• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Desa Pondok Kubang Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Desa Pondok Kubang Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah)"

Copied!
278
0
0

Teks penuh

(1)

BENGKULU REGIONAL DEVELOPMENT PROJECT

(Kasus di Desa Pondok Kubang

Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah)

GITA MULYASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

ABSTRACT

GITA MULYASARI. Community Participatory Communication of Bengkulu Regional Development Project (a case in Pondok Kelapa District of Bengkulu Tengah Regency). Under direction of DJUARA P LUBIS and SUTISNA RIYANTO SUBARNA.

The successful of Bengkulu Regional Development Project was very determined by the society,s participation in all of the project activities. Without their participation, those activities would not be done as the expectation. In order to optimize the society s participation in the development project (BRDP), a good participative communication was needed to create a feedback between the people involved in BRDP and the society.

This research aimed to: a) Analyze participate communication in BRDP process, b) Analyze the factors influence the participative between the society and facilitator in BRDP activities, and c) Analyze satisfaction level felt by the society as the effect of participative communication in BRDP activities..

The community participatory communication in the planning stage had a real connection with ability. The community participatory communication in the stage of process was very connected with the capability changer too. The member of UPKD had given a chance to ask questions, opinions, and suggestions connected with BRDP activities in Pondok Kubang village, but the low of education, experience, and financial capital of the society created their low participation in BRDP activities. The low capability also reduced their motivation to participate.

The community participatory communication in the stage of evaluation had a real relation with the honesty changer. In this stage, the community expected the UPKD member honesty and transparency in case who has got the right to get the fund. The community s dissatisfaction toward the UPKD member unhonesty in case of the facilities development project in Pondok Kubang village prevented participative communication between the UPKD members and the community.

From the result of this research, it can be concluded that the UPKD and POKJA members need to give a chance to the society to give advice and opinion in both formal and informal meeting. They have to be aspirative through dualism communication and oriented to the society s need, so the villagers has a motivation to participate in BRDP activities.

(4)

RINGKASAN

GITA MULYASARI. Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah). Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS dan SUTISNA RIYANTO SUBARNA.

Salah satu prinsip dari program pembangunan adalah partisipasi. Program pembangunan harus selalu melihat partisipasi maksimal, dengan tujuan setiap orang dalam komunitas dapat secara aktif terlibat. Bengkulu Regional Develeopment Project (BRDP) merupakan salah satu program pembangunan yang menggunakan prinsip partisipasi. Proyek Pembangunan Wilayah Bengkulu (BRDP) yang didanai Bank Dunia, dikembangkan dari konsep pengembangan wilayah terpadu.

Komponen utama BRDP adalah kegiatan yang dilaksanakan melalui partisipasi masyarakat desa yang disebut Program Kegiatan Desa (PKD). Pengelolaan dilakukan oleh suatu organisasi Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD). PKD dikelola dengan pendekatan berdasarkan perencanaan dari bawah dan kebutuhan masyarakat (bottom up approach and demand driven), melalui pilihan menu kegiatan desa dengan penggunaan dana maksimum Rp 200 juta per desa selama proyek berlangsung hinggaclosing date (31 Agustus 2005).

Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan proyek ini sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat dalam semua aktifitas proyek. Tanpa adanya partisipasi yang baik dari anggota maka kegiatan yang sudah dirancang sedemikian rupa tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dari pelaksanaan proyek. Untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam program-program pembangunan (BRDP), diperlukan suatu komunikasi partisipatif yang baik dimana terjadi komunikasi timbal balik antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan BRDP dengan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk: a) Menganalisis komunikasi partisipatif yang terjadi dalam proses kegiatan BRDP, b) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi partisipatif antara warga dan agen pendamping (fasilitator) dalam kegiatan BRDP, dan c) Menganalisis tingkat kepuasan yang dirasakan warga sebagai dampak dari komunikasi partisipatif dalam kegiatan BRDP.

Penelitian ini dirancang sebagai survey yang bersifat deskriptif korelasional dan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2009. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling, yang terdiri dari 25 anggota UPKD yang masih terlibat dalam kegiatan BRDP dari populasi keseluruhan 50 anggota UPKD yang masih aktif.. Data yang dihimpun dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Uji Tau Kendall.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warga banyak terlibat pada tahap evaluasi berjumlah 18 orang (72 persen), sedangkan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan keaktifan warga pada kegiatan BRDP sangat rendah.

(5)

rendahnya kemauan warga untuk dapat berpartisipasi pada kegiatan BRDP. Mereka tidak memiliki kepercayaan diri dan keberanian untukmemberikan pertanyaan, masukan atau pendapat kepada pengurus UPKD. Sedangkan, pengurus UPKD telah memberikan kesempatan dan memotivasi warga agar dapat berpartisipasi.

Komunikasi partisipatif warga pada tahap pelaksanaan juga berhubungan nyata dengan peubah kemampuan. Pengurus UPKD telah memberikan kesempatan kepada warga untuk dapat memberikan pertanyaan, pendapat dan saran terkait dengan kegiatan BRDP di Desa Pondok Kubang. Tetapi dengan rendahnya pendidikan, pengalaman, dan modal yang dimiliki oleh warga maka warga merasa tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi pada kegiatan BRDP. Kemampuan yang rendah menyebabkan kemauan mereka untuk berpartisipasi juga semakin tidak ada. Mereka hanya bisa menjadi pendengar pasif dan komunikasi partisipatif yang diharapkan dapat berjalan antara pengurus UPKD dan warga tidak dapat berjalan dengan baik.

Komunikasi partisipatif warga pada tahap evaluasi berhubungan nyata dengan peubah kejujuran. Pada tahap evaluasi ini, warga mengharapkan pengurus UPKD dapat bersifat jujur dan lebih terbuka kepada warga terkait dengan penentuan siapa yang berhak mendapatkan bantuan dana bergulir. Kekecewaan warga terhadap ketidakjujuran pengurus UPKD dalam menentukan proyek pembangunan sarana dan prasarana yang dilaksanakan di Desa Pondok Kubang, menyebabkan komunikasi partisipatif yang tidak lancar antara warga dengan pengurus UPKD. Kejujuran pengurus UPKD pada tahap evaluasi ini sangat diharapkan oleh warga sehingga mereka dapat dengan terbuka memberikan pertanyaan, masukan dan pendapat kepada pengurus UPKD.

(6)

@ Hak cipta milik IPB tahun 2009

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

KOMUNIKASI PARTISIPATIF WARGA PADA

BENGKULU REGIONAL DEVELOPMENT PROJECT

(KASUS DI DESA PONDOK KUBANG

KECAMATAN PONDOK KELAPA

KABUPATEN BENGKULU TENGAH)

GITA MULYASARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

HALAMAN PENGESAHAN

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Ir. Sutisna Riyanto Subarna,MS Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Komunikasi Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro ,M.S

Tanggal Ujian : 29 Juli 2009 Tanggal Lulus

Judul Tesis : Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Desa Pondok Kubang Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah) Nama : Gita Mulyasari

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Desa Pondok Kubang Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah).

Penulis menyadari bahwa bahwa tesis ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada DR. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sutisna Riyanto Subarna, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memacu dan membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis serta dengan sabar dan tulus telah memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Pengurus UPKD Mitra Usaha Bersama, Tim POKJA dan warga Desa Pondok Kubang yang telah membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untuk melaksanakan penelitiannya.

Terima kasih mendalam penulis sampaikan kepada yang tersayang ibunda Rochmulyati, SH dan ayahanda Yance Andhi yang selalu mendoakan keberhasilan ananda. Teristimewa penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada suami tersayang Hendri Johan, ST yang dengan sabar merelakan dan mendoakan keberhasilan penulis. Putra tersayang Barrahza Raiyan Althafarrel dan Adik-adik tersayang Amelia Merdeka Sari, Andre Robbyta dan Ronalia Andhinasari terima kasih atas pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

(10)

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu dengan segala keterbukaan diharapkan kritik dan saran yanmg membangun dari pembaca demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Agustus 2009

(11)

BENGKULU REGIONAL DEVELOPMENT PROJECT

(Kasus di Desa Pondok Kubang

Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah)

GITA MULYASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(13)

ABSTRACT

GITA MULYASARI. Community Participatory Communication of Bengkulu Regional Development Project (a case in Pondok Kelapa District of Bengkulu Tengah Regency). Under direction of DJUARA P LUBIS and SUTISNA RIYANTO SUBARNA.

