• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Uniform Building Code (UBC) kegempaan mendefinisikan 3 tipe dasar dari sistem

struktur suatu bangunan gedung : Sistem dinding struktur (bearing wall systems), Sistem rangka bangunan (building frame-systems)dan sistem rangka pemikul momen(moment-resisting frame systems).

Tetapi terkadang, bangunan gedung memiliki sistem struktur ganda. Dimana sistem rangka yang mendukung beban vertikal dari gravitasi dan beban lateral yang didukung oleh rangka pemikul momen khusus, dinding geser, atau rangka pengaku.

Elemen penahan gaya lateral harus terdapat pada setiap struktur untuk menguatkan bangunan dari gaya yang diakibatkan oleh angin dan gempa. Terdapat 3 tipe elemen dasar untuk menahan gaya lateral yaitu : Dinding geser (shear walls), Rangka pengaku (braced frames), dan Rangka pemikul momen(moment- resisting frames) (ATC-48).

A. Dinding Geser (Shear Wall)

Dinding geser adalah suatu elemen struktur vertikal yang mampu menahan gaya lateral oleh bidang dinding melalui geser dan lentur. Dinding berperilaku seperti balok kantilever dari pondasi, dan seperti halnya balok, kekuatan yang dihasilkan diperoleh dari kedalaman pondasi. Dinding ini umumnya dimulai dari pondasi dan diteruskan sampai ke puncak gedung. Ketebalannya minimal 150 mm atau bisa mencapai 400 mm untuk gedung yang sangat tinggi.Dinding geser itu seperti balok lebar yang berorientasi secara vertikal yang mampu meneruskan beban gempa ke dalam pondasi. Ilustrasi dinding geser pada gedung dapat dilihat pada Gambar 2.1. (ATC-48).

(2)

commit to user B. Rangka Pengaku (Braced Frames)

Rangka pengaku adalah suatu sistem truss yang memiliki tipe konsentris maupun eksentris yang mampu menahan gaya lateral melalui tegangan aksial di setiap batangnya. Sama seperti truss, rangka pengaku bergantung pada batang diagonal yang berfungsi meneruskan gaya lateral dari setiap elemen gedung ke pondasi. Gambar 2.2 (a) menunjukkan sebuah rangka pengaku sederhana pada bangunan satu lantai. Dimana salah satu sisi ujung,diberi rangka pengaku pada dua sisi (two bays), sedangkan ujung yang lain hanya satu sisi (one bay). Seperti terlihat pada Gambar 2.2 (a), bangunan ini hanya diberi rangka pengaku pada satu arah dan pada batang diagonalnya mengalami gaya tarik atau tekan tegantung pada arah gaya yang bekerja. Dan pada Gambar 2.2 (b) menunjukkan dua metode dalam memberi rangka pengaku pada bangunan gedung bertingkat. Rangka pengaku dapat diletakkan di sisi luar gedung atau di dalam gedung, dan juga dapat dibuat satu sisi (one bay) atau beberapa sisi (several bays). (ATC-48).

Gambar 2.1.Dinding geser beton bertulang pada gedung

(3)

commit to user

Penggunaan bresing pada portal beton sebagai struktur utama penahan gaya lateral/gempa bisa digunakan sebagai salah satu alternatif desain (M.A. Youssef, 2006)

C. Rangka Pemikul Momen (Moment-Resisting Frames)

Rangka pemikul momen menerima sebagian besar beban lateral dengan lentur pada balok dan kolom. Joint didesain dan dibuat se-rigid mungkin, dan karenanya setiap defleksi akibat beban lateral pada rangka terjadi pada kolom dan balok. Rangka pemikul momen digunakan pada bangunan bertingkat rendah sampai sedang. Terdapat 3 tipe Sistem Rangka Pemikul Momen, yaitu : Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM), dan Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa. (ATC-48)

Gambar 2.2.Rangka Pengaku (Braced Frames)

Sumber :ATC/SEAOC Training Seminars (ATC-48)

(a) (b)

Gambar 2.3.Sistem Rangka Pemikul Momen

Sumber :ATC/SEAOC Training Seminars (ATC-48)

