BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Konsep perencanaan struktur bangunan bertingkat tinggi harus memperhitungkan kemampuannya dalam memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, diantaranya adalah beban gravitasional dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Struktur beton sangat sesuai digunakan untuk bangunan bertingkat tinggi (high rise building), untuk itu perlu di lakukan analisa struktur tersebut terhadap beban-beban yang bekerja.
Sifat daktail diperlukan agar struktur mampu mengalami deformasi atau perubahan bentuk secara daktail dengan cara memencarkan energi gempa dan membatasi gaya gempa yang masuk ke dalam struktur. Selain itu material beton bertulang mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan tekan, sehingga sangat sesuai digunakan sebagai elemen struktur yang memikul beban.
Oleh karena ini masing-masing elemen struktur harus memenuhi syarat-syarat dalam proses perencanaannya. Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya:
Kekuatan
Elemen struktur harus kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja Dalam hal ini yang ditinjau adalah beban yang bekerja dan mutu bahan yang digunakan.
Kekakuan
Struktur dan elemen struktur harus aman dalam batas kekakuan dan deformasinya seperti menahan momen lentur dan torsi.
Stabilitas
Struktur secara umum harus dapat mencapai kesetimbangan baik arah vertikal dan horizontal sehingga dapat dikatakan aman dan nyaman, terutama dalam menahan beban gempa.
Efesiensi
Syarat ini mencangkup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis. Tujuan perencanaan struktur selain 3 faktor tinjauan konstruksi diatas yaitu dari segi biaya, dimana struktur yang direncanakan bisa lebih ekonomis dalam segi pembiayaannya.
2.2 Dasar Teori Perencanaan Elemen Struktur Beton Bertulang
2.2.2.1 Pelat Lantai (Slab)
Sistem lantai biasanya terbuat dari beton bertulang yang dicor di tempat. Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat-syarat tumpuan menentukan jenis perletakan dan jenis penghubung di tempat tumpuan. Bila pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan, maka pelat itu dikatakan “ditumpu bebas” contoh jika pelat tertumpu pada pelat bata. Bila tumpuan mencegah pelat berotasi dan relative sangat kaku terhadap momen puntir, maka pelat itu “terjepit penuh” dimana pelat adalah monolit (menyatu) dengan balok. Struktur bangunan gedung biasanya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk dan kolom yang pada umumnya dapat merupakan satu kesatuan monolit atau terangkai seperti halnya pada sistem perletakan, pelat juga dipakai untuk atap, dinding, lantai dan tangga.
Area pelat dibatasi oleh balok atau balok anak pada kedua sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus, namun apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus lebih dari dua maka pelat dapat dianggap hanya bekerja sebagai pelat satu arah.
Pelat satu arah dapat didefinisikan sebagai pelat yang didukung pada dua tepi yang berhadapan sehingga lenturan yang timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu pada arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi. Gambar 2.1 berikut ini adalah pelat satu arah yang ditumpu pada 2 sisi balok.
Gambar 2.1 Pelat Satu Arah
Sedangkan pelat yang ditumpu pada keempat sisinya dan lebar sisi panjang tidak lebih dari 2 kali lebar sisi pendek maka pelat tersebut pelat dua arah, dimana akan terjadi momen lentur dari balok-balok yang berhadapan. Pada struktur gedung bertingkat kebanyakan menggunakan pelat dua arah. Gambar 2.2 berikut menggambarkan pelat monolit dua arah yang mengalami dua momen lentur arah x (Mx) dan arah y (My)
Gambar 2.2 Pelat Dua Arah
Dalam hal ini perencanaan pelat lebih kepada perencanaan pelat dua arah. Berdasar (SNI-03-2847-2002 pasal 15.2(4) Pada konstruksi monolit atau komposit penuh, suatu balok mencangkup juga bagian pelat pada setiap sisi balok sebesar proyeksi balok yang berada di atas atau di bawah pelat tersebut seperti terlihat pada gambar 2.3 berikut ini
Sedangkan untuk penentuan tebal pelat mengacu pada SNI-03-2847-2002 pasal 11.5.3. Ayat (2) Tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan
tumpuan-tumpuannya mempuyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak melebihi dari dua harus memenuhi ketentuan table 10 dan tidak boleh kurang dari nilai berikut ;
(a).Pelat tanpa penebalan = 120mm
(b).Pelat dengan penebalan = 100mm
Ayat (3) Tebal pelat minimum dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada semua
sisinya harus memenuhi ketentuan berikut ;
(a).Untuk αm yang sama atau lebih kecil dari 2 harus menggunakan pasal 11.5(3)(2).
