• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020 JUDUL STUDI ANALISIS STRUKTUR GEDUNG PONDOK PESANTREN DENGAN MATERIAL BAJA TOPIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUGAS AKHIR TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020 JUDUL STUDI ANALISIS STRUKTUR GEDUNG PONDOK PESANTREN DENGAN MATERIAL BAJA TOPIK"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020 JUDUL

STUDI ANALISIS STRUKTUR GEDUNG PONDOK PESANTREN DENGAN MATERIAL BAJA

TOPIK

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG MENGGUNAKAN DESAIN CODE PERATURAN SNI 2002, 2012 DAN RSNI 2018

DISUSUN OLEH : FAKHRI ABDILA

1434290034

DOSEN PEMBIMBING :

DR. IR. HARI NUGRAHA NURJAMAN, M.T.

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA – YAI JAKARTA

(2)

I

SURAT PERNYATAAN I

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah peserta Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil.

Nama : Fakhri Abdila

Nomor Induk Mahasiswa : 1434290034

Judul : Studi Analisis Struktur Gedung Pondok Pesantren dengan Material Baja

Topik : Perencanaan Struktur Gedung

Menggunakan Desain Code Peraturan SNI 2002, 2012 dan RSNI 2018

Pembimbing : Dr. Ir. Hari Nugraha Nurjaman, M.T. Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Menjamin keaslian karya Tugas Akhir yang saya susun tanpa menjiplak karya orang lain.

2. Menyelesaikan seluruh karya Tugas Akhir sendiri (tidak dikerjakan oleh orang lain).

Jakarta, 15 Februari 2020 Yang Membuat Pernyataan

(3)

II

SURAT PERNYATAAN II

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah peserta Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil.

Nama : Fakhri Abdila

Nomor Induk Mahasiswa : 1434290034

Judul : Studi Analisis Struktur Gedung Pondok Pesantren dengan Material Baja

Topik : Perencanaan Struktur Gedung

Menggunakan Desain Code Peraturan SNI 2002, 2012 dan RSNI 2018

Pembimbing : Dr. Ir. Hari Nugraha Nurjaman, M.T. Dengan ini menyatakan bahwa :

Kesanggupan untuk memenuhi semua peraturan dan tata tertib penyelenggaraan Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil.

Jakarta, 15 Februari 2020 Yang Membuat Pernyataan

(4)

III PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA YAI TAHUN AKADEMIK 2019/2020

TANDA PERSETUJUAN DOKUMEN TUGAS AKHIR

Nama : Fakhri Abdila

Nomor Induk Mahasiswa : 1434290034

Judul : Studi Analisis Struktur Gedung Pondok Pesantren dengan Material Baja

Topik : Perencanaan Struktur Gedung

Menggunakan Desain Code Peraturan SNI 2002, 2012 dan RSNI 2018

Pembimbing : Dr. Ir. Hari Nugraha Nurjaman, M.T.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar strata satu (S-1) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Persada Indonesia YAI, Jakarta.

Jakarta, 15 Februari 2020

Menyetujui, Dosen Pembimbing

(5)

IV PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA YAI TAHUN AKADEMIK 2019/2020

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Fakhri Abdila

Nomor Induk Mahasiswa : 1434290034

Judul : Studi Analisis Struktur Gedung Pondok Pesantren dengan Material Baja

Topik : Perencanaan Struktur Gedung

Menggunakan Desain Code Peraturan SNI 2002, 2012 dan RSNI 2018

Pembimbing : Dr. Ir. Hari Nugraha Nurjaman, M.T.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar strata satu (S-1) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Persada Indonesia YAI, Jakarta.

Disahkan Oleh:

Ketua Jurusan Teknik Sipil Dekan

(6)

V

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kareana dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Studi Analisis Struktur Gedung Pondok Pesantren dengan Material Baja”. Tugas akhir ini dibuat dan diajukan sebagai salah satu syarat dalam mendapatkan gelar sarjana teknik pada fakultas teknik di Universitas Yayasan Administrasi Indonesia. Selain itu, tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai “Perencanaan Struktur Gedung Menggunakan Desain Code Peraturan SNI 2002, 2012 & RSNI 2018”.

Selama penulisan tugas akhir ini, penulis banyak menerima support baik itu dukungan maupun bantuan, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Oleh karena itu penulis ingin megucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT atas karunia dan kasih sayang Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Untuk ibu, ayah dan teteh. Ade persembahkan tugas akhir ini untuk kalian semua. Terima kasih atas doa dan dukungannya sampai detik ini.

3. Dr. Ir. Hari Nugraha Nurjaman, M.T. selaku dosen pembimbing penulis, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

4. Ir. Halimah Tunafiah, M.T. selaku ketua jurusan teknik sipil 5. Dr. Ir. Fitri Suryani, M.T. selaku dekan jurusan teknik sipil

6. Para dosen tekmik UPI YAI, yang tidak dapat disebut satu persatu.

7. Teman-teman angkatan 2014 pagi dan malam, khususnya grup civil engineering 2014 kalian luar biasa guys, keep solid yoo.

(7)

VI 8. Himsip, yang selalu berjuang mengaspirasikan kegiatan-kegiatan positif

dikampus.

9. Teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi, dede dan nurqo. 10.Mentor duo kembar irana dan irani, kakak leo kece.

11.Para rekan kerja divisi engineering PT JHS System, keep introvert guys.

12.“Kita sama-sama berjuang yaa”, lancar yah gapai impian dan cita-cita kita, kita pasti bisa Nad.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna karena adanya keterbatasan ilmu dan pengalaman, oleh sebab itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar Tugas Akhir ini bisa lebih baik dan bermanfaat kedepannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 15 Februari 2020

Penulis

(8)

VII

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN I ... I  SURAT PERNYATAAN II ... II  TANDA PERSETUJUAN DOKUMEN TUGAS AKHIR ... III  LEMBAR PENGESAHAN ... IV  KATA PENGANTAR ... V  DAFTAR ISI ... VII  DAFTAR GAMBAR ... XII  DAFTAR TABEL ... XIV 

BAB I PENDAHULUAN ... 1 

1.1 Latar Belakang ... 1 

1.2 Rumusan Masalah ... 4 

1.3 Tujuan Penulisan ... 4 

1.4 Ruang Lingkup Pembahasan ... 4 

1.5 Metodologi Penelitian ... 5 

1.6 Sistematika Penulisan ... 5 

BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI ... 7 

2.1 Tinjauan Kepustakaan ... 7 

(9)

VIII

2.3 Perencanaan Struktur ... 7 

2.4 Definisi Baja... 8 

2.4.1 Jenis – Jenis Baja ... 9 

2.4.2 Sifat – Sifat Mekanik Baja ... 10 

2.4.3 Penampang Profil Baja ... 13 

2.5 Pembebanan ... 14 

2.6 Batang Tarik ... 16 

2.7 Batang Tekan ... 17 

2.7.1 Teori Tekuk (Buckling) ... 18 

2.7.2 Panjang Efektif ... 18 

2.7.3 Tekuk Lentur ... 19 

2.7.4 Tekuk Torsi dan Tekuk Torsi-Lentur ... 20 

2.8 Balok Lentur ... 21 

2.8.1 Kuat Lentur Nominal ... 21 

2.8.2 Kuat Geser Nominal ... 22 

2.9 Peraturan Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung ... 23 

2.10 Desain Code Peraturan SNI 03-1729-2002 dan SNI 1729-2015 ... 23 

2.10.1 Material ... 23 

2.10.2 Ketentuan Umum ... 24 

2.10.3 Beban dan Kombinasi Pembebanan ... 25 

(10)

IX

2.10.5 Faktor Reduksi ... 27 

2.10.6 Masalah Tekuk ... 28 

2.10.7 Desain Komponen Kekuatan Tarik ... 29 

2.10.8 Desain Komponen Kekuatan Tekan... 29 

2.10.9 Desain Komponen Kekuatan Lentur Plastis ... 31 

2.10.10 Desain Komponen Kekuatan Geser ... 31 

2.10.11 Kombinasi Lentur Aksial Momen ... 32 

2.11 Gempa Bumi ... 33 

2.12 Peraturan Pembebanan Gempa Indonesia ... 34 

2.13 Desain Code Peraturan SNI 03-1726-2002 ... 34 

2.13.1 Gempa Rencana dan Kategori Gedung ... 35 

2.13.2 Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan ... 35 

2.13.3 Pemilihan Sistem Struktur ... 36 

2.13.4 Wilayah Gempa dan Respons Spektrum ... 37 

2.13.5 Gaya Geser Dasar Gempa dan Beban Lateral Gempa ... 38 

2.13.6 Waktu Getar Alami Fundamental ... 40 

2.14 Desain Code Peraturan SNI 03-1726-2012 ... 40 

2.14.1 Gempa Rencana ... 41 

2.14.2 Wilayah Gempa dan Respons Spektrum ... 41 

2.14.3 Kategori Gedung ... 43 

(11)

