BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Landasan Teori
Penelitian tentang sosialisasi perpajakan,kualitas pelayanan, pemeriksaan
pajak dan penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap
kepatuhan wajib pajak membutuhkan teori sebagai berikut:
2.1.1 Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasond Action)
Dalam penelitian ini digunalan Teori Aksi Beralasan atau
dikenal sebagai Theori of Reasond Action. Theori of Reasond Action
adalah suatu teori yang menjelaskan sikap dan perilaku individu dalam
melaksanakn kegiatan. Teori ini dikembangkan oleh Fishbein dan
Ajzen (1980) yang mendasari pada psikologi sosial. Fishbein dan Ajzen
(1980) berpendapat bahwa Theori of Reasond Action berasal dari
kegagalan penelitian–penelitian sebelumnya mengenai sikap perilaku
tradisional.
Berdasrakan model Theori of Reasond Action, perilaku
seseorang ditentukan oleh tujuan perilaku untuk melakukannya.
Terdapat tiga komponen Theori of Reasond Action, yaitu: niat
berperilaku, sikap, dan norma subyektif. Theori of Reasond Action
menunjukan bahwa niat perilaku seseorang tergantung pada sikap
mengukur kekuatan relatif seseorang untuk melakukan perilaku. Tujuan
dari perilaku, menurut Fishbein dan Ajzen (1980), merupakan kekuatan
seseorang untuk melakukan tindakan yang ditentukan. Tujuan perilaku
tesebut didefinisikan sebagai perasaan pisitif dan negatif mengenai
suatu tindakan. Norma subyektif diartikan sebagai persepsi seseorang
bahwa kebanyakan orang adalah penting baginya untuk memperkirakan
perlu atau tidaknya melakukan suatu tindakan.
Relevansi dari Teori Aksi Beralasan dengan penelitian ini
adalah bahwa seseorang dalam menentukan perilaku patuh atau tidak
patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh
rasionalitas dalam mempertimbangkan manfaat dari pajak dan juga
pengaruh lingkungan yang berhubungan dengan pembentukan norma
subjektif yang mempengaruhi keputusan perilaku(Imelda, 2014).
2.1.2 Teori Atribusi (Atribution Theory)
Untuk menguatkan Teori Aksi Beralasan, dalam penelitian ini
digunakan juga Teori Atribusi atau Atribution Theori. Teori ini
dikemukakan oleh Harold Kelly (1972) yang merupakan perkembangan
dari teori atribusi yang dicetuskan oleh Fritz Heider (1958).
Teori ini menjelaskan bahwa ketika individu mengamati
perilaku seseorang,individu tersebut berupaya untuk menentukan
apakah perilaku tersebut disebabkan secara internal atau eksternal
internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi
individu itu sendiri atau berasal dari faktor internal seperti ciri
kepribadian, kesadaran, dan kemampuan. Sedangkan perilaku yang
disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar
atau dari faktor eksternal seperti peralatan atau pengaruh sosial dari
orang lain, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi.
Teori atribusi relevan untuk menjelaskan faktor–faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak yang digunakan dalam model
penelitian ini. Kepatuhan wajib pajak dapat dikaitkan dengan sikap
wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri
persepsi seseorang unuk membuat penilaian mengenai orang lain sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal orang lain tersebut. (Imelda, 2014).
2.2 Dasar–Dasar Perpajakan
Pajak adalah iuran rakyat berupa kas negara berdasarkan undang–
undang yang dapat dipisahkan dengan mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. a. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011) yaitu :
a. Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
b. Fungsi mengatur (regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
b. Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo pajak digolongkan berdasarkan lembaga
pemungutannya, golongannya, dan sifatnya.
a. Berdasarkan golongannya
Berdasarkan golongannya, pajak dapat digolongkan dalam
duagolongan, yaitu:
1) Pajak langsung
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasiln
2) Pajak Tidak Langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
b. Berdasarkan sifatnya
1) Pajak Subyektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
c. Berdasarkan lembaga pemungutnya
1) Pajak pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dsan pajak
penjualan atas barang mewah, dan bea materai.
2) Pajak darerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga dareah.
Pajak darerah terdiri atas :
Pajak propinsi, contoh : pajak kendaraan bermotor, dan pajak
bahan bakar kendaraan bermotor.
Pajak kabupaten/kota, contoh : pajak hotel, pajak restoran, dan
pajak hiburan.
c. Syarat pemungutan pajak
Syarat pemungut pajak menurut Mardiasmo (2011:2), yaitu:
a) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil
dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
b) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang - undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
negara maupun warga negaranya.
c) Tidak menganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
d) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
e) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
d. Teori–teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Menurut mardiasmo (2011) teori - teori yang mendukung pemungutan
pajak antara lain (2011) antara lain :
1. Teori asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda,dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.
2. Teori kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan berdasarkan
kepentingan (misalnya perlindungan) masing–masning orang. Semakin
besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang
dibayar.
3. Teori daya pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya,artinya pajak
harus dibayar sesuia daya pikul masing –masing orang. Untuk mengukur
daya pikul dapat mrnggunakan dua pendekatan yaitu :
Unsur obyektif
Dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
seseorang.
Unsur subyektif
Dengan memperhatikan besarnya kebutuhan material yang harus
4. Teori bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai negara yang berbakti rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatu kewajiban.
5. Teori asas daya beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih
diutamakan.
e.Asas Pemungutan Perpajakan
Dalam memungut pajak dikenal beberapa asas pemungutan
perpajakan yaitu (Mardiasmo, 2009:7):
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib
pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib
pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
f.Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yaitu
(Mardiasmo, 2009):
1) Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya:
a. Wewenag untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2) Self assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang
terutang.
Ciri-cirinya:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
d. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang
ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
2.3 Sosialisasi Perpajakan
Sosialisasu perpajakan merupakan upaya dari pihak Direktorat Jendral
pajak yang merupakan salah satu institusi di Kementrian Keuangan untuk
memberikan pengertian informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada
umumnya dan wajib pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan perpajakan dan perundang-undangan (Putri, 2013).
2.3.1 Srtategi Sosialisai Perpajakan
Menurur winerungan (2013) strategi sosialisasi perpajakn
meliputi:
1. Publikasi (Publication)
Merupakan aktivitas publikasi yang dilakukan melalui media
komunikasi baik media cetak seperti surat kabar, majalah maupun
2. Kegiatan (Event)
Instusi pajak dapat melibatkan diri pada penyelenggaraan
aktivitas-aktivitas tertentu yang dihubungkan dengan program peningkatan
kesadaran masyarakat akan perpajakan pada momen-momen
tertentu. Misalnya: kegiatan olahraga, hari libur nasional dan lain
sebagainya.
3. Pemberitaan (News)
Pemberitaan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu
menjadi bahan berita dalam arti positif,sehingga menjadi sara
promosi yang efektif. Pajak dapt disosialisasikan dalam bentuk berita
kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih cepat
menerima informasi tentang pajak.
4. Keterlibatan Komunitas (community Involvement)
Melibatkan komunitas pada dsarnya adalah cara untuk mendekatkan
institusi pajak kepada masyarakat, dimana iklim budaya indonesia
masih menghendaki adat kertimuran untuk bersilaturahmi dengan
tokoh-tokoh stempat sebelum institusi pajask dibuka.
5. Pencantuman Identitas (Identity)
Berkaitan dengan pencantuman logo otoritas pajak dengan berbagai
media yang ditujukan sebagai promosi.
6. Pendekatan Pribadi (Lobbying)
Pengertian Lobbying adalah pendekatan pribadi yang dilakukan
2.3.2 Bentuk Sosialisasi Perpajakan
Bentuk sosialisai perpajakan bisa dilakukan dengan penyuluhan.
