• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN KECEPATAN PUTARAN MOTOR DC 100 VOLT DENGAN METODE PULSE WIDTH MODULATION (PWM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGENDALIAN KECEPATAN PUTARAN MOTOR DC 100 VOLT DENGAN METODE PULSE WIDTH MODULATION (PWM)"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Elektro

Disusun Oleh:

NICODEMUS CAHYO TRIATMONO

NIM : 005114062

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Electrical Engineering

By

NICODEMUS CAHYO TRIATMONO NIM :005114062

ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

ELECTRICAL ENGINEERING DEPARTMENT

ENGINEERING FALCUTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

(3)
(4)
(5)
(6)

berharga tapi bagaimana cara kita memperolehnya

adalah sesuatu yang lebih berharga”

Kupersembahkan tugas akhir ini :

Pada Tuhan Yesus Kristus atas hidup, rahmat, penyertaan, mukjizat dan

penebusan-Nya untukku dan Bunda Maria atas doa dan bimbingan yang selama ini

menyertai langkahku.

Untuk Bapak “Pancratius krismandoko” dan Ibu “Pancratia Murpudjanti”

atas dukungan dana, doa, dan bimbingan yang tiada henti, pembelajaran atas hidup dan

kasih yang selama ini aku terima.

Untuk Kakakku dan keponakanku tersayang : Mas Budi, Mbak Retno, Mbak Sari,

Mas jimmy, steven, Krisna, Lintang. Yang kita perlukan hanyalah kebersamaan kita,

(7)

proses produksinya, di mana peralatan-peralatan tersebut memerlukan kecepatan motor tertentu sehingga alat dapat bekerja dengan baik tanpa adanya gangguan. Oleh karena itu di perlukan adanya pengendalian motor, baik yang sederhana maupun kompleks.

Pada penelitian ini, dirancang suatu alat pengendali kecepatan putar motor DC

dengan menggunakan metode Pulse width modulation (PWM). Alat ini menggunakan

dua buah sumber tegangan yang digunakan sebagai sumber catu daya PWM dan motor DC tersebut. Pengendalian kecepatan putaran motor dc ini dilakukan dengan mengatur lebar pulsa dari gelombang kotak, dimana semakin besar lebar pulsa maka semakin besar pula tegangan keluaran motor dan putaran motor semakin cepat.

Hasil dari perancangan ini adalah alat pengendali kecepatan putar motor dc 100 volt yang bekerja pada level tegangan antara 2,4 volt sampai dengan 12 volt dengan lebar pulsa dari 0 % sampai dengan 100 % dan kecepatan motor maksimum sebesar 10000 rpm.

(8)

a certain motor speed in order to work well without any possible problems occurance. Therefore, it is important to operate motor controller either the simple one or the complex one.

In this study, the researches designs a circle speed equipment of dc motor by using pulse width modulation (PWM) method. This equipment uses two energy sources that tend to be power source of PWM and dc motor. The circle speed control of dc motor is conducted by setting up the pulse width of the square wave which shows that the wider the pulse, the bigger the output of motor energy also faster the motor circle.

The result of the design is the circle speed control equipment of 100 volt dc motor are work in voltage from 2,4 volt to 12 volt with the pulse width from 0 % to 100 % and the maximum rotation speed is 10000 rpm.

(9)

rahmatnya dari awal hingga akhir penulisan ini. Tugas akhir ini merupakan salah satu

syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar sarjana teknikdi jurusan Teknik

Elektro Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Persoalan Tugas Akhir ini adalah pengendalian kecepatan putar motor dc 100 volt

dengan menggunakan metode Pulse Width Modulation (PWM). Tugas akhir ini bertujuan

untuk mengetahui bentuk variasi kecepatan motor terhadap duty cycle.

Banyak bantuan yang penulis dapatkan dalam penyusunan tugas akhir ini, maka

boleh kiranya dengan rendah hati penulis menghaturkan banyak terimakasih kepada :

1. Allah Bapa di Surga, atas kehendak-Mu penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir ini.

2. Bapak Martanto, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan, dan bantuan,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Ir.,Tjendro selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan

bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Pancratius Krismandoko dan Ibunda Pancratia Murpudjanti yang telah

memberikan kasih dan sayangnya, doa, dorongan, semangat, biaya yang tiada

henti hingga terselesaikan studi dan penyusunan tugas akhir ini.

5. Kakak-kakakku, Mas Budi dan Mbak sari, Mas Jimmy dan Mbak Retno atas

(10)

Kontrakan, dll, terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

8. Segenap dosen-dosen Teknik Elektro atas segala bantuan yang telah diberikan

selama penulis menimba ilmu di bangku kuliah.

9. Segenap Karyawan, Sekretariat Teknik, Laboran Teknik Elektro mas Suryo,

mas Mardi dan mas Hardi atas bantuan yang telah diberikan.

10. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, karena

keterbatasan tempat, atas saran, ide dan dukungan yang diberikan hingga

tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Dengan segala kerendahan hati juga, penyusun menyadari bahwa tugas akhir ini

masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang

membangun akan penyusun terima dengan senang hati.

Akhir kata penyusun mengharapkan semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi

semua pihak dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut.

Yogyakarta, Juli 2007

\

(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN JUDUL BAHASA INGGRIS ……….. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ………. iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... vi

INTISARI ……… vii

ABSTRACT ………... viii

KATA PENGANTAR ………. ix

DAFTAR ISI ………...…. xi

DAFTAR GAMBAR ……….. xiv

DAFTAR TABEL ….………...…... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………...…….. xvii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Judul ………. 1

1.2 Latar Belakang ………. 1

1.3 Perumusan Masalah ………. 2

1.4 Batasan Masalah ……….. 3

(12)

2.1.A. Pengertian Kecepatan ……….... 5

2.1.B. Jenis-jenis Kecepatan ……… 5

2.1.C. Pengertian Percepatan ………... 5

2.1.D. Jenis-jenis Percepatan ………... 6

2.1.E. Percepatan Dalam Gerak Melingkar ………. 6

2.2. Pengatur Kecepatan Putar Motor DC ………... 7

2.3. Catu daya ……….. 8

2.3.1. Catu Daya 15 Volt ……….. 9

2.3.2. Catu Daya 100 Volt ……….. 10

2.4. Pulse Width Modulation (PWM) ……… 12

2.4.1. Penguat Operasional (op-Amp) ……… 14

2.4.2. Rangkaian Pembagi Tegangan ……….. 18

2.4.3. Rangkaian Pensaklaran ………. 19

2.4.4. Rangkaian Pengatur Lebar Pulsa ……….. 21

2.5. M0tor AC / DC Universal ………... 22

2.6. Alat Pengukur Kecepatan Putar Motor DC ……… 25

BAB III PERANCANGAN PERANGKAT KERAS ………. 26

3.1 Diagram Blok Dasar Pengendalian Kecepatan Putaran Motor DC ……… 26

(13)

3.2.2 Pulse Width Modulation ……….. 31

3.2.2.1 Pembangkit Gelombang Segitiga ………. 31

3.2.2.2 Rangkaian Pembagi Tegangan ………. 33

3.2.2.3 Rangkaian Pengatur Lebar Pulsa ………. 34

3.2.2.4 Rangkaian Pensaklaran ……….... 36

BAB IV DATA dan PEMBAHASAN ……… 38

4.1 Hasil Akhir Perancangan ………. 38

4.2 Data Pengamatan ………...… 39 4.3 Pembahasan ……….. 42

4.3.1 Frekuensi 1 KHz ……….. 45

4.3.2 Frekuensi 2 KHz ……….. 53

BAB V KESIMPULAN dan SARAN ………... 56

5.1 Kesimpulan ……….. 61

5.2 Saran ……… 61

(14)

Gambar 2.1 Skema pengendalian kecepatan putar motor dc……….………. 7

Gambar 2.2 Penyearah dengan trafo tap tengah……….…….... 8

Gambar 2.3 Jembatan penyearah tegangan.……… 9

Gambar 2.4 Rangkaian catu daya 15 volt………..………...……… 10

Gambar 2.5 Rangkaian regulator seri ... 10

Gambar 2.6 Rangkaian catu daya 100 Volt ………. 11

Gambar 2.7 Bentuk pulsa PWM dengan masukan Vdc1 dan Vdc2……...………….. 13

Gambar 2.8 Bentuk gelombang segitiga dengan tegangan referensi ………..….…… 13

Gambar 2.9 Batas praktis lebar pulsa PWM ……… 14

Gambar 2.10 Pembangkit gelombang segitiga menggunakan saklar………. 15

Gambar 2.11 Rangkaian Pembangkit Gelombang Segitiga ... 16

Gambar 2.12 Skema Pembanding dalam Tegangan Nol ... 17

Gambar 2.13 Rangkaian pembagi tegangan ... 18

Gambar 2.14 Rangkaian Pensaklaran ... 20

Gambar 2.15 Rangkaian Pengatur Lebar Pulsa ... 21

Gambar 2.16 Konstruksi Motor Universal ... 22

Gambar 2.17 Karakteristik kecepatan terhadap beban ... 23

Gambar 3.1 Diagram Blok Pengendalian Motor DC ……….….……… 26

Gambar 3.2 Rangkaian Catu Daya 15 Volt DC ………..…………. 27

(15)

Gambar 3.7 Rangkaian Pensaklaran... ………... 36

Gambar 4.1 Alat pengendali kecepatan putar motor dc ……….... 38

Gambar 4.2 Pengamatan Duty cycle dengan Vref =12 V (f =1 KHz)………...…... 40

Gambar 4.3 Pengamatan Duty cycle dengan Vref=11 V (f=1 KHz)……… 40

Gambar 4.4 Pengamatan Duty cycle dengan Vref=11 (f=1 KHz).………... 41

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Duty Cycle ………. 47

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Tegangan Motor ……… 49

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Duty Cycle Terhadap Kecepatan Motor ………..………….……….. 52

Gambar 4.8 Grafik Perbandingan Duty Cycle …….……… 55

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Tegangan Motor .…….……….. 58

(16)

Tabel 4.1 Perbandingan duty cycle hasil pengamatan dengan perhitungan untuk

frekunsi 1 KHz.

Tabel 4.2. Perbandingan data Tegangan motor hasil pengamatan dengan

perhitungan untuk frekunsi 1 KHz.

Tabel 4.3 Pengaruh Duty Cycle terhadap kecepatan putaran Motor DC untuk

Frekuensi 1 KHz.

Tabel 4.4 Perbandingan duty cycle hasil pengamatan dengan perhitungan untuk

frekunsi 1 KHz.

Tabel 4.5. Perbandingan Tegangan Motor hasil pengamatan dengan perhitungan

untuk frekunsi 2 KHz.

Tabel 4.6 Pengaruh Duty Cycle terhadap kecepatan putaran Motor DC untuk

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I :

Gambar rangkaian

LAMPIRAN II :

Tabel Data Pengamatan

LAMPIRAN III :

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Judul

Pengendalian Kecepatan Putaran Motor DC 100 volt dengan menggunakan metode Pulse Width Modulation (PWM) Analog.

1.2. Latar Belakang

Motor di dalam suatu industri memiliki fungsi yang sangat penting, di

karenakan hampir sebagian besar industri semuanya menggunakan motor dalam salah

satu bagian prosesnya. Hal ini disebabkan mekanik-mekanik yang tersusun dari

gear-gear mesin digerakkan dengan menggunakan motor listrik. Begitu juga dengan

conveyor belt yang menggerakkan berbagai peralatan mesin juga digerakkan dengan

menggunakan motor listrik. Sistem pengendalian pada peralatan-peralatan elektronik

yang menggunakan sistem robotik juga banyak menggunakan motor listrik sebagai

penggeraknya. Peralatan-peralatan tersebut memerlukan kecepatan motor tertentu

sehingga alat dapat bekerja dengan baik tanpa adanya gangguan. Oleh karena itu di

perlukan adanya pengendalian motor, baik yang sederhana maupun kompleks.

Secara garis besar ada dua macam motor menurut catu dayanya yaitu motor

AC dan motor DC, di mana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Motor DC mudah cara pengendaliannya, namun dalam hal perawatan agak rumit.

Sedangkan motor AC mudah perawatannya dan biasanya dayanya besar, namun

(19)

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing motor tersebut, baik

motor AC maupun motor DC maka penulis lebih tertarik untuk membahas mengenai

pengendalian motor DC. Hal ini dikarenakan karena keterbatasan biaya, juga

dikarenakan kita lebih sering menjumpai pembahasan mengenai pengendalian

kecepatan motor AC daripada motor DC.

Untuk mengendalikan kecepatan motor DC cara yang paling mudah adalah

dengan mengatur besarnya nilai tegangan jangkar, yaitu dengan menggunakan

metode rangkaian Pulse Width Modulation (PWM). Rangkaian Pulse Width

Modulation ini dapat mengubah-ubah besarnya tegangan jangkar, dimana Semakin

tinggi nilai tegangan jangkar maka semakin cepat putaran yang dihasilkan oleh motor

DC.

1.3. Perumusan Masalah

Sistem pengendalian kecepatan putaran motor DC dengan menggunakan

metode Pulse Width Modulation (PWM ) adalah sistem pengaturan tegangan dan

arus yang masuk ke motor DC, yaitu dengan memberi masukan tegangan ke motor

DC berupa pulsa yang memiliki karakteristik lebar denyut (duty cycle) tertentu. Lebar

denyut akan berpengaruh pada nilai arus yang masuk ke motor DC, yang berarti

mempengaruhi kecepatan putaran motor DC. Oleh karena itu di dalam penulisan

perumusan masalah ini akan membahas tentang :

1. Bagaimana membuat suatu peralatan yang dapat menghasilkan tegangan yang digunakan sebagai sumber tegangan motor DC sebesar 100 Volt.

2. Bagaimana membuat suatu rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) yang

(20)

1.4. Batasan Masalah

Agar tidak melebarnya pembahasan pada penulisan laporan tugas akhir, maka

masalah akan diberikan batasan-batasan yaitu :

1. Motor DC yang digunakan memiliki tegangan maksimum 100 volt.

2. Penggunaan prinsip dasar Pulse Width Modulation (PWM).

3. Putaran motor DC diukur dengan menggunakan Tachometer.

4. Menggunakan 2 buah sumber tegangan untuk motor DC dan rangkaian PWM.

1.5. Tujuan

Tujuan dilakukannyapenelitian / TA ini adalah :

1. Untuk merancang dan membuat alat pengatur kecepatan motor DC dengan

menggunakan penyulutan Pulse Width Modulation (PWM).

2. Untuk mengetahui bentuk variasi kecepatan motor terhadap duty cycle.

1.6. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dan diharapkan dengan adanya alat ini adalah :

1. Sebagai alat pengendalian motor listrik terutama motor listrik DC yang

banyak sekali dipakai dalam industri.

2. Alat ini bisa digunakan sebagai alat bantu pada proses belajar mengajar

khususnya alat bantu praktek di laboratorium, maupun penerapannya pada

(21)

1.6. Sistematika Penulisan

Pada penulisan tugas akhir ini penulis membuat sistematika penulisan sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, pembatasan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : DASAR TEORI

Bab ini berisi dasar teori yang berkaitan dengan bagian dari rangkaian

pengendali kecepatan putar motor dc 100 Volt.

BAB III : PERANCANGAN ALAT PENGENDALI KECEPATAN PUTAR MOTOR DC 100 VOLT

Bab ini membahas penentuan nilai-nilai komponen yang digunakan dalam

sistem pengendali kecepatan putar motor dc beserta cara kerjanya.

BAB IV : HASIL PENGUKURAN DAN PEMBAHASAN.

Bab ini membahas data hasil pengamatan yang dihasilkan oleh

rangkaian PWM yang ditampilkan dengan menggunakan osiloskop.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari perancangan dan pembuatan

(22)

BAB II DASAR TEORI

2.1. Pengertian Kecepatan dan Percepatan 2.1.A. Pengertian Kecepatan

Kecepatan adalah perpindahan yang dialami oleh suatu obyek tiap satu

satuan waktu. Misalkan suatu obyek memiliki kecepatan 5 m/s, artinya tiap satu

second obyek mengalami perpindahan sebesar 5 m.

2.1.B. Jenis-jenis Kecepatan

1. Kecepatan Linier (Kecepatan Tangensial) Obyek Berputar

Kecepatan linier obyek yang berputar didefinisikan sebagai panjang

lintasan yang ditempuh oleh suatu obyek tiap satu satuan waktu, dimana untuk

satu putaran, lintasan obyek yang berputar sama dengan keliling lingkaran itu

sendiri.

2. Kecepatan Sudut Objek Berputar

Kecepatan sudut objek berputar atau disebut juga kecepatan anguler objek

berputar, didefinisikan sebagai besar perubahan sudut yang terjadi tiap satu satuan

waktu.

2.1.C. Pengertian Percepatan

Percepatan (acceleration) adalah perubahan kecepatan yang dialami suatu

objek tiap satu satuan waktu. Misalkan suatu objek mempunyai percepatan

(23)

2.1.D. Jenis – jenis Percepatan

1. Percepatan Objek Berdasarkan Nilainya

a. Nilai percepatan lebih besar dari nol, maka gerak dipercepat. b. Nilai percepatan sama dengan nol, maka kecepatan tetap.

c. Nilai percepatan kurang dari nol, maka gerak diperlambat.