The successful of Bengkulu Regional Development Project was very determined by the society,s participation in all of the project activities. Without their participation, those activities would not be done as the expectation. In order to optimize the society s participation in the development project (BRDP), a good participative communication was needed to create a feedback between the people involved in BRDP and the society.

This research aimed to: a) Analyze participate communication in BRDP process, b) Analyze the factors influence the participative between the society and facilitator in BRDP activities, and c) Analyze satisfaction level felt by the society as the effect of participative communication in BRDP activities..

The community participatory communication in the planning stage had a real connection with ability. The community participatory communication in the stage of process was very connected with the capability changer too. The member of UPKD had given a chance to ask questions, opinions, and suggestions connected with BRDP activities in Pondok Kubang village, but the low of education, experience, and financial capital of the society created their low participation in BRDP activities. The low capability also reduced their motivation to participate.

The community participatory communication in the stage of evaluation had a real relation with the honesty changer. In this stage, the community expected the UPKD member honesty and transparency in case who has got the right to get the fund. The community s dissatisfaction toward the UPKD member unhonesty in case of the facilities development project in Pondok Kubang village prevented participative communication between the UPKD members and the community.

From the result of this research, it can be concluded that the UPKD and POKJA members need to give a chance to the society to give advice and opinion in both formal and informal meeting. They have to be aspirative through dualism communication and oriented to the society s need, so the villagers has a motivation to participate in BRDP activities.

(14)

RINGKASAN

GITA MULYASARI. Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah). Dibimbing oleh DJUARA P LUBIS dan SUTISNA RIYANTO SUBARNA.

Salah satu prinsip dari program pembangunan adalah partisipasi. Program pembangunan harus selalu melihat partisipasi maksimal, dengan tujuan setiap orang dalam komunitas dapat secara aktif terlibat. Bengkulu Regional Develeopment Project (BRDP) merupakan salah satu program pembangunan yang menggunakan prinsip partisipasi. Proyek Pembangunan Wilayah Bengkulu (BRDP) yang didanai Bank Dunia, dikembangkan dari konsep pengembangan wilayah terpadu.

Komponen utama BRDP adalah kegiatan yang dilaksanakan melalui partisipasi masyarakat desa yang disebut Program Kegiatan Desa (PKD). Pengelolaan dilakukan oleh suatu organisasi Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD). PKD dikelola dengan pendekatan berdasarkan perencanaan dari bawah dan kebutuhan masyarakat (bottom up approach and demand driven), melalui pilihan menu kegiatan desa dengan penggunaan dana maksimum Rp 200 juta per desa selama proyek berlangsung hinggaclosing date (31 Agustus 2005).

Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan proyek ini sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat dalam semua aktifitas proyek. Tanpa adanya partisipasi yang baik dari anggota maka kegiatan yang sudah dirancang sedemikian rupa tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dari pelaksanaan proyek. Untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam program-program pembangunan (BRDP), diperlukan suatu komunikasi partisipatif yang baik dimana terjadi komunikasi timbal balik antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan BRDP dengan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk: a) Menganalisis komunikasi partisipatif yang terjadi dalam proses kegiatan BRDP, b) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi partisipatif antara warga dan agen pendamping (fasilitator) dalam kegiatan BRDP, dan c) Menganalisis tingkat kepuasan yang dirasakan warga sebagai dampak dari komunikasi partisipatif dalam kegiatan BRDP.

Penelitian ini dirancang sebagai survey yang bersifat deskriptif korelasional dan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2009. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling, yang terdiri dari 25 anggota UPKD yang masih terlibat dalam kegiatan BRDP dari populasi keseluruhan 50 anggota UPKD yang masih aktif.. Data yang dihimpun dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Uji Tau Kendall.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warga banyak terlibat pada tahap evaluasi berjumlah 18 orang (72 persen), sedangkan pada tahap perencanaan dan pelaksanaan keaktifan warga pada kegiatan BRDP sangat rendah.

(15)

rendahnya kemauan warga untuk dapat berpartisipasi pada kegiatan BRDP. Mereka tidak memiliki kepercayaan diri dan keberanian untukmemberikan pertanyaan, masukan atau pendapat kepada pengurus UPKD. Sedangkan, pengurus UPKD telah memberikan kesempatan dan memotivasi warga agar dapat berpartisipasi.

Komunikasi partisipatif warga pada tahap pelaksanaan juga berhubungan nyata dengan peubah kemampuan. Pengurus UPKD telah memberikan kesempatan kepada warga untuk dapat memberikan pertanyaan, pendapat dan saran terkait dengan kegiatan BRDP di Desa Pondok Kubang. Tetapi dengan rendahnya pendidikan, pengalaman, dan modal yang dimiliki oleh warga maka warga merasa tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi pada kegiatan BRDP. Kemampuan yang rendah menyebabkan kemauan mereka untuk berpartisipasi juga semakin tidak ada. Mereka hanya bisa menjadi pendengar pasif dan komunikasi partisipatif yang diharapkan dapat berjalan antara pengurus UPKD dan warga tidak dapat berjalan dengan baik.

Komunikasi partisipatif warga pada tahap evaluasi berhubungan nyata dengan peubah kejujuran. Pada tahap evaluasi ini, warga mengharapkan pengurus UPKD dapat bersifat jujur dan lebih terbuka kepada warga terkait dengan penentuan siapa yang berhak mendapatkan bantuan dana bergulir. Kekecewaan warga terhadap ketidakjujuran pengurus UPKD dalam menentukan proyek pembangunan sarana dan prasarana yang dilaksanakan di Desa Pondok Kubang, menyebabkan komunikasi partisipatif yang tidak lancar antara warga dengan pengurus UPKD. Kejujuran pengurus UPKD pada tahap evaluasi ini sangat diharapkan oleh warga sehingga mereka dapat dengan terbuka memberikan pertanyaan, masukan dan pendapat kepada pengurus UPKD.

(16)

@ Hak cipta milik IPB tahun 2009

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(17)

KOMUNIKASI PARTISIPATIF WARGA PADA

BENGKULU REGIONAL DEVELOPMENT PROJECT

(KASUS DI DESA PONDOK KUBANG

KECAMATAN PONDOK KELAPA

KABUPATEN BENGKULU TENGAH)

GITA MULYASARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

HALAMAN PENGESAHAN

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Ir. Sutisna Riyanto Subarna,MS Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Komunikasi Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro ,M.S

Tanggal Ujian : 29 Juli 2009 Tanggal Lulus

Judul Tesis : Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Desa Pondok Kubang Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah) Nama : Gita Mulyasari

(19)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Komunikasi Partisipatif Warga Pada Bengkulu Regional Development Project (Kasus di Desa Pondok Kubang Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah).

Penulis menyadari bahwa bahwa tesis ini tidak akan tersusun tanpa bantuan berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada DR. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sutisna Riyanto Subarna, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memacu dan membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis serta dengan sabar dan tulus telah memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Pengurus UPKD Mitra Usaha Bersama, Tim POKJA dan warga Desa Pondok Kubang yang telah membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untuk melaksanakan penelitiannya.

Terima kasih mendalam penulis sampaikan kepada yang tersayang ibunda Rochmulyati, SH dan ayahanda Yance Andhi yang selalu mendoakan keberhasilan ananda. Teristimewa penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada suami tersayang Hendri Johan, ST yang dengan sabar merelakan dan mendoakan keberhasilan penulis. Putra tersayang Barrahza Raiyan Althafarrel dan Adik-adik tersayang Amelia Merdeka Sari, Andre Robbyta dan Ronalia Andhinasari terima kasih atas pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

(20)

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu dengan segala keterbukaan diharapkan kritik dan saran yanmg membangun dari pembaca demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Agustus 2009

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 30 November 1983 dari ayah Yance Andhi dan ibu Rochmulyati, SH. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Kota Bengkulu dan pada tahun yang sama melanjutkan Pendidikan Strata satu di Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Penulis menyelesaikan strata 1 pada bulan September tahun 2005 dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian.

Pada bulan April tahun 2006, penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Penulis telah menikah dengan Hendri Johan, ST pada tahun 2007 dan telah dikaruniai seorang putra bernama Barrahza Raiyan Althafarrel yang lahir pada tanggal 23 April 2008.

