• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONSEP DANA DALAM BUDDHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KONSEP DANA DALAM BUDDHA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

33

1. Pengertian

Secara universal “memberi” dikenal sebagai salah satu keluhuran manusia yang paling mendasar. Sesuatu yang membuktikan kedalaman sifat manusiawi dan kemampuan seseorang untuk trensendan diri. Perbuatan memberi ini merupakan satu langkah awal yang penting di dalam praktek Buddhis.1

Berdasarkan tata bahasa Pali istilah “dana” dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Diyabeti Danam yaitu sesuatu yang telah diberikan disebut Dana.

2. Duggati Dayati Rakkbati Danam yaitu sesuatu yang membuat si pemberi

memperoleh perlindungan, keselamatan, kebebasan dan penderitaan atau kesukaran disebut dana.2

Kitab Visuddimaga, Buddhaghosa Thera telah memberikan definisi sebagai Danam Vuccati Avakbandbam yaitu sesuatu yang diberikan dengan niat disebut dana.3 Dana biasa diterjemahkan sebagai pemberian sedekah. Pemberian sedekah mengingatkan kepada pemberian hadiah kepada orang-orang miskin atau kepada mereka yang berada dalam lingkungan yang tidak menguntungkan.4

Berdana adalah perbuatan melepas sesuatu yang dimiliki dengan tulus ikhlas dan memberi kepada mereka yang membutuhkan bantuan demi

1Rudi Ananda Limiady, Mengapa Berdana, (Klaten: Wisma Sambodhi, 2003), hlm. 1. 2Abhiniko, “Dana (Berdana)” dalamlembaran Nirkala, Mangala 15 Edisi Perdana 1992, (Thailand: LPD. Publisher, 1992), hlm. 5, untuk selanjutnya ditulis dengan Lembaran Nirkala.

3Ibid.

4Bhikkhu Lady Saydaw, Penjelasan Mengenai Dana, (Semarang: Vihara Tanah Putih, 2003), hlm. 1

(2)

suatu tujuan yang baik. Berdana tidak lain adalah murah hati yang terkandung dalam pengertian alobha (tidak serakah).5

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Dana diartikan sebagai uang yang disediakan untuk kepentingan kesejahteraan, juga diartikan sebagai pemberian hadiah atau hadiah atau derma.6

Sedangkan dari sudut lain, berdana dapat juga diidentifikasikan dengan sifat pribadi kedermawanan (caga), yaitu memberikan apa yang dimiliki demi kepentingan orang lain.7 Sudut pandang ini menyoroti praktek berdana bukan sebagai tindakan perwujudan luar, di mana suatu obyek dipindahkan dari diri sendiri untuk diberikan kepada yang lain, namun merupakan kecenderungan dalam diri untuk memberi lewat tindakan nyata, yang memungkinkan adanya berbagai tindakan yang lebih menuntut pengorbanan diri.

Praktik berdana dalam ajaran sang Buddha, memiliki tempat dan pengertian khusus yaitu sebagai pondasi dan benih perkembangan spiritual. Dana merupakan dasar dari segala perbuatan baik. Dana adalah langkah pertama dalam urutan cara-cara berbuat baik (kusula kamma) dan di dalam Punna Kriya Vatthu (sepuluh cara berbuat jasa).

Secara garis besar, berdana adalah merelakan sebagian uang atau harta benda miliknya untuk diberikan dengan tanpa pamrih kepada mereka yang membutuhkannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbuatan baik dari berdana ini merupakan perbuatan jasa / kebajikan yang paling dasar. Yang merupakan landasan bagi tumbuh berkembangnya kebajikan-kebajikan yang lebih tinggi, yakni sila (hidup bermoral), samadhi (memiliki konsentrasi) dan

5K.Wijaya Mukti, Belajar Menjadi Bijaksana, (Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan, 1993), hlm. 129.

6Anton M. Moeliono, dkk., Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 183.

7Win Vijono, Ajaran Bagi Pemula, (Bandung: Yayasan Bandung Sucinno Indonesia, 1992), hlm. 109.