2. Percepatan Objek Berdasarkan Lintasannya

a. Gerak lurus berubah beraturan (Glbb)

Mempunyai ciri-ciri :

1. Lintasannya lurus

2. Kecepatannya berubah secara beraturan.

3. Percepatannya tetap.

b. Gerak melingkar berubah beraturan (gmbb)

Mempunyai ciri-ciri :

1. Lintasannya berupa lingkaran.

2. Kecepatannya berubah secara beraturan.

3. Percepatannya tetap

2.1.E. Percepatan Dalam Gerak Melingkar

Beberapa jenis percepatan di dalam gerak melingkar adalah sebagai

berikut:

1. Percepatan Sentripetal

Percepatan ini terdapat pada semua jenis gerak melingkar. Percepatan

sentripetal bukan berfungsi mengubah kecepatan sudut namun berfungsi

(24)

menuju ke pusat, atau dinamakan percepatan radial karena arahnya berhimpit

dengan jari-jari (radius).

2. Percepatan Sudut (Percepatan Anguler)

Percepatan ini terdapat dalam gerak melingkar selain gerak melingkar

berubah beraturan. Percepatan sudut berhubungan dengan perubahan kecepatan

sudut.

3. Percepatan Linier (Pecepatan Tangensial)

Di dalam gerak melingkar selalu terdapat hubungan antara besaran anguler

dengan besaran linier yang nilainya sebanding. Jika dalam gerak melingkar

terdapat percepatan sudut, maka percepatan sudut tersebut mengakibatkan

percepatan liniernya.

2.2. Pengatur Kecepatan Putaran Motor DC

Pengatur kecepatan dilakukan dengan memberikan tegangan yang variabel

pada motor DC. Pengaturan lebar pulsa akan memberikan efek seperti pengaturan

tegangan variabel. Diagram Blok dari pengaturan kecepatan putaran motor DC

tampak pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Skema Pengendalian Kecepatan Putaran Motor DC

Motor Sumber AC Catu Daya

Catu Daya PWM

(25)

2.3. Catu daya

Agar rangkaian elektronika bekerja dengan baik maka diperlukan catu daya,

tetapi catu daya memiliki keterbatasan mengenai berapa besar daya yang dapat

dihasilkannya untuk membuat rangkaian elektronika dapat bekerja dengan baik. Hal

ini menyangkut tahanan dalam catu daya. Rangkaian penyearah gelombang penuh

dengan transformator pada dasarnya dapat dianggap sebagai suatu rangkaian

penyearah yang terdiri dari dua rangkaian penyearah setengah gelombang yang

bekerja secara bergantian. Tegangan DC yang diperoleh dari penyearah gelombang

penuh masih belum rata, akan tetapi berbentuk gelombang sinus yang selalu positif

(Searah). Untuk mendapat tegangan yang lebih rata, maka setelah keluar dari

penyearah, tegangan tersebut akan dilewatkan melalui suatu filter. Filter yang paling

sederhana adalah filter kapasitor. Rangkaian penyearah dengan filter kapasitor

terdapat dalam gambar 2.2.

J1

J2

-+

J3

R C D9

DIODE D8

DIODE

Gambar 2.2. Penyearah dengan Trafo Tap Tengah

Selain menggunakan trafo tap tengah, dapat pula menggunakan empat buah diode

(26)

Gambar 2.3. Jembatan Penyearah Tegangan

Untuk memperoleh tegangan penyearah yang cukup konstan pada suatu harga,

dapat di buat suatu penyearah tegangan dengan menggunakan dioda. Kita dapat

membuat berbagai macam rangkaian penyearah, misalnya rangkaian penyearah

dengan tapis yang berfungsi untuk meratakan tegangan keluaran.

Adanya hambatan keluaran transformator yang menyebabkan hilangnya atau

turunnya tegangan keluaran dapat kita hindari dalam batas-batas arus beban tertentu.

Untuk tujuan tersebut kita dapat memasang dioda zener dalam rangkaian catu daya.

Jadi kita dapat membuat penyearah gelombang dengan menggunakan, dioda,

kapasitor, dan dioda zener dengan berbagai macam desain.

2.3.1. Catu Daya 15 Volt

Di dalam pengendalian kecepatan putaran Motor DC, rangkaian Catu Daya 15 volt menggunakan metode penyearah gelombang penuh model

jembatan. Dua diode akan berkondusi (berpanjar mundur) saat isyarat positif

dan dua diode akan berkonduksi (berpanjar maju) saat isyarat negatif.

(27)

polaritas tegangan yang terjadi pada masukan. Untuk lebih jelasnya perhatikan

gambar 2.4.

J1

J2

J4

GND J3

- +

1

2

3

4

U1 LM7815/TO

1

3

2 VIN

GN

D

VOUT

C1 C2 C3

LED

R

Gambar 2.4. Rangkaian Catu Daya 15 Volt

2.3.2. Catu Daya 100 Volt

Di dalam rangkaian catu daya untuk tegangan keluaran maksimal

V

15

± dc, maka kita dapat menggunakan rangkaian regulator dalam bentuk

kemasan IC. Namun, apabila kita ingin merancang sebuah catu daya dengan

tegangan keluaran tinggi, maka kita dapat menggunakan rangkaian regulator

seri. Sebuah rangkaian regulator seri sederhana yang terdiri atas komponen

dioda zener, hambatan dan sebuah transistor dapat di lihat pada gambar 2.5.

R2

OUT

Q1

1

2 3

R1

D1

IN

(28)

Untuk mencari besarnya tegangan antara kaki kolektor dan kaki emitor

didapat dengan persamaan 2.1.

Vo Vi

VCE = − ... (2.1)

Sedangkan untuk mencari tegangan keluaran dari catu daya didapat dengan

persamaan 2.2.

BE

V Vz

Vo= − ... (2.2)

Dengan menggunakan rangkaian regulator seri seperti pada gambar 2.5,

maka dapat di buat rangkaian yang digunakan sebagai sumber tegangan 100

Volt seperti terlihat pada gambar 2.6.

(29)

Berdasarkan gambar rangkaian di atas, maka dapat mencari besarnya arus

pada dioda zener menurut persamaan 2.3.

1

R V V

IZ = IZ ... (2.3)

Sedangkan untuk mencari besarnya arus emitor pada catu daya dapat dicari

menurut persamaan 2.4.

3 2 E E

E I I

I = + ... (2.4)

2.4. Pulse Width Modulation (PWM)

PWM merupakan rangkaian yang menghasilkan variasi pulsa untuk masukan

DC yang bervariasi. Dengan PWM akan didapatkan nilai duty cycle yang

berubah-ubah tergantung dari masukan DC-nya. Pada prinsipnya PWM ini membandingkan

tegangan segitiga yang berperiode konstantertentu dengan perbandingan periode

on-off yang berubah, yaitu berupa tegangan referensi. Misalkan suatu gelombang

segitiga dibandingkan dengan tegangan referensi sebesar Vdc1 yang berpolaritas

positif maka akan dihasilkan gelombang kotak dengan duty cycle diatas 50 % dan jika

dibandingkan dengan tegangan Vdc2 yang berpolaritas negatif maka akan

menghasilkan duty cycle dibawah 50 %. Untuk lebih jelasnya mengenai rangkaian

(30)

Vdc1

0

Vdc2

Vsat

Vsat

Gambar 2.7 Bentuk pulsa PWM dengan masukan Vdc1 dan Vdc2

Berdasarkan gambar 2.7, maka kita dapat mencari besarnya nilai duty cycle

dengan menggunakan metode phytagoras, yaitu dengan membandingkan antara

tegangan referensi dengan gelombang segitiga. Untuk lebih jelasnya perhatikan

gambar 2.8 .

Vcc

Vpp

Vref

0

1/2Toff Ton T

Gambar 2. 8. Bentuk gelombang segitiga dengan tegangan referensi

Berdasarkan gambar 2.8 . maka dapat di peroleh persamaan 2.5 .

Toff T

Vref Vpp

2 1

2 1

(31)

Sehingga :

Toff Ton

Ton

+ =

δ ... (2.6)

Satu hal penting yang harus diperhatikan pada PWM ini adalah bahwa variasi

lebar pulsa mempunyai batas secara praktiknya, dimana lebar pulsa tidak bisa

melebihi jarak antar pulsa. Apabila ini terjadi maka akan terjadi saling menutupi dan

akan terjadi hubungan yang sebanding antara lebar pulsa dengan amplitudo sinyal

yang tidak panjang. Ketika lebar pulsa negatif menjadi tidak berarti, maka sebagian

besar ayunan negatif pada sinyal yang dicontohkan bisa untuk memproduksi lebar

pulsa nol. Hal yang perlu diperhatikan juga dalam PWM ini adalah bahwa lebar pulsa

terlebar tidak akan melebihi 80 % dari lebar pulsa maksimum, dan lebar pulsa

tersempitnya tidak akan kurang dari 20 % dari lebar pulsa maksimumnya. Hal ini

dapat ditunjukkan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9. Batas Praktis Lebar Pulsa PWM

2.4.1. Penguat Operasional (Op-amp)

Op-amp mempunyai lima terminal dasar : dua untuk mensuplai daya, dua untuk isyarat masukan, dan satu untuk keluaran. Dalam pengendalian kecepatan

putaran motor DC ini, rangkaian Pulse Width Modulation (PWM) membutuhkan

A m p l i t u d o

Maximum Possible Pulse Width (100%)

Mini mum Pract ical( 20%) Maximum

(32)

penguat operasional sebagai pembangkit segitiga serta sebagai pembanding

(Comparator).