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Rumusan Masalah ... 4 Tujuan Penelitian ... 5 Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7 Komunikasi Pembangunan ... 7 Komunikasi Partisipatif ... 12 Partisipasi ... 15 Konsep Kepuasan dalam komunikasi partisipatif ... 22 Kredibilitas agen pendamping dalam komunikasi

partisipatif ... 23 Bengkulu Regional Development Project... 27

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS... 32

Kerangka Pemikiran ... 32 Hipotesis ... 36

(23)

Halaman Analisis Data ... 44

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN RESPONDEN 45

Desa Pondok Kubang ... 45 BRDP di Desa Pondok Kubang ... 46 UPKD Mitra Usaha Bersama di desa Pondok Kubang ... 49

KARAKTERISTIK ANGGOTA UPKD DAN KERAGAAN

INDIVIDU DALAM KEGIATAN BRDP... 57

KOMUNIKASI PARTISIPATIF WARGA DAN FAKTOR

YANG MEMPENGARUHINYA... 62 Komunikasi Partisipatif dalam Tahap Perencanaan ... 62 Komunikasi partisipatif dalam Tahap Pelaksanaan... 65 Komunikasi Partisipatif dalam Tahap Evaluasi ... 69 Hubungan Kredibilitas Agen Pendamping dan Keragaan Individu dengan Komunikasi Partisipatif Warga pada Kegiatan BRDP 71

TINGKAT KEPUASAN WARGA TERHADAP KEGIATAN

BRDP .. ... 74 Dampak Program Modal Bergulir BRDP terhadap Kehidupan Warga Desa Pondok Kubang ... 75 Dampak Negatif Program Modal Bergulir BRDP ... 79 Kendala yang Dihadapi Pengurus UPKD ... 80

KESIMPULAN DAN SARAN... 82 Kesimpulan ... 82 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah Dana dan Peminjam Dana Bergulir di UPKD Mitra Usaha

Bersama menurut Tahapannya Tahun 2004-2005 ... 53 2. Jumlah dana BRDP di UPKD Mitra Usaha Bersama menurut

Tahapannya Tahun 2004 ... 53 3. Jumlah Anggota UPKD menurut Kategori Karakteristik ... 57 4. Koefisien Korelasi Tau Kendall antara Karakteristik Anggota UPKD Dengan Peubah Keragaan Individu ... 60 5. Jumlah Anggota UPKD menurut Kategorinya pada Tahap

Perencanaan ... 62 6. Koefisien Korelasi Tau Kendall antara Variabel Kredibilitas Agen

Pendamping dengan Komunikasi Partisipatif pada Tahap

Perencanaan ... 63 7. Koefisien Korelasi Tau Kendall antara Variabel Keragaan Individu

Dengan Komunikasi Partisipatif pada Tahap Perencanaan... 65 8. Jumlah Anggota UPKD menurut Kategorinya pada Tahap

Pelaksanaan ... 66 9. Koefisien Korelasi Tau Kendall antara Variabel Kredibilitas Agen

Pendamping dengan Komunikasi Partisipatif pada Tahap

Pelaksanaan ... 67 10.Koefisien Korelasi Tau Kendall antara Variabel Keragaan Individu

dengan Komunikasi Partisipatif pada Tahap Pelaksanaan ... 68 11.Jumlah Anggota UPKD menurut Kategorinya pada Tahap Evaluasi ... 69 12.Koefisien Korelasi Tau Kendall antara Variabel Kredibilitas Agen

Pendamping dengan Komunikasi Partisipatif pada Tahap Evaluasi... 70 13.Koefisien Korelasi Tau Kendall antara Variabel Keragaan Individu

dengan Komunikasi Partisipatif pada Tahap Evaluasi... 71 14.Koefisien Korelasi Tau Kendall antara Variabel Kredibilitas Agen

Pendamping dan Keragaan Individu dengan Komunikasi Partisipatif . 72 15.Koefisien Korelasi Tau kendall antara Komunikasi Partisipatif dengan Tingkat Kepuasan Warga terhadap Kegiatan BRDP di Desa Pondok

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 88 2. Hasil Uji Analisis Reliabilitas Alpha ... 110 3. Distribusi Anggota UPKD berdasarkan Komunikasi Partisipatif Warga Dalam Kegiatan BRDP ... 111 4. Korelasi Tau Kendall antara Karakteristik Anggota UPKD dengan

Keragaan Individu... 113 5. Korelasi Tau Kendall antara Kredibilitas Agen Pendamping dengan

Komunikasi Partisipatif Warga dalam Kegiatan BRDP ... 114 6. Korelasi Tau Kendall antara Keragaan Individu dengan Komunikasi

Partisipatif Warga dalam Kegiatan BRDP ... 115 7. Korelasi Tau Kendall antara Kre3dibilitas Agen Pendamping dan

Keragaan Individu dengan Komunikasi Partisipatif Warga dalam

Kegiatan BRDP ... 116 8. Korelasi Tau Kendall antara Kredibilitas Agen Pendamping dan Keragaan Individu dengan Komunikasi Partisipatif Warga dalam Kegiatan BRDP 117 9. Korelasi Tau Kendall antara Komunikasi Partisipatif dengan Tingkat

(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsep komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal-balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan. Keberhasilan pembangunan berawal dari adanya komunikasi dalam pembangunan

Menurut Servaes (2005), terdapat pergeseran dalam komunikasi pembangunan, dari model linier (modernisasi) menjadi model partisipatif. Dalam paradigma modernisasi, peran media massa sangat kuat dalam pembangunan. Media massa bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobile. Dalam paradigma modernisasi, digunakan pendekatan yang berfokus pada pembangunan suatu bangsa, dan bagaimana media massa dapat menyumbang dalam upaya tersebut. Bagaimana media massa dapat dipakai secara efisien, untuk mengajarkan pengetahuan tertentu bagi masyarakat suatu bangsa.

Pada tahun 1976 Everett M. Rogers menyatakan usangnya paradigma linier komunikasi pembangunan, yang segera disusul pemunculan tesis-tesis baru tentang perombakan komunikasi pembangunan. Dalam era kemunculan paradigma baru komunikasi pembangunan yang partisipatif ini, semua pihak diundang untuk berpartisipasi dalam proses komunikasi sampai dengan pengambilan keputusan. Komunikasi pendukung pembangunan dilaksanakan dalam model komunikasi horizontal, interaksi komunikasi dilakukan secara lebih demokratis. Kegiatan komunikasi bukan kegiatan memberi dan menerima melainkan berbagi atau berdialog . Media juga memiliki peranan penting. Tapi bukan sebagai sarana penyebar informasi atau pesan, melainkan sebagai sarana penyaji tema.

(28)

pembangunan ini perlu dilakukan dengan mengubah paradigma komunikasi pembangunan dari yang berciri linier (searah dari atas ke bawah) ke pola komunikasi yang berciri konvergen. Agar program yang akan dilaksanakan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

Keselarasan antara masyarakat dengan pemerintah yang sedang menjalankan program pembangunan lebih mudah direalisasikan apabila terdapat kehadiran komunikasi pembangunan. Pembangunan yang sebenarnya memiliki tujuan mulia dapat dikemas ke dalam pesan-pesan komunikasi yang perlu dimengerti, dipahami dan bahkan menjadi konsensus meskipun harus melewati proses tarik menarik bahkan konflik pada saat dikomunikasikan dengan masyarakat.

Salah satu prinsip dari program pembangunan adalah partisipasi. Program pembangunan harus selalu melihat partisipasi maksimal, dengan tujuan setiap orang dalam komunitas dapat secara aktif terlibat. Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang sama. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan peran aktif dari kelembagaan yang terdapat dalam masyarakat, terutama dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan kontrol atas pelaksanaan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan.

Bengkulu Regional Development Project (BRDP) merupakan salah satu program Pembangunan yang menggunakan prinsip partisipasi. Proyek Pembangunan Wilayah Bengkulu (BRDP) yang didanai Bank Dunia, dikembangkan dari konsep pengembangan wilayah terpadu. Program ini ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah sosial, ekonomi, keterisoliran, produktivitas, dan pertumbuhan daerah melalui keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, dengan memberikan peranan yang lebih besar pada masyarakat dan Pemerintah Daerah.

(29)

dengan Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD) yang dibangun di tiap-tiap desa untuk mengelola dana bergulir yang disalurkan untuk masyarakat.