(4)

commit to user

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Ketentuan Umum Bangunan Gedung Dalam Pengaruh Gempa

2.2.1.1 Faktor Keutamaan Gempa (Ie)

Pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie. Faktor keutamaan Ie sangat bergantung pada kategori resiko bangunan yang telah ditentukan oleh SNI 1726:2012 pasal 4.1.2 pada Tabel 1. Setelah kategori resiko ditentukan maka nilai faktor keutamaan Ie akan didapatkan dari tabel berikut :

Kategori resiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

2.2.1.2 Koefisien Modifikasi Respon

Koefisien Modifikasi Respon (R) dapat ditentukan dengan menggunakan acuan Gempa menurut SNI 1726:2012. Dalam penentuan nilai Koefisien Modifikasi Respon (R) suatu gedung pada SNI 1726:2012, sangat bergantung dengan sistem struktur yang digunakan oleh gedung tersebut. Nilai Koefisien Modifikasi Respon (R) ini digunakan sebagai faktor pembagi dalam penentuan gaya geser dasar akibat gempa.

2.2.1.3 Wilayah Gempa

Menurut SNI 1726:2012 wilayah Indonesia meliputi peta percepatan puncak (PGA) dan respon spektra percepatan di batuan dasar (SB) untuk perioda pendek 0.2 detik (Ss) dan untuk periode 1.0 detik (S1) dengan redaman 5% mewakili tiga

Tabel 2.1.Faktor Keutamaan Gempa

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI 1726:2012, hal. 15)

(5)

commit to user

level hazard gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun atau memiliki kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50 tahun. Definisi batuan dasar SB adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang memiliki memiliki kecepatan rambat gelombang geser (Vs) mencapai 750 m/detik dan tidak ada lapisan batuan lain di bawahnya yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser yang kurang dari itu.

Gambar 2.4. Pembagian wilayah gempa di Indonesia untuk S1

Sumber :Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung

dan Non Gedung SNI 1726:2012

Gambar 2.5. Pembagian wilayah gempa di Indonesia untuk SS

Sumber :Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung

(6)

commit to user

S1 adalah parameter respon spektra percepatan pada periode 1 detik, sedangkan Ss adalah parameter respon spektra percepatan pada periode pendek. Untuk menentukan nilai Ss dan S1 menggunakan SNI 1726:2012 pasal 6.2 pada Tabel 4 dan 5.

2.2.1.4 Jenis Tanah Setempat

Perambatan gelombang Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar (PPEBD) melalui lapisan tanah di bawah bangunan diketahui dapat memperbesar gempa rencana di muka tanah tergantung pada jenis lapisan tanah. Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar (SNI 1726:2012). SNI 1726:2012 menetapkan jenis-jenis tanah menjadi 4 kategori, yaitu Tanah Keras, Tanah Sedang, Tanah Lunak, dan Tanah Khusus yang identik dengan Jenis Tanah versi UBC berturut-turut SC, SD, SE, dan SF. Klasifikasi situs menurut jenis tanah dapan ditentukan dengan menggunakan acuan Gempa menurut SNI 1726:2012 pasal 5.3 pada Tabel 3.

2.2.1.5 Kategori Desain Gempa (KDG)

Pengklasifikasian ini dikenakan pada struktur berdasar Kategori Resiko Banguan (KRB) dan tingkat kekuatan gerakan tanah akibat gempa yang diantisipasi dilokasi struktur banguan. Terdapat 6 kategori desain gempa, yaitu : Kategori A, B, C, D, E, dan F.

Kategori desain gempa dievaluasi berdasarkan parameter respon percepatan periode pendek dan berdasarkan parameter respon percepatan periode 1,0 detik yang mengacu pada SNI 1726:2012 pasal 6.5, dan tertulis pada tabel 2.2. dan 2.3. berikut :

Nilai SDS

Kategori Resiko

I atau II atau III IV

Tabel 2.2.Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respons Percepatan

(7)

commit to user SDS< 0.167 A A 0.167 ≤ SDS< 0.333 B C 0.333 ≤ SDS< 0.50 C D 0.50 ≤ SDS D D Nilai SD1 Kategori Resiko

I atau II atau III IV

SD1< 0.067 A A

0.067 ≤ SD1< 0.133 B C

0.133 ≤ SD1< 0.20 C D

0.20 ≤ SD1 D D

Struktur dengan kategori resiko I, II, atau III yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan pada periode 1 detik , S1 , lebih besar atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur yang berkategori resiko IV yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan pada periode 1 detik , S1 , lebih besar atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F.