1. Pembangkit Gelombang Segitiga (Triangle Wave Generator)

Menurut Robert F. Coughlin dan Frederick F. Driscoll (1985), pembangkit gelombang segitiga yang memerlukan dua buah op amp

pengertiannya bisa disederhanakan jika kita ikuti dalam tiga langkah yang logis.

Pertama, memperlihatkan bagaimana gelombang segitiga dasar dapat

dibangkitkan dengan menggunakan tangan oleh satu op-amp, sebuah tahanan,

sebuah kapasitor, dan sebuah saklar. Kedua, memilih pembanding untuk

menggantikan cara kerja pada saklar yang menggunakan tangan. Ketiga,

menyatukan pembanding dan pembangkit gelombang segitiga dasar terbuat

bersama-sama. Sebuah pembangkit gelombang segitiga yang dikendalikan tangan

dapat dibuat dengan menambahkan satu saklar dan tegangan pengendali DC lain

ke pembangkit tanjakan tunggal. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada

gambar 2.10.

Gambar 2.10. Pembangkit Gelombang Segitiga menggunakan Saklar

Untuk membuat cara kerja saklar pengendalian itu menjadi otomatis,

(33)

menghubungkan masukan (input) dari pembanding tersebut ke keluaran (output)

dari pembangkit tanjakannya. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.11.

Gambar 2.11. Rangkaian Pembangkit Gelombang Segitiga

Frekuensi dari pembangkit gelombang segitiga tergantung pada perubahan

keluaran integrator, yaitu perubahan dari tegangan ambang atas menuju tegangan

ambang bawah. Ini berarti tergantung pada nilai hambatan dan kapasitor yang

digunakan pada integrator. Untuk mencari nilai dari tegangan ambang

pembangkit gelombang segitiga dapat kita lihat pada persamaan 2.7.

⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ± =

4 5

R R Vsat

Vthreshold ... (2.7)

Pada persamaan 2.7, nilai dari Vsat dapat berarti Vsat+ atau Vsat- ( dalam

perancangan ini nilai Vsat- = 0). Sedangkan untuk mencari nilai tegangan puncak

ke puncak dapat dilihat pada persamaan 2.8.

⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ × × = −

4 5 2

R R Vsat p

(34)

Sedangkan untuk mencari besarnya nilai frekuensi dapat diperoleh melalui persamaan 2.9.

C R R

R ftriangle

3 5

4 4

= ... (2.9)

2. Pembanding (Comparator)

Pembanding adalah suatu rangkaian dengan dua tegangan masuk (tak

membalik dan membalik) dan satu tegangan keluaran. Apabila tegangan tak

membalik lebih besar daripada tegangan membalik, maka pembanding akan

menghasilkan tegangan keluaran yang tinggi. Bila masukan tak membalik lebih

kecil daripada masukan membalik, maka keluarannya akan rendah.

Cara yang paling sederhana untuk membuat sebuah pembanding adalah

dengan memasang Op-amp tanpa hambatan umpan balik seperti yang ditunjukkan

pada gambar 2.12.

Vcc

Vin Vout

Gambar 2.12. Skema Pembanding dalam Tegangan Nol

Pada gambar 2.12. jika ada tegangan masuk pada masukan tak membalik

yang amat kecil sudah cukup membuat op-amp menjadi jenuh. Misalnya, apabila

tegangan catu berharga 15 V, maka tegangan keluaran berkisar antara 0 V

(35)

Dengan demikian, tegangan masuk yang dibutuhkan untuk menghasilkan

kejenuhan positif dapat dicari menurut persamaan 2.10.

A V

Vtn=13 ...………... (2.10)

Misal A = 100000, maka besar Vin :

mV V

Vin 0,13

100000 13

=

=

2.4.2 Rangkaian pembagi Tegangan

Rangkaian pembagi tegangan biasanya digunakan untuk memperoleh

tegangan yang diinginkan dari suatu sumber yang besar. Gambar 2.13

memperlihatkan bentuk sederhana dari rangkaian pembagi tegangan, yaitu

diinginkan untuk mendapatkan tegangan keluaran Vo yang merupakan bagian dari

sumber VI dengan memasang dua resistor R1 dan R2. Untuk lebih jelasnya

perhatikan gambar 2.13.

(36)

Berdasarkan gambar 2.1. Nampak bahwa arus i mengalir lewat R1 dan R2,

sehingga :

Vs Vo

Vi= + ... (2.11)

1

R i

Vs= × ... (2.12)

2

R i

Vo= × ... (2.13)

(

i R2

) (

i R2

)

Vi= × + × ... (2.14)

Dari persamaan 2.12 dan 2.14 diperoleh persamaan 2.15.

1 2

R R V V

S O =

... (2.15)

Nampak bahwa tegangan masukan terbagi menjadi dua bagian (Vo , Vs),

masing – masing sebanding dengan harga hambatan yang dikenai tegangan

tersebut. Dari persamaan 2.13 dan 2.114 kita peroleh persamaan 2.16.

(

1 2

)

2

R R

R V

Vo i

+

×

= ... (2.16)

Rangkaian pembagi tegangan adalah sangat penting sebagai dasar untuk

memahami rangkaian DC atau rangkaian elektronika yang melibatkan berbagai

komponen yang lebih rumit.

2.4.3. Rangkaian Pensaklaran

Pada dasarnya rangkaian pensaklaran tergantung pada harga β, maka

(37)

Dengan menggunakan pasangan darlington dapat memberikan hambatan masukan

yang lebih tinggi, dapat menurunkan efek dari hambatan sumber pada penguatan

dan hambatan keluaran. Untuk mencapai maksud tersebut, maka bisa dilakukan

dengan menghubungkan dua transistor seperti yang terlihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.14. Rangkaian Pensaklaran

Apabila besar arus dari kaki kolektor nilai β diketahui, maka nilai R6 dapat

dicari menurut persamaan 2.17 dan 2.18.

B C

I I

=

β ... (2.17)

Sehingga :

B BE

I V V

(38)

2.4.4. Rangkaian Pengatur Lebar pulsa

Di dalam pengendalian kecepatan putaran motor DC ini, rangkaian pengatur lebar pulsa berfungsi sebagai pembanding antara tegangan keluaran dari

osilator dengan tegangan dari Vcc. Sebuah rangkaian pengatur lebar pulsa yang

terdiri dari sebuah potensiometer dan rangkaian op-amp dapat di lihat pada

gambar 2.14.

Gambar 2.15. Rangkaian Pengatur Lebar Pulsa

Berdasarkan gambar 2.15. untuk mencari tegangan referensi pada pin 9

(Vref) dapat diperoleh berdasarkan persamaan 2.19.

(

)

Vcc R

R R V

pot ref pot

ref ×

(39)

2.5. MOTOR AC / DC UNIVERSAL

Motor adalah suatu mesin listrik yang menghasilkan gerak mekanis dengan

prinsip electromagnetik. Motor AC / DC universal atau yang sering disebut sebagai

motor AC atau DC seri ini adalah motor yang dalam bekerjanya dapat disuplai

dengan menggunakan baik arus AC maupun DC. Motor ini memiliki konstruksi yang

hampir sama dengan konstruksi motor AC pada umumnya. Motor ini terdiri dari

stator sebagai pembangkit putaran fluk, dan rotor sebagai magnet putarnya. Bentuk

konstruksi dari motor universal ini dapat dilihat pada gambar 2.16.

Gambar 2.16. Konstruksi Motor Universal

Karakteristik operasi dari motor universal ini adalah sama seperti pada operasi

motor dengan arus DC dimana torsi startnya tinggi dan kecepatan yang sangat tinggi

akan membahayakan jika beban motor dilepas. Motor universal memiliki putaran

yang sangat tinggi yaitu antara 1500 sampai 15000 rpm jika dibebankan pada

peralatan-peralatan rumah tangga, apalagi saat kondisi tanpa beban maka kecepatan

(40)

disuplai dengan arus AC dibanding dengan suplai dengan arus DC sehingga biasanya

dalam operasinya motor universal diberi kopel langsung dengan beban. Karakteristik

kecepatan terhadap beban yang dikopel dapat dilihat dari gambar 2.17.

Kecepatan tanpa beban

rpm

Kecepatan pada beban penuh

Beban

Gambar 2.17 Karakteristik kecepatan terhadap beban

Motor universal dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1. Kutub terpusat, menggunakan sepatu kutub, tanpa kumparan kompensasi

sehingga memiliki kekuatan yang rendah. Jenis ini memiliki pelat-pelat dinamo

pada inti kutubnya, kumparan rotor sama seperti kumparan motor DC, dan alur

rotor dapat dibuat sejajar dengan poros atau miring.