(3)

Pannya (memiliki kebijaksanaan), hingga akhirnya mencapai kebebasan sejati

(Nibbana).8

2. Dasar Perintah Berdana

Agama Buddha sama sekali tidak ada doa-doa untuk mendatangkan rezeki, keberuntungan dan segalanya. Inilah salah satu ciri khas ajaran sang Buddha yang membedakannya dengan ajaran agama-agama lain.9 Menciptakan sikap pasif dalam mengharapkan pertolongan, bantuan atau sokongan dari sumber-sumber Adi Insani yang tidak pernah terbuktikan secara nyata. Agama Buddha mendidik penganutnya untuk menjadi orang-orang berjiwa mulia, yang siap menyalurkan bantuan kepada sesama bahkan kepada makhluk-makhluk yang lebih rendah tatarannya.

Semua makhluk tanpa terkecuali dianjurkan untuk berbuat kebajikan dengan berdana. Dalam pandangan Buddhis, berdana bukanlah suatu kebajikan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kaya, mereka yang miskinpun dapat berdana.

“Dananca Dhammacari Yoca, Nata Kanca Sangaho, Anavajjani Kammani Etammang Alamuttamam”. (Mangala, 11).

Berdana dan hidup sesuai dengan Dhamma, menolong sanak keluarga, perbuatan tanpa cela. Itulah berkah utama.10

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa berdana itu merupakan suatu perbuatan yang sangat dianjurkan, karena berdana dipandang sebagai berkah utama yang bisa dilakukan oleh siapapun di setiap waktu.

8

Ibid., hlm. 110. 9

Lembaran Nirkala, “Dana”…, op. cit., hlm. 7. 10

Yayasan Sangha Theravada Indonesia, Paritta Suci, (Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1994), hlm. 29-30.

(4)

Mempraktikkan kedermawanan, tidak banyak yang perlu dimiliki. Orang dapat memberi sesuai dengan sarana yang dimilikinya, sebab nilai suatu dana tidak diukur berdasar jumlah atau harga barang yang dipersembahkan. Dana yang diberikan dari penghasilan seseorang yang kecil dianggap amat berharga.

Kesimpulannya yaitu bahwa sang Buddha sangat menghargai umatnya yang mencari nafkah dengan cara yang benar dan kemudian secara dermawan memberikannya kepada yang membutuhkan. Sekalipun memberikan dalam jumlah kecil, jika hatinya dipenuhi keyakinan, maka akan memperoleh kebahagiaan di kemudian hari. Anjuran berdana yang lain juga tertulis dalam kitab Dhammapada sebagai berikut:

“Jineka dariyah danena”. (Dhp, 223).

Atasilah noda keserakahan dan praktekkan Dana. (Dhp. 223).11 Berdasarkan keterangan di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa berdana merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan di dalam agama Buddha, sebagai ajaran yang paling dasar yang disampaikan oleh Sang Buddha.

C. Lembaga, Penggolongan dan Cara Berdana 1. Lembaga Dana dalam Buddha

Kelembagaan dana dalam agama Buddha bersifat fleksibel, artinya masing-masing wihara tidak sama, baik nama, visi dan misi serta kepengurusannya, tergantung pada penggunaan dana. Misalnya untuk mencetak buku memiliki lembaga sendiri bisa karena pembangunan, maka dibentuk kepanitiaan pembangunan, dan dana disalurkan langsung melalui panitia tersebut.

11

Ven. Narada Mahathera, Dhammapada, (Yogyakarta: Buddhis Karaniya, 1992), hlm. XVII

(5)

Menurut bapak Halimuwijaya Wakil Bendahara I Kantor WALUBI Semarang, bahwa proses pengumpulan dana dalam agama Buddha memiliki tradisi yang berbeda-beda, misalnya tradisi Thiongko, selain membuat proposal biasanya dalam peringatan atau perayaan juga membuat patung-patung, pernik-pernik, terbuat dari emas dan perak berbentuk figur-figur yang dihargai, untuk dilelangdan hasil lelang itulah yang dijadikan sebagai sumber dana.12