X

2.14.5 Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan ... 45 

2.14.6 Pemilihan Sistem Struktur ... 46 

2.14.7 Gaya Geser Dasar Gempa dan Beban Lateral Gempa ... 47 

2.14.8 Waktu Getar Alami Fundamental ... 48 

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 50 

3.1 Pendahuluan ... 50 

3.2 Data Penelitian ... 50 

3.2.1 Data Perencanaan ... 50 

3.3 Metode Perencanaan Struktur ... 51 

3.4 Beban Gravitasi ... 52 

3.5 Respons Spektrum Gempa ... 53 

3.5.1 Respons Spektrum Gempa SNI 03-1726-2002 ... 53 

3.5.2 Respons Spektrum Gempa SNI 03-1726-2012 ... 54 

3.5.3 Respons Spektrum Gempa RSNI 1726-2018 ... 56 

3.6 Preliminary Desain ... 58 

3.6.1 Balok Induk ... 59 

3.6.2 Balok Anak ... 59 

3.6.3 Kolom ... 60 

3.6.4 Pengecekan Penampang Kompak Tak Kompak ... 60 

3.7 Analisis Data ... 61 

(12)

XI

4.1 Data Umum Proyek ... 62 

4.2 Data Teknis Proyek ... 62 

4.3 Analisis Struktur ... 66 

4.4 Analisis Perencanaan Gempa dengan Desain Code SNI 03-1726-2002 ... 67 

4.5 Analisis Perencanaan Gempa dengan Desain Code SNI-1726-2012 ... 75 

4.6 Analisis Perencanaan Gempa dengan Desain Code RSNI-1726-2018 ... 82 

4.7 Analisis Kinerja Struktur dengan Desain Code SNI 03-1726-2002 ... 90 

4.8 Analisis Kinerja Struktur dengan Desain Code SNI 03-1726-2012 ... 94 

4.9 Analisis Kinerja Struktur dengan Desain Code RSNI-1726-2018 ... 96 

4.10 Analisis Penampang Profil dengan Desain Code SNI 2002 dan SNI 1729-2015 ... 98 

4.10.1 Tahapan Analisis Kapasitas Penampang Kolom Secara Manual ... 98 

4.10.2 Tahapan Analisis Kapasitas Penampang Balok Secara Manual ... 101 

4.11 Hasil Output Program Etabs Rasio Penampang ... 102 

BAB V KESIMPULAN ... 105 

5.1 Kesimpulan ... 105 

5.2 Saran ... 107 

DAFTAR PUSTAKA ... 108 

(13)

XII

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1. Metodologi Penelitian ... 5 

Gambar. 2. Hubungan tegangan-regangan tipikal (sumber: Agus setiawan – Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD) ... 10 

Gambar. 3. Kurva hubungan tegangan (f) vs regangan () (sumber: Agus setiawan – Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD) ... 11 

Gambar. 4. Bagian kurva tegangan - regangan yang diperbesar (sumber: Agus setiawan – Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD)... 11 

Gambar. 5. Contoh profil baja bentuk H ... 13 

Gambar. 6. Contoh profil baja bentuk pipa ... 13 

Gambar. 7. Contoh profil baja bentuk I ... 14 

Gambar. 8. Contoh profil baja bentuk C ... 14 

Gambar. 9. Nilai faktor K (sumber: SNI-1729-2002) ... 19 

Gambar. 10. Grafik respons spekterum gempa rencana SNI 03-1726-2002 ... 54 

Gambar. 11. Grafik respons spekterum gempa rencana SNI 03-1726-2012 ... 56 

Gambar. 12. Grafik respons spekterum gempa rencana RSNI 03-1726-2018 ... 58 

Gambar. 13. Arsitek - denah Lt.1 ... 63 

Gambar. 14. Arsitek – denah Lt.2 dan 3 ... 63 

Gambar. 15. Arsitek – potongan melintang ... 64 

Gambar. 16. Arsitek – potongan memanjang ... 64 

Gambar. 17. Struktur – lantai tipikal ... 64 

Gambar. 18. Pemodelan dengan program Etabs Ver. 16 (1/3) ... 65 

Gambar. 19. Pemodelan dengan program Etabs Ver. 16 (2/3) ... 65 

(14)

XIII Gambar. 21. Grafik Perbandingan gaya geser lantai dan gaya geser kumulatif arah x

-2002 ... 72 

Gambar. 22. Grafik Perbandingan gaya geser lantai dan gaya geser kumulatif arah y -2002 ... 73 

Gambar. 23. Grafik Perbandingan gaya geser lantai dan gaya geser kumulatif arah x -2012 ... 81 

Gambar. 24. Grafik Perbandingan gaya geser lantai dan gaya geser kumulatif arah y -2012 ... 82 

Gambar. 25. Grafik Perbandingan gaya geser lantai dan gaya geser kumulatif arah x -2018 ... 88 

Gambar. 26. Grafik Perbandingan gaya geser lantai dan gaya geser kumulatif arah y -2018 ... 89 

Gambar. 27. Grafik Simpangan antar lantai arah x dan y (batas layan) -2002 ... 91 

Gambar. 28. Grafik Simpangan antar lantai arah x dan y (batas ultimate) -2002... 93 

Gambar. 29. Grafik Simpangan antar lantai arah x dan y -2012 ... 95 

Gambar. 30. Grafik Simpangan antar lantai arah x dan y -2018 ... 97 

Gambar. 31. Hasil output program etabs : moment, geser dan akial ... 98 

Gambar. 32. Hasil output program etabs dengan desain code SNI 1726-2002 ... 102 

Gambar. 33. Hasil output program etabs dengan desain code SNI 1726-2012 ... 103 

(15)

XIV

DAFTAR TABEL

Tabel. 1. Sifat Mekanis Baja Struktural ... 24 

Tabel. 2. Faktor keutamaan (I) untuk berbagai kategori gedung dan bangunan ... 35 

Tabel. 3. Nilai Faktor R, m dan f. ... 37 

Tabel. 4. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk SNI 03-1726-2002 ... 37 

Tabel. 5. Spektrum respons gempa rencana SNI 03-1726-2002 ... 38 

Tabel. 6. Koefisien situs Fa ... 41 

Tabel. 7. Koefisien situs Fv ... 42 

Tabel. 8. Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa ... 44 

Tabel. 9. Faktor keutamaan gempa ... 44 

Tabel. 10. Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada periode pendek ... 45 

Tabel. 11. Ketegori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan periode 1 detik ... 45 

Tabel. 12. Nilai Faktor R, Cddan 0. ... 46 

Tabel. 13. Nilai parameter periode pendekatan Ct dan X ... 49 

Tabel. 14. Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung ... 49 

Tabel. 15. Beban yang diinput pada penelitian ... 53 

Tabel. 16. Spesifikasi profil penampang ... 58 

Tabel. 17. Pengecekan penampang kompak tak kompak ... 60 

Tabel. 18. Massa Diafragma Lantai -2002 ... 67 

Tabel. 19. Partisipasi massa -2002 ... 67 

(16)

XV

Tabel. 21. Gaya Geser Dinamik Arah –y -2002... 70 

Tabel. 22. Gaya gempa statik arah x -2002 ... 70 

Tabel. 23. Gaya gempa statik arah y -2002 ... 71 

Tabel. 24. Perbandingan gaya geser lantai arah x -2002 ... 72 

Tabel. 25. Perbandingan gaya geser lantai arah y -2002 ... 72 

Tabel. 26. Simpangan antar lantai Arah –x dan y -2002 ... 74 

Tabel. 27. Perhitungan Waktu getar rayleigh Arah –x -2002 ... 74 

Tabel. 28. Perhitungan Waktu getar rayleigh Arah –y -2002 ... 74 

Tabel. 29. Massa Diafragma Lantai -2012 ... 75 

Tabel. 30. Partisipasi massa -2012 ... 75 

Tabel. 31. Gaya Geser Dinamik Arah –x -2012... 78 

Tabel. 32. Gaya Geser Dinamik Arah –y -2012... 79 

Tabel. 33. Gaya gempa statik arah x -2012 ... 79 

Tabel. 34. Gaya gempa statik arah y -2012 ... 80 

Tabel. 35. Perbandingan gaya geser lantai arah x -2012 ... 81 

Tabel. 36. Perbandingan gaya geser lantai arah y -2012 ... 81 

Tabel. 37. Massa Diafragma Lantai -2018 ... 82 

Tabel. 38. Partisipasi massa -2018 ... 83 

Tabel. 39. Gaya Geser Dinamik Arah –x -2018... 86 

Tabel. 40. Gaya Geser Dinamik Arah –y -2018... 86 

Tabel. 41. Gaya gempa statik arah x -2018 ... 87 

Tabel. 42. Gaya gempa statik arah y -2018 ... 87 

Tabel. 43. Perbandingan gaya geser lantai arah x -2018 ... 88 

(17)

XVI

Tabel. 45. Displacement pusat massa akibat gempa arah x dan y -2002 ... 90 

Tabel. 46. Simpangan antar lantai arah x (batas layan) -2002 ... 91 

Tabel. 47. Simpangan antar lantai arah y (batas layan) -2002 ... 91 

Tabel. 48. Simpangan antar lantai arah x (batas ultimate) -2002 ... 92 

Tabel. 49. Simpangan antar lantai arah y (batas ultimate) -2002 ... 92 

Tabel. 50. Displacement pusat massa akibat gempa arah x dan y -2012 ... 94 

Tabel. 51. Simpangan antar lantai arah x -2012... 95 

Tabel. 52. Simpangan antar lantai arah y -2012... 95 

Tabel. 53. Displacement pusat massa akibat gempa arah x dan y -2018 ... 96 

Tabel. 54. Simpangan antar lantai arah x -2018... 96 

Tabel. 55. Simpangan antar lantai arah y -2018... 97 

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia terletak diantara beberapa lempeng besar dunia yaitu lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia. Lempeng-lempeng ini terus bergerak setiap tahunnya akibat konveksi bumi. Pergerakan lempeng ini tentunya membawa pengaruh bagi wilayah kepulauan Indonesia. Adapun dampaknya antara lain bencana alam, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi dan juga tsunami.