BRDP dilaksanakan sejak tahun 1998. Komponen BRDP merupakan kegiatan masyarakat desa melalui partisipasi masyarakat yang meliputi: (1) pembangunan sarana dan prasarana desa, (2) adopsi pertanian, dan (3) usaha ekonomi produktif dalam bentuk dana bergulir.

Komponen utama BRDP adalah kegiatan yang dilaksanakan melalui partisipasi masyarakat desa yang disebut Program Kegiatan Desa (PKD). Pengelolaan dilakukan oleh suatu organisasi Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD). PKD dikelola dengan pendekatan berdasarkan perencanaan dari bawah dan kebutuhan masyarakat (bottom up approach and demand driven), melalui pilihan menu kegiatan desa dengan penggunaan dana maksimum Rp 200 juta per desa selama proyek berlangsung hinggaclosing date (31 Agustus 2005).

Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan proyek ini sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat dalam semua aktifitas proyek. Tanpa adanya partisipasi yang baik dari anggota maka kegiatan yang sudah dirancang sedemikian rupa tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dari pelaksanaan proyek. Untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam program-program pembangunan (BRDP), diperlukan suatu komunikasi partisipatif yang baik dimana terjadi komunikasi timbal balik antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan BRDP dengan masyarakat. Salah satu prinsip kegiatan BRDP adalah adanya partisipasi masyarakat.

Ruh Sanyoto (2006), dalam penelitiannya menyatakan bahwa partisipasi masyarakat tidak serta muncul atas inisiatif masyarakat, namun dalam pelaksanaannya dilandasi oleh rasa kesadaran dan masyarakat merasakan manfaat dari partisipasi yang diberikan. Untuk meningkatkan partisipasi perlu dirumuskan rancangan program yang terdiri dari: (1) mengembangkan komunikasi dialogis dengan masyarakat secara berkelanjutan, dan (2) mengkoordinir bersama dalam kegiatan partisipasi masyarakat.

(30)

proses perencanaan program disebabkan kurangnya kemauan, kemampuan dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi. Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mewujudkan program pembangunan, strategi yang dilakukan adalah penguatan kelembagaan yang terdapat di desa dan upaya pendampingan kepada masyarakat desa. Dimana upaya-upaya tersebut dijabarkan melalui program-program yang dirancang bersama masyarakat.

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan, apakah dengan proses komunikasi partisipatif yang terjadi saat ini dalam kegiatan BRDP, dapat mendorong masyarakat untuk lebih berpartisipasi sehingga kegiatan proyek ini dapat berhasil dan memberikan manfaat yang besar untuk semua pihak yang terlibat dalam kegiatan BRDP serta warga sebagai sasaran dari kegiatan BRDP. Hal lain yang menarik adalah karena sampai saat ini penelitian atau kajian yang secara spesifik membahas tentang komunikasi partisipatif dalam kegiatan BRDP belum pernah dilakukan.

Perumusan Masalah

Proses komunikasi dan partisipasi memegang peranan penting dalam pembangunan masyarakat desa, karena komunikasi dan partisipasi diperlukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan proyek ini di tiap desa sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat dalam semua aktivitas proyek. Tanpa adanya partisipasi yang baik dari anggota maka kegiatan yang sudah dirancang sedemikian rupa tidak dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dari pelaksanaan proyek.

Proses pelaksanaan kegiatan BRDP merupakan suatu proses komunikasi partisipatif. Melalui tahapan yang dilaksanakan, diharapkan warga sebagai sasaran akhir akan terlibat secara langsung untuk memberikan saran, pendapat dan masukan kepada Tim Pelaksana BRDP mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa tersebut, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahterannya.

(31)

disampaikan kepada warga. Selain itu masyarakat menganggap sosialisasi proyek yang dilakukan pada tahap awal oleh Pemerintah diterjemahkan sebagai pengumuman kepada masyarakat

Hasil desain ulangBengkulu Regional Development Project (BRDP) yang dimonitor oleh masyarakat setempat bersama Yayasan Duta Awam dan NGO Mitra Lokal menunjukkan bahwa dukungan pelaksana kegiatan BRDP di lapangan tidak memuaskan warga. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan BRDP, komunikasi partisipatif masih belum berjalan dengan baik. Komunikasi partisipatif yang dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi akan dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat berjalan dengan sepenuhnya.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana komunikasi partisipatif yang terjadi dalam proses kegiatan BRDP? 2. Bagaimana hubungan faktor kredibilitas agen pendanping (fasilitator) dan

keragaan individu dengan komunikasi partisipatif antara warga dan agen pendamping (fasilitator) dalam kegiatan BRDP?

3. Bagaimana tingkat kepuasan yang dirasakan warga sebagai dampak dari komunikasi partisipatif yang terjadi dalam kegiatan BRDP?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi partisipatif dalam kegiatan BRDP, yang meliputi:

1. Mendeskripsikan komunikasi partisipatif warga pada kegiatan BRDP. 2. Menganalisis hubungan faktor kredibilitas agen pendamping (fasilitator)

dan keragaan individu dengan komunikasi partisipatif antara warga dan agen pendamping (fasilitator) dalam kegiatan BRDP.

3. Menganalisis tingkat kepuasan yang dirasakan warga sebagai dampak dari komunikasi partisipatif dalam kegiatan BRDP.

Kegunaan Penelitian

(32)

Bengkulu Regional Development Project (BRDP) dalam membantu masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memperkaya khasanah penelitian komunikasi dengan bidang kajian komunikasi pembangunan.

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Pembangunan

Dalam konteks komunikasi pembangunan, Melkote (2002) mengkategorikan pendekatan komunikasi pembangunan menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok paradigma dominan (modernisasi) dan kelompok paradigma alternatif (pemberdayaan). Teori-teori dan Intervensi dalam paradigma dominan dari modernisasi dikembangkan oleh Schramm (1977) dan studi-studi lainnya yang berkembang pada tahun 1950-an dan 1960-an. Daniel Lerner dalam bukunya

The Passing of Traditional Society menekankan peran media massa dalam modernisasi. Lerner menemukan bahwa media massa merupakan agen modernisasi yang ampuh untuk menyebarkan informasi dan pengaruhnya kepada individu-individu dalam menciptakan iklim modernisasi. Orang-orang yang terdedah oleh pesan-pesan media massa akan memiliki kemampuan berempati dengan kehidupan masyarakat yang dibaca atau ditontonnya. Kemampuan berempati ini penting agar orang bisa bersikap fleksibel dan efisien dalam menghadapi kehidupan yang berubah. Orang-orang yang mempunyai kemampuan berempati ini akan aktif sebagai warga negara yang menyalurkan aspirasinya melalui partisipasi politik. Oleh karena itu, kemampuan ini perlu dimiliki oleh orang yang ingin keluar dari situasi tradisional (Sarwititi, 2005).

Dalam karyanya, Schramm (1977) merumuskan tugas pokok komunikasi dalam suatu perubahan sosial dalam rangka pembangunan nasional, yaitu:

1. Menyampaikan kepada masyarakat, informasi tentang pembangunan nasional, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan dan membangkitkan aspirasi nasional.

(34)

3. Mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan, sejak orang dewasa hingga anak-anak, sejak pelajaran baca tulis, hingga keterampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat.

Manusia pada hakekatnya selalu mencari interaksi atau hubungan-hubungan yang merupakan penjelasan yang memuaskan dari apa yang dilihat, dengan atau imajinasi. Pola pikir ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan telaah berbagai hubungan yang relevan, komplementer dan terpercaya adalah visi kesisteman dalam arti luas (Eriyanto, 1996; Brocklesby dan Cummings, 1995

dalam Sumardjo, 1999). Dalam merumuskan visi perlu mempertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi arah bagi tercapainya optimalisasi proses dalam dinamika sistem, mengingat sistem penyuluhan pertanian itu bersifat dinamis (komponennya dapat berubah sejalan dengan waktu), maka diperlukan kejelasan batas masa (milestone) visi itu perlu pertahankan, ditinjau kembali untuk direvisi.

Menurut Miles (1984), mengemukakan adanya empat peranan komunikasi di dalam proses pembangunan, yaitu:

1. Menerangkan atau menunjukkan kepada masyarakat tentang identitas dirinya sendiri.

2. Memberikan aspirasi terhadap anggota masyarakat

3. Menunjukkan teknik-teknik atau alternatif yang dapat dilakukan

4. Menerangkan tentang alternatif yang dirasakan paling tepat oleh masyarakatnya untuk melepaskan diri dari masalah-masalah yang dihadapi.