Program-program yang telah dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak
berkaitan dengan program penyuluhan tersebut antara lain:
a. Mengadak seminar-seminar ke berbagai profesi serta
pelatihan-pelatihan baik untuk pemerintah maupun swasta.
b. Memasang spanduk yang bertemakan pajaka, memasang iklan
layananan masyarakat di berbagai stasiun televisi.
c. Mengadakan acara tax goes to campus yang diisi dengan berbagai
acara yang menarik mulai dari debat pajak sampai dengan seminar
pajak dimana acra tersebut bertujuan guna menimbulkan pemahaman
tentang pajak ke mahasiswa yang dinilai sangat kritis. Selain
mahasiswa, para pelajar perlu dibekali tentang dasar-dasar pajak
melali acara tax education road show.
d. Serta memberikan penghargaan terhadap wajib pajak patuh pada
setiap Kantor Pelayanan Pajak.
2.4 Kualitas Pelayanan
Imam (2014) menegaskan pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan
yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas
memenuhi standar pelayana yanag dapat dipertanggungjawabkan serta harus
dilakukan secara terus-menerus.
Menurut Parasuarman, Zeithmal, dan Berry (Imam, 2014)
a. Kehandalan (Reability)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat
dan kemampuan dapat dipercaya,terutama dalam memberikan pelayanan
secara tepat waktu dengan yang sama sesuai jadwal yang telah dijanjikan.
b. Daya Tanggap (Responsiveness)
Kempuan atau keinginan para karyawan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen.
c. Jaminan (Assurance)
Berkaitandengan pengetahuan,keramahan,kesopanan dan sifat dapat
dipercaya dari pemberi jasa untuk menghilangkan sifat keragu-raguan
konsumen dan merasa terbebas dari bahaya dan resiko atas jasa yang
diterimanya.
d. Empati (Emphaty)
Berkaitan dengan sikap kaeyawan maupun perusahaaan untuk perhatian
dan memahami kebutuhan maupun kesulitan, komunikasi yang
baik,perhatian pribadi, kemudahan dalam melakukan komunikasi.
e. Wujud Nyata (Tangibles)
Meliputi perengkapan fisik, perlengkapan dan sarana
komunaksikomunikasi dan lain-lain yang dapat dan harus ada dalam
2.5 Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak adalah serangakain kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan mengolah data atau keterangan lainnya untyuk menguji
kepayuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo,
2011).
2.5.1 Tujuan Pemeriksaan
Direktur Jenderal pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada
Wajib Pajak,
b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
2.5.2 Prosedur Pemeriksaan
prosedur pemeriksaan antara lain :
1) Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah
Pemeriksaan dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang
2) Wajib Pajak yang diperiksa harus :
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang
yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
c. Memberi keterangan yang diperlukan.
d. Apabila dalam pengungkapan hal-hal dalam angka (1) wajib
pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka
kewajiban itu tidak berlaku untuk keperluan pemeriksaan
tersebut. Dirjen pajak berwenang melakukan penyegelan tempat
atau ruang tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban
huruf b diatas.
2.5.3 Jenis Pemeriksaan Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.82/PMK.03/2011
jenis pemeriksaan terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di Kantor
2. Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat
kedudukan, tempat usaha, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat
lain.
2.6 Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern
Dapat dikatakan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan
modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami
penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya,baik secara individu, kelompok,
maupun kelembagaan. Penerapan sistem ini diharapkan agar lebih efisien,
ekonomis dan cepat yang merupakan perwujudan dari program dan kegiatan
reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang menjadi prioritas
reformasi perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak
tahun 2001 (Candra, Wibisono dan Mujilan,2013).