Sepanjang tahun 2019 telah terjadi beberapa peristiwa bencana alam khususnya gempa bumi dengan skala gempa magnitudo yang cukup besar. Salah satunya terjadi di Banten, dengan skala magnitudo sebesar 6.9 mengguncang pada kedalaman 48 km, berpusat pada 164 km dari Sumur, Kabupaten Pandeglang Banten. Saat gempa terjadi pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa gempa berpotensi menyebabkan tsunami.

Bencana ini telah memakan kerugian yang cukup besar, baik dari segi materi maupun non materi. Sudah banyak jatuhnya korban jiwa, dari yang mengalami luka-luka hingga korban meninggal dunia. Tidak sampai disitu saja, kerugian juga terjadi pada sarana dan prasarana infrakstruktur sipil, seperti jalan dan bangunan gedung.

Dengan peristiwa tersebut peran calon sarjana atau insinyur teknik sipil dalam merencanakan gedung konstruksi rasanya cukup penting. Mengingat bila konstruksi yang direncanakan kuat, kaku serta daktail harapannya akan aman terhadap bencana gempa bumi. Mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kerusakan yang cukup parah.

Dalam merencanakan atau mendesain struktur gedung yang kuat, kaku serta daktail perlu adanya standar perencanaan struktur, atau yang biasa disebut dengan

(19)

2 “desain code”. Desain code ini perannya sangat penting sebagai suatu acuan atau rujukan formal yang kedudukannya kuat dalam hukum. Umumnya setiap Negara menerbitkan desain codenya masing-masing, baik secara hasil riset mandiri, menerjemahkan, memilih atau menggabungkan dengan desain code Negara lain yang dianggap unggul dan sesuai. Sebagai contoh Negara Amerika menggunakan desain code ANSI(American National Standarts Institute)/AISC(American Institute Steel Construction), kemudian Negara Jepang dengan desain code JIS(Japanese Industrial Standarts), serta Negara Indonesia dengan code SNI (Standar Nasional Indonesia). Desain code itu sendiri perlu dilakukan pembaharuan guna mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Beberapa desain code yang digunakan di Negara Indonesia pada dunia konstruksi diantaranya Standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung (SNI-1726), Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain (SNI-1727), Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung (SNI-1729) dan masih banyak lagi.

Berbicara konstruksi tentunya tidak lepas dari bahan material yang nantinya akan digunakan untuk perencanaan bangunan. Material bahan bisa didapati dari alam sebagai contohnya kayu, batu, tanah, bambu dll. Bisa juga didapati dari proses produksi pabrik seperti baja dan beton. Hingga saat ini pada pembangunan konstruksi khususnya di Indonesia material yang digunakan masih terbatas seperti material kayu, beton, baja dan kombinasinya. Pemilihan jenis material untuk pembangunan konstruksi tidak luput dari tiga kriteria yaitu kekuatan (tegangan), kekakuan (deformasi), dan daktilitas (perilaku keruntuhannya).

Bahan material baja dirasa lebih efisien jika ditinjau rasio kuat banding berat volumenya dibanding material beton. Beberapa keunggulan lainnya dari material baja

(20)

3 yaitu mutu tinggi yang homogen dan konsisten dikarenakan proses produksi yang selalu diawasi dan sesuai dengan standar desain code, daktailitas yang tinggi, berat sendiri yang ringan, penampang yang efisien, dan proses pemasangannya mudah dipasang dan dibongkar. Namun material baja bukan tanpa kelemahan. Beberapa kelemahan material baja yaitu terhadap suhu yang tinggi, penampang yang diproduksi terbatas, mengalami korosi pada area yang dekat dengan udara dan air, penampang mudah mengalami tekuk, dan lain-lain.

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang selalu mengalami pembaharuan, tentunya membuat persaingan semakin ketat. Saat ini di dunia industri ijazah bukan menjadi faktor utama untuk bisa diserap. Melainkan kemampuan atau skill yang dibutuhkan oleh industri tersebut.

Menyikapi hal diatas pemerintah sedang fokus mendorong pengembangan sumber daya manusia yang terampil lewat Balai Latihan Kerja (BLK). BLK ini akan hadir pada pesantren-pesantren yang selama ini belum dimaksimalkan. Harapannya dengan adanya BLK bisa menyalurkan santri-santri yang siap bekerja.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis mengambil beberapa poin penting yaitu mengenai desain code pada perencanaan struktur gedung dan penggunaan material baja sebagai struktur gedung. Penulis tertarik membahas material baja, dikarenakan memiliki beberapa keunggulan, serta literatur yang masih belum banyak bila dibandingkan dengan penggunaan material beton. Maka judul tugas akhir yang diambil ialah “Studi Analisis Struktur Gedung Pondok Pesantren dengan Material Baja” dengan topik yang diambil ialah “Perencanaan Struktur Gedung Menggunakan Desain Code Peraturan SNI 2002, 2012 dan RSNI 2018”.

(21)

4 1.2Rumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang nantinya akan dibahas pada tugas akhir ini antara lain :

1. Apa saja pebedaan yang terdapat pada desain code pembebanan gempa SNI-1726 tahun 2002 dengan tahun 2012 dan RSNI-SNI-1726 tahun 2018?

2. Apa saja perbedaan yang terdapat pada desain code perencanaan struktur baja SNI-1729 tahun 2002 dengan SNI-1729 tahun 2015?

3. Bagaimana perbedaan hasil perhitungan beban gempa bangunan pada SNI-1726 tahun 2002, dengan tahun 2012 dan RSNI-1726 tahun 2018?

1.3Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara mendesain stuktur baja pada bangunan gedung dengan menggunakan desain code yang sesuai Standar Nasional Indonesia. Mencari berapa besar gaya gempa geser dinamik maupun statik sesuai dengan desain code yang sudah ditentukan, Kemudian mencari berapa besar nilai defleksi dan simpangan pada bangunan antar lantai. Dan terakhir mencari berapa nilai rasio pada profil penampang rencana pada struktur gedung.

1.4Ruang Lingkup Pembahasan

Batasan permasalahan yang ada dalam tugas akhir ini meliputi :

1. Model bangunan yang digunakan pada penelitian ini adalah bangunan dengan tingkat rendah yaitu 3 (tiga) lantai, berbentuk simetris dan persegi panjang, rasio antara panjang berbanding lebar pada bangunan ialah 1 sampai 3.

2. Bangunan yang didesain diasumsikan tidak menggunakan dinding geser (shear wall) dan atap dianggap dak beton.

3. Pemodelan struktur adalah 3 (tiga) dimensi, dibantu dengan program software Etabs Versi 16.

(22)

5 4. Bangunan direncanakan akan dibuat pada daerah Banten, dengan kriteria tanah

lunak.

5. Perhitungan analisis berfokus pada bagian kolom dan balok utama bangunan. 6. Rencana anggaran biaya dan struktur bagian bawah tidak di bahas dalam

penelitian ini. 1.5 Metodologi Penelitian

Metedologi dalam pengerjaan tugas akhir ini ditampilkan dalam diagram alur dibawah ini :

Gambar. 1. Metodologi Penelitian 1.6 Sistematika Penulisan

Sistem penulisan laporan tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, diuraikan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisikan hal-hal yang mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup pembahasan, metedologi penelitian, serta sistematika penulisan.

(23)

6 BAB II Tinjauan dan Landasan Teori

Bab ini berisikan tinjauan umum dan tinjauan khusus, serta landasan teori yang mendukung penyusunan karya tulis. Ringkasan pembahasan mengenai perbandingan peraturan tahan gempa (SNI 1726) dan perencanaan struktur baja (SNI 1729).

BAB III Metedologi Penelitian

Bab ini berisikan tentang tahapan – tahapan yang menunjang pada penelitian, data – data yang digunakan seperti data perencanaan, beban gempa rencana, preliminary desain penampang .

BAB IV Pembahasan

Bab ini berisikan perhitungan analisis perencanaan gempa secara statik ekuivalen dan dinamik, perhitungan analisis kinerja struktur batas layan dan ultimate, dan analisis profil penampang kolom dan balok, dengan contoh perhitungan secara manual.

BAB V Penutup

Bab ini berisikan mengenai hasil kesimpulan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya.

(24)

7

BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI

2.1Tinjauan Kepustakaan

Untuk memulai analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini, penulis menggunakan referensi sebagai dasar acuan dalam mendesain struktur gedung. Referensi yang digunakan yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI), Rancangan Standar Indonesia (RSNI) dan teori-teori pendukung lainnya.