(b).Untuk αm lebih besar dari 0.2 dan tidak lebih dari 2, maka ketebalan pelat minimum
harus memenuhi ;
Dan tidak boleh kurang dari 120mm
(c).Untuk αm lebih besar dari 2 ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari
Dan tidak boleh kurang dari 90mm
Menentukan Tinggi Manfaat (d) arah x dan y
Pada pelat dua arah, tulangan momen positif untuk kedua arah dipasang saling tegak lurus. Karena momen positif arah bentang pendek (x) lebih besar dari bentang panjang (y)
dx = h-ρb-1/2.Dtul x dy = h-ρb-Dtulx-1/2.Dtuly
dy untuk tulangan tumpuan arah y (ty) sama dengan dx
= . (. + ) + . [∝− . ] = . (. + ) +
Menentukan Momen Lentur Pelat yang Terjadi
Perencanaan dan analisis dilakukan dengan menggunakan konsep beban
Amplop yaitu dengan menggunakan koefisien momen Besar momen lentur adalah : Mtx = 0.001 . qu . Lx² . ctx Mlx = 0.001 . qu . Lx² . clx Mty = 0.001 . qu . Lx² . cty Mly = 0.001 . qu . Lx² . cty Dengan : qu = Beban Total
Lx = Panjang bentang pendek
ctx = Koefisien momen tumpuan arah x
cty = Koefisien momen tumpuan arah y
cly = Koefisien momen lapangan arah y
Nilai koefisien momen (c) diambil dari tabel 13.31 dan 13.32 PBBI 1971
Menentukan Luas Tulangan (As) arah x dan y
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 bahwa Rasio baja-tulangan harus memenuhi ρmin ≤ ρada ≤
ρmaks
Jika ρada < ρmin ,maka digunakan ρ = ρmin dan As = ρada.b.d Jika ρada > ρmaks ,maka tebal pelat harus diperbesar Setelah didapatkan nilai ,maka :
Asperlu = ρperlu.b.d ≥As bagi/susut = 0,002.b.h Jarak tulangan pokok (di ambil b= 1 meter)
s ≤ 2h s ≤ 250mm
s ≤ 1.
Diambil nilai jarak tulangan (s) yang terkecil, sehingga didapatkan nilai As yaitu :
2.2.2.2 Balok
Untuk penentuan dimensi balok mengacu pada SNI 03-2847-2002 tabel 8 pasal 11.5 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Tinggi Minimum pada Perencanaan Balok
Sedangkan untuk lebar balok diambil minimum ½ dari tinggi balok.
Desain penulangan balok terdiri dari desain penulangan lentur dengan mengikuti hasil output luas tulangan dari analisa ETABS dan desain tulangan geser untuk menahan beban gempa yang ditentukan khusus menurut SNI 03-2847-2002 pasal 23.3 (4) dimana gaya geser rencana Ve harus ditentukan dari peninjauan gaya statik pada komponen struktur antara dua muka tumpuan.
Gambar 2.4 Desain Gaya Geser Pada Balok
Momen Mpr harus dihitung dari tulangan terpasang dengan tegangan tarik 1.25 fy.
Mpr = As (1.25fy) (d – ½ a)
a = As (1.25fy) / (0.85 f‟c . b)
Ve = (Mpr kiri + Mpr kanan)/L + ½ Wu x L
Wu = 1.2 D + 1 L Vs = Ve / …..< Vs maks
Vs maks = 2/3 . bw . d f‟c S = Av . fy . d / Vs
Tulangan sengkang ditengah balok pada jarak 2h ; mengikuti SNI 03-2847-2002 pasal 23.3.3.4.
