• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum

Struktur bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Struktur terdiri dari unsur-unsur atau elemen-elemen yang terintegrasi dan berfungsi sebagai satu kesatuan utuh untuk menyalurkan semua jenis beban yang diantisipasi ke tanah.

Gedung yang direncanakan merupakan gedung bertingkat enam lantai yang difungsikan sebagai gedung perkuliahan Fakultas Kedokteran Universitas Semarang. Perencanaan struktur bangunan gedung harus memenuhi syarat keandalan bangunan gedung seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, yaitu :

1. Struktur Bangunan Gedung

Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

2. Pembebanan pada bangunan gedung

Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara dan beban khusus. 3. Struktur atas bangunan gedung

Perencanaan konstruksi beton dan baja harus mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, salah satunya yaitu SNI 03-2847-2002 dan SNI 03-1729-2002, masing-masing merupakan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dan Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung.

(2)

5 4. Struktur bawah bangunan gedung

Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.

2.2 Peraturan yang Dipakai

Perencanaan struktur gedung bertingkat harus memenuhi syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku. Adapun syarat-syarat dan ketentuan serta rumus yang digunakan sesuai dengan buku pedoman, antara lain :

1. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013. 2. Spesifikasi untuk Gedung Baja Struktural SNI 03-1729-1-2002. 3. Pedoman Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1987.

4. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dan non Gedung SNI 1726-2012.

2.3 Mutu Bahan

Mutu Bahan yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ini adalah beton fc’ = 30 MPa untuk struktur secara umum. Baja tulangan menggunakan mutu baja fy = 400 MPa untuk tulangan pokok dan fy = 240 MPa untuk tulangan sengkang serta menggunakan kuda-kuda baja dengan mutu baja (fy) = 400 Mpa.

2.4 Konsep Perencanaan Struktur

Konsep tersebut merupakan dasar teori perencanaan dan perhitungan struktur, yang meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan metode analisis struktur yang digunakan.

2.4.1 Desain terhadap Beban Lateral

Dalam mendesain struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting karena gaya lateral mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal dan horisontal struktur. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral

(3)

6 diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang geser kaku yang dapat memikul beban lateral.

Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah beban gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih kompleks. Tinjauan ini dilakukan untuk mendesain elemen – elemen struktur agar elemen – elemen tersebut kuat menahan gaya gempa.

2.4.2 Analisis Struktur terhadap Gempa

Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah.Struktur atas adalah bagian struktur gedung yang berada di atas muka tanah sedangkan Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terletak di bawah muka tanah yang dapat terdiri dari struktur basemen, atau struktur pondasi lainya. (SNI 03-1726-2012) :

a. Persyaratan dasar.

Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang ditetapkan dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap , yang mampu memberikan kekuatan , kekuatan dan kapasitas disipasi energi yang cukup.

b. Desain elemen struktur,desain sambungan dan batasan deformasi.

Komponen struktur individu termasuk yang bukan merupakan bagian sistem penahan gaya gempa harus disediakan dengan kekuatan yang cukup untuk menahan geser ,gaya aksial dan momen yang dientukan sesuai dengan tata cara ini.

c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan.

Lintasan - lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan kekuatan yang memadai harus disediakan untuk mentranfer semua gaya dan titik pembebanan hingga titik akhir penumpuan.

d. Sambungan ke tumpuan

Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang berkerja pararel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap balok,

(4)

7 girder langsung ke elemen tumpuannya atau ke plat yang di desain bekerja sebagai diafragma.

e. Desain pondasi

Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah desain. Sifat dinamis gaya , gerak tanah yang diharapkan, dasar desain untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur dan properti dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria pondasi..

Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak beraturan. Struktur yang tidak memenuhi ketentuan diatas ditetapkan sebagai gedung tidak beraturan berdasarkan konfigurasi horisontal dan vertikal bangunan gedung.

2.5 Perencanaan Struktur Bangunan 2.5.1 Pembebanan

Hal yang mendasar pada tahap pembebanan adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis.

2.5.1.1 Beban Statis

Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus-menerus pada suatu struktur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap (steady states). Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statik (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban statis pada umumnya dapat dibagi lagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban khusus adalah beban yang terjadi akibat penurunan pondasi atau efek temperatur.