2.2.1.6 Periode Fundamental (T)

Periode fundamental struktur (T), dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji.

Jika nilai Periode fundamental struktur (T) didapatkan dari analisa komputer yang teruji, maka T tidak boleh melebihi Cu x Ta (T < Cu x Ta ). Dengan Cu adalah koefisien batas yang diatur dalamSNI 1726:2012 pada tabel 14. Sedangkan Ta adalah nilai Periode fundamental pendekatan yang dihitung sesuai pasal 7.8.2.1 SNI 1726:2012.

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI 1726:2012, hal. 24)

Tabel 2.3.Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respons Percepatan

pada Perioda 1 Detik

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI 1726:2012, hal. 25)

(8)

commit to user

Tetapi jika kita tidak memiliki nilai Periode fundamental struktur (T) yang akurat dari perhitungan komputer, maka dalam pasal 7.8.2 SNI 1726:2012 diijinkan untuk menggunakan nilai periode bangunan pendekatan (Ta).

Menurut pasal 7.8.2 SNI 1726:2012 nilai Ta ( dalam detik ) harus dihitung dengan rumus berikut :

Ta = Ct hnx (2.1)

Keterangan :

hnadalah ketinggian struktur (meter), dari dasar sampai tingkat tertinggi

struktur.

Koefisien Ct dan x ditentukan dalam tabel 2.4. berikut :

Tipe Struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0.8

Rangka beton pemikul momen 0.0466a 0.9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0.0731a 0.75 Rangka baja dengan bresing rekekang terhadap tekuk 0.0731a 0.75

Semua sistem struktur lainnya 0.0488a 0.75

2.2.1.7 Arah Pembebanan Gempa

Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan.

Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%.

Tabel 2.4.Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI 1726:2012, hal. 56 Tabel 15)

(9)

commit to user

2.2.2 Prosedur Gaya Lateral Ekivalen

2.2.2.1 Geser Dasar Seismik

Menurut Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung (SNI1726:2012), dalam perencanaan struktur gedung arah pembebanan gempa harus ditentukan sedemikian rupa agar memberikan pengaruh terhadap struktur gedung secara keseluruahan. Pengaruh pembebanan gempa harus efektif 100% pada arah sumbu utama dan bersamaan dengan arah tegak lurus sumbu utama sebesar 30%.Struktur harus dirancang agar mampu menahan gaya geser dasar akibat gempa sesuai SNI 1726:2012 pasal 7.8.1, dengan rumus :

V = Cs . W

Dengan :

V = Geser dasar seismik,

Cs = Koefisien respons seismik ,

W = Berat seismik efektif yang diatur dalam pasal 7.7.2 SNI 1726:2012.

2.2.2.2 Perhitungan Koefisien Respons Seismik (Cs)

Dalam menghitung nilai koefisien respons seismik (Cs) harus sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam pasal 7.8.1.1 SNI 1726:2012. koefisien respons seismik (Cs) dihitung dengan persamaan berikut:

î =

ǐĖ

2

(2.2)

Dengan :

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain,

R = Faktor modifikasi respons,

Ie = Faktor keutamaan gempa.

Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan diatas tidak perlu melebihi nilai berikut :

î =

ǐ

2

(2.3)

(10)

commit to user

SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain,

R = Faktor modifikasi respons,

Ie = Faktor keutamaan gempa,

T = Periode fundamental.