Buddha Theravada, memiliki lembaga tertinggi Sangha Theravada Indonesia yang menangani berbagai bidang dan kegiatan umat, sehingga Vihara-Vihara Theravada bila melakukan perubahan yang mendasar harus minta izin pada lembaga tersebut, dan berhak bekerjasama dalam pengumpulan dana. Masing-masing Vihara Theravada memiliki lembaga dana sendiri sesuai dengan bidang dan kegiatan yang dilaksanakan, misalnya; di Vihara Tanah Putih Semarang, ada KBTI (Keluarga Buddhis Theravada Indonesia) sebagai wadah merealisasikan Dhamma yaitu turut berpartisipasi aktif dalam meringankan beban masyarakat yang membutuhkan, serta mengumpulkan dana yang ada dari umat. KBTI ini bekerjasama dengan Vihara-Vihara lain dalam melaksanakan kegiatan.

Buddha Mahayana juga memiliki kelembagaan sendiri sesuai pada Vihara masing-masing. Dalam Buddha Mahayana ada Yayasan Buddha Tzu-chi yang berpusat di Taiwan yang bertujuan membantu masyarakat yang membutuhkan dengan mengumpulkan dana yang kemudian disalurkan atau diberikan pada masyarakat yang membutuhkan. Yayasan ini merupakan yayasan yang bergerak dalam bidang sosial, dan telah berkembang di 5 benua, 35 negara dengan 162 cabang.

Oleh karena itu kelembagaan dana dalam Buddha secara independen atau formal itu tidak ada. Dana dikelola langsung oleh

12Wawancara dengan Bapak Halimuwijaya Wakil Bendahara I Kantor WALUBI Semarang, tgl. 16 April 2004.

(6)

pengurus Vihara dan umat biasanya berdana pada Sangha di Vihara masing-masing. Berdana pada Sangha ini disebut Sangha dana yaitu persembahan yang diberikan pada Bhikkhu Sangha secara keseluruhan.

Berdana dalam Buddha itu ada hari khususnya yaitu hari Kathina Pujja, dimana ummat diwajibkan untuk berdana yang diberikan bukan berupa uang, tetapi 4 kebutuhan Bhikkhu yaitu (1) jubah, (2) obat-obatan dan kebutuhan, (3) kebutuhan sehari-hari (sabun, sikat dan sebagainya) dan (4) makanan. Hari Kathina Pujja ini biasa diperingati di bulan Oktober dan Nopember di setiap tahunnya.

2. Penggolongan Dana

Secara garis besar dana dapat dipilah menjadi dua jenis yaitu Amisa-dana dan Dhamma-dana. Amisa-dana adalah pemberian dalam bentuk benda materi sedangkan Dhamma-dana adalah pemberian berupa pengetahuan Dhamma.

One. Amisa - dana

Amisa-dana merupakan penberian yang paling umum yaitu berupa benda materi.13 Obyek materi tidak perlu memiliki nilai yang besar untuk bisa menghasilkan hasil yang besar. Menurut jenis obyek yang pantas untuk didanakan Amisa-dana dapat dibedakan dan dijelaskan di dalam kitab suci agama Buddha yaitu dalam Sutta Pitaka, Vinaya Pitaka dan Abhidhamma Pitaka.

Dana dalam kitab Sutta Pitaka, dibedakan menjadi 10 macam yaitu: makanan, minuman, jubah, kendaraan, bunga, dupa, wangi-wangian, tikar, obat-obatan dan lampu untuk penerangan.

(7)

Vinaya pitaka menjelaskan bahwa dana terdiri dari 4 macam, yang dipersembahkan kepada para Bhikkhu dan Samanera, yang disebut Nisaya atau 4 macam kebutuhan pokok dalam kehidupan Viharawan.

Keempat kebutuhan hidup tersebut adalah: 1. Civara : jubah

2. Pindapatta : makanan dan minuman 3. Senasana : fasilitas tempat tinggal

4. Bhesajja : obat-obatan dan peralatan medis.14

Selain keempat dana ini maka selebihnya adalah merupakan kebutuhan tambahan atau pemberian tambahan kepada para Bhikkhu dan Samanera.

Pelaksanaan persembahan dana kepada para Bhikkhu dan Samanera harus mengerti apa yang patut dan tidak patut dilakukan dan jugas harus mengetahui tradisi Viharawan yang bersangkutan.

Dana dalam kitab Abhidhamma Pitaka digolongkaan menjadi 6 kelompok, menurut keenam dasar indera manusia yakni:

1. Dana dari persepsi penglihatan atau obyek yang terlihat, misalnya jika seseorang, melihat sesuatu yang indah kemudian bermaksud untuk didanakan

2. Dana dari persepsi pendengaran, misalnya ketika mendengar orang akan berdana atau latihan meditasi di suatu Vihara, maka bermaksud untuk melaksanakan

3. Dana dari persepsi penciuman, misalnya jika seseorang menimbun sesuatu yang harum misalnya bunga-bunga atau wangi-wangian, kemudian merasa senang untuk dipersembahkan kepada patung Buddha

14Ven. Phra Ajahn Plien Panyapatipo, Cara Yang Benar Dalam Berdana, (Bali: Mutiara Dhamma, 1994), hlm. 2

(8)

4. Dana dari persepsi rasa

Dana ini berupa makanan yang dipersembahkan untuk dipersembahkan untuk para Bhikkhu dan Samanera dan juga kepada umat awam lainnya, dengan tujuan untuk berbuat baik atau jasa bagi dirinya dan memberi bantuan kepada orang lain.

5. Dana dari persepsi sentuhan fisik atau obyek berwujud lainnya, misalnya pakaian, alat duduk atau tikar, kendaraan dan fasilitas lainnya dengan berniat untuk jasa bagi yang membutuhkan.

6. Dana dari sentuhan batin atau hati, obyek pemikiran atau batin.

Hal ini berarti sentuhan emosional kepada kelima kelompok tersebut di atas, yaitu merasa bahagia dan ber\maksud berbuat jasa dengan benda-benda atau hal-hal tersebut.15

Amisa–dana ini bisa dilakukan oleh masyarakat umum, begitu juga penerimanya. Wujud Amisa-dana kepada masyarakat berupa sumbangan ke berbagai organisasi sosial, sumbangan ke rumah sakit, perpustakan umum dan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan. Amisa-dana menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan materi.

Two. Dhamma – dana

Dhamma-dana merupakan pemberian berupa pengetahuan Dhamma. Dana ini memberikan hasil dan pahaka yang lebih tinggi dibanding dengan Amisa-dana. Oleh Sang Buddha dikatakan dalam Dhmmapada. 354:

“Sabbadanam dhammadanam jinati”.16 (Dhp, 354).

15Ibid., hlm. 11.

(9)

Dari semua pemberian, pemberian Dhammalah yang tertinggi. Dengan mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara langsung maupun tidak langsung merupakan suatu upaya pelestarian Dhamma bagi kepentingan generasi penerus. Sehingga Dhamma-dana dapat bermanfaat baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang, dan akan menghasilkan timbulnya kebijaksanaan dan pengetahuan.

Bila tidak memenuhi syarat untuk mengajarkan Dhamma seseorang dapat berdana Dhamma dengan cara lain yaitu dapat mendanakan buku-buku Dhamma dan membiayai percetakan buku-buku tersebut, dapat membahas Dhamma secara ridak formal dan mendorong orang lain untuk menjalankan sila (peraturan moralitas).

Dari kedua jenis dana di atas merupakan penggolongan dana ditinjau dari bentuk pemberian. Sedangkan dilihat dari tingkatan dalam meraih Pencerahan Agung (dana Parami) dana dibagi menjadi 3 tingkatan; parami biasa, parami menengah dan parami terluhur. Parami biasa dilaksanakan hanya dengan mengorbankan dengan sesuatu di luar diri, misalnya dengan harta benda. Parami menengah dilaksanakan dengan mengorbankan anggota tubuh, misalnya donor darah. Sedangkan parami terluhur dilaksanakan dengan mengorbankan jiwa raga.17

Dana parami disebut juga sebagai penyempurnaan dana. Dana parami ini merupakan yang pertama dari sepuluh kesempurnaan yang harus dikembangkan sampai tingkat tertinggi untuk mencapai ke-Buddhaan.

(10)

3. Cara Berdana

Memberi benda-benda yang berguna dan menyenangkan merupakan kedermawanan, tetapi jika hanya memperhatikan tindakan-tindakan keluar saja dan tidak mengetahui apakah kedermawanan itu tulus, maka seseorang itu belum dikatakan bedana dengan benar.

Berdana yang benar dapat dilakukan dengan cara:

1. Persembahan dilakukan dengan Sakkacca-garava (penuh

hormat); yaitu memberikan dana dengan ketakziman akan

mendapat satu pehala tambahan yakni dihormati baik oleh umat awam maupun oleh Bhikkhu.

2. Berdana dengan Sadda-dana, yaitu berkeyakinan bahwa berkat perbuatan baiknya (kusala) ia akan memperoleh keselamatan, kesejahteraan batin maupun lahir, kelimpahan materi (kekayaan) dan kebahagiaan dalam kehidupan mendatang, selanjutnya akan menuju pencapaian magga, phala

dan nibbana.18

3. Berdana sesuai dengan waktunya (kala-dana), yaitu mempersembahkan apa saja yang dibutuhkan pada waktu yang sesuai, misalnya mempersembahkan jubah pada awal wassa, memberikan makanan pada waktu yang sesuai setiap hari dan memberikan minuman pada sore hari. Waktu dalam Buddha yaitu hari khusus yang diselenggarakan setelah wassa terakhir mempersembahkan jubah dan keperluan hidup lainnya bagi para Bhikkhu disebut Khatina. Adapun Khatina dilaksanakan setiap tahun sekali antara pertengahan Oktober dan pertengahan Nopember.19

18Shwe U Min Sayadaw, dkk., Penilikan Batin, (Jakarta: Vihara Metta, 2004), hln. 39. 19Phra Sunthorn Plaminth, Basic Budhism Course, (Taiwan: Buddhadharma Meditation Center, 1991), hlm. 163.

(11)

4. Berdana dengan tanpa kekikiran, tanpa keserakahan dan tanpa kemelekatan (anuggahita-dana) yaitu seseorang memberikan dana kepada orang lain dengan ikhlas.

5. Mempersembahkan dan tanpa menistakan orang lain

(anupahacca-dana) yaitu berdana dengan tidak melontarkan

ucapan yang mencela orang lain karena tidak berdana, dan menjaga agar orang yang diberi tidak merasa dihina.

Demikianlah lima cara dalam berdana. Selain hal itu ada tiga faktor yang harus diperhatikan dalam praktik berdana yaitu:

One. Pemberi

Pemberi dalam hal ini siapa saja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pemberi, tidak harus berstatus sosila tau kaya yang berhak berdana, dan mereka berstatus sebagai orang tua, tetapi setiap orang yang memiliki kemampuan dan pengertian tentang berdana, dapat dan berhak untuk memberi.20

Hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi dana dalam melakukan dana agar memperoleh hasil dan manfaat yang maksimal adalah niat. Niat yang harus diperhatikan oleh si pemberi yaitu sebelum, selama, dan setelah tindakan kedermawanan itulah yang terpenting dari faktor-faktor yang terlibat dalam praktik berdana, yakni:

1. Bhuppa Cetana (Niat Sebelum Berbuat Jasa)

Niat berarti bahwa sebelum berbuat jasa, seseorang harus memiliki niat, kehendak, dan merasa bahagia atas jasa yang akan dilakukannya, yakni dengan mempersiapkan sesuatu yang akan didanakan terlebih dahulu.

2. Muchana cetana (Niat pada saat berbuat jasa)

(12)

Setelah dana disiapkan maka siaplah memberi dana. Sang Buddha mengajarkan bahwa di dalam praktek berdana seperti halnya perilaku lewat tubuh dan ucapan, niat yang mengiringi perbuatan itulah yang menentukan kualitas moralnya. Jika seseorang berdana Bhikkhu, maka sebaiknya mengatakan niat dan menyerahkan dana tersebut dengan sikap penuh hormat.

3. Aparapa cetana (Niat setelah berbuat jasa)

Aparapa cetana adalah perasaan senang setelah berbuat jasa yaitu selalu bahagia bilamana mengingat perbuatan baik yang telah dilakukan.21 Selain itu yang perlu diperhatikan oleh pemberi dana adalah dana harus diberikan sedemikian, sehingga yang diberi tidak merasa dihina, dikecilkan atau tersinggung.

Dana harus diberikan dengan pertimbangan yang sesuai dan dengan rasa hormat serta diberikan dengan tangannya sendiri.

Two.Obyek yang didanakan

Faktor kedua ini harus ada yaitu sesuatu yang didanakan, dalam hal ini apa saja yang orang miliki sebatas kemampuan yang ada, bisa berupa materi maupun imateri, seperti:

1. Barang atau benda

Perlu diperhatikan di sini, bahwa yang akan didanakan yaitu barang yang diperoleh secara halal dan hendaknya yang layak atau dapat digunakan dan yang dibutuhkan si penerima. Contoh dana barang adalah; makanan,

(13)

minuman, obat-obatan, pakaian, peralatan Vihara, tempat tinggal dan sebagainya.

2. Uang

Uang juga termasuk dana materi (Amisa-dana), uang biasanya merupakan pilihan yang paling mudah untuk dijadikan dana, dan yang paling umum dilakukan, karena uang merupakan alat penukar yang bersifat fleksibel. 3. Tenaga

Tenaga termasuk dana bukan materi. Dana berupa tenaga ini biasanya lebih dibutuhkan. Misalnya, dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sosial, seperti kerja bhakti, menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah dan lain sebagainya.

4. Waktu

Walaupun orang mempunyai jumlah waktu yang sama, tetapi waktu sering dijadikan alasan untuk menghindar dan menolak untuk memberikan bantun.

Maksud berdana dengan waktu di sini adalah meluangkan waktu untuk membantu pekerjaan sosial, pekerjaan-pekerjaan di dalam rumah tangga, kerabat dekat, serta sahabat yang punya hajat dengan hati yang gembira dan ikhlas.

5. Pikiran

Dana berupa pikiran ini digolongkan ke dalam Dhamma-dana yaitu pemberian berupa pengetahuan Dhamma yang dimiliki denga cara memberikan khutbah Dhamma, mengajar, menulis naskah Dhamma, memberi bimbingan, bantuan, tuntunan, petunjuk, nasehat serta perhatian dan kasih sayang.22

(14)

Three. Penerima dana

Faktor ketiga yang harus ada dalam suatu proses berdana adalah adanya (obyek) yang menerima dana tersebut. Dalam hal ini siapapun bisa menjadi penerima, tidak khusus golongan tertentu saja. Ajaran Buddha menganggap bahwa orang memiliki kewajiban moral untuk memberikan bantuan kepada semua jenis manusia.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, berdana hendaknya ditujukaan kepada sasaran atau obyek yang tepat yaitu:

1. Mereka yang membutuhkan dana atau bantuan, misalnya yayasan-yayasan sosial, Vihara-Vihara, Panti Asuhan dan lain sebagainya.

2. Mereka yang berjasa atau yang dihormati, seperti orang tua, kakak, guru, pembimbing, pemerintah dan lain sebagainya.

3. Mereka yang ada di jalan kesucian, seperti para Bhikkhu dan Samanera.

Seorang Bhikkhu tidak dapat mengambil dana bila dana tersebut tudak dipersembahkan. Para Bhikkhu juga tidak boleh menimbun makanan dan memasak. Oleh karena itu, mengetahui yang mesti dilakukan dalam menyerahkan dana kepada Bhikkhu adalah penting bagi umat Buddha.

Secara umum, berdana kepada obyek yang memiliki latihan kemoralan (sila), akan lebih baik daripada berdana kepada mereka yang tidak memiliki sila.23

Penjelasan dari faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam berdana itu seseorang harus memperhatikan tiga persyaratan yakni; kesempurnaan dalam kehendak (niat),

(15)

kesempurnaan dalam pribadi, dan kesempurnaan dalam materi, agar persembahan dana itu memberikan pahala yang besar.

3. Manfaaf Pemahaman dan Implementasi Dana 1. Manfaat Dana

Berdana memiliki nilai yang luar biasa pentingnya dalam skema Buddhis, untuk pemurnian mental, karena berdana merupakan senjata untuk melawan keserakahan (lobha).24 Banyak manfaat dari berdana antara lain:

a. Berdana meningkatkan persatuan sosial dan solidaritas Seorang pemberi dana, memberikan kepada orang lain, kehidupan, keelokan kebahagiaan kekuatan dan kepandaian.masyarakat dipersatukan oleh perhatian dan kasih sayang satu sama lain saat kedermawanan dilakukan dengan keterlibatan pribadi yang hangat sehingga tidak membedakan golongan kaya atau miskin.

b. Berdana merupakan sarana terbaik untuk menjembatani kesenjangan psikologis antara yang mampu dan tidak mampu

Kebencian akan menjadi hilang, jika orang-orang sudah mantap dalam kedermawanan. Orang yang memiliki hati yang dermawan dicintai oleh orang lain dan banyak orang yang menghormatinya.

Pemberian itu dapat membantu membebaskan penerima dari kecemasan dan tekanan dari kebutuhan yang mendesak. Orang mungkin tidak mampu memberikan suatu hadiah yang melimpah, tetapi dia selalu dapat membuat siu penerima mersa diperhatikan dengan berdananya itu.

c. Dana dapat memupuk timbunan kebajikan bagi pendana

(16)

Bila dana diserahkan pada orang atau makhluk lain yang membutuhkan bukan hanya penerima yang mendapatkan manfaat, tetapi bagi pemberi akan mendapatkan kebajikan dari perbuatannya itu. Sang Buddha mengajarkan bahwa orang yang memberikan kebahagiaan, maka kebahagiaan akan berbalik padanya. 25

Berdana juga bisa mengurangi ketamakan, keserakahan serta mengurangi keinginan yang berlebihan.

d. Tindakan berdana dapat memperkuat usaha seseorang dalam mencapai Nibbana

Mengembangkan dana parami dan mempraktekkan kedermawanan dapat membangun gudang jasa, sedangkan niat yang terlibat dalam tindakan berdana akan membantu orang menghapus kekotoran mental yang berakar pada keegoisan, sehingga hasilnya akan berpuncak pada pencapaian pencerahan spiritual.26

e. Berdana dengan keyakinan dapat menghasilkan tercapainya kekayaan dan keelokan.

Memberikan dana bersama dengan keinginan murni untuk membantu orang lain dan pada saat yang sesuai, orang tidak hanya memperoleh kekayaan yang besar, tetapi juga terpenuhi kebutuhan pada waktunya.27

2. Pemahaman dan Implementasi Dana

Kehidupan manusia pada dasarnya tidak lepas dari kesempatan untuk berbuat kebajikan. Berbagi kebajikan adalah

25Yantra Amaro Bhikkhu, Harta Yang Mulia, (Jakarta: Sasanacariya, 1997), hlm. 33-34. 26Sri Dhammananda, Buddhism for Future,(Malaysia: Sasana Abhiwurdhi Wardhana Society, 2000), hlm. 20.

(17)

tradisi agama Buddha.28 Sang Buddha mengajarkan pada umatnya, untuk memperbanyak perbuatan-perbuatan baik dan bermoral, misalnya dengan berdana.29

Berdana artinya bukan hanya mengunjungi Vihara-Vihara lalu berdana makanan kepada para Bhikkhu atau Samanera, tetapi juga dengan cara berdana yang lainnya, seperti menggunakan harta untuk menolong orang lain yang sedang menderita atau yang membutuhkan. Jika tidak memiliki harta dapat menolong orang lain dengan bantuan tenaga, apabila memiliki pengetahuan Dhamma, dapat membagi pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain.