Vu = (Mpr kiri + Mpr kanan)/L + ½ Wu x (L-2.2h)
Vs = Vu/0,75 – 1/6 f‟c.b.d
2.2.2.1Balok Transfer Beam
Transfer Beam adalah suatu struktur balok yang berfungsi untuk mendistribusikan Gaya Normal (P), Gaya Geser (V) dan Momen (M) dari beberapa elemen struktur seperti balok, pelat lantai maupun kolom kedalam satu titik kolom tunggal atau pengaku yang berada dibawahnya. Dan berikut ini adalah gambaran dari transfer beam
Gambar 2.4a Transfer Beam
Perancanaan transfer beam mengacu pada Teori R.Park and T.Paulay yaitu
Vu =( + )*
Perbandingan dimensi transfer beam diasumsikan l/d = 0,67
Gaya Geser selebar diasumsikan vu = 10√f’c
b =-. ., ),
z = 0,85.d
tg ∝ =12 3=(). 2) + 41. 56 7 = 0,5 x 3
Gambar 2.4b Distribusi Pembebanan pada Transfer Beam Dimana;
Vu = Gaya geser pada transfer beam setinggi h (kips)
P = Gaya Normal (kN)
V = Gaya geser balok (kN)
Ø = Faktor reduksi (0,85)
vu = Gaya geser pada transfer beam selebar b (inc)
z = Panjang lengan terhadap distribusi beban P (inc)
b = Lebar transfer beam (inc)
d = Tinggi efektif transfer beam (inc)
α = Sudut distribusi beban P terhadap terhadap l
As = Luas tulangan vertical (inc.2)
2.2.2.2 Kolom
Menurut SNI 03-2487-2002 pasal 10.8 berikut beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam perencanaan kolom :
Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada
semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harusdiperhitungkan.
Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban yang tak
seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan.
Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung
terjauh kolom dapat dianggap terjepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu (monolit)dengan komponen struktur lainnya.
Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus didistribusikan pada
kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekangan pada ujung kolom.
Berdasarkan loakasi pembebanan pembagian desain kolom per tiap lantai juga direncanakan pada daerah ;
• Kolom area tengah (interior)
• Kolom area tepi (exterior)
• Kolom area sudut
Untuk menentukan dimensi kolom yang ekonomis harus berdasarkan beban Pu yang bekerja yaitu:
Dimana:
Ag = Luas Penampang Kolom Beton
f’c = Mutu Beton
fy = Mutu Baja
ρt = Rasio Tulangan Ekonomis 0,01
Pu = Beban Terfaktor
n = Konstanta
Desain penulangan memanjang/lentur kolom menggunakan program PCACOL dimana dimensi kolom, gaya aksial dan momen yang didapat dari ETABS di investigasi apakah masih masuk dalam diagram interaksi hasil output PCACOL.
Sedangkan desain tulangan geser yang ditentukan khusus menurut SNI 03-2847-2002 pasal 23.3 (4) dimana gaya geser rencana Ve harus ditentukan dengan memperhitungkan gaya maksimum yang dapat terjadi di muka hubungan balok kolom pada setiap ujung komponen struktur.
Ve = (Mpr kiri + Mpr kanan)/H Vs = Ve / …..< Vs maks Vs maks = 2/3 . bw . d f‟c S = Av . fy . d / Vs
2.3 Perencanaan Struktur Gempa
2.3.1 Gempa Rencana dan Kategori Gedung
Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun. Untuk berbagai katagori gedung, tergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur rencana dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keuatmaan (I) menurut persamaan :
I = I
1.
I
2 Dimana :I1 = faktor keuatamaan yang menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan
penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung
I2 = faktor keutamaan untuk menyesuaiakan perioda ulang gempa berkaitan dengan
penyesuaian umur gedung tersebut.
Dalam perencanaan kali ini kategori gedung dipergunakan untuk apartement maka berdasar kan tabel 1 SNI 1726-2002 faktor probabilitas keruntuhan struktur gedung tertera dalam tabel berikut ini ;
Tabel 2.2 Faktor Keutamaan untuk berbagai kategori bangunan
2.3.2 Daktilitas Struktur Bangunan dan Pembebanan Gempa Nominal
Faktor reduksi ( R ) dan faktor daktilitas gedung (µ) berdasar tabel 2 dan tabel 3 SNI03-1726-2002.
2.3.3 Perencanaan Struktur Gedung
2.3.3.1Struktur Gedung Beraturan
Berdasar SNI-03-1276-2002 pasal 6 bahwa struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen, yang ditetapkan lebih lanjut dalam pasal-pasal berikut.
Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 1 dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :
V1 = (C1 . I / R) Wt
dimana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.
Beban geser dasar nominal V menurut Pasal 6.1.2 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :
di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral menurut Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3,
Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masingmasing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut :
KLMNF= = , O∑ HF . QF = ∑ F . QF
di mana Wi dan Fi mempunyai arti yang sama seperti yang disebut dalam Pasal 6.1.3, di adalah simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm dan “g‟ adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/det2.
Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur gedung untuk penentuan Faktor Respons Gempa C1 menurut Pasal 6.1.2 ditentukan dengan rumus-rumus empiric atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut Pasal 6.2.1.