Pada penelitian ini akan dibahas secara ringkas perbandingan antara peraturan perencanaan struktur baja yaitu SNI 03-1729-2002 dengan SNI 1729:2015, serta pada peraturan gempa yaitu SNI 1726-2002, SNI 1726-2012 dan RSNI 1726-2018.

2.2Landasan Teori

Teori yang digunakan pada tugas akhir ini beberapa menggunakan literatur dari buku, dan dari Badan Standar Nasional (BSN).

2.3Perencanaan Struktur

Perencanaan struktur dapat didefinisikan sebagai campuran antara seni dan ilmu pengetahuan yang dikombinasikan dengan intuisi seorang ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan dasar-dasar pengetahuan dalam statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis struktur, untuk menghasilkan suatu struktur yang ekonomis dan aman selama masa layan. Perencanaan itu sendiri adalah sebuah proses untuk mendapatkan suatu hasil optimum. Suatu struktur dikatakan optimum apabila memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

 Biaya minimum  Berat minimum

 Waktu konstruksi minimum  Tenaga kerja minimum

(25)

8  Manfaat maksimum sepanjang masa layan

Kerangka perencanaan struktur adalah pemilihan susunan dan ukuran dari elemen struktur sehingga beban yang bekerja dapat dipikul secara aman, dan perpindahan yang terjadi masih dalam batas-batas yang dipersyaratkan. Prosedur perencanaan struktur secara iterasi dapat dilakukan seperti berikut :

1. Perancangan, penetapan fungsi dari struktur

2. Penetapan konfigurasi struktur awal (preliminary) sesuai langkah 1 termasuk

pemilihan jenis material yang digunakan 3. Penetapan beban kerja struktur

4. Pemilihan awal bentuk dan ukuran elemen struktur berdasarkan langkah 1, 2, 3 5. Analisis struktur untuk memperoleh gaya-gaya dalam dan perpindahan elemen 6. Evaluasi, apakah perancangan sudah optimum sesuai yang diharapkan

7. Perencanaan ulang langkah 1 hingga 6 8. Perencanaan akhir.

(Agus Setiawan, 2008). 2.4Definisi Baja

Baja adalah suatu material yang proses pembuatannya terdiri dari unsur-unsur kimiawi, yaitu besi atau logam sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Selain itu juga terdapat unsur-unsur kimiawi lainnya, seperti sulfur, phosphor, mangan dll. Kandungan unsur-unsur kimiawi pada baja akan mempengaruhi karakterisiktik dan juga kekuatan mutunya. Prosentasi kandungan karbon bisa mencapai 1.7% atau 85 kali lipat dibanding kandungan karbon pada besi tempa. Proses pembuatannya dimulai dari pengumpulan material biji besi logam mutu tinggi kemudian dipanaskan pada suhu tinggi didalam tungku konverter hingga menjadi cair,

(26)

9 selanjutnya ditambahkan unsur karbon sebagai pengkristal dan membuat baja menjadi padat, hasil baja padat kemudian dibuat menjadi bentuk yang khas, batang (bloom), bulat (billet), dan pelat (slab).

2.4.1Jenis – Jenis Baja

Baja yang digunakan pada struktur dibagi menjadi 3 jenis klasifikasi yaitu menjadi baja karbon, baja paduan rendah mutu tinggi, dan baja paduan. Perbedaan antara 3 jenis klasifikasi diantaranya sebagai berikut :

1. Baja karbon

Baja karbon dibagi menjadi tiga kategori tergantung dari persentase kandungan karbonnya, yaitu: baja karbon rendah (C= 0.03-0.35%), baja karbon medium (C= 0.35-0.50%), dan baja karbon tinggi (C= 0.55-1.70%). Baja yang sering digunakan dalam struktur adalah baja karbon medium, misalnya baja BJ 37. Kandungan karbon baja medium bervariasi dari 0.25-0.29% tergantung ketebalan. Selain karbon, unsur lain yang juga terdapat dalam baja karbon adalah mangan (0.25-1.50%), silicon (0.25-0.30%), fosfor (maksimal 0.04%) dan sulfur (0.05%). Baja karbon umumnya memiliki tegangan leleh (fy) antara 210-250 MPa

2. Baja paduan rendah mutu tinggi

yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu tinggi (high-strength low-alloy steel/HSLA) mempunyai tegangan leleh berkisar antara 290-550 MPa

dengan tegangan putus (fu) antara 415-700 MPa. 3. Baja paduan

Baja paduan rendah (low alloy) dapat ditempa dan dipanaskan untuk

(27)

10 (Agus Setiawan, 2008).

Gambar. 2. Hubungan tegangan-regangan tipikal (sumber: Agus setiawan – Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD)

2.4.2Sifat – Sifat Mekanik Baja

Untuk mengetahui sifat-sifat dari mekanik baja perlu dilakukan proses pengujian tarik pada benda uji baja. Uji tarik dilakukan pada suhu kamar dengan memberikan laju renganan yang normal. Tegangan nominal (f) yang terjadi dalam benda uji diplot pada sumbu vertical, sedangkan regangan  yang merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula (L/L) diplot pada sumbu horizontal. Hubungan tegangan-regangan ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

(28)

11 Gambar. 3. Kurva hubungan tegangan (f) vs regangan () (sumber: Agus setiawan –

Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD)

Gambar. 4. Bagian kurva tegangan - regangan yang diperbesar (sumber: Agus setiawan – Perencanaan struktur baja dengan metode LRFD)

Titik-titik penting dalam kurva tegangan-regangan antara lain adalah :

fp : batas proporsional fe : batas elastis

fyu, fy : tegangan leleh atas dan bawah fu :tegangan putus

(29)

12

sb :regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening (penguatan regangan)

u : regangan saat tercapainya tegangan putus.

Titik-titik penting ini membagi kurva tegangan-regangan menjadi beberapa daerah sebagai berikut :

1. Daerah liniear antara 0 dan fy, dalam daerah ini berlaku hokum hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai modulus elastisitas atau modulus young, E = (f/e).

2. Daerah elastis antara 0 dan fe, pada daerah ini jika dibeban dihilangkan maka benda uji akan kembali kebentuk semula atau dikatakan benda uji bersifat elastis.

3. Daerah plastis yang dibatasi regangan antara 2% hingga 1.2-1.5%, pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar fy, daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktalitas dari material baja tersebut. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu jenis baja ini tidak mempunyai daerah plastis yang benar-benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisis plastis.

4. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara sb dan u. untuk regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain-hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini dinamakan modulus penguatan regangan (Eu).

(30)

13 2.4.3Penampang Profil Baja

Pembuatan profil baja dengan cara penggilingan terbagi menjadi 2 bagian yaitu proses canai panas (hot-rolled) dan canai dingin (cold-rolled). Pada proses canai dingin dihasilkan produk yaitu baja ringan (cold form). Pada proses canai panas (hot-rolled) umumnya diperuntukkan pada bentuk profil baja yang relative tebal. Bentuk-bentuk profil baja diberi nama sesuai dengan desain standar yang dipilih. Di Indonesia sendiri profil baja yang digunakan mengikuti desain code JIS (Japanese Industrial Standarts) dengan ukuran metrik. Berikut dibawah ini contoh bentuk-bentuk penampang profil baja.

Gambar. 5. Contoh profil baja bentuk H

(31)

14 Gambar. 7. Contoh profil baja bentuk I

Gambar. 8. Contoh profil baja bentuk C

Umumnya untuk keperluan konstruksi Gedung profil sering digunakan ialah profil I atau WF.

2.5Pembebanan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Penentuan secara pasti besarnya beban yang bekerja pada suatu struktur selama umur layannya merupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit, dan pada umumnya penentuan besarnya beban hanya merupakan suatu estimasi saja. Beban – beban yang bekerja pada struktur, pada umumnya dikelompokan berdasarkan (PPIUG 1983) menjadi 5 (lima) jenis antara lain :

1. Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung atau bangunan yang bersifat tetap selama masa layan struktur, termasuk unsur-unsur tambahan, finishing, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian tak terpisahkan gedung atau bangunan tersebut.

(32)

15 2. Beban hidup, adalah beban gravitasi yang bekerja pada struktur dalam masa

layannya, dan timbul akibat penggunaan suatu gedung. Termasuk beban ini adalah berat manusia, perabotan yang dapat dipindah-pindah, kendaraan, dan barang-barang lain.

3. Beban angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan-tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat tergantung dari lokasi dan ketinggian struktur, ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negative (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan negative dinyatakan dalam kg/m2.

4. Beban gempa, adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada struktur akibat adanya pergerakan tanah oleh gempa bumi, baik pergerakan arah vertical maupun horizontal. Namun pada umumnya percepatan tanah arah horizontal lebih besar daripada arah vertikalnya, sehingga pengaruh gempa horizontal jauh lebih menentukan daripada gempa vertical. Besarnya gaya geser dasar (statik ekuivalen) ditentukan berdasarkan persamaan V = , dengan C adalah factor respons gempa ditentukan berdasarkan lokasi bangunan dan jenis tanahnya, I adalah factor keutamaan gedung, R adalah factor reduksi gempa yang tergantung pada jenis struktur yang bersangkutan, sedangkan W, adalah berat total bangunan termasuk beban hidup yang bersesuaian.