Nilai Cs juga harus tidak kurang dari :

Cs = 0,044 SDS Ie ≥ 0,01 (2.4)

2.2.3 Pushover Analysis

Pushover Analysis adalah suatu analisis yang dilakukan dengan membebani suatu

struktur dengan beban yang meningkat secara bertahap untuk mewakili gaya inersia yang akan diterima oleh struktur tersebut ketika terjadi gempa bumi. Ditingkatkannya beban secara bertahap pada elemen struktur akan menimbulkan hilangnya kekakuan pada struktur tersebut sedikit demi sedikit sampai pada akhirnya struktur tersebut tidak dapat lagi menahan beban yang diberikan. Tujuan dari pushover analysis adalah untuk memperkirakan gaya maksimum yang dapat diterima dan deformasi yang terjadi pada suatu struktur serta untuk memperoleh informasi bagian mana saja yang kritis.

Tahapan utama dalam pushover analysisadalah :

1. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun kurva pushover.

2. Membuat kurva pushover dari berbagai pola distribusi gaya lateral yang ekivalen dengan distribusi gaya inertia, sehingga diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama dengan gempa sebenarnya. Karena gempa sifatnya tidak pasti, perlu dibuat beberapa pola pembebanan lateral.

3. Estimasi besarnya target perpindahan. Titik kontrol didorong sampai target tersebut, yaitu suatu perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan.

4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target perpindahan : merupakan hal utama dari perencanaan barbasis kinerja.

(11)

commit to user

Komponen struktur dianggap memuaskan jika memenuhi persyaratan deformasi dan kekuatan. (Wiryanto Dewobroto,2006)

2.2.3.1 Pushover Analysis Dengan Metode Capacity Spectrum

Capacity Spectrum Method (CSM) merupakan salah satu cara untuk mengetahui

kinerja suatu struktur. Konsep dasar dari analisis statis pushover nonlinier adalah memberikan pola pembebanan statis tertentu dalam arah lateral yang ditingkatkan secara bertahap ( incremental ). Penambahan beban statis ini dihentikan sampai struktur tersebut mencapai simpangan target atau beban tertentu. Dari analisis statis pushover nonlinier ini didapatkan kurva kapasitas yang kemudian diolah lebih lanjut dengan metode tertentu, salah satunya adalah Capacity Spectrum

Method ( CSM ) [ ATC-40, 1996;ATC-55,2005 ]. Berikut ini adalah teori yang

digunakan dalam studi ini.

2.2.3.2 Kurva Kapasitas

Hasil analisis statis pushover nonlinier adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya geser dasar ( Base Shear ) dan simpangan atap ( Roof Displacement ) seperti ditujukkan pada Gambar 2.6Hubungan tersebut kemudian dipetakan menjadi suatu kurva yang dinamakan kurva kapasitas struktur.

(12)

commit to user

Gambar 2.6 Ilustrasi Pushover dan Capacity Curve

Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete

Buildings, Report ATC-40, (Redwood City: ATC,1996).

Capacity curve hasil pushover diubah menjadi capacity spectrum seperti Gambar

2.6melalui persamaan(2.1)sampai(2.4)( ATC-40,1996).

Sa = 5 (2.5) Sd = ∆ηaa y 5∅ηaa ,5 (2.6) PF= ∑7 ( S∅S5) ∑7 ( S∅S5 ) (2.7)

α1=

∑ ( ∅ ) ∑ ( ) ∑ ( ∅ ) (2.8) Dengan : Sa = Spectral acceleration, Sd = Spectral displacement,

PF1 = modal participation untuk modal pertama,

α

1

=

modal mass coefficient untuk modal pertama, ∅i1 = amplitude of first untuk level i,

V = gaya geser dasar,

W = berat mati bangunan di tambah beban hidup, ∆roof = roof displacement,

(13)

commit to user

a. Capacity Curve ( format standar ) b.Capacity Spectrum (format ADRS)

Gambar 2.7Modifikasi Capacity Curve menjadi Capacity Spectrum.

Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,

Report ATC-40, (Redwood City: ATC,1996), p.8-12

2.2.3.3 Demand Spectrum

Respons spectrum elastic adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara

koefisien gempa ( C ) dengan waktu getar struktur ( T ) yang nilainya ditentukan oleh koefisien Ca ( percepatan tanah puncak , peak ground acceleration ) dan Cv (nilai koefisien gempa pada waktu periode struktur tanah adalah 1 detik ). Nilai Ca dan Cv ini berbeda-beda untuk masing-masing jenis tanah.

