• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURATTUGAS. Jakart~~!U~ri : 068b/KetuajII/2020 : Penugasan Mewakili STFTJakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURATTUGAS. Jakart~~!U~ri : 068b/KetuajII/2020 : Penugasan Mewakili STFTJakarta"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

S

Jakart~~!U~ri 2020

\ ~ I __ ...

Pemimpin Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini menugaskan:

Nama Prof.Jan SiharAritonang, Ph.D.

Jabatan Dosen Tetap dan Kepala PDSGI Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

untuk menjadi pembicara dalam kegiatan Pembinaan Warga Gereja dengan judul

"Memelihara Perintah Tuhan Allah dengan Benar: Khususnya di Tengah

Kehidupan dan Aktivitas Sosial-Budaya" yang diselenggarakan pada 16 Februari 2020 di GKPI Menteng, Jakarta Pusat. Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

SURATTUGAS

No. : 068b/KetuajII/2020

Hal : Penugasan Mewakili STFTJakarta

Jalan Proklamasi 27 Jakarta 10320, Indonesia Tel. +62-21-3904237 Fax.+62-21-3906096 Email: sttj@sttjakarta.ac.id http://www.sttjakarta.ac.id/

(2)

1

MEMELIHARA PERINTAH TUHAN ALLAH DENGAN BENAR Khususnya di tengah kehidupan dan aktivitas sosial-budaya

(terutama berdasarkan dua nas Alkitab, Ulangan 30 : 15-20 dan Markus 7 : 1-8)

Disampaikan pada Pembinaan Warga Gereja GKPI Menteng - Jakarta, 16 Februari 2020

Pengantar

Semua umat beragama, termasuk umat Kristen, diimbau untuk memelihara dan menjalankan perintah Tuhan dengan benar. Ada berbagai motivasi untuk melakukan hal itu; ada yang didorong oleh keinganinan dan harapan agar mendapat pahala dari Tuhan. Tetapi bagi umat Kristen motivasinya mestinya adalah ungkapan syukur atas kebaikan Tuhan yang sudah lebih dulu mengasihi dan mengampuni kita. Memelihara dan menjalan-kan perintah Tuhan adalah juga ungkapan kasih kita kepada Tuhan (Ulangan 35 : 10-15).

Sementara itu kita juga hidup ditengah lingkungan masyarakat dengan anekaragam ungkapan budayanya. Kita senang menjalankan aktivitas sosial-budaya, karena kita adalah makhluk sosial yang berbudaya. Bahkan hampir tidak ada hari dan waktu di mana kita tidak menjalankan hal itu, baik dalam lingkup kecil: keluarga, tetangga, dan lingkungan kerja (atau lingkungan belajar) maupun dalam skala yang lebih luas: masyarakat

Indonesia, dan juga gereja yang hadir dan berkiprah di tengah konteks dan realitas sosial-budaya, agar berfungsi sebagai garam dan terang, sesuai amanat Tuhan Yesus.

Masalahnya: apakah semua aktivitas sosial-budaya itu sejalan dan sesuai dengan perintah dan kehendak Tuhan? Apakah tidak ada dari antara itu yang justru bertentangan dengan perintah dan kehendak-Nya? Percakapan kita hari ini mengajak kita untuk melihat dalam hal-hal apa dan sampai sejauh mana aktivitas sosial-budaya itu sesuai dengan perintah dan kehendak Tuhan, dan dalam hal-hal apa pula bertentangan dengan itu.

Budaya sebagai Karunia Tuhan dan Manusia sebagai Makhluk [Ber]budaya

Pada hakikatnya budaya manusia, termasuk adat-istiadatnya, adalah karunia Tuhan. Setelah Tuhan menciptakan manusia (Adam dan Hawa), Tuhan memerintahkan kepada mereka untuk mengusahakan dan memelihara ‘taman Eden’, sebagai representasi seluruh alam semesta ciptaan Tuhan (Kejadian 2:15). Kata kerja ‘mengusahakan’ pada nas ini,

(3)

dalam bahasa Latin adalahcolere, adalah asal dari kataculture= budaya). Dengan kata lain, sejak awal kehadiran manusia di muka bumi ini, manusia adalah makhluk berbudaya.

Akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa, hidupnya – termasuk kebudayaanya – jadi rusak. Tetapi itu tidak berarti bahwa kebudayaan tidak berharga atau tidak ada gunanya lagi. Dengan budayanya manusia dapat bekerja, berkreasi, bahkan juga mengabdi kepada Tuhan (selain kepada manusia dan kemanusiaan). Manusia terus berusaha mengembang-kan budayanya, dan pada gilirannya mewarismengembang-kannya kepada generasi penerus. Generasi baru juga terus berkiprah dengan menggunakan dan mengembangkan budaya yang diwarisi dari leluhur, sambil di sana-sini membaruinya sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

Sikap dan Praktik Berbudaya/Beradat pada Masa Kini

Sebagai umat Kristen dan pewaris budaya, minimal sebagian besar dari kita masih sangat menghargai adat-istiadat yang kita warisi dari leluhur/nenek-moyang kita. Karena itulah kita masih rajin mengikuti atau menyelenggarakan acara-acara adat, walaupun kita tahu bahwa hal itu menyita banyak waktu, tenaga, dan dana. Kita melakukan semua itu karena kita yakin bahwa adat kita itu sangat indah dan luhur, dan tidak bertentangan – bahkan saling mendukung – dengan iman Kristen. Khusus di kalangan orang Batak, adat merupakan sesuatu yang sangat berharga, dan tidak jarang orang Batak menomor-duakan urusan gereja demi untuk memenuhi tugas dan kewajiban adat. Di kalangan kaum muda memang terlihat kecenderungan semakin menurunnya minat kepada adat. Tetapi ketika hendak menikah, misalnya, sebagian besar masih suka dan menghendaki – atau sekurang-kurangnya tidak menolak – agar hal itu berlangsung secara adat.

Di kalangan berbagai bangsa dan sukubangsa seringkali adat lebih dipahami sebagai rangkaian upacara, terutama menyangkut tiga peristiwa penting: kelahiran, perkawinan dan kematian. Tetapi sebenarnya adat tidak hanya menyangkut upacara, melainkan juga perilaku dan tatakrama, dan juga tindakan-tindakan tertentu dalam kegiatan sesehari, dalam pergaulan dengan sesama. Dari situ juga sekaligus kita dapat melihat, apakah budaya/adat yang dipraktikkan manusia itu sesuai dengan perintah Tuhan, yang juga memberi banyak tuntunan tentang perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

(4)

3

Di dalam Markus 7:1-8 digambarkan, sejumlah pemuka masyarakat dan agama Yahudi mendatangi Tuhan Yesus karena mereka melihat bahwa beberapa murid-Nya makan dengan tangan – yang menurut adat mereka – najis, yaitu belum lebih dulu dibasuh sebelum makan. Di kalangan kita orang Indonesia mungkin hal itu tidak terlalu menjadi persoalan. Tetapi bagi masyarakat Yahudi pada zaman Tuhan Yesus, makan tanpa lebih dulu cuci tangan adalah perbuatan sangat tercela dari segi adat maupun agama. (Bnd. “kebiasaan baru” yang sekarang berlaku di seluruh dunia: cuci tangan pakai sabun, dst.).

Tuhan Yesus mengecam pemuka masyarakat Yahudi yang mendatangi Dia itu, begitu juga kebiasaan yang mereka pelihara dengan sangat cermat itu. Dia bahkan mencap mereka sebagai bangsa atau orang yang munafik. Dia menilai bahwa adat-istiadat mereka itu adalah buatan manusia, yang lebih ditaati masyarakat Yahudi ketimbang perintah Allah. Dari penegasan Tuhan Yesus ini di tengah-tengah kita bisa juga segera muncul pertanyaan: kalau begitu apakah bagi orang Kristen ada atau tidak ada makanan-minuman halal?

Bagaimana sikap kita menghadapi hal ini? Pertama-tama harus kita ingat bahwa Tuhan Yesus adalah tokoh yang sangat menghargai adat: Dia memenuhi undangan untuk hadir di sebuah pesta perkawinan, Dia memenuhi undangan untuk makan di rumah orang tertentu, Dia juga sangat menghormati orangtua-Nya maupun sanak-saudara-Nya secara manusia. Tetapi di sisi lain Tuhan Yesus tidak mau terikat pada tetek-bengek, pernik-pernik, dan hal-hal yang bersifat lahiriah. Bagi Tuhan Yesus, mengikuti dan menjalankan adat adalah kesempatan untuk memperlihatkan kebesaran dan kemuliaan Allah serta menaati perintah-Nya. Meminjam ungkapan H. Richard Niebuhr, Tuhan Yesus tidak menolak kebudayaan, ataupun mengaminkan begitu saja, melainkan sekaligus mentransformasi budaya. Karena itu kita juga sebagai pengikut Kristus perlu bertanya pada diri sendiri: kalau saya mengikuti dan menyelenggarakan kegiatan budaya/adat, apa tujuan saya?

Kisah pada Markus &:1-18 ini juga berkait dengan masalah makanan dan minuman halal dan haram. Gereja kita memang tidak mengikuti ajaran tentang adanya makanan dan minuman haram. Tetapi itu tidak berarti bahwa kita boleh makan sembarangan. Makan-minum berlebihan, apalagi sampai membuang-buang makanan-Makan-minuman, tidak kalah buruknya dari apa yang bagi agama atau gereja tertentu dianggap haram. Kita tetap perlu menjaga, jangan sampai makanan-minuman mencelakakan hidup kita, sebab hidup kita ini berharga, bukan hanya di mata keluarga, tetapi juga di mata Tuhan.