5. Beban khusus adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya – gaya tambahan yang berasal dari beban hidup seperi gaya rem yang berasal dari crane, gaya sentripetal dan gaya dinamis yang berasal dari mesin – mesin serta pengaruh – pengaruh khusus lainnya.

(33)

16 (Agus Setiawan, 2008).

2.6Batang Tarik

Material baja mempunyai kemampuan sama dalam memikul gaya tarik maupun gaya tekan. Mutu bahannya juga relative tinggi, sehingga dimensinya cenderung langsing. Untuk elemen struktur seperti itu maka pemakaian material baja hanya efisien terhadap tarik. Untuk batang tekan maka kapasitasnya ditentukan oleh tekuk (buckling), suatu masalah stabilitas yang tergantung pada geometri, struktur, dan penampang, dan tidak hanya materialnya saja.

Dalam mendesain batang tarik hal-hal yang perlu diperhatikan ialah mengenai jenis sambungan dan efektivitasnya. Bila sambungan antar elemen menggunakan sambungan baut, maka harus diperhitungkan luasan bersih dan luasan kotor pada penampangnya. Pola penempatan lubang baut dan diameternya juga hal yang mempengaruhi kekuatan pada sambungannya. Rumus-rumus yang digunakan pada perencanan batang tarik dibagi menjadi 2 bagian yaitu kuat tarik nominal penampang utuh, dan kuat tarik nominal penampang berlubang.

Kuat tarik penampang utuh terhadap keruntuhan leleh (yield) :

Pn = Fy Ag (Pers. 1)

Dimana :

Pn = kuat aksial nominal  = faktor tahanan tarik Fy = tegangan leleh

Ag = luas penampang utuh (gross)

Kuat tarik penampang berlubang terhadap keruntuhan batas maksimum (ultimate) :

(34)

17 Dimana :

Fu = tegangan leleh Ae = luas penampang efektif

An = luas penampang bersih (netton), dikurangi lubang U = faktor shear lag

2.7Batang Tekan

Batang tekan ditujukan untuk komponen struktur yang memikul beban tekan sentris tepat pada titik berat penampang, atau kolom dengan gaya aksial saja. Bila pada batang tarik parameter material ditentukan oleh tegangan leleh dan tegangan ultimate. Pada batang tekan hanya tegangan leleh saja. Selain parameter material, batang tekan juga dipengaruhi dari konfigurasi bentuk fisik dan geometri.

Parameter geometri, terdiri dari luasan penampang (A); pengaruh bentuk penampang terhadap kekakuan lentur (Imin); panjang batang dan kondisi pertambatan atau tumpuan, yang diwakili oleh panjang efektif (KL). Ketiganya dapat diringkas menjadi satu parameter tunggal, yaitu kelangsingan batang (KL/rmin), dimana rmin = (Imin/A), r sebagai radius girasi pada arah tekuk.

Secara visual, tekuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tekuk lokal pada elemen penampang, dan tekuk global pada kolom atau batang tekan secara menyeluruh. Jika elemen-elemen profil penampang relatif langsing dan panjang kolomnya relatif pendek, dapat terjadi tekuk lokal. Sebaliknya, jika elemen-elemen profil penampang relatif tebal dan batang kolomnya langsing makan akan terjadi tekuk global yang sifatnya menyeluruh.

(35)

18 2.7.1Teori Tekuk (Buckling)

Perilaku tekuk perlu dipelajari karena menjadi salah satu penyebab keruntuhan pada batang tekan. Tekuk itu sendiri hanya terjadi pada elemen langsing dan yang memikul gaya tekan. Adapun material beton, yang relatif lemah dibanding bahan baja menyebabkan dimensi komponen strukturnya relative besar (tidak langsing). Oleh sebab itu untuk perencanaan kolom beton, jarang yang memperhitungkan tekuk, cukup diatasi dengan diagram interaksi penampang berdasarkan prinsip kompabilitas tegangan regangan pada material penampangnya.

Teori kolom ideal ditemukan oleh Leonhard Euler pada tahun 1744. Dimana rumus euler menghubungkan parameter geometri panjang (L), luas penampang (A), momen inersia (I), material (E), dan beban aksial tekan P sesaat sebelum tekuk (Pcr). Rumus tekuk kolom yang terkenal itu adalah :

(Pers. 3)

2.7.2Panjang Efektif

Panjang kolom (L), pada model kolom ideal dari euler dapat dipakai sebagai acuan mengevaluasi kolom dengan kondisi tumpuan tertentu. Dengan cara membuat konversi panjang kolom real (L) menjadi panjang kolom efektif (KL), dengan K sebagai faktor konversinya. Dengan cara “panjang efektif kolom” maka rumus tekuk euler dapat dipakai untuk berbagai kondisi kolom, dengan format sebagai berikut.

(Pers. 4)

Panjang efektif kolom atau KL adalah cara sederhana tetapi efektif dalam memprediksi kekuatan kolom, yaitu dengan mencari korelasi bentuk tekuk yang berkesesuaian dengan rumus euler. Berikut dibawah ini nilai faktor K untuk kolom dengan berbagai jenis tumpuan.

(36)

19 Gambar. 9. Nilai faktor K (sumber: SNI-1729-2002)

2.7.3Tekuk Lentur

Tekuk global ditentukan oleh kelangsingan elemen penampang dan bentuknya. Ada tiga perilaku tekuk, yaitu tekuk lentur, tekuk torsi, dan tekuk lentur-torsi. Tekuk lentur yang dimaksud adalah fenomena tekuk global pada penampang dengan klasifikasi elemen tidak langsing. Beban kritis yang menyebabkan tekuk tersebut telah dirumuskan oleh euler. Sampai saat ini rumus tersebut tetap dijadikan dasar menentukan kuat nominal batang tekan (Pn).

Agar berkesesuaian dengan cara perencanaan batang tarik, maka luas penampang utuh atau gross (Ag) dijadikan konstanta tetap, adapun variabelnya adalah tegangan kritis (Fcr), yang dituliskan dalam format berikut.

(Pers. 5)

Tegangan kritis (Fcr), dibagi menjadi 2 kondisi tekuk yaitu, kondisi tekuk inelastis dan tekuk elastis dengan rumus AISC-E3 sebagai berikut.

(37)

20

0.658 (Pers. 6)

(b) 4.71 / atau 2.25, tekuk elastis, maka :

0.877 (Pers. 7)

Dimana Fe = tegangan tekuk euler (elastis) sebagai berikut.

/ (Pers. 8)

2.7.4Tekuk Torsi dan Tekuk Torsi-Lentur

Fenomena tekuk, selain lentur ada lagi yaitu punter (tekuk torsi), atau gabungan keduanya yaitu tekuk lentur-torsi. Biasa terjadi pada penampang dengan kekakuan torsi yang relatif kecil, atau pusat geser dan pusat beratnya tidak berhimpit. Jika kapasitasnya lebih kecil dibanding kapasitas tekuk lentur, maka perilaku tekuk torsi atau lentur-torsi yang akan terjadi terlebih dahulu (menentukan). Rumus kapasitas tekan nominal penampang kolom tidak langsing terhadap tekuk torsi dan lentur-torsi sebagai berikut.

Tegangan kritis (Fcr) masih sama penentuan rumusnya dengan tekuk lentur, hanya tegangan tekuk elastis Fe dihitung dengan memasukkan pengaruh kekakuan torsi batangnya sebagai berikut.

Profil dengan sumbu simetri ganda, maka ;

/ (Pers. 9)

Dimana,

Cw = konstanta warping, penampang terbuka mm4 Kzl = panjang tekuk efektif terhadap torsi, mm G = modulus geser

(38)

21 Ix, Iy = momen inersia terhadap sumbu utama, mm4

2.8Balok Lentur

Balok adalah komponen struktur yang memikul beban-beban gravitasi, seperti beban mati dan beban hidup. Komponen struktur balok merupakan kombinasi dari elemen tekan dan elemen tarik. Pada penelitian tugas akhir ini diasumsikan bahwa balok tak akan tertekuk, karena pada beberapa kondisi balok cukup terkekang secara lateral, sehingga masalah stabilitas dapat diabaikan.

2.8.1Kuat Lentur Nominal

Secara umum dapat dinyatakan bahwa kuat lentur rencana balok lentur memenuhi persyaratan jika :

∅ (Pers. 10)

Dimana,

Mu = kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil kombinasi beban sesuai ketentuan

∅b = faktor ketahanan lentur

Mn = kuat lentur nominal balok ditinjau terhadap berbagai kondisi batas (material atau geometri).

Kondisi-kondisi batas yang menentukan kuat lentur balok. Kuat batas leleh (yielding)

(Pers. 11)

Dimana,

Mn = kuat lentur nominal balok, Nm

Mp = momen lentur penampang plastis, Nm

Fy = kuat leleh minimum, tergantung mutu baja yang digunakan, MPa Zx = modulus plastis penampang terhadap sumbu kuat, mm3

(39)

22 2.8.2Kuat Geser Nominal

Elemen penampang balok, seperti pelat sayap dan badan, didesain terhadap momen lentur. Pelat sayap pengaruhnya signifikan terhadap kapasitas lenturnya. Dari kedua elemen sayapnya mampu menghasilkan kopel gaya yang besar dalam mengantisipasi momen luar yang terjadi.

