
menurunnya ketertarikan siswa untuk mengikuti organisasi siswa yaitu
adanya peraturan siswa wajib mengikuti satu organisasi siswa atau
kegiatan ektrakurikuler. Peraturan tersebut juga didukung oleh pihak
sekolah lantaran upaya mempertahankan jalannya organisasi siswa
atau kegiatan kesiswaan khususnya dalam kaderisasi.
Dalam wawancara yang dilakukan pada siswa (29 Maret 2016)
dapat diketahui bahwa kurangnya partisipasi siswa mengikuti
organisasi siswa di sekolah karena adanya ketakutan bahwa akan
memengaruhi nilai akademik. Beberapa alasan lainnya adalah
kegiatan-kegiatan yang ada tidak membuat siswa tertarik untuk
mengikuti organisasi tersebut. Tidak berjalannya kaderisasi juga
memengaruhi pemilihan pengurus yang baru sehingga anggota dalam
organisasi siswa tersebut hanya itu-itu saja. Di sisi lain, anggota
organisasi siswa yang terlihat hanya itu-itu saja membuat siswa
lainnya merasa tidak memiliki kesempatan untuk diterima dalam
organisasi tersebut.
Wawancara juga dilakukan peneliti pada anggota OSIS
mengenai pandangannya terhadap pengurus OSIS sebelum bergabung
dalam OSIS. Beberapa siswa menyebutkan motif bergabung dalam
yang merasa memiliki banyak teman sehingga mendaftar menjadi
anggota OSIS dianggap mudah dan merasa pasti diterima atau terpilih.
Berorganisasi dapat dikatakan salah satu upaya untuk
mengurangi maraknya kasus kenakalan remaja. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Dianlestari (2015, h. 97) dikatakan bahwa salah satu
faktor penyebab terjadinya tawuran di SMAN 4 Kabupaten Tangerang
adalah faktor sekolah kurang memberi kegiatan positif saat adanya
waktu luang sehingga siswa lebih banyak memanfaatkan waktu luang
dengan berkumpul tanpa tujuan yang jelas.
“Masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Dalam kebanyakan budaya, remaja dimulai pada kira-kira usia 10-13 tahun dan berakhir kira-kira usia 18
sampai 22 tahun.” (Santrock, 2003, h.31)
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Kepala Sekolah
Indonesia (AKSI) Zulkarnaen Sinaga (Harahap, 2013, h. 2)
mengatakan bahwa remaja membutuhkan kesempatan untuk
aktualisasi diri. Secara psikologis, remaja tidak lagi sebagai anak-anak
dan belum dapat pula dikatakan dewasa, karena sedang dalam masa
transisi.
Uraian di atas menunjukkan bahwa remaja dalam hal ini siswa
SMA memiliki kebutuhan harga diri yang tinggi. Menurut Abraham
Maslow (Alwisol, 2014, h. 206), kepuasan akan kebutuhan harga diri
memunculkan perasaan dan sikap percaya diri, merasa dirinya
berharga, merasa dirinya mampu, dan sosok berguna atau penting di
dan sikap yang inferior, merasa canggung, lemah, menjadi pasif,
tergantung, menjadi penakut, merasa tidak mampu mengatasi tuntutan
hidup dan menjadi rendah diri dalam bergaul.
Ormrod (2008, h. 66) mendefinisikan harga diri sebagai suatu
keyakinan yang dimiliki seseorang berkaitan dengan sejauhmana
seseorang itu memandang dirinya sebagai individu yang baik dan
mampu.
Harga diri atau self esteem merupakan evaluasi diri yang dibuat
oleh tiap-tiap individu yaitu sikap yang dimiliki individu terhadap
dirinya sendiri mulai dari penilaian yang bersifat positif dan negatif
(Baron & Bryne, 2004, h. 173).
Berne dan Savary (Widyastuti dan Kuswardani dalam Natalia
dan Prismastuti, 2012, h. 161) menyatakan bahwa harga diri yang
sehat adalah sejauhmana seseorang mampu melihat dirinya sendiri
sebagai seseorang yang berharga, memiliki kemampuan, penuh kasih
sayang dan menarik, memiliki bakat-bakat pribadi yang khas serta
memiliki kepribadian yang berharga dengan orang lain. Individu
dengan harga diri yang rendah biasanya memiliki gambaran diri yang
negatif dan hanya sedikit mengenal tentang dirinya. Hal tersebut dapat
menghalangi kemampuan individu untuk menjalin hubungan,
cenderung meremehkan kemampuan diri sendiri, dan akan
memikirkan kegagalan.
Harga diri yang dimiliki siswa menjadi salah satu faktor apakah
siswa memiliki minat pada objek yang disukainya. Minat
tersebut akan berusaha menekuninya dengan sungguh-sungguh.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai minat berorganisasi
dipengaruhi oleh kepercayaan diri (Azhar, 2015) dan persepsi terhadap
organisasi (Ardi, 2011) sehingga belum ada penelitian yang secara
langsung mengungkap minat berorganisasi ditinjau dari harga diri
pada siswa SMA.
Berdasarkan uraian di atas permasalahan dalam penelitian ini
adalah apakah ada hubungan antara harga diri dengan minat
berorganisasi siswa SMA.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menguji secara empirik
hubungan antara harga diri dengan minat berorganisasi pada siswa
SMA.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat
praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan atau
kontribusi dalam perkembangan ilmu Psikologi khususnya
Psikologi Pendidikan yang terkait dengan harga diri dan minat
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi Sekolah
tentang menumbuhkan minat berorganisasi terkait dengan