(5)

Dinamika kehidupan umat manusia pada zaman modern dan postmodern ini semakin kompleks dan tidak selalu mudah dimengerti. Banyak produk dan aktivitas budaya baru yang memesona dan menarik minat kita. Budaya elektronik dan digital memberi kepada kita banyak manfaat dan kemudahan. Tetapi di dalamnya juga banyak jebakan dan ancaman, yang – kalau kita tidak waspada serta kritis – bisa menjerumuskan kita kepada kehendak Iblis serta memenjarakan kita di dalam dosa, walaupun kita senang berkata bahwa Tuhan sudah mengampuni dan membebaskan kita dari dosa.

Karena itulah kita harus terus-menerus bergumul dengan pertanyaan: apakah yng saya lakukan dalam aktivitas sosial-budaya, termasuk menggunakan produk budaya modern (iptek, IT, komunikasi dan interaksi digital-virtual) sudah membuat saya makin mengasihi Tuhan dan makin taat kepada perintah dan kehendak-Nya, atau sebaliknya? Sejumlah teolog yang sejak beberapa dasawarsa lalu hingga kini bergumul dengan soal ini (liht beberapa nama dan karya mereka di bawah ini) sedikit-banyak dapat menolong kita untuk menjawab pertanyaan itu.

Beberapa Pertanyaan untuk Diskusi:

1. Apakah dan sejauh mana budaya/adat tradisional menghormati orang yang sudah meninggal dapat membuat kita lebih menaati Tuhan, dan dapat pula membuat kita kian jauh dari kehendak Tuhan?

2. Bagaimana dengan budaya modern/digital/virtual: adalah contoh-contoh yang dapat Anda kemukakan, yang penggunaannya membuat kita lebih mengasihi dan lebih dekat kepada Tuhan, dan juga contoh yang sebaliknya: membuat kita menjauhi Tuhan?

Rujukan singkat:

Brownlee, Malcom.Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Theologis bagi Pekerjaan Orang Kristen dalam Masyarakat(1997).

Kraft, Charles H.Christianity in Culture(1979)

Niebuhr, Helmut Richard.Christ and Culture(1951; terj. Indonesia:Kristus dan Kebudayaan)

Sanneh, Lamin.Translating the Message - The Missionary Impact on Culture(1989) Sinamo, Jansen.Teologi Kerja Moderen Dan Etos Kerja Kristiani(2013).

(6)

(1) Pembinaan berlangsung di gedung GKPIMenteng, [l.CikiniVIS Jkarta Pusat, diikuti ± 150 peserta, dari kalangan muda hingga warga usia lanjut.

(2) Judul ceramah pembinaan yang saya sampaikan adalah "Memelihara Perintah Tuhan Allah dengan Benar" (berdasarkan nas Alkitab, a.I. Ulangan 30 : 15-20 dan Markus 7 :

1-8 (copy ceramah terlampir).

(3) Sebagian cukup besar peserta memperlihatkan minat yang tinggi, a.l. dengan berbagi

cerita (sharing) tentang pengamatan maupun pengalaman tentang kegiatan-kegiatan

budaya/adat, dan keterHbatan di dalamnya. Ada juga yang mengajukan sejumlah pertanyaan menyangkut ajaran dan praktik di berbagai gereja di luar GKPItentang upaya memelihara perintah Tuhan di tengah kegiatan budaya/adat, a.1.di Gereja Katolik, Gereja Pentakostal-Kharismatik, Saksi-saksi Yehuwa, dan Advent.

Laporan Pelaksanaan Tugas Memberi Ceramah dan Memimpin Diskusi

pada Pembinaan Warga Gereja GKPI Menteng - Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

 Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh. beberapa orang atau badan hukum secara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung panjang landasan pacu rencana RTRW tahap II agar mampu melayani pesawat rencana jenis M-75 (jenis ATR-72

Untuk Mata Acara Rapat Pertama, Kedua, dan Mata Acara Rapat Keempat, keputusan Rapat adalah sah jika disetujui oleh lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari seluruh

c. Lakukan identifikasi pasien dengan menanyakan identitas nama, tanggal lahir dan nomor rekam medik yang dicocokan dengan gelang pasien sebelum tindakan dilakukan seperti

Pada sub bab ini akan dijelaskan tahap-tahap dalam melakukan aktivitas sistem backup/restore database Company Cronus Indonesia PT, persiapan data-data umum dalam implementasi

OJK juga tengah menyusun Naskah Akademik terkait pengaturan Ahli Syariah dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di pasar modal.Naskah akademis tersebut merupakan tindak lanjut

Dari definisi dan wujud kebudayaan tersebut Gordang Sambilan dalam penelitian ini dilihat sebagai suatu bagian dari kebudayaan fisik, dalam hal ini Gordang Sambilan sebagai suatu

Jika NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan