• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SUAMI DENGAN KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA PADA PERAWAT WANITA RSUD DR. TJITROWARDOJO PURWOREJO - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SUAMI DENGAN KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA PADA PERAWAT WANITA RSUD DR. TJITROWARDOJO PURWOREJO - UMBY repository"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

12

A. Konflik Pekerjaan-Keluarga pada Perawat Wanita 1. Pengertian Konflik Pekerjaan-Keluarga

Konflik pekerjaan-keluarga merupakan bentuk dari interrole conflict (konflik antar peran). Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) konflik pekerjaan-keluarga adalah konflik yang terjadi pada individu akibat menanggung peran ganda baik dalam pekerjaan (work) maupun keluarga (family), di mana karena waktu dan perhatian terlalu tercurah pada satu peran saja di antaranya (biasanya pada peran dalam dunia kerja), sehingga tuntutan peran lain (dalam keluarga) tidak bisa dipenuhi secara optimal. Konflik pekerjaan-keluarga terjadi saat partisipasi dalam peran pekerjaan dan peran keluarga saling tidak cocok antara satu dengan lainnya, karenanya partisipasi dalam peran pekerjaan terhadap keluarga dibuat semakin sulit dengan hadirnya partisipasi dalam peran keluarga terhadap pekerjaan, stres yang bermula dari satu peran yang spills over ke dalam peran lainnya akan mengurangi kualitas hidup dalam peran tersebut, perilaku yang efektif dan tepat pada satu peran, namun tidak efektif dan tidak tepat saat ditransfer pada peran lainnya (Greenhaus & Beutell, 1985).

(2)

Pangarso, 2015) menyatakan bahwa konflik pekerjaan-keluarga merupakan bentuk konflik antar peran yang timbul karena pelaksanaan fungsi pada satu peran mengganggu pelaksanaan peran lainnya. Frone, Russell dan Cooper (dalam Rahmadita, 2013) mendefinisikan konflik pekerjaan-keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan di mana di satu sisi karyawan harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit menentukan mana yang harus diprioritaskan antara pekerjaan dengan keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga terjadi ketika kehidupan rumah seseorang berbenturan dengan tanggung jawabnya di tempat kerja, seperti masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga adalah konflik yang terjadi pada individu akibat menanggung peran ganda, baik dalam pekerjaan (work) maupun keluarga (family), di mana karena waktu dan perhatian hanya tercurah pada satu peran saja yaitu (peran di tempat kerja), sehingga tuntutan peran lain (dalam keluarga) tidak bisa dipenuhi secara optimal.

2. Dimensi Konflik Pekerjaan-Keluarga

Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) multi-dimensi konflik pekerjaan-keluarga ada 3 dimensi yaitu:

a. Time-based conflict, yaitu konflik yang terjadi karena tuntutan waktu dari

(3)

tidak fleksibel. Misalnya, perawat tidak dapat menemani anak saat sakit karena harus siaga on call di rumah sakit.

b. Strains-based conflict, yaitu konflik yang disebabkan oleh gejala-gejala stress seperti kelelahan dan mudah marah, yang diakibatkan oleh satu peran mengganggu peran yang lain. Konflik ini melibatkan stres dalam keluarga, pekerjaan dan meluapnya emosi yang negatif. Misalnya, perawat merasa bersalah karena terlalu lelah bekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan batiniah suami.

c. Behavior-based conflict, yaitu konflik yang terjadi jika tingkah laku tertentu yang dituntut oleh satu peran mempersulit individu dalam memenuhi tuntutan peran yang lain, misalnya tuntutan peran keluarga dengan tuntutan pekerjaan. Misalnya, perawat harus bersikap lembut ketika melayani pasien di rumah sakit dan harus bersikap tegas ketika mendidik anak di rumah. Hal ini dilakukan supaya anak tidak manja.

Menurut Frone, Russell & Cooper (dalam Rahmadita, 2013) indikator-indikator konflik pekerjaan keluarga adalah:

a. Tekanan sebagai orangtua

Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang tua didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak. b. Tekanan perkawinan

(4)

tidak dapat membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil keputusan tidak secara bersama-sama.

c. Kurangnya keterlibatan sebagai istri

Kurangnya keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.

d. Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua

Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.

e. Campur tangan pekerjaan

Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.

Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa multi-dimensi dari konflik pekerjaan-keluarga yaitu; time-based conflict, strain-based conflict, behavior-based conflict, tekanan sebagai orang tua, tekanan perkawinan,

kurangnya keterlibatan sebagai istri, kurangnya keterlibatan sebagai orang tua dan campur tangan pekerjaan.