Agar dapat dibandingkan dengan kurva kapasitas, maka respons spectrum perlu dirubah formatnya menjadi Acceleration Displacement Response Spectrum (ADRS) melalui persamaan :

Sd =

ŋ ŋ

(2.9)

Di mana T adalah waktu getar alami dari struktur bangunan. Perubahan format ini dapat dilihat pada Gambar 2.8

a. Response Spectrum b. Response Spectrum

T1 T2 T3 T1 T2 T3 Sp ek tr al p er ce pa ta n,

Spektrum tradisional Periode, T (detik) Spektrum ADRS

Sp ek tr al p er ce pa ta n, Spektral perpindahan, Sd (m) KURVA KAPASITAS SPEKTRUM KAPASITAS

(14)

commit to user

( Format Standart ) (Format ADRS)

Gambar 2.8 Perubahan format respons percepatan menjadi ADRS

Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,

Report ATC-40, (Redwood City: ATC,1996), p.8-12

Karena pada saat gempa besar telah terjadi plastifikasi di banyak tempat, maka perlu dibuat spektrum demand dengan memperhatikan redaman (damping) yang terjadi karena plastifikasi tersebut. Gambar 2.8 memberikan penjelasan mengapa terjadi reduksi pada respon inelastis. Titik 1 menunjukkan demand elastis. Jika terjadi reduksi kekuatan struktur akibat perilaku inelastis, periode efektif struktur menjadi semakin besar seperti pada titik 2. Pada kondisi ini, perpindahan bertambah sebesar ”a” dan percepatan berkurang sebesar ”b”. Jika struktur berperilaku inelastis (nonlinier), pada periode yang sama dengan titik 2, demand berkurang menjadi spektrum respon inelastis pada titik 3. Jadi, kembali terjadi pengurangan percepatan sebesar ”c” dan pengurangan perpindahan sebesar ”d”. Total pengurangan percepatan sebesar ”b+c” dan perpindahan perlu dimodifikasi sebesar ”a-d”. Jika besarnya ”a” diperkirakan sama dengan ”d”, maka perpindahan inelastis sama dengan perpindahan elastis (Gambar 2.9a). Jika ”a” lebih besar daripada ”d” maka perpindahan inelastis menjadi lebih kecil daripada perpindahan elastis (Gambar 2.9).

Gambar 2.9 Reduksi Respon Spektrum

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,

Report ATC-40, (Redwood City: ATC,1996), p.8-14

Respons spectrum dalam format ADRS ini mempunyai tingkat redaman

(damping) sebesar 5%. Setelah struktur leleh, nilai redaman ini perlu direduksi

a b c d 1 2 3 elastis inelastis Spektral perpindahan, Sd Sp ek tr al p er ce pat an , Sa

a. Reduksi spektrum respon (Kecepatan konstan, periode yang besar)

a c d 1 2 3 Spektral perpindahan, Sd Sp ek tr al p er ce pat an , Sa

b. Reduksi spektrum respon (Percepatan konstan, periode yang kecil)

(15)

commit to user

dengan konstanta agar sesuai dengan effective viscous damping dari struktur. (gambar 2.10)

Gambar 2.10 Reduksi Respon Spectrum Elastic menjadi Demand Spectrum.

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete

Buildings,Report ATC-40,(Redwood City;ATC,1996),Figure 8-14,p.8-16

Untuk respons spectrum dengan percepatan yang konstan direduksi dengan SRA , sedangakan untuk respons spectrum dengan kecepatan yang konstan direduksi dengan SRV dimana SRA = .ŋ5 – . [ . 7 7 7 Š] ŋ,5ŋ

(2.10) SRV = ŋ. 5– .m5 [ . 7 7 7 Š] 5. Š

(2.11)

atau dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana : SRA = .ŋ5 – . 22. ŋ.5ŋ (2.12) SRV = ŋ. 5– .m5 22. 5. Š

(2.13) Dengan :

ay , dy = Koordinat titik leleh efektif dari kurva kapasitas, api, dpi = Koordinat percobaan titik perfoma,

K = Faktor modifikasi redaman,

βeff = Rasio redaman efektif akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadi sendi plastis(dalam %).