Menurut Effendy (1993), komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat. Komunikasi pembangunan ini merupakan suatu strategi yang menekankan pada perlunya sosialisasi pembangunan kepada seluruh para pelaku pembangunan daerah dan masyarakat secara umum melalui berbagai media strategis.

Servaes (2005) mengungkapkan Development communication is the sharing of knowledge aimed at reaching a consensus for action that takes into

(35)

pembangunan berarti pembagian pengetahuan yang mengarah pada pencapaian suatu konsensus untuk tindakan yang mempertimbangkan minat, kebutuhan-kebutuhan dan kapasitas dari semua yang terkait.

Komunikasi telah menjadi bagian strategis yang perlu dicantumkan dalam setiap perencanaan pembangunan yang bersifat partisipatif. Ketidakpercayaan, penolakan, dan kebuntuan relasi antara pemerintah dengan masyarakat dalam memperbincangkan program pembangunan dapat difasilitasi keberadaan komunikasi sebagai aktivitas yang menjembatani interaksi di antara keduanya.

Aktivitas komunikasi selalu menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, karena komunikasi adalah suatu pernyataan manusia, baik secara peroranganmauoun secara kelompok, yang bersifat umum(tidak bersifat rahasia) dengan menggunakan tanda-tanda, kode-kode atau lambang-lambang tertentu (Soekartawi, 2005). Tujuan dasar dalam komunikasi antar manusia adalah mencapai pengertian bersama yang lebih luas dan mendalam. Bila masing-masing telah memahami makna yang disampaikan maka para peserta saling percaya mempercayai atau menyetujui penafsiran masing-masing. Mempercayai adalah tindakan menerima informasi yang digunakan bersama sebagai hal yang sah dan benar. Dengan mempercayai berartimenerima ketulusan orang yang menggunakan informasi bersama-sama (Schramm, 1977).

Untuk lebih memahami komunikasi, menurut Mulyana (2003) terdapat tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yaitu: (1) komunikasi sebagai tindakan satu arah, (2) komunikasi sebagai interaksi, dan (3) komunikasi sebagai transaksi.

(36)

seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain. Pengirim pesan menstimulasi sehingga penerima pesan merespon sesuai yang diharapkan tanpa melakukan proses seleksi dan interpretasi lebih lanjut.

Komunikasi Sebagai Interaksi. Pandangan komunikasi sebagai interaksi ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab akibat atau aksi reaksi yang arahnya bergantian dan lebih dinamis. Komunikasi ini dianggap sedikit lebih dinamis daripada komunikasi satu arah, meskipun masih membedakan para komunikate sebagai komunikator dan komunikan, artinya masih tetap berorientasi sumber, meskipun kedua peran itu dianggap bergantian. Sehingga proses interaksi yang berlangsung pada dasarnya juga masih bersifat mekanisme dan statis.

Model interaktif menganggap komunikasi sebagai suatu transaksi yang terjadi antar komunikan yang saling berkontribusi pada terjadinya suatu transaksi walaupun dalam beda peringkat intensitas. Teori ini digambarkan dalam tiga bentuk yaitu (1) lingkaran tumpang tindih, (2) heliks dan (3) ziczac. Menurut Schramm (1973) dalam Jahi (1988) lingkaran tumpang tindih mengindikasikan bahwa dalam setiap kegiatan komunikasi akan selalu ditemukan lebih dari dua komunikan dalam suatu situasi komunikasi. Dengan demikian akan ada pada suatu saat sejumlah lingkaran komunikan atau ruang kehidupan yang tumpang tindih.

Model heliks menurut Dance (1967) dalam Jahi (1988) menunjukkan kegiatan komunikasi di kalangan komunikan yang menimbulkan situasi konvergen. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa cara, yaitu (1) komunikan bergerak menuju ke sutu arah dalam arti saling memahami pesan yang disampaikan, (2) seorang partisipan mungkin bergerak menuju arah berbeda. Proses konvergen tidak selalu berarti harus ada komitmen terhadap persoalan atau permasalahan yang dikomunikasikan, karena lebih merupakan suatu proses saling memahami dengan lebih baik, tentang segala sesuatu yang dikomunikasikan.

(37)

memahami apa yang dimaksud yang dimungkinkan oleh persoalan pemakaian iterasi. Peristiwa komunikasi dalam model ziczac lebih mendekati dengan proses negosiasi.

Komunikasi Sebagai Transaksi. Dalam konteks komunikasi ini, proses penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding) bersifat spontan dan simultan di antara para komunikate. Semakin banyak orang yang berkomunikasi semakin rumit transaksi komunikasi yang terjadi karena akan terdapat banyak peran, hubungan yang lebih rumit, serta lebih banyak pesan verbal dan non verbal. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi adalah komunikasi tersebut tidak membatasi komunikan pada komunikasi yang disengaja atau respons yang dapat diamati. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun perilaku non verbal. Artinya konseptualisasi komunikasi ini lebih sesuai untuk konteks komunikasi interpersonal karena lebih bersifat dinamis dan para pelaku komunikasi tidak dibedakan antara sumber dan penerima, melainkan semuanya saling berpartisipasi dalam interaksi sebagai partisipan komunikasi.

Ketiga konsep pemahaman komunikasi tersebut sangat dipengaruhi oleh ketepatan komunikasi (fidelity of communication). Dengan ketepatan komunikasi yang tinggi, para komunikate akan memperoleh apa yang mereka kehendaki dari tujuan berkomunikasinya. Komunikator akan puas karena pesan yang disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan komunikan seperti yang dikehendaki, dan komunikanpun akan puas karena pesan yang diterimanya sesuai dengan kebutuhan. Ketepatan komunikasi tersebut merupakan indikator dari efektivitas komunikasi.

Paradigma alternatif dalam komunikasi pembangunan melihat perlunya memasukkan masalah kesamaan, pemeliharaan lingkungan dan perlindungan budaya asli dalam konsep pembangunan. Terdapat dua jalur dalam pendekatan alternatif-komunikasi partisipatori, yakni PAR (Participatory Action Research)

(38)

Komunikasi Partisipatif

Untuk mengatasi masalah pembangunan masyarakat yang semakin kompleks, maka diperlukan suatu pendekatan yang memungkinkan masyarakat memiliki kemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri, untuk itu diperlukan suatu bentuk komunikasi yang mengkondisikan masyarakat bebas berpendapat, berekspresi dan mengungkapkan diri secara terbuka satu sama lainnya (Sulistyowati dkk. 2005).

Model komunikasi yang dibutuhkan adalah model yang memungkinkan adanya pertukaran informasi antar komponen dalam proses komunikasi dengan banyak dimensi. Pendekatan ini sering disebut dengan model partisipasi (participatory model) atau model interaktif (interaktif model). Menurut Sulistyowati dkk. (2005), model participatory ini memiliki pertanyaan utama

who is talking back to the who talked to them?, artinya semakin banyak dimensi yang diperhatikan. Model komunikasi ini memiliki anggapan bahwa manusia bukanlah komunikan yang pasif, tetapi merupakan hasil dari lingkungan sosialnya. Artinya reaksi terhadap setiap pesan yang masuk akan ditentukan oleh lingkungan tersebut. Dengan demikian di dalam model ini tidak hanya mencakup komunikasi dua tahap dan bahkan banyak tahap, tetapi juga banyak dimensi. Selain komunikasi dengan lingkungan komunikan masih ada juga unsur seberapa jauh lingkungan komunikator cocok dengan lingkungan komunikan.

Menurut Hamijoyo (2005), komunikasi partisipatif mengasumsikan adanya proses humanis yang menempatkan individu sebagai aktor aktif dalam merespons setiap stimulus yang muncul dalam lingkungan yang menjadi medan kehidupannya. Individu bukanlah wujud yang pasif yang hanya bergerak jika ada yang menggerakkan. Individu adalah wujud dinamis yang menjadi subyek dalam setiap perilaku yang diperankan termasuk perilaku komunikasi.

(39)

Dalam situasi interaktif inilah kemudian terbentuk norma sosial yang disepakati, sehingga semakin lama komunikasi itu berlangsung, maka semakin besar pula kesamaan-kesamaan yang terbangun dalam diri seseorang yang akan menjadi mediator penting aktivitas komunikasi.