2. Kutub terbagi, yaitu dengan kumparan stator seri fase biasanya dilengkapi

kumparan kompensasi sehingga memiliki kekuatan yang tinggi. Pada jenis ini

kumparan magnet sama seperti kumparan stator satu fase dan kumparan rotor

seperti kumparan motor DC.

Menurut Djemari Mardapi (1980), cara mengatur kecepatan motor AC/DC

(41)

umumnya, yaitu dengan memperhatikan rumus pada persamaan 2.20 dan persamaan

2.21.

Φ =

C Er

n ...………. (2.20)

Dengan : n = Kecepatan (rpm)

Er = GGL/Teg.jala-jala motor (volt)

Φ = fluk perkutub (Wb)

Ρ

= f

n 120 ... (2.21)

Dengan : n = besar keceptan (rpm)

ƒ = frekuensi (Hz)

P = jumlah kutub

Motor universal banyak diaplikasikan pada peralatan-peralatan rumah tangga

seperti motor mesin jahit, motor bor, mixer, motor vacum cleaner, serta peralatan

dapur dan portabel lainnya.

Pengendalian yang lain juga dapat dilakukan pada motor universal, contohnya

saja untuk membalik arah putaran motor yaitu dengan menukar kawat yang

dihubungkan ke sikat-sikat motor, dan pengendalian-pengendalian yang lain misalnya

softstart dan soft stop motor.

Spesifikasi Motor Universal :

Daya Motor = 120 Watt

Arus Motor = 1 A

(42)

2.6. Alat Pengukur Kecepatan Putaran Motor DC

Alat pengukur kecepatan putaran motor merupakan pelengkap dari sistem

yang dirancang, yaitu untuk memudahkan dalam pengamatan. Perubahan kecepatan

putaran motor yang dihasilkan dengan mengubah nilai setting point pada pemilih

level kecepatan, akan menyebabkan perubahan angka (decimal) yang ditampilkan.

Penampil akan menampilkan kecepatan motor dalam tiga digit, yaitu sepersepuluh,

satuan dan puluhan.

Pada pengendalian kecepatan putaran motor DC 100 Volt ini, penulis

menggunakan tachometer sebagai alat untuk mengukur kecepatan putaran motor.

Prinsip kerja alat ini sama dengan LED biasa. Saat menghantar arus LED infra merah

juga memancarkan cahaya. Perbedaan cahaya yang dipancarkan berupa cahaya tidak

tampak, sedangkan pada LED biasa cahaya yang dipancarkan berupa cahaya tampak.

Informasi yang ditampilkan pada tachometer sangat tergantung pada kecepatan motor

DC tersebut. Apabila sebuah motor DC memiliki nilai percepatan besar, artinya

perubahan kecepatan yang dialami oleh kendaraan tiap satu satuan waktu memiliki

(43)

BAB III

PERANCANGAN PERANGKAT KERAS

3.1. Diagram Blok Dasar Pengendalian Kecepatan Putaran Motor DC

Sistem pengendali kecepatan putaran motor DC ini menggunakan metode

PWM, dengan cara melakukan perubahan terhadap duty cyle. Keluaran dari

pembangkit PWM digunakan sebagai Pemicu driver / penggerak motor DC. Proses

dalam membuat alat ini memerlukan suatu konsep yamg merupakan bagian-bagian

dalam pembuatan alat, terutama konsep bagian-bagian dari alat yang harus dipenuhi

sehingga rancang bangun dari alat dapat terpenuhi seluruhnya.

Secara keseluruhan sistem tersebut dapat digambarkan dalam diagram kotak seperti

terlihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Blok Pengendalian Motor DC

MOTOR DC

SUMBER

AC

POWER SUPPLY 15 V

POWER SUPPLY 100 VOLT

(44)

3.2. Perancangan Perangkat Keras 3.2.1 Catu Daya

Rangkaian catu daya yang digunakan bekerja dengan menggunakan

sumber yang berasal dari PLN sebesar 220 Volt AC. Sumber tegangan yang di

butuhkan ada dua, yaitu catu daya dengan tengangan keluaran sebesar 100 Volt

DC sebagai sumber catu daya motor dan catu daya dengan tegangan keluaran

sebesar 15 volt DC sebagai sumber catu daya Pulse width Modulation(PWM)

3.2.1.1. Catu Daya 15 Volt

Di dalam rangkaian Pulse width Modulation (PWM), catu daya 15 volt digunakan untuk mensuplai tegangan op amp. Gambar rangkaian catu daya 15

Volt dapat dilihat pada gambar 3.2.

J2

18V AC J1

18V AC

J3

+15V

J4

GND

- +

1

2

3

4

U1 LM7815/TO

1

3

2

VIN

GN

D

VOUT

C2 1000 uF/50V

C3 47 uF/50V C1

4700 uF/50V

LED

1K3 R

(45)

Sebagai indikator pada catu daya 15 Volt, kita dapat menggunakan LED. LED

akan menyala jika mendapat tegangan 1,8 Volt. Apabila tegangan maju untuk

LED lebih besar dari 1,8 Volt, maka diperlukan adanya resistor sebagai pembagi

tegangan.

Keluaran IC LM 7815 15 Volt

Vresistor = (15 volt – 1,8 volt) = 13,2 volt

Arus yang melalui resistor = Arus LED = 10 mA

Besarnya hambatan :

I Vresistor R=

mA volt

10 2 , 13 =

= 1K3 Ω

3.2.1.2. Catu Daya 100 Volt

Pada rangkaian catu daya 100 volt ini, memiliki rangkaian yang hampir

sama dengan rangkaian catu daya 15 Volt DC, yaitu dengan menggunakan

penyearah model jembatan. Perbedaan antara kedua rangkaian ini hanya terletak

pada transistor dan dioda zener yang terdapat pada catu daya 100 Volt DC. Pada

Jembatan penyearah tegangan ini dua diode akan berkonduksi pada saat isyarat

positif dan akan berkonduksi pada saat isyarat negatif. Selain dapat merakit

sendiri secara manual, untuk catu daya yang menggunakan jembatan penyearah

tegangan ini, biasanya rangkaian jembatan empat diode ini dapat ditemukan di

(46)

masing-masing bentuk mempunyai dua terminal masukan AC dan dua terminal

masukan DC, seperti yang terlihat pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Rangkaian Catu Daya 100 Volt DC

Pada Rangkaian Catu Daya 100 Volt DC, kita menggunakan Dioda Zener

yang berfungsi untuk mencegah terjadinya drop tegangan apabila Catu Daya di

hubungkan dengan beban. Agar stabil pada tegangan 100 Volt, maka kita dapat

menggunakan dioda zener 100 Volt dengan daya sebesar 1 watt, yang

dihubungkan pada kaki basis transistor. Sehingga besar arus yang mengalir pada

dioda zener dapat di cari dengan cara :

I V P= ×

1watt =100V×I

(47)

Untuk mencari besarnya arus basis pada kaki transistor Q1 dapat di cari

dengan cara :

1

R V V

I I Z

B − =

(

)

Ω − × = 3 3 100 2 85 k IB

= 6,1 mA

Setelah kita mengetahui besarnya nilai IB, kita dapat mencari besarnya

nilai IC1berdasarkan data sheet. Untuk lebih jelasnya perhatikan perhitungan di

bawah ini :

1 1

1 B

C I

I =β ×

mA 1 , 6 10× =

=61mA

(

IC1IE1

)

Maka : 2 1 3 2 E B B I I

I = =

= 2 61mA mA 5 , 30 = Sehingga :

(

2

)

2

3

2 E 1 B

E I I

I = = β +

mA 5 , 30 21× =

(48)

Berdasarkan perhitungan di atas maka besarnya arus emitter total

( )

IE adalah :

3 2 E E

E I I

I = +

= 640,5 mA + 640,5 mA

= 1,281 A

3.2.2. Pulse Width Modulation (PWM)

3.2.2.1. Pembangkit Gelombang Segitiga

Rangkaian yang digambarkan disini dapat mengatur kecepatan motor

DC dengan kenaikan arus beberapa ampere. Rangkaian ini menggunakan

tegangan catu daya 15 Volt dan bekerja dengan menggunakan gelombang kotak,

dengan variabel perbandingan on ke off, rata-rata waktu on dapat diatur dari 0%

sampai 100%.

Besarnya nilai hambatan R4 di dapat dari persamaan :.

4 5 2

R R Vsat p

Vp− = × ×

Jika besar tegangan Vsat, Vp-p dan salah satu hambatan diketahui, maka

besar hambatan R4 ditentukan dengan persamaan :

p Vp

R Vsat R

− × ×

= 5

(49)

Jika diketahui :

Vsat =14 Volt, Vp-p = 10 Vp-p, dan R5 = 100 KΩ

p Vp K R − Ω × = 10 100 14 4

=140KΩ

Dengan menentukan nilai C = 10 μF, maka kita dapat menentukan besar

nilai Hambatan R3 untuk frekuensi 1 Khz :

C ftriangle R R R × = 1 4 4 6 F KHz K K μ 10 1 100 4 280 × × Ω × Ω =

=35KΩ

Sedangkan untuk frekukensi 2 KHz maka besarnya nilai hambatan R3

adalah : C ftriangle R R R × = 1 4 4 5 F KHz K K μ 10 2 100 4 140 × × Ω × Ω =

=17,5KΩ

Setelah kita mengetahui besar nilai hambatan R2 dan R3, maka kita telah

dapat merancang sebuah rangkaian pembangkit gelombang segitiga. Rangkaian

(50)

tegangan +Vsat = +15 Volt dan –Vsat = 0 Volt. Untuk lebih jelasnya mengenai

rangkaian pembangkit gelombang segitiga ini dapat kita lihat pada gambar 3.4.