Perhitungan eksentrisitas pusat massa dan pusat rotasi mengacu pada SNI 03-1726-2002 pasal 5.4
Pusat massa lantai tingkat suatu struktur gedung adalah titik tangkap resultante beban mati, berikut beban hidup yang sesuai, yang bekerja pada lantai tingkat itu. Pada perencanaan struktur gedung, pusat massa adalah titik tangkap beban gempa static ekuivalen atau gaya gempa dinamik.
Pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur gedung adalah suatu titik pada lantai tingkat itu yang bila suatu beban horisontal bekerja padanya, lantai tingkat tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat lainnya yang tidak mengalami beban horisontal semuanya berotasi dan bertranslasi.
Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana ed. Apabila ukuran horisontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut :
- untuk 0 < e < 0,3 b : ed = 1,5 e + 0,05 b (21) atau
ed = e - 0,05 b (22) - untuk e > 0,3 b :
ed = 1,33 e + 0,1 b (23) atau
ed = 1,17 e - 0,1 b
2.3.3.2Struktur Gedung Tidak Beraturan
Berdasar ketentuan SNI-03-1726-2002 pasal 4.2.1 jenis gedung yang direncanakan masuk dalam kategori struktur gedung tidak beraturan, karena tinggi gedung yang melebihi 40m atau lebih dari 10 tingkat. Maka perencanaan harus ditentukan melalui analisis respon dinamik 3 dimensi.
Beban gempa dinamik dihitung menggunakan Respon Spektrum sesuai SNI 03-1726-2002 harus dimodelkan dahulu Respon Spektrum Gempa Rencana sesuai Gambar 2 SNI03-1726-2002
Khusus untuk beban gempa untuk mensimulasikan arah pengaruh beban gempa yang sembarang perlu dimodelkan adanya arah pembebanan Gempa Orthogonal (SNI03-1726-2002 pasal 5.8) sehingga dapat dimodelkan sebagai berikut ;
- Beban gempa respon spectrum arah X (RSPX) : 100% untuk arah X dan 30% untuk arah Y.
- Beban gempa respon spectrum arah Y (RSPY) : 30% untuk arah X dan 100% untuk arah Y.
Menurut SNI03-1726-2002 pasal 7.2.1 : nilai ordinatnya harus dikalikan dengan faktor koreksi I/R (nilai I = 1, dan R = 8.5). Sedangkan nilai C dinyatakan dengan percepatan gravitasi (9.81 m/det)
Menurut SNI03-1726-2002 pasal 7.2.1 ; bahwa perhitungan Respon Dinamik Struktur harus sedemikian rupa sehingga partisipasi Massa dalam menghasilkan Respon Total harus sekurang-kurangnya 90%.
Menurut SNI03-1726-2002 pasal 7.1.3 : bahwa Nilai Akhir Spektrum tidak boleh
diambil kurang dari 80% Nilai Respon Ragam pertama atau Vdinamik > 0.8 Vstatik.
Dimana V1 adalah gaya geser nominal sebagai respon ragam yang pertama terhadap gempa rencana menurut persamaan berikut ;
V1 = (C1 . I / R) Wt
Dimana C1 adalah faktor respon gempa yang didapat dari spektruk respon gempa rencana menurut gambar 2 (SNI 1726-2002) untuk waktu getar alami pertama T1, I adalah faktor keutamaan menurut tabel 1 (SNI 1726-2002) dan R adalah faktor reduksi gempa representative dari struktur yang bersangkutan sedangkan Wt adalah berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai
Menurut pasal 7.2.3 SNI 1726-2002 gaya geser tingkat nominal pengaruh gempa rencana sepanjang tinggi struktur gedung hasil analisis ragam spectrum respon dalam suatu arah tertentu harus dikalikan nilainya dengan suatu faktor skala berikut
Dimana Vt adalah gaya geser nominal yang didapat dari hasil analisis ragam spectrum yang telah dilakukan
2.3.4 Kinerja Struktur Gedung
Kinerja struktur gedung ditinjau dari kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit.
- Kinerja Batas Layan
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non struktur dan ketidaknyamanan penghuni. SImpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh gempa nominal yang telah di bagi faktor skala.
Untuk memenuhi persyaratan kierja batas layan struktur gedung dalam segala simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan sturktur gedung maka tidak boleh melampaui 0.003/R kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30mm, tergantung mana yang nilainya
terkecil
- Kinerja Batas Ultimit
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah deletasi. Simpangan-simpangan antar tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal dikalikan faktor pengali ξ sebagai berikut ;
- Untuk struktur gedung beraturan
ξ = 0.7 R
ξ = 0.7R / faktor skala
Dimana R adalah faktor reduksi gempa dan faktor skala adalah seperti yang ditetapkan dalam pasal 7.2.3