Dalam komunikasi dua arah bukan hanya pesan yang diperhatikan tetapi juga arusnya yang dua arah. Kalau pesan yang dipentingkan, maka yang keluar hanya perintah, pengarahan atau petunjuk yang tanpa diskusi atau komunikasi sekalipun. Tetapi arusnya yang diutamakan dalam komunikasi dua arah, maka yang terjadi adalah altenatif pendapat, saran dan cara pemecahan yang timbul dari keinginan bersama. Menurut Hamijoyo (2005), model ini disebut model konvergensi komunikasi, model ini berlandaskan konsepsi komunikasi social sebagai suatu proses dialog dua arah dalam upaya mencapai saling pengertian dan kesepakatan antara dua individu atau dua kelompok atau lebih, dan bukan satu orang atau satu kelompok yang berkuasa atau berwibawa memaksakan kekuasaan atau kewibawaannya kepada yang lain. Proses dialog dua arah menurut Effendy (2000), selalu lebih baik daripada monologis. Proses komunikasi dialogis menunjukkan terjadinya interaksi dimana mereka yang terlibat dalam komunikasi berupaya untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati. Mengacu pada konsep pengembangan wilayah serta pola pendekatan komunikasi top-down dan bottom-up, Sumardjo (1999) juga mengemukakan bahwa model komunikasi pembangunan yang dinilai layak untuk dikembangkan adalah model komunikasi interaktif yang menghasilkan keseimbangan dalam perspektif teori pertukaran (exchange theory), melalui jalur kelembagaan yang telah mapan, didukung oleh bentuk-bentuk komunikasi yang efektif baik vertikal maupun horizontal dalam sistem sosial pertanian.

(40)

Pengalaman pembangunan yang telah dilaksanakan, memang terbukti bahwa kesadaran masyarakat yang tinggi akan tumbuh dan berkembang apabila kebutuhan dan kepentingan mereka mendapat tempat yang layak dalam proses pembangunan yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun pemanfaatan hasilnya. Perencanaan bukan hanya menjadi tugas Pemerintah, bahkan masyarakat lokalpun dapat membuat suatu perencanaan pembangunan untuk dilaksanakan di desa atau wilayah mereka. Pemerintah dan masyarakat juga dapat membuat suatu perencanaan pelaksanaan suatu program agar sesuai dengan keinginan masyarakat, yang sesuai pula dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat sebagai sasaran program pembangunan. Model perencanaan seperti ini, dikenal dengan perencanaan partisipatif. Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan perencanaan partisipatif diartikan sebagai perencanaan yang dilakukan masyarakat lokal (dengan pendampingan dari penyuluh spesialis) bagi program-program yang memenuhi kebutuhan lokal. Program tidak direncanakan secara top-down oleh lembaga Pemerintah, tetapi hasilnya benar-benar diminati oleh masyarakat lokal menjadi kebutuhan mereka.

Paradigma komunikasi partisipatif ditandai dengan terakomodasinya aspirasi pihak atas (Pemerintah) dan pihak bawah (masyarakat) dalam program pembangunan wilayah setempat. Oleh karena itu, pendekatan partisipatif lebih tepat digunakan dalam era globalisasi, karena menurut Sumardjo (1999), pendekatan tersebut lebih memungkinkan terjalin integrasi antara kepentingan nasional dengan kepentingan masyarakat dan potensi (dan permasalahan) lingkungan setempat. Pendekatan tersebut lebih menempatkan martabat manusia secara lebih layak, keberadaan masyarakat dengan aspek kepentingan dan kemampuannya menjadi lebih dikenali dan dihargai, sehingga lebih mendorong terjadinya partisipasi masyarakat yang lebih luas.

(41)

skor tertinggi yaitu sebesar 4,03 dan skor terendah dalam tahap pelaksanaan yaitu sebesar 3,84. Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki waktu yang terbatas karena harus mencurahkan waktunya untuk pekerjaan dan kegiatan lainnya.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa inti dari komunikasi partisipatif adalah suatu proses komunikasi dimana terjadi komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Dalam penelitian ini indikator dari participatory communication adalah dilihat sebagai (1) perencanaan program, (2) pelaksanaan program dan (3) penilaian program.

Partisipasi

Pembangunan masyarakat yang komprehensif pada hakekatnya membutuhkan suatu perencanaan dan pemahaman mendalam mengenai situasi dan kondisi masyarakat yang akan dibangun. Pemahaman ini menjadi pijakan awal di dalam upaya menuju keberhasilan sebuah proses pembangunan. Berangkat dari pemahaman ini, menunjukkan bahwa partisipasi dari masyarakat dalam pelaksanaan sebuah program pembangunan mutlak diperlukan, karena masyarakatlah yang pada akhirnya akan melaksanakan program tersebut. Adanya pelibatan masyarakat memungkinkan mereka memiliki rasa tanggung jawab terhadap keberlanjutan program pembangunan di daerahnya.

Partisipasi merupakan komponen penting dalam membangkitkan kemandirian. Partisipasi dan komunikasi merupakan dua komponen yang menjadi pusat perhatian dalam proses komunikasi pembangunan akhir-akhir ini.

Pengertian partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1986) adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat pula diartikan keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa.

(42)

orang sebanyak mungkin. Sehingga tanpa partisipasi dari seluruh masyarakat, pembangunan sukar dapat berjalan dengan baik.

Partisipasi merupakan masukan dalam proses pembangunan dan sekaligus menjadi keluaran atau sasaran dari pelaksanaan pembangunan. Apabila dikaitkan dengan pembangunan, menurut Slamet (1992) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama, yaitu:

1) Kemauan Partisipasi

Kemauan partisipasi bersumber pada faktor psikologis individu yang menyangkut emosi dan perasaan yang melekat pada diri manusia. Faktor-faktor yang menyangkut emosi dan perasaan ini sangat kompleks sifatnya, sulit diamati dan diketahui dengan pasti, dan tidak mudah dikomunikasikan, akan tetapi selalu ada pada setiap individu dan merupakan motor penggerak perilaku manusia. Dalam proses pembangunan, faktor-faktor yang akan mempengaruhi segi emosi dan perasaan itu adalah obyek pembangunan, pemrakarsa pembangunan, penggerak pembangunan, serta kondisi-kondisi lingkungan tempat proses pembangunan itu berlangsung.

Objek pembangunan yang berkaitan langsung dengan kebutuhan atau yang berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi masyarakat merupakan faktor yang akan menarik minat masyarakat untuk berpartisipai. Jahi (1988) dalam Sahidu (1998), apabila dengan berpartisipasi itu akan memberikan manfaat dan dengan kemanfaatan itu dapat memenuhi keperluan-keperluan masyarakat setempat, maka hal ini akan menjadi faktor pendorong (sumber motivasi) timbulnya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Motivasi merupakan motor penggerak perilaku manusia. Oleh karenanya peningkatan motivasi akan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

2) Kemampuan Partisipasi

(43)

permodalan akan tercermin pada tingkat pendapatan rumahtangga dan bantuan dana yang bisa diperoleh, sedangkan pengalaman akan tercermin pada lamanya seseorang berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan yang telah berlangsung.

3) Kesempatan Partisipasi

Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berinteraksi, terutama: faktor ketersediaan sarana dan prasarana fisik yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembangunan, kelembagaan yang mengatur interaksi antar warga masyarakat dalam proses pembangunan. Birokrasi yang mengatur rambu-rambu serta menyediakan kemudahan-kemudahan dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, serta faktor sosial budaya masyarakat akan sangat menentukan corak perilaku masyarakat dalam proses pembangunan. Selanjutnya banyak faktor yang akan menentukan masyarakat mau atau dapat memanfaatkan kesempatan-kesempatan untuk berpartisipasi, terutama kesesuaiannya dengan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat, ketersediaannya pada saat dibutuhkan masyarakat dan keterjangkauannya oleh masyarakat.

Tiga prinsip dasar dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat desa agar ikut serta dalam pembangunan dapat dilakukan dengan cara:

1. Learning process (learning by doing). Proses kegiatan dengan melakukan aktivitas proyek dan sekaligus mengamati, menganalisa kebutuhan dan keinginan masyarakat.

2. Institusional development. Melakukan kegiatan melalui pengembangan pranata sosial yang sudah ada dalam masyarakat. Karena institusi atau pranata sosial masyarakat merupakan daya tampung dan daya dukung sosial.