.

Gambar 3.4 Rangkaian Pembentuk Gelombang Segitiga

Rangkaian PWM memerlukan osilator untuk pengoperasian dan

menggunakan potensiometer untuk mengatur variasi lebar pulsa untuk beban kecil

dan besar. Sebagai bagian dari rangkaian pembangkit variabel lebar pulsa, maka

kita dapat menambahkan Comparator (U3A).

3.2.2.2. Rangkaian Pembagi Tegangan

Rangkaian pembagi tegangan ini berfungsi sebagai sumber catu daya untuk osilator. Besar tegangan Vout didapat dengan persamaan :

Vin R R

R

Vout ×

+ =

2 1

(51)

Jika besar tegangan Vout, Vin, dan salah satu hambatan diketahui. Maka besar

salah satu hambatan lainnya ditentukan.

Gambar rangkaian pembagi tegangan dapat dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Rangkaian Pembagi Tegangan

Jika diketahui :

Vin = 15 V, Vout = 7,5V, R2 = 100 K

K V

K

R 100

5 , 7

15 100

1 −

× =

K K

R1 =200 −100

=

1

R 100 K

Jadi nilai hambatan R1 yang digunakan sebesar 100 K

3.2.2.3. Pengatur Lebar Pulsa

(52)

Gambar 3.6 Rangkaian Pengatur Lebar Pulsa

Saat nilai Rpot = 0, maka besarnya tegangan pada kaki inverting adalah :

(

)

Vcc R

R R V

pot ref pot

ref ×

− =

(

)

V

K K

15 100

0 100

× − =

= 15 Volt

Saat nilai Rpot = 100 K, maka besarnya tegangan pada kaki inverting adalah :

(

)

Vcc

R R R V

pot ref pot

ref ×

− =

(

)

V

K k K

15 100

100 100

× −

=

(53)

Sinyal pada kaki non inverting (dari osilator) akan dibandingkan dengan

tegangan pada kaki inverting. Hasilnya berupa pulsa dengan lebar pulsa

tergantung dari hasil perbandingan antara tegangan sumber (Vcc) dan tegangan

referensi (Vref).

3.2.2.4. Rangkaian Pensaklaran

Rangkaian pensaklaran memakai sebuah transistor darlington NPN BD

679. Sedangkan fungsi dari pemasangan diode adalah sebagai pengaman

transistor apabila terjadi arus balik yang besar. Untuk lebih jelasnya perhatikan

gambar 3.7.

VCC

Q1 BD 679

1

2

R6 10 K

1n4007

Dari Komparator

M

Gambar 3.7 Rangkaian Pensaklaran

Tegangan maksimal dari komparator sebesar 15 Volt, sedangkan keluaran arus

motor sekitar 1 A dan berdasarkan data Sheet nilai ß = 750, sehingga :

B

I Ic

=

(54)

B

I mA

1

750=

IB = 1,3mA

Sehingga nilai R6 dapat ditentukan :

B BE

I V V R6 = −

mA V V

3 , 1

5 , 2

15 −

=

= 9615,385 Ohm

(55)

BAB IV

DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Akhir Perancangan

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai beberapa perancangan yang

digunakan dalam membuat alat pengendali kecepatan putar motor dc. Bab ini akan

akan menampilkan data hasil pengamatan yang ditampilkan dalam bentuk gambar

dan tabel. Selain itu, bab ini juga disertai pembahasan mengenai data hasil

pengamatan dengan membandingkan dengan data hasil perhitungan secara teori yang

kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

Di bawah ini akan ditampilkan gambar sistem alat pengendali kecepatan

putar motor dc beserta cara pengoperasiannya. Untuk lebih jelasnya perhatikan

gambar 4.1.

Gambar 4.1. Alat pengendali kecepatan putar motor dc

Cara pengoperasian alat :

Berdasarkan gambar 4.1. Berikut akan dijelaskan bagaimana cara

(56)

1. Pertama-tama, hubungkan rangkaian pulse width modulation (PWM) dan

rangkaian motor ke rangkaian catu daya 100 volt dan catu daya 15 volt yang

tersambung dengan jala-jala listrik 220 volt. Kemudian hubungkan pula

rangkaian PWM tersebut dengan rangkaian osiloskop digital. Setelah

terhubung, kemudian tekan tombol power untuk menghidupkan alat tersebut.

2. Di dalam alat pengendali kecepatan putaran motor dc untuk mengatur lebar

pulsa gelombang kotak, dapat di lakukan dengan memutar potensiometer.

Semakin besar nilai tegangan referensi maka semakin kecil nilai dari duty

cycle tersebut.

3. Untuk mengetahui besarnya tegangan motor dc dapat menggunakan

multimeter digital sedangkan untuk mengetahui besarnya kecepatan putaran

motor dc dapat diketahui dengan melakukan pengukuran dengan

menggunakan tachometer. Semakin besar nilai duty cycle maka semakin

besar pula tegangan motor dc dan kecepatan putar motor dc tersebut.

4.2. Data Pengamatan

Di dalam percobaan ini dilakukan pengamatan terhadap 2 (dua) macam

frekuensi yang berbeda, yaitu pada frekuensi 1 KHz dan frekunsi 2 KHz. Di dalam

melakukan pengamatan, alat mulai bekerja pada level tegangan referensi antara 2,4

Volt sampai dengan 12 Volt. Agar dapat mencapai ketelitian yang tinggi, maka

dilakukan pengamatan dengan tingkat ketelitian sebesar 0,2 Volt untuk tiap masing –

masing frekuensi. Di bawah ini akan di tampilkan gambar hasil pengamatan dengan

menggunakan osiloskop digital. Untuk data hasil pengamatan secara lengkap

(57)

Gambar 4.2. Pengamatan Duty cycle dengan Vref =12 V (f =1 KHz)

Berdasarkan gambar 4.2. Kita dapat mengetahui bahwa untuk tegangan referensi 12

Volt kita belum dapat membedakan antara periode waktu on dan periode waktu off

sehingga kita belum dapat mencari besarnya nilai duty cycle(δ = 0 %).

(58)

Gambar 4.3. di atas merupakan hasil pengamatan dengan meggunakan

osiloskop digital untuk tegangan referensi 11 Volt pada frekuensi 1 KHz.

Berdasarkan gambar 4.3, dapat terlihat adanya gelombang kotak dengan waktu

periode on sebesar 76,7 µs. Sedangkan untuk mengetahui besarnya waktu periode off

dapat di lihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Pengamatan Duty cycle dengan Vref=11 (f=1 KHz)

Berdasarkan gambar 4.4 di atas, tampak bahwa pada layar osiloskop digital

dapat dilhat adanya bentuk gelombang kotak dengan waktu periode off = 933,5µs.

Pada pengamatan dengan menggunakan osiloskop digital ini, dapat terlihat bahwa

semakin kecil nilai tegangan referensi maka periode waktu on semakin besar dan

periode waktu off semakin kecil sehingga nilai duty cycle semakin besar. Setelah

mengetahui besarnya nilai waktu periode on dan waktu periode off, maka dapat di

(59)

4.3. Pembahasan

Pada bagian ini disajikan pembahasan berdasarkan data hasil pengamatan

kemudian membandingkannya dengan data hasil perhitungan secara teori untuk

mencari besarnya kesalahan pengukuran. Berikut akan disajikan perhitungan

berdasarkan data hasil pengamatan dan perhitungan berdasarkan teori.

Setelah diketahui besarnya nilai waktu periode on dan waktu periode off

berdasarkan pengamatan menggunakan osiloskop digital, maka dapat dicari besarnya

nilai duty cycle. Berdasarkan gambar 4.3 dan 4.4. dapat dicari besarnya nilai duty

cycle untuk tegangan referensi 11 volt pada frekuensi 1 KHz. Untuk lebih jelasnya

perhatikan perhitungan di bawah ini :

Waktu periode on(Ton) = 76,7 µs

Waktu periode off (Toff) = 933,5 µs

Maka :

Duty cycle (δ) =

Toff Ton

Ton

+

=

(

76.7 933.5

)

7 . 76

+

= 7,592 %

Pada bab 2, sebelumnya telah dijelaskan bagaimana cara mencari besar nilai

duty cycle dengan menggunakan teorema phytagoras. Untuk mencari nilai dutycycle,

maka di bawah ini disajikan perhitungan untuk mengetahui besar nilai duty cycle

berdasarkan perhitungan secara teori untuk tegangan referensi 11 Volt dengan

frekuensi 1 KHz. Untuk menghitung besarnya nilai duty cycle berdasarkan teori dapat

(60)

Frekuensi (F) = 1 KHz

Perioda (T) = 1000 ms

Tegangan referensi (Vref) = 11 Volt

Tinggi Segitiga = 10 Vp

Maka : Toff T Vref Vpp 2 1 2 1 =

(

)

Vp V ms Toff 10 5 , 8 1000 2 1 2

1 = ×

= 425 µs (Toff = 950 µs)

Sehingga :

Ton = Perioda Total ( T ) – Toff

= 1000 - 950

= 50 µs

Setelah kita mengetahui besar nilai periode waktu on dan periode waktu off

maka nilai duty cycle dapat diperoleh berdasarkan persamaan 2.10.