(16)

commit to user

Tabel2.5Value For Damping Modification Factor K.

Struktur Behavior Type Βo K

Type A ≤ 16.25 > 16.25 1.0 1.13 – .Š5 ( 7 7) 7 7 Type B ≤ 25 > 25 0.67 0.845 – .mm ( 7 7) 7 7

Type C Any value 0.33

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete

Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Table 8-1,p.8-17 Tabel2.6Minimum Allowable SRA and SRV Value.

Struktur Behavior Type SRA SRV

Type A 0.33 0.50

Type B 0.44 0.56

Type C 0.56 0.67

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood

City:ATC,1996),Table 8-2,p.8-17 2.2.3.4 Performance Point

Perfomance point adalah titik dimana capacity curve berpotongan dengan response sprectrum curve seperti yang dipergunakan dalam capacity spectrummethod( ATC-40,1996). Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, dapat

dilihat pada Gambar 2.11

Pada performance point dapat diperoleh informasi mengenai periode bangunan dan redaman efektif akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadi sendi plastis. Berdasarkan informasi tersebut respons-respons struktur lainnya seperti nilai simpangan tingkat dan posisi sendi plastis dapat diketahui.

(17)

commit to user

Gambar 2.11 Penentuan Performance Point.

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete

Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Figure 8-28,p.8-12

Untuk mengetahui informasi yang didapatkan dari performance point, diperlukan beberapa prosedur yaitu prosedur A, prosedur B, dan prosedur C. Salah satu langkah prosedur dengan menggunakan prosedur A dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Buat persamaan elastic demand spectrum dengan 5% damping (βeq). 2. Buat capacity spectrum dari capacity curve hasil pushover analisis.

3. Hitung (dpi,api) untuk iterasi pertama gunakan equal displacement method atau titik potong antara demand spectrum dan capacity spectrum.

4. Hitung βeq, SRA, SRV.

5. Hitung demand spectrum baru menggunakan data dari step 4.

6. Hitung dpi baru dari perpotongan antara capacity spectrum dan demand spectrum baru dari step 5.

7. Hitung api baru dari capacity spectrum. 8. Cek konvergensi.

9. Ulangi step 4 jika tidak konvergen, gunakan (api, dpi) yang didapat dari step 6 dan step 7.

2.2.3.5 Kriteria kinerja Struktur Bangunan Tahan Gempa

(18)

commit to user

1. Operational (O)

Bila gempa terjadi tidak terjadi kerusakan struktural maupun non struktural, kriteria ini diterapkan pada bangunan-bangunan yang sangat krusial perananya seperti fasilitas militer, rumah sakit, dan bank

2. Immediate Occupancy (IO)

Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa tersebut, struktur tidak mengalami kerusakan struktural dan tidak mengalami kerusakan non structural, sehingga dapat langsung dipakai.

3. Life Safety (LS)

Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa, dengan sedikit kerusakan struktural, manusia yang tinggal / berada pada bangunan tersebut terjaga keselamatannya dari gempa bumi.

4. Collapse Pervention (CP)

Bila gempa terjadi, struktur mengalami kerusakan struktural yang sangat berat, tetapi belum runtuh.

Gambar 2.12Ilustrasi Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja

Sumber : Jurnal tentang Evaluasi Kinerja Bangunan Baja Tahan Gempa, Wiryanto Dewobroto.

Menurut ATC-40, batasan rasio simpangan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.7 Batasan rasio simpangan atap menurut ATC-40.

(19)

commit to user

IO Damage Control LS Structural Stability Maksimum Total Drift 0.01 0.01 s.d 0.02 0.02 0.33 S yS Maksimum Total Inelastik Drift 0.005 0.005 s.d 0.015 No limit No limit

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood

City:ATC,1996),Table 8-4,p.8-19

Tabel 2.8 Batasan Tipe bangunan pada Capacity Spectrum Method.

Shaking duration Essentially new building Average exiting building Poor exiting building Short A B C long B C C

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood

City:ATC,1996),Table 8-4,p.8-19

Wiryanto Dewobroto (2006) menyatakan Analisis pushover dapat digunakan

sebagai alat bantu perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada, yaitu :

1. Hasil analisis pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah statik monotonik.

2. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisis adalah sangat penting.