(5)

yaitu time-based conflict, strain-based conflict, behavior-based conflict. Alasan menggunakan dimensi tersebut, karena dimensi di atas lebih rinci untuk menjelaskan tentang konflik pekerjaan-keluarga, selain itu banyak penelitian yang menjelaskan konflik pekerjaan-keluarga dengan menggunakan dimensi tersebut seperti penelitian yang dilakukan oleh Muharnis (2011).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik pekerjaan-keluarga

Menurut Kim dan Ling (2001) faktor yang mempengaruhi konflik pekerjaan-keluarga adalah sebagai berikut:

a. Jam kerja tinggi

Jam kerja yang tinggi akan meningkatkan konflik pekerjaan orang tua, karena waktu yang dihabiskan bersama dengan anak akan berkurang, sehingga orang tua perlu membagi waktu khusus untuk berinteraksi dengan anak-anak mereka. Bagi orang tua anak dianggap sesuatu yang harus diprioritaskan, tetapi ibu yang bekerja seringkali merasa bersalah tidak dapat menghabiskan waktu yang lebih banyak dengan anak.

b. Jadwal pekerjaan yang tidak fleksibel

(6)

c. Stres kerja

Stress kerja membuat ketegangan, yang dapat mempengaruhi fungsi perkawinan. Ketegangan mengarah ke emosi negatif seperti merasa cemas dan mudah tersinggung.

d. Dukungan pasangan

Wanita mengalami konflik pekerjaan-keluarga karena harus mengelola kedua peran pekerjaan dan keluarga secara bersamaan, di mana pria mendelegasikan tanggung jawab keluarga kepada wanita dan wanita juga harus berkonsentrasi penuh pada karir mereka. Jika pria dapat memberikan dukungan yang lebih besar dalam hal pekerjaan rumah tangga, maka konflik pekerjaan-keluarga tidak akan menjadi masalah besar bagi wanita bekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Longstreth dan Gosselin (dalam Kim & Ling, 2001) menunjukkan bahwa suami dari wanita bekerja jarang membantu dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak. Pembagian tanggung jawab pengasuhan anak dapat mengurangi tingkat konflik pekerjaan pada wanita yang bekerja.

Menurut Mui (dalam Muharnis, 2011) faktor yang mempengaruhi konflik pekerjaan-keluarga adalah sebagai berikut:

a. Keterlibatan kerja

(7)

Higgins (dalam Muharnis, 2011) menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan kerja yang tinggi dapat meningkatkan konflik pekerjaan-keluarga.

b. Posisi di Perusahaan

Semakin tinggi posisi pekerjaan seseorang, maka akan semakin banyak energi dan waktu yang akan dicurahkan dalam pekerjaan. Hal ini akan menyebabkan tingkatan yang lebih tinggi dari konflik pekerjaan-keluarga. c. Dukungan Pasangan

Penelitian yang dilakukan Frone (dalam Muharnis, 2011) menunjukkan bahwa dukungan dari pasangan akan mengurangi atau memperkecil dampak psikologis yang merugikan dari peristiwa yang menimbulkan ketegangan dalam hidup. Jika pasangan suami istri saling mendukung satu sama lain dalam kaitannya dengan komitmen pekerjaan masing-masing.

(8)

pasangan berpengaruh dalam mengurangi konflik pekerjaan-keluarga (Adams & Thomas dalam Aycan & Eskin, 2005).

B. Dukungan Suami 1. Pengertian Dukungan Suami

(9)

Sumber-sumber dukungan sosial menurut Kahn dan Antonoucci (dalam Ristianti, 2009) terbagi menjadi 3 kategori yaitu; Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dalam hidupnya. Misalnya keluarga dekat, pasangan (suami / istri) atau teman-teman dekat. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung beruah sesuai dengan waktu. Sumber ini meliputi teman kerja, tetangga, sanak keluarga dan sepergaulan. Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan sosial dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Sumber dukungan yang dimaksud meliputi supervisor, tenaga ahli atau professional dan keluarga jauh. Penelitian yang dilakukan oleh Greenhaus dan Beutell (1983) menemukan bahwa dukungan yang diberikan suami berupa partisipasi yang luas dalam pengasuhan anak dan aktivitas rumah tangga bisa memodernisasi hubungan antara konflik pekerjaan-keluarga yang dialami istrinya. Dukungan suami adalah dorongan untuk memotivasi istri, baik secara moral maupun material (Bobak dalam Rahmadita, 2013).