Adapun fungsi terbesar pelat badan adalah memikul gaya geser. Setelah kapasitas momen lentur terpenuhi, maka selanjutnya menentukan kapasitas geser pada pelat badan (web). Secara umum kuat geser rencana memenuhi persyaratan jika ;

∅ (Pers. 12)

Dimana,

Vu = gaya geser batas, atau gaya geser terfaktor maksimum dari berbagai kombinasi sesuai peraturan beban.

∅v = faktor ketahanan geser

Vn = kuat geser nominal balok yang dapat dihitung sesuai ketentuan desain

Kuat geser nominal, Vn pelat badan dari profil simetri tunggal atau ganda, atau profil UNP, yang direncanakan tanpa memanfaatkan kekuatan pasca tekuk, ditentukan dari kondisi batas akibat leleh dan tekuk akibat geser sebagai berikut ;

0.6 (Pers. 13)

Dimana, Aw = d tw adalah luas total pelat badan. Adapun koefisien geser pelat badan, Cv pada dasarnya adalah faktor reduksi untuk mengantisipasi terjadinya tekuk dipelat badan, sebagai berikut.

(a) pelat badan profil-I hot-rolled jika h/tw 2.24(E/Fy)^0.5 maka ∅v = 1.0 dan Cv = 1.0

(40)

23 (b) profil yang tidak memenuhi persyaratan diatas, tapi simetri ganda atau tunggal maka Cv ditentukan dari kelangsingan pelat badan atau rasio h/tw dalam tiga kategori.

2.9Peraturan Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung

Secara umum desain code SNI 1729 tentang Perencanaan Struktur Baja Untuk Struktur Gedung, masih mengacu desain code Negara amerika yaitu American Institute of Steel (AISC) - 360. Pada desain code SNI 1729-2002 mengacu pada AISC 360-2005, sedangkan desain code yang paling terbaru saat ini pada SNI 1729-2015 mengacu pada desain code AISC 360-2010. Secara perhitungan dan analisis kedua desain code masih mirip atau serupa, hanya terdapat beberapa perbedaan, yaitu pada perhitungan kekuatan nominal pada kolom.

2.10Desain Code Peraturan SNI 03-1729-2002 dan SNI 1729-2015

Berikut ini ringkasan persyaratan pasal-pasal yang digunakan pada penelitian ini, diantaranya meliputi : material, ketentuan umum, beban dan kombinasi pembebanan, keadaan kekuatan batas, faktor reduksi, masalah tekuk, desain kekuatan komponen tarik, tekan, lentur, geser, kombinasi lentur aksial momen dan batas-batas lendutan.

2.10.1Material

Material yang digunakan harus memenuhi persyaratan minimum, diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 5.1 tabel 5.3. (sifat mekanis baja structural) SNI 1729-2015 = pasal A3.1 (material)

Untuk perencanaan baik tegangan leleh (fy) dan tegangan putus (fu) tidak boleh melebihi nilai yang diberikan pada tabel 5.3. Sifat – sifat mekanis lainnya baja struktural untuk perencanaan ditetapkan sebagai berikut :

(41)

24  Modulus elastisitas : E = 200.000 MPa

 Modulus geser : G = 80.000 MPa  Nisbah poisson : 

=0,3

 Koefisien pemuaian :  = 12 x 10-6 / C Berikut tabel sifat mekanis baja struktural :

Tabel. 1. Sifat Mekanis Baja Struktural

2.10.2Ketentuan Umum

Persyaratan umum untuk analisis dan desain struktur baja yang berlaku diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 6.1 (ketentuan umum), dimana dijelaskan bahwa :

Tujuan perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, mampu – layan, awet, dan memenuhi tujuan – tujuan lainnya seperti ekonomis dan kemudahan pelaksanaan.

Suatu struktur disebut stabil bila tidak mudah terguling, miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan.

Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu – layan bila kemungkinan terjadinya kegagalan – struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa hidup yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima.

SNI 1729-2015 = pasal B1 (ketentuan umum), dimana dijelaskan bahwa : Jenis  Baja Tegangan putus  minimum, fu  (Mpa) Tegangan leleh  minimum, fy  (Mpa) Peregangan  minimum (%) BJ 34 340 210 22 BJ 37 370 240 20 BJ 41 410 250 18 BJ 50 500 290 16 BJ 55 550 410 13

(42)

25 Desain dari komponen struktur dan sambungan harus konsisten dengan perilaku dimaksud dari sistem portal dan asumsi yang dibuat dalam analisis struktur. Kecuali dibatasi oleh peraturan bangunan gedung yang berlaku, ketahanan terhadap beban lateral dan stabilitas bisa menggunakan setiap kombinasi komponen struktur dan sambungan.

2.10.3Beban dan Kombinasi Pembebanan

Persyaratan umum beban dan kombinasi beban yang berlaku, diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 6.2.1 (beban), 6.2.2 (kombinasi pembebanan) SNI 1729-2015 = pasal B2 (beban dan kombinasi beban)

Berikut kombinasi pembebanan sesuai dengan pasal 6.2.2 : - 1.4D - 1.2D + 1.6 L + 0.5 (La atau H) - 1.2D + 1.6 (La atau H) + (

L L atau 0.8 W) - 1.2D + 1.3 W +

L L + 0.5 (La atau H) - 1.2D  1.0E +

L L - 0.9D (1.3W atau 1.0E) Keterangan :

D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap

L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain

(43)

26 La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,

peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak

H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air W adalah beban angina

E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–2002, atau penggantinya

2.10.4Keadaan Kekuatan Batas

Komponen struktur beserta sambungannya harus direncanakan untuk keadaan kekuatan batas, diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 6.3 (keadaan kekuatan batas) dimana dijelaskan bahwa : Kuat rencana (

Rn) harus ditentukan dari kuat nominal (Ru) yang dikalikan dengan

faktor reduksi (

. Semua komponen struktur dan sambungan harus direncanakan sehingga kuat rencana tidak kurang dari pengaruh aksi terfaktor (Ru), yaitu :

Ru

Rn. (Pers. 14)

SNI 1729-2015 = pasal B3 (dasar desain) dimana dijelaskan bahwa :

Desain harus dibuat sesuai dengan ketentuan Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBK) atau dengan ketentuan untuk Desain Kekuatan Izin (DKI). Pada desain faktor beban dan ketahanan (DFBK) rumus yang digunakan masih sama dengan persamaan no 14, hanya berbeda dengan faktor ketahanannya. Sedangkan pada desain kekuaran izin (DKI) rumus yang digunakan sebagai berikut :

/

(Pers. 15)

Keterangan:

(44)

27 Rn = kekuatan nominal, disyaratkan dalam Bab B sampai K

 = faktor keamanan, disyaratkan dalam Bab B sampai K Rn/ = kekuatan izin

2.10.5Faktor Reduksi

Persyaratan umum faktor reduksi diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 6.3 (keadaan kekuataan batas), tabel 6.4-2 (faktor reduksi) berikut beberapa nilai faktor ketahanannya :

 : 0.85 (tekan)  : 0.9 (lentur)

 : 0.9 (tarik luas bruto)  : 0.75 (tarik luas neto)  : 0.9 (geser)

SNI 1729-2015 = disyaratkan dalam Bab B sampai K, faktor ketahanan dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu DFBK dan DKI sebagai berikut :

Faktor – faktor ketahanan yang dipakai pada desain DFBK c : 0.9 (tekan)

b : 0.9 (lentur)

t : 0.9 (tarik luas bruto) t : 0.75 (tarik luas neto) v : 0.9 (geser)

Faktor – faktor ketahanan yang digunakan pada desain DKI c : 1.67 (tekan)

(45)

28 t : 1.67 (tarik luas bruto)

t : 2.00 (tarik luas neto) v : 1.67 (geser)

2.10.6Masalah Tekuk

Jika penampang melintang suatu komponen struktur tekan cukup tipis, maka akan ada kemungkinan timbul tekuk lokal. Jika tekuk lokal terjadi maka komponen struktur tersebut tidak akan lagi memikul beban tekan secara penuh, dan ada kemungkinan pula struktur tersebut akan mengalami keruntuhan. Profil-profil WF dengan tebal flens yang tipis cukup rawan terhadap bahaya tekuk lokal, sehingga penggunaan profil-profil demikian sebaiknya dihindari.