3. Untuk membuat model analisis nonlinier akan lebih rumit dibanding model analisis linier. Analisis nonlinier harus memperhitungkan karakteristik inelastik beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-Δ.

2.2.4 Elemen Struktur Bracing

Gaya aksial dan lentur bekerja pada elemen bresing ini ( diasumsikan bresing sebagai elemen rangka batang yang menerima gaya aksial dan lentur ). Pengecekan dilakukan pada kapasitas tekan penampang dan tidak dilakukan pengecekan pada kapasitas tarik penampang. Karena kapasitas tarik penampang

(20)

commit to user

selalu jauh lebih besar atau sama dengan kapasitas tekan. Dalam perencanaan elemen bresing mengacu pada SNI 1729:2015 tentang spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural. Beberapa pengecekan yang dilakukan terhadap elemen bresing adalah sebagai berikut :

a. Cek terhadap kelangsingan elemen struktur tekan : = 2

ηÔ7 ≤ 200 (2.14)

Dimana :

Ke = Faktor panjang tekuk, L = Panjang elemen, rmin = jari jari girasi terkecil

b. Cek kelangsingan terhadap tekuk lokal :

Diatur dalam SNI 1729:2015 tentang spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural pasal B4 tabel B4.1b . Pada tabel tersebut akan dapat dilihat rumus kelangsingan berbagai macam penampang serta batasannya.

c. Cek terhadap tekuk lentur :

Diatur dalam SNI 1729:2015 tentang spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural Bab F tabel F1.1 . Pada tabel tersebut akan dapat dilihat rumus kelangsingan berbagai macam penampang serta batasannya. d. Cek terhadap tekuk torsi lateral :

Diatur dalam SNI 1729:2015 tentang spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural Bab F. Pada bab ini terdapat batasan batasan berbagai macam penampang terhadap tekuk torsi lateral.

e. Kapasitas tekan penampang :

= (2.15)

≥ (2.16)

(21)

commit to user w = Koefisien tekuk

Ag = Luas kotor penampang Nn = Kuat tekan nominal Nu = Kuat tekan perlu fy = Tegangan leleh baja

2.2.5 Analisis Biaya

Untuk menghitung biaya yang digunakan pada braced frame mengacu pada aturan SNI 7393:2008 tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan besi dan aluminiumuntuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan. Sedangkan untuk menghitung biaya yang digunakan pada shear wall mengacu pada aturan SNI 7394:2008 tentang Tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan betonuntuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan.

Gambar

Gambar 2.1.Dinding geser beton bertulang pada gedung  Sumber :ATC/SEAOC Training Seminars (ATC-48)
Gambar 2.2.Rangka Pengaku (Braced Frames)  Sumber :ATC/SEAOC Training Seminars (ATC-48)
Gambar 2.4. Pembagian wilayah gempa di Indonesia untuk S 1 Sumber :Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
Tabel 2.3.Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respons Percepatan  pada Perioda 1 Detik
+7

Referensi

Dokumen terkait

(4) Penetapan jenjang jabatan untuk pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pengawas Kemetrologian berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat

Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya PERSI Sumatera Utara dapat mengadakan kegiatan tahunan yaitu Seminar Perumahsakitan II dan Medan Hospital Expo

Oleh karena itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa umur terbanyak responden yang memakai kontrasepsi suntik DMPA adalah antara umur

Kabupaten Buleleng adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam wilayah

Tujuan  hari  konsultasi  anak  ini  adalah  untuk  meningkatkan  kemampuan  orang  tua  dalam  melakukan  pendidikan  anak  usia  dini  di  dalam  keluarga. 

sering tanah selalu dilanda banjir secara Selama waktu enam bulan atau lebih teratur yang lamanya lebih dari 24 jam. Ancaman Banjir

Analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija dihitung seperti untuk tanaman padi, namun ada dua hal yang untuk tanaman palawija dihitung seperti untuk tanaman

Hasil analisa hubungan jumlah rokok yang dihisap dengan kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Sidomulyo di dapatkan hasil responden yang merokok 16-30