2.6.1 Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern
Devano dan Rahayu (2006) menjelaskan sejak tahun 2001
Direktorat Jendral Pajak telah memulai beberapa langkah reformasi
administrasi perpajakan jangka menengah (3-5 tahun) sebagai prioritas
reformasi administrasi perpajakan yang menjadi landasan bagi
tercapainya administrasi perpajakan yang modern,efisien, dan dipercaya
masyarakat dengan tercapainya:
1. Tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi;
3. Produktivitas pegawai perpajakan yang tinggi.
2.6.2 Ciri khusus sistem administrasi perpajakan modern
Ciri khusus sistem administrasi perpajakan modern menurut Imam
(2014) yakni perbaikan pelayanan melalui pembentukan account
representative dan compliant center untuk menampung keberatan Wajib
Pajak. Selain itu juga merangkul kemajuan teknologi terbaru di
antaranya e-filing, epayment, e-registration, dan e-counceling yang
diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif.
2.6.3 Manfaat penerapan sistem administrasi perpajakan modern
Manfaat penerapan sistem administrasi perpajakan modern bagi
Wajib Pajak adalah simplicity, dimana alur pekerjaan lebih sederhana
dengan bantuan Account Representative certainity yaitu terdapat
kepastian dalam melaksanakan peraturan perpajakan didukung bidang
pelayanan dan penyuluhan di Kanwil serta seksi pelayanan di KPP
(Imam, 2014).
2.7 Kepatuhan Wajib Pajak
Chanda, Wibosono, dan Mujilan (2013) kepatuhan wajib pajak
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua
macam kepatuhan menurut Nurmantu (2003) dalam Sofyan (2005) yakni
kepatuhan formal dan kepatuhan material.
Kriteria wajib pajak patuh menurut keputusan menteri keuangan
No.544/KMK.04/2000 Imam (2014), wajib pajak patuh adalah sebagai
berikut:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam
dua tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
c. Tidak pernah di jatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
d. Dalam dua tahun terakhir menyeleggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling
banyak lima persen.
e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit
oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau
pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi
2.8 Penelitian Terdahulu
Table 2.1
Penelitian terdahulu yang melatar belakangi penelitian ini yaitu: Peneliti
(Tahun)
Judul Hasil penelitian (Kesimpulan)
Dharma dan Suardana (2014)
Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,Sosialisasi Perpajakan, Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak
Sosialisasi perpajakan dan kualitas pelayanan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
Oktavian e Lidya Winerun gan (2012) Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan WPOP di KPP Manado dan KPP Bitung
Sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskusdan sanksi perpajakan tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
Dewi dan Supadmi (2014)
Pengaruh Pemriksaan Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan pada
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan
Pemeriksaan pajak dan kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak Badan. Layata dan Setiawan (2014) Pengaruh Kewajiban Moral,Kualitas Pelayanan,Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Badan.
Kualitas pelayanan, pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak badan.
Pranata dan Setiwan (2015)
Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Kewajiban Moral pada Kepatuhan Wajib Pajak
Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
Sanjaya (2014)
Pengaruh Kualitas Pelayayan, Kewajiban Moral, dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak dalam Membayar Hotel
Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
Anjarini, dan Prasetyo (2014)
Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Satu
Pemeriksaan pajak berdampak positifterhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Satu.
Imam (2014)
Pengaruh Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan
Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi
Sanksi Perpajakan Kualitas, pelayanan dan penerapan sistem adminidtrasi perpajakan
Pada Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Banyuwangi)
Rapina, Jerry, Carolina (2011)
Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survei Pada Kantor Pelayanan Pajak Cibeuying)
Penerapan sistem administrasi perpajakan modern tidak mepunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Survei Pada Kantor Pelayanan Pajak Cibeuying)
Maria (2013)
Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandar Lampung
Modernisasi sistem adminisrasi pepajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan pengusaha kena pajak di KPP Bandar Lampung
2.9 Kerangka Pemikiran
Pajak mempunyai fungsi budgetir yaitu Pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluarannya. Pajak juga
mempunyaai fungsi non budgetir atau fungsi mengatur yaitu pajak sebagai
alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi (Mardiasmo, 2011).