(10)

2. Aspek- aspek Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (dalam Purba, 2007) menyatakan bahwa bentuk-bentuk dukungan sosial adalah sebagai berikut:

a. Dukungan Emosinal

Dukungan emosional merupakan dukungan yang diwujudkan dalam bentuk rasa empati, kepedulian dan perhatian terhadap individu. Biasanya dukungan ini diperoleh dari pasangan atau keluarga, seperti memberikan pengertian terhadap masalah yang sedang dihadapi atau mendengarkan keluhannya.

b. Dukungan Penghargaan

Dukungan ini terjadi melalui ungkapan positif atau penghargaan yang positif pada individu, dorongan untuk maju atau persetujuan akan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan yang positif individu dengan orang lain. Dukungan ini, akan membangun perasaan berharga, kompeten dan bernilai.

c. Dukungan Instrumental

Dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi, meminjamkan uang atau membantu pekerjaan untuk meringankan tugas seseorang.

d. Dukungan informasi

(11)

Menurut House (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terdiri dari empat aspek yaitu:

a. Aspek emosional

Setiap individu membutuhkan dukungan yang berupa empati, cinta, kepercayaan dan kebutuhan untuk didengarkan orang- orang disekitarnya serta membutuhkan orang lain untuk mendiskusikan perencanaan hidupnya mendatang.

b. Aspek Penghargaan

Aspek penilaian dapat berupa pemberian penghargaan, sebagai timbal balik terhadap apa yang telah dilakukan dan dapat pula berwujud umpan balik, perbandingan soial ataupun persetujuan.

c. Aspek Informasi

Aspek ini dapat berupa dukungan sosial secara tidak langsung terhadap individu, memberikan informasi yang dibutuhkan ataupun nasehat-nasehat yang dibutuhkan oleh individu tersebut.

d. Aspek instrumental

Aspek ini dapat berupa saran untuk mempermudah individu dalam berperilaku yang bertujuan positif dan dapat berupa uang, benda ataupun pekerjaan.

(12)

memberikan dorongan untuk maju, dukungan instrumental melibatkan bantuan langsung sesuai dengan kebutuhan individu, dan dukungan informasi berupa nasehat, petunjuk-petunjuk, saran sehingga individu mendapatkan jalan keluar.

Bentuk-bentuk dukungan sosial yang akan digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini mengacu pada teori dukungan sosial menurut Sarafino yang meliputi aspek dukungan emosional, dukungan pengahargaan, dukungan instrumental dan dukungan informasi. Dengan alasan bahwa teori tersebut dirasa sesuai mewakili aspek-aspek dukungan sosial yang akan dipergunakan untuk mengungkap dukungan sosial terhadap konflik pekerjaan-keluarga pada perawat wanita.

C. Hubungan Dukungan Sosial Suami dengan Konflik Pekerjaan Keluarga Pada Perawat Wanita

(13)

dan Ling (2001) bahwa jadwal pekerjaan yang tidak fleksibel membuat wanita tidak dapat mengatur waktu dengan keluarga, seperti mengerjakan hobi bersama.

Dukungan emosional yang diterima dari suami penting bagi istri dalam mengelola konflik pekerjaan-keluarga yang berbentuk time-based conflict yaitu konflik yang terjadi karena tuntutan waktu dari peran yang satu mempengaruhi partisipasi dalam peran lain (Greenhaus & Beutell 1985). Misalnya suami memberikan kepercayaan pada istri atas kegiatan yang dilakukan di luar rumah, seperti ketika harus tugas siaga on call di rumah sakit (Aycan & Eskin, 2005). Lebih lanjut menurut Aycan dan Eskin (2005) bahwa dengan adanya dukungan emosional dari suami dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada saat istri melakukan kegiatan di rumah maupun di luar rumah. Namun, ketika suami tidak dapat memberikan dukungan emosional kepada istri maka istri akan merasa tidak mendapatkan perlindungan dan perhatian dari suami, sehingga akan meningkatkan konflik pekerjaan-keluarga dalam segi time-based conflict, hal tersebut akan mempengaruhi kualitas hubungan anggota keluarga (Apollo & Cahyadi, 2012).