Penampang suatu komponen struktur dapat diklasifikasikan menjadi penampang kompak, tidak kompak dan langsing. Suatu penampang yang menerima beban aksial tekan murni, kekuatannya harus direduksi jika penampang tersebut termasuk penampang yang langsing. Rasio antara lebar dengan tebal suatu elemen biasanya dinotasikan dengan symbol . Jika nilai l lebih besar dari suatu batas yang ditentukan,

r, maka penampang dikategorikan sebagai penampang langsing dan sangat potensial mengalami tekuk lokal. Batasan-batasan r untuk berbagai tipe penampang diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 7.6.4 (batas kelangsingan), tabel 7.5-1 (perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan)

SNI 1729-2015 = pasal B4 (properti komponen struktur), tabel B4.1 (rasio tebal terhadap lebar)

(46)

29 2.10.7Desain Komponen Kekuatan Tarik

Suatu komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor harus memenuhi persyaratan yang diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 10.1 (kuat tarik rencana)

SNI 1729-2015 = pasal D2 (desain komponen struktur untuk tarik) Diantara keduanya menggunakan rumus yang sama yaitu sebagai berikut : Penampang bruto

Pn = Fy Ag (Pers. 16)

Penampang netto

Pn = Fu Ae (Pers. 17)

Ae : luas neto efektif (mm)

Ag : luas bruto dari komponen struktur

Fy : tegangan leleh minimum yang disyaratkan (MPa) Fu : kekuatan tarik minimum yang disyaratkan (MPa) 2.10.8Desain Komponen Kekuatan Tekan

Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris, akibar beban terfaktor harus memenuhi persyaratan yang diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 7.6.2 (daya dukung nominal komponen struktur tekan) dengan rumus sebagai berikut :

(Pers. 18)

Dengan besarnya  ditentukan oleh c, yaitu :

Untuk c  0,25 maka  = 1 (18a)

Untuk 0,25 < c < 1,2 maka  = , ,, (18b)

(47)

30 Tegangan kritis untuk daerah elastik, ditetapkan sebagai berikut :

(Pers. 19)

Sehingga

(Pers. 20)

Keterangan :

Ag : luas penampang bruto, mm2 Fcr : tegangan kritis penampang, MPa Fy : tegangan leleh material, MPa

SNI 1729-2015 = pasal D2 (desain komponen struktur untuk tarik) dengan rumus sebagai berikut :

Kekuatan tekan nominal elemen non langsing

Pn = Fcr Ag (Pers. 21)

Fcr : tegangan kritis

(a) Bila ≤ 4.71 (atau ≤ 2.25)

Fcr = 0.658 Fy (Pers. 22)

(a) Bila ≥ 4.71 (atau ≥ 2.25)

Fcr = 0.877 Fe (Pers. 23)

Fe : tegangan tekuk kritis elastis

Fe = (Pers. 24)

K : Faktor panjang efektif

L : Panjang tanpa dibreising lateral dari komponen struktur (mm) E : Modulus elastis baja

(48)

31 : rasio kelangsingan efektif (sebaiknya < 200)

Pn = Fu Ae (Pers. 25)

Ae : luas neto efektif (mm)

Ag : luas bruto dari komponen struktur

Fy : tegangan leleh minimum yang disyaratkan (MPa) Fu : kekuatan tarik minimum yang disyaratkan (MPa) 2.10.9Desain Komponen Kekuatan Lentur Plastis

Suatu komponen struktur yang memikul lentur harus memenuhi persyaratan yang diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 8.1 (perencanaan untuk lentur), 8.2.3 (penampang kompak) SNI 1729-2015 = pasal F2 (desain komponen struktur untuk lentur)

Diantara keduanya menggunakan rumus yang sama yaitu sebagai berikut : Dalam kondisi tertahan lateral (penampang kompak)

Mn = Mp = Fy Zx (Pers. 26)

Mn : kekuatan lentur nominal Mp : kekuatan momen plastis

Fy : tegangan leleh minimum yang disyaratkan (MPa) Zx : modulus penampang plastis di sumbu x (mm3) 2.10.10Desain Komponen Kekuatan Geser

Suatu komponen struktur yang menerima gaya geser harus memenuhi persyaratan yang diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 8.8.1 (kuat geser)

SNI 1729-2015 = pasal G2 (desain komponen struktur untuk geser) Diantara keduanya menggunakan rumus yang sama yaitu sebagai berikut :

(49)

32 Kuat geser nominal :

Vu

Vn (Pers. 27)

dengan :

Vu = kuat geser perlu / rencana Vn = kuat geser nominal

Kuat geser nominal harus dihitung sebagai berikut :

Vn = 0.6 Fy Aw Cv (Pers. 28)

Vn : kekuatan geser nominal

Fy : tegangan leleh minimum yang disyaratkan (MPa)

Aw : luas dari badan, tinggi keseluruhan dikalikan denganketebalan badan d tw (mm2)

Cv : 1.0

2.10.11Kombinasi Lentur Aksial Momen

Untuk mengetahui penampang pada struktur kolom aman atau tidaknya perlu dicek salah satu dari dua persamaan interaksi aksial – momen berikut ini harus memenuhi persyaratan yang diatur sesuai pasal berikut :

SNI 03-1729-2002 = pasal 7.4.3.3 / 11.3 (persamaan interaksi aksial-momen)

SNI 1729-2015 = pasal H1 (desain komponen struktur untuk kombinasi gaya dan torsi)

Diantara keduanya menggunakan rumus yang sama yaitu sebagai berikut :

(a) Bila ≥ 0.2

+ 1,0 (Pers. 29)

(50)

33

+ 1,0 (Pers. 30)

Pr : kekuatan aksial perlu menggunakan kombinasi beban DFBK atau DKI Pc : kekuatan aksial tersedia (c Pn untuk DFBK atau Pn/c untuk DKI) Mr : kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban DFBK atau DKI Mc : kekuatan lentur tersedia (b Mn untuk DFBK atau Mn/b=)

x : indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur y : indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur 2.11Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi pada permukaan bumi sebagai akibat tumbukan antar lempeng, patahan atau sesar aktif, aktivitas gunung api, dan runtuhan batuan. Beberapa contoh tipe-tipe gempa diantaranya sebagai berikut :

1. Gempa tektonik, gempa yang terjadi dikarenakan oleh pergeseran lempeng pada muka bumi dimana lempeng tersebut sebagai pelat yang saling bertabrakan hingga salah satunya masuk kebawah (subduction) pelat yang lainnya (dipping zone).

2. Gempa vulkanik, gempa yang terjadi dikarenakan aktivitas gunung berapi, diantaranya seperti letusan gunung merapi, gempa dangkal yang terjadi akibat pergerakan magma, dll.

3. Gempa akibat keruntuhan (collapse earthquake), gempa yang terjadi pada saat keruntuhan pada gua-gua ataupun pada penggalian tambang. Hal ini biasa terjadi pada saat tegangan pada batuan yang menunjang gua ataupun tambang sudah tidak kuat lagi menahan beban yang ada akan menyebabkan batuan tersebut meledak dan jatuh sambil mengeluarkan gelombang getaran.

(51)

34 4. Gempa induksi akibat bendungan yang besar, gempa ini terjadi akibat air yang dibendung oleh bendungan memberikan tekanan tambahan kepada batuan dibawahnya, sehingga batuan dibawahnya menjadi hancur.

2.12Peraturan Pembebanan Gempa Indonesia

Secara umum desain code SNI 1726 tentang perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung, masih mengacu desain code negara amerika yaitu American Society of Civil Engineers (ASCE) - 7 dan Uniform Building Code (UBC). Pada desain code SNI 1726-2002 mengacu pada UBC 1997, sedangkan desain code SNI 1726-2012 sudah mengacu ke ASCE 7-10, dan untuk desain code RSNI 1726-2018 mengacu ke ASCE 7-16. Secara isi dari desain code peraturan SNI 1726-2012 dan RSNI 1726-2018 masih mirip atau serupa, hanya terdapat perbedaan antara tabel koefisien situs Fa dan Fv. Sedangkan pada desain code SNI 1726-2002 terdapat perbedaan yang cukup signifikan dengan desain code SNI 1726-2012 dan RSNI 2018. Berikut beberapa ringkasan perbedaan antara desain code SNI 1726-2002 dengan SNI 1726-2012.

2.13Desain Code Peraturan SNI 03-1726-2002

Syarat – syarat perencanaan struktur gedung tahan gempa yang ditetapkan dalam standar ini tidak berlaku untuk bangunan sebagai berikut :

- Gedung dengan sistem struktur yang tidak umum atau masih memerlukan pembuktian tentang kelayakannya.

- Gedung dengan sistem isolasi landasan (base isolation) untuk meredam

pengaruh gempa terhadap struktur atas.

- Bangunan teknik sipil seperti jembatan, bangunan air, dinding dan dermaga pelabuhan, anjungan lepas pantai dan bangunan non – gedung lainnya.

(52)

35 - Rumah tinggal satu tingkat dan gedung – gedung non – teknis lainnya.

2.13.1Gempa Rencana dan Kategori Gedung

Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur masa gedung 50 tahun. Akibat pengaruh gempa rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.

Kategori gedung ditentukan berdasarkan dari fungsi kepentingan gedung pasca terjadinya gempa. Pengaruh gempa rencana harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan, I. Berikut ini adalah tabel dari faktor keutamaan berdasarkan fungsi gedung :

Tabel. 2. Faktor keutamaan (I) untuk berbagai kategori gedung dan bangunan

2.13.2Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan

Seperti yang tercantum pada pasal 4.2, struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

- Tinggi bangunan tidak lebih dari 10 lantai atau 40m

- Denah tanpa tonjolan, tidak lebih dari 25% panjang dan lebar denah bangunan

I1 I2 I 1.0 1.0 1.0 1.0 1.6 1.6 1.4 1.0 1.4 1.6 1.0 1.6 1.5 1.0 1.5 Faktor Keutamaan Kategori gedung

Gedung umum seperti untuk penghunian,  perniagaan dan perkantoran

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,  instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik,  pusar penyelamatan dalam keadaan darurat,  fasilitas radio dan televisi.