Dari apa yang telah dikemukakan diatas maka pelaksanaan pajak
membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat sebagai wajib pajak bukan
hanya pemerintah saja. Kondisi perpajakan yang menuntut wajib pajak untuk
ikut serta dalam penyelenggaraannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak.
Kepatuhan wajib pajak di perlukan agar kewajiban-kewajiban sebagai wajib
pajak dijalankan sebagaimana mestinya. Kepatuhan wajib pajak dapat dilihat
dari ketaatan wajib pajak, dalam mendaftarkan diri, membuat pembukuan,
Keikutsertaan aktif dalam kepatuhan wajib pajak dalam hal melakukan
kewajiban perpajakannya tentu akan membawa pengaruh positif bagi
kelangsungan paja di Indonesia. Beberapa hal dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajaknya.
Sosialisasi perpajakan menjadi faktor yang memepengaruhi kepatuhan
wajib pajak. Menurut Kurniawati (2014) WP mempunyai hak diantaranya
yaitu hak untuk mendapatkan informasi dari Fiskus. Sosialisasi perpajakan
merupakan salah satu kewajiban Fiskus yang harus dilaksanakan sebagai
layanan atas hak WP atas informasi yang diperlukan. WP yang mendapatkan
informasi akan lebih tahu mengenai kewajibannya sebagai WP sehingga akan
lebih bersikap patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya (Kurniawati,
2014).
Memberikan kualitas pelayanan yang baik terhadap wajib pajak
merupakan cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar
kewajiban perpajakannya.Menurut Layata dan Setiawan (2014) adanya
kualitas pelayanan yang dijalankan dengan baik akan mendorong wajib pajak
untuk lebih percaya dan lebih mudah dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
Faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak adalah
pemeriksaan pajak. Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak maka
pemeriksaan pajak harus ditingkatkan.Pemerikaan pajak adalah serangkaian
kegiatan untuk mencari, mengumpulkan mengolah data atau keterangan
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan
(Mardiasmo, 2011).
Penerapan sistem administrasi perpajakan modern juga bisa
meningkatkan kepatuahan wajib pajak. Dengan adanya perbaikan adminisrasi
perpajakan yaitu tax service dan tax enforcement pada hakekatnya dapat
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan urain diatas kerangka
pemikirannya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Variabel Penelitian Variabel Independen
H1+
H2+ variabel Dependen
H3 +
H4+
2.10 Pengembangan Hipotesis
1. Hubungan Sosialisai Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya Direktorat Jenderal
Pajak untuk memeberikan pengertian, informasi, dan pembinaan kepada
masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya mengenai
Penerapan sistem
administrasi perpajakan modern (X4)
Sosialisasi perpajakan(X1)
Pemeriksaan pajak (X3) Kualitas pelayanan (X2)
segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan
perundang-undangan.
Semakin Wajib Pajak mengerti akan manfaat serta fungsi pajak, maka
Wajib Pajak akan semakin tergugah untuk melakukan kewajiban
perpajakaya. Maka diperlukan suatu cara yang dapat
mengkomunikasikan maksud dari pemerintah sebagai pemungut pajak
dengan masyarakat khususnya Wajib Pajak sebagai pihak yang dipungut
membayar pajak. Cara yang dimaksud yaitu dengan melakukan
sosialisasi perpajakan. Melalui sosialisasi perpajakan akan terjadi satu
pendekatan dari pemungut pajak dengan pihak yang dipungut. Berbagai
informasi mengenai perpajakan disampaikan kepada Wajib Pajak,
dengan begitu manfaat dan fungsi pajak akan tersosialisasikan kepada
Wajib Pajak dan berbagai pertanyaan mengenai pajak akan terjawab. Jika
Wajib Pajak sudah mengerti akan manfaat dan fungsi pajak, maka Wajib
Pajak akan sukarela melakukan pelaporan dan penyetoran perpajakannya.