Duty cycle (δ) = ×100%

+Toff Ton

Ton

=

(

950 50

)

100%

50

×

+ V

V V

= 5 %

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan di atas, maka membuktikan

bahwa besarnya nilai duty cycle berbanding terbalik dengan nilai tegangan referensi.

Untuk mengetahui secara lengkap mengenai data hasil perhitungan berdasarkan teori

(f = 1 KHz dan f = 2 KHz) secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4 yang

(61)

Hasil pengukuran berdasarkan pengamatan pada alat ukur masih memiliki

beberapa kesalahan. Untuk mencari besarnya nilai kesalahan, maka dapat dicari

berdasarkan persamaan 4.1 dan 4.2.

E = nilai sejati – aproksimasi ………. (4.1)

dan

ε=

i NilaiSejat

Galat

.100% ………. (4.2)

Keterangan:

E = Galat (true error)

ε = Persen galat

Contoh perhitungan kesalahan pengukuran tegangan motor untuk percobaan I

(f=1KHz) :

Aproksimasi = 0 V

Nilai sejati = 5 V

Maka:

V V V

E =5 −0 =5

Sehinga :

V V

5 5 =

ε .100% = 100%

Setelah dihasilkan nilai kesalahan dari hasil pengukuran dapat dihasikan juga

nilai rata-rata dari kesalahan alat ukur ini. Untuk menghitung nilai rata-rata tersebut

dihitung dengan perhitungan dibawah ini.

Contoh perhitungan rata – rata kesalahan pengukuran untuk tabel 4.1(f=1KHz) ::

Rata-rata kesalahan =

n kesalahan

(62)

= 49

297 , 879

; n = jumlah pengukuran

= 17,945%

Berdasarkan perhitungan untuk mencari besarnya nilai kesalahan di atas,

berikut akan disajikan data hasil perhitungan nilai kesalahan yang ditampilkan

dalam bentuk tabel dan grafik untuk frekuensi 1 KHz dan 2 KHz.

4.3.1. Frekuensi 1 KHz A. Duty Cycle

Tabel 4.1. di bawah ini menunjukkan perbandingan antara data hasil

pengamatan dengan data hasil perhitungan sesuai dengan hasil perancangan

yang telah dibahas pada BAB III.

Tabel 4.1. Perbandingan duty cycle hasil pengamatan dengan perhitungan untuk frekunsi 1 KHz.

No

Tegangan Referensi (V)

Duty cycle (%) pengamatan

Duty Cycle (%) teori

Galat (V)

Galat (%)

1 12 0 5 5 100

2 11.8 1.267 7 5.733 81.9

3 11.6 2.534 9 6.466 71.844

4 11.4 3.791 11 7.209 65.536

5 11.2 5.059 13 7.941 61.084

6 11 7.592 15 7.408 49.387

7 10.8 8.859 17 8.141 47.888

8 10.6 11.394 19 7.606 40.031

9 10.4 13.805 21 7.195 34.262

10 10.2 15.185 23 7.815 33.978

11 10 17.497 25 7.503 30.012

12 9.8 19.249 27 7.751 28.707

13 9.6 22.5 29 6.5 22.414

14 9.4 24.052 31 6.948 22.413

15 9.2 26.579 33 6.421 19.457

16 9 28.203 35 6.797 19.42

17 8.8 30.77 37 6.23 16.838

18 8.6 32.467 39 6.533 16.751

19 8.4 35.445 41 5.555 13.549

20 8.2 37.177 43 5.823 13.542

21 8 39.743 45 5.257 11.682

(63)

Tabel 4.1. Perbandingan duty cycle hasil pengamatan dengan perhitungan untuk frekunsi 1 KHz (Lanjutan).

No

Tegangan Referensi (V)

Duty cycle (%) pengamatan

Duty Cycle (%) teori

Galat (V)

Galat (%)

23 7.6 43.589 49 5.411 11.043

24 7.4 45.57 51 5.43 10.647

25 7.2 48.717 53 4.283 8.081

26 7 50 55 5 9.09

27 6.8 54.429 57 2.571 4.51

28 6.6 56.411 59 2.589 4.388

29 6.4 58.973 61 2.027 3.322

30 6.2 60.257 63 2.743 4.353

31 6 62.823 65 2.177 3.349

32 5.8 64.555 67 2.445 3.649

33 5.6 67.533 69 1.467 2.126

34 5.4 71.813 71 0.813 1.132

35 5.2 73.421 73 0.421 0.573

36 5 75.948 75 0.948 1.248

37 4.8 77.499 77 0.499 0.643

38 4.6 80.77 79 1.77 2.191

39 4.4 82.502 81 1.502 1.82

40 4.2 84.814 83 1.814 2.138

41 4 86.257 85 2.257 2.616

42 3.8 88.606 87 1.606 1.812

43 3.6 91.14 89 2.14 2.348

44 3.4 92.407 91 1.407 1.522

45 3.2 94.941 93 1.941 2.044

46 3 96.209 95 1.209 1.256

47 2.8 97.466 97 0.466 0.478

48 2.6 98.729 99 0.271 0.273

49 2.4 100 100 0 0

Pada tabel 4.1. di atas tampak perbedaan data antara hasil pengukuran

dengan perhitungan secara teori, meskipun penyimpangannya tidak terlalu

besar. Setelah di hasilkan nilai kesalahan dari hasil pengukuran dapat dihasilkan

juga nilai rata-rata dari kesalahan alat ukur ini. Untuk menghitung nilai rata-rata

tersebut dapat dihitung dengan perhitungan dibawah ini.

Rata-rata kesalahan =

n kesalahan

(64)

= 49

297 , 879

; n = jumlah pengukuran

= 17,945 %

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka besarnya nilai rata-rata

kesalahan alat ukur ini sebesar 17,945 %,. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil

perbandingan data hasil pengamatan dan teori dapat dilihat dalam Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Duty Cycle

Dari Gambar 4.5. dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai tegangan

referensi maka akan semakin tinggi pula nilai dari duty cycle. Dari grafik

tersebut dapat dilihat pula bahwa nilai duty cycle hasil pengamatan dengan nilai

duty cycle hasil perhitungan secara teori tidak terlalu jauh perbedaannya.

Sehingga dapat di katakan data hasil pengamatan hampir mendekati data hasil

perhitungan secara teori.

B. Tegangan Motor

Di dalam alat pengendali kecepatan putar motor dc ini, pengukuran

(65)

masuk pada motor dc dengan menggunakan multimeter digital. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Perbandingan data Tegangan motor hasil pengamatan dengan perhitungan untuk frekunsi 1 KHz.

No Tegangan Referensi (V) Tegangan Motor (V) Teori Tegangan Motor (V) Pengamatan Galat (V) Galat (%)

1 12 0.01 5 4.99 99.8

2 11.8 2.07 7 4.93 70.428

3 11.6 3.85 9 5.15 57.222

4 11.4 5.65 11 5.35 48.636

5 11.2 7.53 13 5.47 42.077

6 11 9.73 15 5.27 35.133

7 10.8 11.7 17 5.3 31.176

8 10.6 13.95 19 5.05 26.579

9 10.4 15.9 21 5.1 24.286

10 10.2 18.2 23 4.8 20.869

11 10 20.42 25 4.58 18.32

12 9.8 22.49 27 4.51 16.703

13 9.6 24.72 29 4.28 14.758

14 9.4 26.98 31 4.02 12.968

15 9.2 29.27 33 3.73 11.303

16 9 31.43 35 3.57 10.2

17 8.8 33.38 37 3.62 9.783

18 8.6 35.5 39 3.5 8.974

19 8.4 37.88 41 3.12 7.609

20 8.2 39.98 43 3.02 7.023

21 8 42.1 45 2.9 6.444

22 7.8 44.1 47 2.9 6.17

23 7.6 46.2 49 2.8 5.714

24 7.4 48.4 51 2.6 5.098

25 7.2 50.6 53 2.4 4.528

26 7 52.7 55 2.3 4.181

27 6.8 54.3 57 2.7 4.736

28 6.6 56.6 59 2.4 4.067

29 6.4 58.8 61 2.2 3.606

30 6.2 60.8 63 2.2 3.492

31 6 62.01 65 2.99 4.6

32 5.8 65.1 67 1.9 2.835

33 5.6 67.2 69 1.8 2.608

34 5.4 69.2 71 1.8 2.535

35 5.2 71.3 73 1.7 2.328

36 5 73.8 75 1.2 1.6

37 4.8 75.8 77 1.2 1.558

38 4.6 77.8 79 1.2 1.519

39 4.4 79.9 81 1.1 1.358

(66)

Tabel 4.2. Perbandingan data Tegangan motor hasil pengamatan dengan perhitungan untuk frekunsi 1 KHz (Lanjutan).