(14)

sebagai ibu rumah tangga secara optimal. Dukungan instrumental meliputi bantuan dalam mengurus rumah tangga dan pengasuhan anak. Misalnya suami menggantikan posisi istri dalam mengasuh anak pada saat istri harus tugas siaga on call di rumah sakit (Aycan & Eskin, 2005). Sehingga dengan adanya dukungan

ini akan memudahkan istri untuk dapat memenuhi tanggung jawab dalam menjalankan perannya sehari-hari (Purba, 2007) dan dapat mengurangi tekanan sebagai orang tua yang akan menyebabkan konflik pekerjaan-keluarga (Soeharto, 2013). Namun ketika suami tidak ikut serta dalam membantu mengurus rumah seperti mengasuh anak akan menghambat aktivitas kerja istri. Misalkan istri harus absen tidak dapat memenuhi tugas siaga on call rumah sakit karena di rumah anak tidak ada yang menemani. Tidak adanya dukungan instrumental ini akan meningkatkan konflik pekerjaan-keluarga dalam segi time-based conflict (Soeharto, 2013).

Dukungan informasi merupakan bentuk dukungan berupa nasehat, petunjuk-petunjuk, saran atau umpan balik dan pemberian informasi bagaimana cara memecahkan persoalan sehingga individu mendapatkan jalan keluar (Sarafino dalam Purba, 2007). Tugas perawat ketika di rumah sakit yang begitu banyak serta monoton meningkatkan konflik pekerjaan keluarga dari segi strains-based conflict (Almasitoh, 2011). Dengan keadaan yang seperti itu, akan

(15)

istri memahami situasi dan mencari alternatif pemecahan masalah atau tindakan yang akan diambil (Moertono dalam Purba, 2007). Ketika istri mempunyai masalah tetapi suami tidak membantu menyelesaikannya maka akan menyebabkan distres, seperti kelelahan fisik, timbul sikap keragu-raguan dalam menjalankan perannya, menurunnya motivasi, gangguan tidur, karena istri merasa tidak ada yang membantu menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi. Hal ini dapat meningkatkan konflik pekerjaan-keluarga dalam segi strains-based conflict (Apollo dan Cahyadi, 2012).

(16)

Penelitian yang berhubungan dengan konflik pekerjaan keluarga yang sejenis dan pernah dilakukan sebelumnya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Soeharto (2013) dengan judul “Konflik Pekerjaan-Keluarga Yang Bekerja Ditinjau dari Dukungan Suami”. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara dukungan suami dengan konflik pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja. Artinya, semakin tinggi dukungan suami maka semakin rendah pula konflik pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja, sebaliknya semakin rendah dukungan suami maka konflik pekerjaan-keluarga pada ibu yang bekerja juga semakin tinggi. Selain itu penelitian yang yang dilakukan oleh Apollo dan Cahyadi (2012) dengan judul “Konflik Peran Ganda Perempuan Menikah yang Bekerja Ditinjau dari Dukungan Sosial Keluarga dan

Penyesuaian Diri”. Dari penelitian tersebut membuktikan bahwa dukungan sosial

keluarga dan penyesuaian diri mempunyai hubungan negatif yang sangat signifikan dengan tingkat konflik peran ganda perempuan menikah yang bekerja. Besarnya dukungan sosial keluarga dan tingginya penyesuaian diri dapat menekan munculnya konflik peran ganda perempuan menikah yang bekerja.

(17)

D. Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan SDM Terbaik, Pelatihan SDM Perusahaan, Pelatihan SDM Organisasi. Kun Fayakun = Jadilah, Maka

Prinsip pemisahan untuk alat ini adalah campuran padat# cair dimasukkan ke dalam Prinsip pemisahan untuk alat ini adalah campuran padat# cair dimasukkan ke dalam sebuah tromol

Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Saudaraku Muslim, hendaknya masuknya bulan Ramadhan menjadikanmu penuh semangat, sangat bersungguh-sungguh

Dari tabel 5.8 dan gambar 5.8 diatas dapat dilihat bahwa seluruh industri jasa bordir memiliki mesin bordir sendiri tetapi untuk industri konveksi sebanyak 19 responden atau 32

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan 20.. Badan

Kami dari Denature Indonesia memberikan solusi untuk menghilangkan penyakit kutil kelamin atau daging tumbuh di kelamin, yang sedang anda derita secara herbal TANPA

Dari hasil penelitian dilapangan penulis dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi adanya penyimpangan yaitu penggunaan bahan dilapangan berbeda dengan yang

• Pada tahap analisis sintaks ini token yang diperoleh dari analisis leksikal disusun dan dikelompokkan dalam suatu hirarki tertentu yang mempunyai arti yang disebut sebagai