3. Participatory. Cara ini merupakan suatu pendekatan yang umum dilakukan untuk dapat menggali need yang ada dalam masyarakat.

(44)

Analisis proses partisipasi masyarakat dalam pembangunan telah dilakukan oleh Levis (1996), yaitu meliputi 4 tahap yang antara lain:

1. Tahap penumbuhan ide untuk membangun dan perencanaan

Dalam pelaksanaan program tersebut dapat dilihat apakah pelaksanaan program tersebut didasarkan atas gagasan atau ide yang tumbuh dari kesadaran masyarakat sendiri atau diturunkan dari atas. Jika ide dan prakarsa untuk membangun datangnya dari masyarakat itu sendiri karena didorong oleh tuntutan situasi dan kondisi yang menghimpitnya pada saat itu, maka peran serta aktif masyarakat akan lebih baik. Jika masyarakat ikut dilibatkan di dalam proses perencanaan untuk membangun daerahnya, maka dapat dipastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai sebagai manusia yang memiliki potensi atau kemampuan sehingga mereka lebih mudah berperan serta aktif atau berpartisipasi dalam melaksanakan, melestarikan program pembangunan itu sendiri.

2. Tahap pengambilan keputusan

Landasan filosofis dalam tahap ini adalah bahwa setiap orang akan merasa dihargai jika mereka diajak untuk berkompromi, memberikan pemikiran dalam membuat suatu keputusan untuk membangun diri, keluarga, bangsa dan daerah dan ngaranya. Keikutsertaan anggota atau seseorang di dalam pengambilan suatu keputusan secara psikososial telah memaksa anggota masyarakat yang bersangkutan untuk turut bertanggungjawab dalam melaksanakan, mengamankan setiap paket program yang dikomunikasikan. Mereka merasa ikut memiliki serta bertanggungjawab secara penuh atas keberhasilan program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian dalam diri masyarakat akan tumbuh rasa tanggung jawab secara sadar kemudian berprakarsa untuk berpartisipasi secara positif dalam pembangunan.

3. Tahap pelaksanaan dan evaluasi

(45)

melaksanakan suatu program akan dilaksanakan sehingga nantinya mereka dapat secara mandiri dan mampu melanjutkan, meningkatkan serta melestarikan program pembangunan yang dilaksanakan. Sedangkan dalam evaluasi masyarakat diharapkan mampu menilai diri sendiri, dengan mengungkapkan apa yang mereka tahu dan diperlukan. Mereka diberi kebebasan untuk menilai sesuai dengan apa yang ada dalam benaknya, pengalaman, kelebihan atau keuntungan dari program, kelemahannya, manfaat, hambatan, faktor pelancar yang mereka hadapi dalam operasionalisasi program secara bersama-sama mencarikan alternatif terbaik sebagai bahan pertimbangan bagi pelaksanaan program.

4. Tahap pembagian keuntungan ekonomis

Tahap ini ditekankan pada pemanfaatan program pembangunan yang telah diberikan secara merata kepada seluruh anggota masyarakat dalam desa atau wilayah bersangkutan. Pertimbangan pokok dalam penerapan suatu program jika dilihat aspek keuntungan ekonomis adalah program tersebut akan mampu memberikan kesuksesan secara ekonomis kepada seluruh atau sebagian besar masyarakat disekitarnya

(46)

participation refers to an active process whereby beneficaries

influence the direction and excution of development projects rather tan

merely receive a share of project benefits.

Pengertian di atas melihat keterlibatan masyarakat mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi. Partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis).

Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program ditentukan dengan mengandalkan power yang dimilikinya sehingga pemberdayaan (empowerment) merupakan tema sentral atau jiwa partisipasi yang sifatnya aktif dan kreatif.

..participation is concerned with the distribution of power in society,

for it is power which enables groups to determine which needs, and whose

needs will be met through the distribution of resources (Curtis, et.al, 1978dalam Nasdian 2003)

Menurut Nasdian (2003), terdapat dua pendekatan mengenai partisipasi masyarakat. Pertama, partisipasi merupakan proses sadar tentang pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan dari masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan sumber daya dan kapasitas yang dimilikinya. Dalam proses ini tidak ada campur tangan dan prakarsa pemerintah. Kedua, partisipasi harus mempertimbangkan adanya intervensi dari pemerintah dan LSM, di samping peran serta masyarakat. Hal ini sangat penting untuk implementasi proyek yang lebih efisien, mengingat kualitas sumber daya dan kapasitas masyarakat tidak memadai. Jadi, masyarakat miskin tidak leluasa sebebas-bebasnya bergerak sendiri berpartisipasi dalam pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan.

(47)

bilaman masyarakat secara horizontal satu dengan yang lain berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan.

Penelitian Wahyuni (2006), menemukan bahwa peningkatan partisipasi masyarakat dengan cara mengimplementasikan program melalui proses komunikasi yang cenderung top-down dan searah serta kurang terjadinya komunikasi yang bottom-up dan interaktif cenderung kurang dapat menggali aspirasi masyarakat. Akibatnya peningkatan partisipasi masyarakat menjadi kurang efektif.

Hasil penelitian Dewi (1997) mengenai partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perkampungan kota menunjukkan bahwa partisipasi mereka tidak terjadi pada tahap kegiatan. Sebagian masyarakat (60%) ternyata hanya berpartisipasi pada semua tahap pelaksanaan. Keadaan semacam ini umum terjadi di indonesia. Partisipasi masyarakat pada tahap pengawasan dan penilaian rendah, karena kegiatan tahap ini biasanya dilakukan langsung oleh pemerintah.

Dewi (1997) menemukan bahwa masyarakat disamping berpartisipasi pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan hasil juga bersedia berpartisipasi pada tahap pengawasan dan evaluasi jika mereka merasa ikut memiliki hasil kegiatan dan banyak tokoh informal terlibat. Dewi juga menemukan bahwa masyarakat dengan ciri kehidupan kota dan jenis pekerjaan tertentu memiliki sedikit waktu luang untuk cenderung hanya berpartisipasi pada tahap pemanfaatan hasil dan berpartispasi dalam bentuk dana, disamping itu, motivasi untuk berpartisipasi lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi atau ada tidaknya manfaat (ekonomi) dari tindak partisipasi itu. Pada masyarakat dengan ciri kehidupan desa, Dewi menemukan bahwa mereka cenderung berpartisipasi dalam bentuk tenaga.

(48)

berpenghasilan tinggi, karena mereka dapat partisipasi dalam berbagai bentuk baik tenaga, uang dan barang.

Hasil penelitian Yanuara (1999) menunjukkan bahwa skor tingkat partisipasi masyarakat yang dihasilkan menunjukkan: pada tahap persiapan adalah rendah (31,46%), tahap pelaksanaan (38,02%) dan pengawasan (48,17%). Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi dan partisipasi masyarakat diantaranya adalah karakteristik individu, umur, tingkat pendidikan, pendapatan (kondisi sosial ekonomi), dan pengalaman bertani.

Konsep Kepuasan

Dalam Komunikasi Partsispatif

Sumarwan (2003) dan Tjiptono (2002) mengutip beberapa arti kepuasan yang disampaikan oleh para pakar manajemen pemasaran. Antara lain Engel, Blackwell dan Miniard. Mereka (dalam Sumarwan, 2003) menyatakan,

Satisfication is defined here as post-consumption evaluation that a chosen

alternative at least meets or exceeds expectation (kepuasan didefinisikan sebagai evaluasi pasca konsumsi, itu adalah suatu alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya pada saat diperkenalkan memenuhi atau melebihi harapan).

Mowen dan Minor (dalam Tjiptono, 2002) mengartikan kepuasan sebagai

Consumer satisfication is defined as the overall attitude consumers have toward

a good or service after they have acquired and used it. It is a postchoice

evaluative judgement resulting from a spesific purchase selection and the

experience of using/consuming it (kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai sikap keseluruhan pelanggan terhadap suatu barang atau jasa sesudah mereka mendapatkan atau menggunakannya. Itu adalah suatu hasil evaluasi dari pembelian dan pengalaman menggunakan saat mnengkonsumsi barang atau jasa tersebut.