Jadi banyak hal baik yang dapat dilakukan sehubungan dengan tindakan berdana.

Seperti dalam agama Islam berdana atau memberi derma dalam agama Buddha tidak berarti hanya sebatas menolong orang miskin. Berdana sebagai wujud kemurahan hati merupakan praktik untuk mencampakkan keserakahan, dan keakuan, sekaligus mengembangkan cinta kasih. Memberi sumbangan bukan diartikan membagi kelebihan, tetapi melepaskan pemilikan pribadi yang membelenggu sang aku.30 Buddha dan para Bhikkhu membuka ladang menanamkan jasa.

Kebanyakan umat Buddha hanyalah mengikuti tradisi Buddha yang diturunkan dari keluarga, masyarakat dan kebudayaan setempat. Pelaksanaan dana ini, biasanya umat mengunjungi Vihara-Vihara dengan memberi persembahan pada altar sang Buddha dan memberi makanan pada para Bhikkhu atau Samanera di Vihara.Sehingga berdana sering dipahami hanya

28Lindawati T., Mutiara Dhmma XVI, (Bali: PT. Indagrafika Utama, 2002), hlm. 74. 29Ibid., hlm. 99.

(18)

diperuntukkan bagi kelangsungan kehidupan Vihara dan bukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat.

Pada dasarnya berdana memang banyak macam dan caranya, selain tradisi berdana di Vihara-Vihara, umat Buddha juga mengadakan bhakti sosial untuk menolong sesama.

Hal ini terbukti dengan adanya organisasi yang bergerak dibidang sosial, misalnya KBTI dan Buddha Tzu Chi, yang dalam pelaksanaan kegiatannya sering mengadakan kerjasama dengan pemerintah, masyarakat dan Vihara setempat.

Pelaksanaan Dharma-dana, selain banyak buku Buddha yang telah diterbitkan dengan dananya dari sumbangan umat, dengan adanya perpustakaan di Vihara-Vihara maupun di Kantor WALUBI yang terbuka untuk umum, umat memberikan kesempatan dan penjelasan tentang ajaran agama Buddha kepada semua orang yang ingin mempelajari atau mengkajinya.

Umat Buddha juga menggunakan moment perayaan untuk berdana, dan perayaan tersebut identik dengan sumbangan. Biasanya panitia perayaan mengumpulkan sumbangan dari umat.

Walaupun kesadaran umat Buddha dalam berdana makin berkembang dan meningkat, namun di pihak lain masih banyak pula umat yang belum tumbuh kesadarannya dalam berdana. Hal ini disebabkan oleh kurang dan belum pahamnya mereka tentang makna, manfaat, maupun cara-cara yang benar dalam berdana. Selain itu masih adanya hambatan yang datang dari masyarakat yang diberi bantuan, mereka menganggap bantuan yang diberikan sebagai bentuk dan cara dalam mempengaruhi keyakinan.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini yang dilakukan dihutan primer Taman Nasional Gunung leuser ditemukan 32 jenis liana dengan nilai H’= 3,037 dengan kategori tinggi sedangkan

Dukungan emosional teman sebaya yang diberikan kepada atlet akan membuat atlet merasa lebih dihargai, bersemangat untuk meraih berprestasi dan ikut bertanggung jawab serta

)anyak kanker oral tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Keluhan  pasien yang paling sering adalah luka yang tidak nyeri atau massa yang tidak sembuh.!uka terjadi

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat efisiensi dari program Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Kawasan Timur Indonesia (KTI)

Masyarakat Simalungun memiliki suatu pertunjukan seni yang dikenal dengan istilah toping-toping.Toping-toping merupakan suatu seni pertunjukan yang menggunakan topeng wajah

[r]

bahwa pada saat latihan (senam) kebutuhan energi meningkat sehingga otot menjadi lebih aktif dan peka lalu membuat reseptor insulin menjadi lebih aktif dan

Rumusan masalah dalam penelitian adalah untuk mendeteksi arah mata angin menggunakan sensor rotari berbasis mikrokontroller. Perangkat lunak yang digunakan meliputi