Dengan demikian tingkat kepatuhan Wajib Pajak akan meningkat. Cara
sosialisasi perpajakan ini didukung oleh polling center yang telah
dipresentasikan hasilnya dalam Rapim tanggal 26 April 2007, yang
berisikan bahwa kegiatan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat
sangat diperlukan (Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No. SE –
22/PJ./2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi
Penelitian yang dilakukan oleh Dharma, dan Suardana (2014) hasilnya
menunjukan bahwa sosialisasi perpajakan berpengaruhpositif
signifikanterhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan penjelasan diatas
maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut :
H1: Sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. Hubungan Kualitas Pelayanan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Dharma dan Suardana(2014) mendefinisikan kualitas
pelayanan sebagai kemampuan organisasi untuk memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan.
Menurut Imam (2014) untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya kualitas pelayanan harus
ditingkatkan oleh aparat pajak. Dan salah satu langkah penting yang
dilakukan Direktorat Jendral Pajak sebagai wujud nyata kepedulian pada
pentingnya kualitas pelayanan pajak adalah memberikan pelayanan prima
kepada Wajib Pajak dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Imam
(2014) menegaskan bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan
wajib pajak diharapkan dapat menimbulkan kepuasan kepada wajib pajak
sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang
perpajakan.Paradigma baru yang menempatkan aparat pemerintah
sebagai abdi negara dan masyarakat (wajib pajak) harus diutamakan agar
Sebagaimana Penelitian yang dilakukan oleh Imam (2014) bahwa
kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai
berikut :
H2: Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
3. Hubungan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari
mengumpulkan mengalah data atau keterangan lainnya untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undanagn
perpajakan (Mardiasmo, 2011).
Pengawasan itu sendiri pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk
menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan
atas tujuan yang akn dicapai. Fungsi Pengawasan dalam lingkup
perpajakan merupakan salah satu tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak
yang pada dasarnya meliputi kegiatan penelitian dan pemeriksaan di
bidang perpajakan.Apabila ditinjau dari segi pelaksanaannya,
kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu proses yang berkaitan satu sama
lainnya, terutama dalam hubungannya dengan usaha penegakan
Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak akan kewajiban perpajakannya
Sebagaimana Penelitian yang dilakukan oleh Anjarini, dan Prasetyo
(2014) menjelaskan bahwa pemeriksaan pajak berdampak positif
terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada KPP Pratama Jakarta
Sawah Besar Satu.Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
H3: Pemeriksaan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
4. Hubungan Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut sofyan (2005) tentang pengertian sistem administrasi
perpajakan modern penerapan sistem administrasi perpajakan yang
mengalamai penyempurnaan atau kebaikan kinerjanya, baik secara
individu atau kelompok maupun kelembagaan agar lebih efisien, cepat
yang merupakan perwujudan dari program dan kegiatan reformasi
administrasi perpajakan jangka menengah yangmenjadi prioritas
reformasi perpajakan yang digulirkan direktorat jendral pajak sejak tahun
2001.
Menurut Surjoputro dan Widodo (Imam, 2014) kondisi sistem
administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan tax enforcement
pada hakekatnya mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
Langkah-langkah perbaikan administrasi diharapkan dapat mendorong kepatuhan
wajib pajak melalui dua cara. Pertama, wajib pajak patuh karena
mendapatkan pelayanan yang baik, cepat, dan menyenangkan serta pajak
wajib pajak akan patuh karena mereka berpikir bahwa mereka akan
mendapat sanksi berat akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi
sistem informasi dan administrasi perpajakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Maria (2013) menjelaskan bahwa
modernisasi sistem administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap
tingkat kepatuhan kena pajak di KPP Pratama Bandar Lampung.
Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai
berikut :