(49)

Salah satu dimensi kepuasan adalah persepsi. Menurut Berlo (1960), persepsi mempengaruhi efek komunikasi. Gonzales (dalam Jahi, 1988) menyatakan bahwa perilaku merupakan satu dari tiga jenis efek komunikasi. Menurut Rogers dan Shoemaker (dalam Hanafi, 1986) antara persepsi dengan perilaku yang nampak seringkali berbeda, tergantung situasi dirinya dan manfaat yang akan ia terima. Tahapan persepsi seseorang dinilai mereka sebagai tahapan penting yang menjembatani jalan ke arah tahapan keputusan mengadopsi atau menolak inovasi.

Kepuasan masyarakat sangat bergantung pada harapan yang ada dalam masyarakat. Mengacu pada pendapat Tjiptono (2002), harapan merupakan perkiraan atau keyakinan seseorang tentang apa yang akan diterimanya. Salah satu faktor yang menentukan harapan seseorang antara lain adalah kebutuhan. Kebutuhan yang dirasakan mendasar oleh seseorang bagi kesejahteraannya sangatlah menentukan harapannya. Harapan seseorang dari waktu ke waktu semakin berkembang seiring dengan semakin banyaknya informasi yang diterima serta semakin bertambahnya pengalaman (Tjiptono, 2002).

Sedangkan Kotler (1999) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan puas atau tidak puas seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Dalam definisi ini terlihat riil manfaat yang diterima oleh konsumen dengan apa yang dibayangkan sebelumnya. Dalam hal ini, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.

Kredibilitas Agen Pendamping Dalam Komunikasi Partisipatif

Kredibilitas adalah suatu tingkatan di mana penerima pesan melihat si sumber sebagai orang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan dapat dipercaya; sehingga si sumber dapat memberikan informasi yang tidak bias dan objektif. Ada dua dimensi kredibilitas yaitu keahlian (expertise) dan kejujuran (trustworthiness). (Kasali, 2001).

(50)

siapa yang membawa pesan, sebelum ia mau menerima pesan yang dibawanya. Apabila kredibilitas sumber rendah, maka bagaimanapun baiknya pesan yang disampaikan, penerima tidak akan menerimanya. Devito (1997) memahami kredibilitas komunikator sebagai hal penting untuk menjadikan orang lain (komunikan) percaya atau tidak percaya terhadap apa yang disampaikan komunikator.

Belch dan Belch (2001) mengatakan bahwa seorang komunikator/sumber yang kredibel sangat penting bila audiens memiliki sikap yang negatif terhadap produk, jasa, perusahaan, atau isu yang tengah diangkat. Hal ini dikarenakan komunikator/sumber yang kredibel dapat menghambat konter-argumen dari audiens.

Keahlian

Seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman disebut sebagai orang yang memiliki keahlian. Menurut Belch dan Belch (2001), keahlian adalah tingkatan di mana seorang komunikator dipersepsikan sebagai orang yang dapat memberikan penilaian yang benar dan tegas.

Pentingnya menggunakan endorser yang memiliki keahlian terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan Roobina Ohanian, yang menemukan bahwa persepsi terhadap keahlian endorser lebih penting dalam menjelaskan minat dibanding daya tarik atau kejujuran yang dimilikinya.

Kejujuran

Kejujuran adalah tingkat kepercayaan terhadap niat si komunikator dalam mengkomunikasikan penilaian yang dianggapnya paling benar. Jujur atau tidaknya si sumber bergantung pada persepsi audiens tentang motivasinya dalam meng-endorse suatu produk/lembaga. Menurut Belch dan Belch (2001) jika audiens merasa si sumber bias atau memiliki kepentngan pribadi (uang) ketika meng-endorse suatu produk/institusi, maka ia menjadi kurang persuasif dibanding orang yang dianggap tidak memiliki motif pribadi apapun.

Daya tarik

(51)

intelektual, kepribadian, gaya hidup, dan sebagainya. Seorang endorser memiliki nilai tambah berupa kekaguman dari banyak orang.

Penampilan seseorang dalam berkomunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi yang dilakukannya. Dalam kaitannya dengan kredibilitas sebagai sumber pesan, pengaruh penampilan ini terutama terjadi pada kontak pertama antara sumber dan penerima pesan. Pada saat itu, penerima pesan akan menilai sumber pesan itu. Penilaiannya tersebut tidak hanya menyangkut karakter, tetapi penerima juga akan mengaitkannya dengan dugaannya tentang kemampuan sumber dalam menyampaikan pesan.

Keakraban

Aspek ini merujuk pada pengetahuan tentang sumber yang dimiliki audiens melalui terpaan media massa. Keakraban sering diabaikan oleh institusi karena mereka lebih memperhatikan aspek kesamaan dan daya tarik dari sumber (Belch dan Belch, 2001).

Belch dan Belch (2001), mengungkapkan bahwa kredibilitas dan kepemimpinan merupakan proses yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Proses tersebut sebagai usaha mempengaruhi perasaan, pikiran dan tingkah laku orang lain ke arah pencapaian suatu tujuan. Oleh karena itu kepemimpinan juga merupakan proses interaksi antar seseorang (pemimpin) dengan sekelompok orang lain. Kepemimpinan berarti juga proses pemberian motivasi, agar orang lain secara ikhlas dan sungguh-sungguh mengerjakan sesuatu. Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijabarkan sesuai dengan fungsinya. Secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu: a. Fungsi instruktif

(52)

adalah kemampuan pimpinan menggerakkan orang lain agar melaksanakan perintah, yang bersumber dari keputusan yang telah ditetapkannya.

b. Fungsi konsultatif

Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah, meskipun pelaksanaannya sangat tergantung pada pihak pemimpin. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi itu dapat dilakukan secara terbatas hanya dengan orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan. Di samping itu mungkin pula konsultasi itu dilakukannya untuk mendengarkan pendapat dan saran, apabila suatu keputusan yang direncanakannya ditetapkan.

c. Fungsi partisipasi

Fungsi ini tidak sekedar berlangsung dan bersifat dua arah, tetapi juga berwujud pelaksanaan hubungan manusia yang efektif, antara pemimpin dengan dan sesama orang yang dipimpin. Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompoknya memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi/jabatan masing-masing. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Fungsi partisipasi hanya mungkin terwujud jika pemimpin mengembangkan komunikasi yang memungkinkan terjadinya pertukaran pendapat, gagasan dan pandangan dalam memecahkan masalah-masalah, yang bagi pimpinan akan dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan-keputusan.

d. Fungsi delegasi

(53)

dilimpahkan pada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan dapat mempercayai orang-orang lain, sesuai dengan posisi/jabatannya, apabila diberi/mendapat pelimpahan wewenang. Sedang penerima delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab.

e. Fungsi pengendalian

Fungsi ini cenderung bersifat komunikasi satu arah, meskipun tidak mustahil untuk dilakukan dengan cara komunikasi dua arah. Fungsi pengendalian bermaksud

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kantor Desa Pondok Kubang
Gambar 3. Kantor UPKD Mitra Usaha
Tabel 1.  Jumlah dana dan peminjam dana bergulir di UPKD Mitra UsahaBersama menurut tahapannya tahun 2004-2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi operasional manual di atas, diperlukan sebuah sistem informasi perpustakaan yang dapat memberikan kemudahan dalam mengolah data pengunjung, data buku, data

tindakan otoritatif, dan Keikutsertaan pemerintah – pemerintah daerah. Kedua , demokratisasi dibidang pemerintahan diwujudkan dengan desentralisasi kekuasaan secara..

pengukusan waterbath 40  C (suhu daging 36  C), jenis dan kandungan protein yang terlarut dalam isolat albumin masih komplek dan tinggi, hal tersebut terlihat dari banyaknya

Biarkan Katong Bakalae merupakan Antologi Puisi Penyair Maluku 2013 yang sangat diminati pembaca karya sastra yang tidak hanya oleh pembaca yang bermukim dl Kota Ambon melainkan

Hasil kegiatan ini adalah siswa dapat mengimplementasikan kreativitas dan inovasi, terutama dalam membuat produk kerajinan, sehingga produk tersebut dapat dipamerkan dalam kegiatan

Dengan semakin rendahnya energi karena adanya kandungan serat kasar yang tinggi maka bobot karkas yang dihasilkan rendah dan semakin rendah konsumsi ransum menyebabkan

Model jilbab yang dikenakan oleh para artis menjadi sebuah pesan tertentu yang sama sekali terlepas dari makna pesan yang terbangun dalam alur cerita.. Makna pesannya tak lain

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah dengan penggunaan media komik dalam pembelajaran menulis karangan ternyata mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menemukan ide