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya  seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan  beracun.

Monumen dan bangunan monumental

(53)

36 - Denah tanpa coakan sudut, tidak lebih dari 15% panjang dan lebar denah

bangunan

- Sistem struktur terbentuk oleh subsistem – subsistem penahan beban lateral - Sistem tanpa loncatan bidang muka, tidak kurang dari 75% ukuran terbesar

denah bangunan

- Kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya tingkat lunak. Tingkat lunak adalah suatu tingkat dimana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata – rata 3 tingkat diatasnya

- Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat diatasnya atau dibawahnya

- Sistem unsur – unsur vertikal dari penahanan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya

- Sistem lantai tingkat menerus, tanpa lubang atau bukaan, luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Lubang dan bukaan tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya.

2.13.3Pemilihan Sistem Struktur

Sesuai pasal 4.3.4, nilai faktor daktilitas struktur gedung  di dalam perencanaan struktur gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari nilai faktor daktilitas maksimum m yang dapat dikerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem struktur gedung. Dalam tabel 3 ditetapkan nilai m yang dapat dikerahkan oleh beberapa jenis sistem dan subsistem struktur gedung, berikut dengan

(54)

37 faktor reduksi maksimum Rm yang bersangkutan. Berikut pemilihan jenis struktur yang digunakan pada penelitian ini :

Tabel. 3. Nilai Faktor R, m dan f.

Pada penelitian ini digunakan sistem rangka baja pemikul momen khusus dengan nilai R = 8.5, m = 5.2.

2.13.4Wilayah Gempa dan Respons Spektrum

Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1 hal 21 pada desain code SNI 1726-2002, di mana wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun, yang nilai rata – ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam tabel 4.

Tabel. 4. Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk SNI 03-1726-2002

(55)

38 Tabel. 5. Spektrum respons gempa rencana SNI 03-1726-2002

2.13.5Gaya Geser Dasar Gempa dan Beban Lateral Gempa

Berdasarkan SNI 03-1726-2002, pasal 6.1, struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat gempa rencana dalam arah masing – masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen. Beban geser dasar nominal statik yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :

(Pers. 31)

Keterangan :

C1 : nilai faktor respons gempa dari spektrum respons gempa rencana Tanah  keras Tanah  sedang Tanah  lunak Tanah  khusus 1 0.03 0.04 0.05 0.08 2 0.10 0.12 0.15 0.2 3 0.15 0.18 0.23 0.3 4 0.20 0.24 0.28 0.34 5 0.25 0.28 0.32 0.36 6 0.30 0.33 0.36 0.38 Wilayah  Gempa Percepat an  puncak  batuan  dasar ('g')

Percepatan puncak muka tanah A0 ('g')

Diperlukan  evaluasi  khusus di  setiap  lokasi Am Ar Am Ar Am Ar 1 0.10 0.05 0.13 0.08 0.20 0.20 2 0.30 0.15 0.38 0.23 0.50 0.50 3 0.45 0.23 0.55 0.33 0.75 0.75 4 0.60 0.30 0.70 0.42 0.85 0.85 5 0.70 0.35 0.83 0.50 0.90 0.90 6 0.83 0.42 0.90 0.54 0.95 0.95 Wilayah  Gempa

Tanah Keras          Tanah Sedang       Tanah Lunak        Tc = 0.5 det. Tc = 0.6 det. Tc = 1.0 det.

(56)

39 R : faktor reduksi gempa terhadap elastisitas, beban nominal dan faktor daktilitas struktur

Faktor respons gempa C ditentukan oleh persamaan-persamaan sebagai berikut : - untuk T  Tc :

C = Am (Pers. 32)

- untuk T > Tc :

C = Ar / T, dengan (Pers. 33)

Ar = Am Tc (Pers. 34)

Beban geser nominal di atas harus didistribusikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban nominal statik ekivalen, Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-I menurut persamaan :

∑ (Pers. 35)

Keteragan :

Wi : berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup

Zi : ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepit lateral N : nomor lantai tingkat paling atas

Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 harus dianggap sebagai beban horizontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban – beban gempa nominal statik ekivalen menurut persamaan di atas.

(57)

40 2.13.6Waktu Getar Alami Fundamental

Sesuai pasal 6.2, waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masing – masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus rayleigh sebagai berikut:

∑ (Pers. 36)

Dimana Wi dan Fi mempunyai arti yang sama seperti pasal 6.1.3, adalah simpangan horizontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm dan ’g’ adalah percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9810 mm/det2.

Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur gedung untuk penentuan faktor respons gempa C1 ditentukan dengan rumus – rumus empiris atau didapat dari hasil analisis vibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut pasal 6.2.1.

2.14Desain Code Peraturan SNI 03-1726-2012

Syarat – syarat perencanaan struktur bangunan gedung dan non gedung tahan gempa yang ditetapkan dalam tata cara ini tidak berlaku untuk bangunan sebagai berikut :

- Struktur bangunan dengan sistem struktur yang tidak umum atau yang masih memerlukan pembuktian tentang kelayakannya

- Struktur jembatan kendaraan lalu lintas (jalan raya dan kerta api), struktur reaktor energi, struktur bangunan irigasi dan bendungan, struktur menara transmisi listrik, serta struktur anjungan pelabuhan, anjungan lepas pantai, dan struktur penahan gelombang.

Untuk struktur – struktur yang disebutkan dalam batasan tersebut diatas, perencanaan harus dilakukan dengan menggunakan tata cara dan pedoman perencanaan

(58)

41 yang terkait, dan melibatkan tenaga – tenaga ahli utama di bidang rekayasa struktur dan geoteknik.

2.14.1Gempa Rencana

Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 2500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas 2% selama umur gedung 50 tahun.

2.14.2Wilayah Gempa dan Respons Spektrum

Pada peraturan ini terdapat 2 buah peta wilayah gempa, yaitu untuk gempa dengan metode sangat singkat (T= 0.2 detik), dan gempa dengan periode 1 detik (T= 1detik, grafik respons spektrum tidak disediakan, melainkan harus dirancang sendiri menggunakan parameter – parameter percepatan yang dapat dihitung berdasarkan wilayah gempa dan struktur gedung yang ingin direncanakan. Berikut ini adalah langkah – langkah membuat respons spektrum disain yang terdapat pada pasal 6 :

1. Menentukan Ss (didapat dari peta gempa dengan periode 2500 tahun dan T= 0,2 detik) dan S1 (didapat dari peta gempa dengan periode ulang 2500 tahun T= 1 detik)

2. Menentukan jenis tanah dan koefiisien situs. Setelah jenis tanah ditentukan, dengan nilai Ss dan S1 yang diperoleh di langkah 1, dan dengan tabel 6 dan 7 SNI 03-1726-2012 (pasal 6.2), maka di dapat nilai Fa dan Fv.

(59)

42 Tabel. 7. Koefisien situs Fv

3. Menghitung SMS dan SM1

SMS dan SM1 (parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek dan periode 1 detik) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini :

SMS = Fa Ss (Pers. 37)

SM1 = Fv S1 (Pers. 38)

4. Menghitung parameter percepatan spektral desain

Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, SDS dan periode 1 detik SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini :

SDS = 2/3 SMS (Pers. 39) Ss ≤0.25 Ss =0.5 Ss =0.75 Ss =1.0 Ss ≥1.25 SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 SB 1 1 1 1 1 SC 1.2 1.2 1.1 1 1 SD 1.6 1.4 1.2 1.1 1 SE 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9 SF Ss

Parameter respons spektral percepatan gempa MCER  terpetakkan pada periode pendek, T= 0,2 detik Kelas  Situs S1 ≤0.1 S1=0.2 S1=0.3 S1=0.4 S1 ≥0.5 SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 SB 1 1 1 1 1 SC 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 SD 2.4 2 1.8 1.6 1.5 SE 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4 SF Ss Kelas  Situs

Parameter respons spektral percepatan gempa MCER  terpetakkan pada periode pendek, T= 1 detik

Referensi

Dokumen terkait

(4) Penetapan jenjang jabatan untuk pengangkatan dalam Jabatan Fungsional Pengawas Kemetrologian berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara tentunya mengatur utilitas yang berada di dalam dan

Tingkat korosi atmosferik berdasarkan jarak dari garis pantai terhadap laju korosi atmosferik pada baja tulangan. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Dengan memanfaatkan aplikasi IPCop pada jaringan clinet server maka selaku administrator kita dapat memblokir situs-situs yang berbahaya dalam jaringan kita, sehingga

Kabupaten Buleleng adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam wilayah

Untuk mengetahui hasil belajar siswa di kelas VIII dengan menggunakan Bilingual Language pada mata pelajaran Qur’an Hadits SMP Ulul Albab Sepanjang Sidoarjo.. Untuk mengetahui

Dalam be rita itu umumnya, negara digambarkan sebagai aktor yang menghadapi banyak kendala sehingga nampak &#34;dis-oriented&#34;, tidak bisa menanggapi dengan baik

Adanya pengaruh antara iklan dan keputusan pembelian pada penelitian ini sama seperti penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Puji Kurniawati tahun 2010 dengan judul