No

Tegangan Referensi (V)

Tegangan Motor (V) Teori

Tegangan Motor (V) Pengamatan

Galat (V)

Galat (%)

41 4 83.8 85 1.2 1.411

42 3.8 86.2 87 0.8 0.919

43 3.6 88.4 89 0.6 0.674

44 3.4 90.6 91 0.4 0.439

45 3.2 92.3 93 0.7 0.752

46 3 93.1 95 1.9 2

47 2.8 96.2 97 0.8 0.824

48 2.6 97.3 99 1.7 1.717

49 2.4 98 100 2 2

Berdasarkan pada tabel 4.2 diatas kita dapat menghitung besarnya nilai

rata-rata kesalahan dari data tersebut melalui perhitungan dengan menggunakan

persamaan 4.2.

Rata-rata kesalahan =

n kesalahan

= 49

885 , 654

; n = jumlah pengukuran

= 13,365 %

Maka besarnya rata-rata kesalahan alat ukur ini adalah sebesar 13,365 %,

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik perbandingan duty cycle

berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan dalam Gambar 4.6.

(67)

Dari Gambar 4.6. dapat dilihat pula bahwa besarnya nilai tegangan motor

hasil pengamatan hampir mendekati nilai tegangan motor hasil perhitungan

secara teori. Di dalam alat pengendali tegangan motor dc ini, besarnya nilai

tegangan motor selain dipengaruhi oleh hambatan dalam juga sangat

dipengaruhi oleh adanya pembebanan pada motor dc tersebut.

C. Kecepatan Motor

Di dalam pengendalian kecepatan putar motor dc ini, selain dilakukan

dilakukan pengamatan terhadap duty cycle dan tegangan motor juga dilakukan

pengamatan pengaruh duty cycle terhadap besarnya nilai kecepatan. Di dalam

melakukan pengamatan digunakan instrumen berupa sebuah alat tachometer,

yaitu semacam alat untuk mengukur kecepatan putar sebuah motor. Untuk dapat

mengukur besar nilai kecepatan motor maka penulis menggunakan sebuah

piringan Compact Disc (CD) yang di beri warna berupa bagian warna gelap dan

terang . Hal ini dikarenakan alat ukur tachometer hanya dapat bekerja apabila

sinar inframerah mengenai media yang berwarna gelap. Untuk lebih jelasnya

mengenai pengaruh duty cycle terhadap kecepatan putaran motor dapat di lihat

pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Data hasil pengamatan pengaruh duty cycle terhadap kecepatan putaran motor untuk frekunsi 1 KHz.

No Duty Cycle (%) Kecepatan Motor (Rpm)

(68)

Tabel 4.3. Data hasil pengamatan pengaruh duty cycle terhadap kecepatan putaran motor untuk frekunsi 1 KHz (Lanjutan).

No Duty Cycle (%) Kecepatan Motor (Rpm)

10 15.185 11 17.497 12 19.249

13 22.5 199.725

14 24.052 589.25

15 26.579 896.475

16 28.203 1355.875

17 30.77 1758

18 32.467 2106.625

19 35.445 2534.625

20 37.177 2903

21 39.743 3299.375

22 41.027 3557.75

23 43.589 3681.875

24 45.57 3826.5

25 48.717 3910.625

26 50 4206.375

27 54.429 4796.25

28 56.411 4908.375

29 58.973 5204.625

30 60.257 5522.75

31 62.823 5809.375

32 64.555 6188

33 67.533 6702.375

34 71.813 7048.75

35 73.421 7462.625

36 75.948 8161.625

37 77.499 8436.375

38 80.77 8610.75

39 82.502 8786.375

40 84.814 8949.875

41 86.257 9124

42 88.606 9259.25

43 91.14 9398.375

44 92.407 9552..375

45 94.941 9868.375

46 96.209 9973.375

47 97.466 10306.125

48 98.729 10407.375

(69)

Pada tabel 4.3. di atas tampak bahwa nilai duty cycle berpengaruh

terhadap besarnya nilai kecepatan putaran motor. Motor mulai bergerak pada

duty cycle 22,5 % dengan kecepatan 199.725 rpm. Di dalam melakukan

pengamatan kecepatan putaran motor DC, dapat diketahui bahwa semakin besar

nilai duty cycle maka kecepatan motor DC juga semakin tinggi. Untuk

mengetahui mengenai karakteristik dari duty cycle terhadap kecepatan motor

dapat di lihat pada gambar 4.7.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

0 50 100 150

Duty cycle (%)

K

ecep

at

an

M

o

to

r

(R

p

m

)

Gambar 4.7. Grafik Pengaruh Duty Cycle terhadap Kecepatan Motor

Berdasarkan pada gambar 4.7. Tampak bahwa kecepatan motor semakin

bertambah dengan semakin besarnya nilai duty cycle. Motor mulai bergerak

pada level duty cycle 22,5 % sampai dengan 100 % dengan kecepatan motor

(70)

4.3.2. Frekuensi 2 KHz A. Duty Cycle

Untuk mengubah besarnya frekuensi PWM dapat di lakukan dengan

mengubah besarnya nilai hambatan pada rangakaian PWM. Di dalam

melakukan pengamatan, digunakan sebuah saklar rotary untuk mempermudah

dalam melakukan pengubahan frekuensi. Model pengambilan data hampir sama,

yaitu dengan memberikan perubahan pada nilai duty cycle. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.4. Perbandingan duty cycle hasil pengamatan dengan perhitungan untuk frekunsi 2 KHz.

No

Tegangan Referensi (V)

Duty cycle (%) Teori

Duty Cycle (%) Pengamatan

Galat (V)

Galat (%)

1 12 0 5 5 100

2 11.8 2.502 7 4.498 64.257

3 11.6 5.005 9 3.995 44.388

4 11.4 7.7 11 3.3 30

5 11.2 10.267 13 2.773 21.33

6 11 12.83 15 2.17 14.467

7 10.8 15.38 17 1.62 9.53

8 10.6 17.943 19 1.057 5.563

9 10.4 20.513 21 0.487 2.32

10 10.2 23.08 23 0.08 0.346

11 10 25.647 25 0.647 2.522

12 9.8 26.836 27 0.164 0.607

13 9.6 30.009 29 1.009 3.362

14 9.4 33.34 31 2.34 7.018

15 9.2 35.893 33 2.893 8.06

16 9 38.46 35 3.46 8.996

17 8.8 41.019 37 4.019 9.797

18 8.6 43.593 39 4.593 10.536

19 8.4 45.217 41 4.217 9.326

20 8.2 47.366 43 4.366 9.217

21 8 50.01 45 5.01 10.017

22 7.8 52.634 47 5.634 10.704

23 7.6 54.773 49 5.773 10.539

24 7.4 56.407 51 4.407 7.812

25 7.2 58.981 53 5.981 10.14

(71)

Tabel 4.4. Perbandingan duty cycle hasil pengamatan dengan perhitungan untuk frekunsi 2 KHz (Lanjutan).

No

Tegangan Referensi (V)

Duty cycle (%) Teori

Duty Cycle (%) Pengamatan

Galat (V)

Galat (%)

27 6.8 64.25 57 7.25 11.284

28 6.6 66.653 59 7.653 11.481

Gambar

Gambar 2.2.  Penyearah dengan Trafo Tap Tengah
Gambar 2.3.   Jembatan Penyearah Tegangan
Gambar 2.5. Rangkaian Regulator Seri
Gambar 2.6. Rangkaian Catu Daya 100 Volt
+7

Referensi

Dokumen terkait

permohonan Pemohon adalah sah dan legal. Pembuktian tentang terpenuhinya syarat-syarat kepailitan oleh pemohon pailit ini terlepas dari pembuktian akan adanya

[r]

Menurut

Bagi wanita usia subur dengan kategori sikap baik, diharapkan lebih berperan aktif dalam untuk melakukan deteksi dini kanker serviks terutana IVA Test dan bisa

URAIAN INDIKATOR KINERJA SATUAN RENCANA TINGKAT CAPAIAN REALISASI RANCANA TINGKAT CAPAIAN NO KEGIATAN PROGRAM outcome: (1) Jumlah judul penelitian dosen yang diterima dengan

Di mana dalam penelitian ini dicoba untuk mempelajari pemanfaatan abu dari limbah kertas dan limbah sekam padi yang digunakan sebagai powder pada campuran beton

a) Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya. b) Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar seperti