(5)

8

1. Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu bangunan yang bersifat tetap. Beban mati pada struktur bangunan ditentukan oleh berat jenis bahan bangunan.

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2, yaitu beban mati akibat material konstruksi dan beban mati akibat komponen gedung.

Tabel 2.1 Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan

(6)

9

Tabel 2.2 Berat – Berat Komponen Gedung

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

2. Beban Hidup

Beban hidup pada lantai gedung diambil sesuai pada tabel. Didalam beban hidup tersebut sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai dengan kegunaan lantai ruang yang bersangkutan, dan juga dinding-dinding pemisah ringan dengan berat tidak lebih dari 100 kg/m. Barang-barang lain tertentu yang sangat berat, ditentukan sendiri

(7)

10

Tabel 2.3 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No. Material Berat Keterangan

1. Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2 kecuali yang disebut no.2

2.

- Lantai & tangga rumah tinggal sederhana

- Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel

125 kg/m2

3.

- Sekolah, ruang kuliah

250 kg/m2 - Kantor - Toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit 4. Ruang olahraga 400 kg/m2 5. Ruang dansa 500 kg/m2

6. Lantai dan balkon dalam dari

ruang pertemuan 400 kg/m

2

masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap 7. Panggung penonton 500 kg/m2

tempat duduk tidak tetap / penonton yang berdiri

8. Tangga, bordes tangga dan gang 300 kg/m2 no.3

9. Tangga, bordes tangga dan gang 500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7 10. Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7 11.

- Pabrik, bengkel, gudang

400 kg/m2 minimum - Perpustakaan,r.arsip,toko buku

- Ruang alat dan mesin 12.

Gedung parkir bertingkat :

- Lantai bawah 800 kg/m2

- Lantai tingkat lainnya 400 kg/m2

13. Balkon menjorok bebas keluar 300 kg/m2 minimum

(8)

11

Tabel 2.4 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No Material Berat Keterangan

1. Atap / bagiannya dapat dicapai

orang, termasuk kanopi 100 kg/m

2

atap dak

2.

Atap / bagiannya tidak dapat

dicapai orang (diambil min.) :

- beban hujan (40-0,8) kg/m2

α = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila α > 50o

- beban terpusat 100 kg

3. Balok/gording tepi kantilever 200 kg

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987

Untuk Reduksi beban (PPPURG,1987) dapat dilakukan dengan mengalikan beban hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk perencanaan portal adalah sebagai berikut :

a. Perumahan : rumah tinggal, asrama, dan hotel = 0,75 b. Gedung pendidikan : sekolah dan ruang kuliah = 0,90 c. Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop

Restoran, ruang dansa, ruang pergelaran = 0,90 d. Gedung Perkantoran : Kantor dan Bank = 0,60 e. Gedung Perdagangan dan Ruang Penyimpanan

Toko, toserba, pasar, gudang, ruang arsip, perpustakaan = 0,80 f. Tempat Kendaraan : Garasi dan Gedung Parkir = 0,90 g. Bangunan Industri : Pabrik dan Bengkel = 1,00

Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya digunakan sistem tangki atap atau roof tank. Pada sistem ini air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau di bawah muka tanah), kemudian dipompakan kesuatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan.

Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakan untuk mengisi tangki air diatas atap. Dengan sakelar pelampung, pompa

(9)

12 akan berhenti bekerja jika air dalam tangki sudah penuh dan selanjutnya air dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Gambar 2.1 Down Feed (Pasokan ke Bawah)

Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai volume tangki penyimpanan air yang perlu disediakan dalam suatu bangunan. Kebutuhan air dapat dihitung berdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per unit (orang, tempat tidur, tempat duduk, dan lain-lain).Kebutuhan air per hari dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kebutuhan Air per Hari No Penggunaan

Gedung

Pemakaian

Air Satuan

1 Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari

2 Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari

3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari

4 Rumah Sakit 500² Liter/Tempat tidur pasien/hari

5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari

6 SLTP 50 Liter/siswa/hari

7 SMU/SMK dan Lebih

tinggi 80 Liter/siswa/hari

8 Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan

pegawai/hari 9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari 10 Toserba, Toko Pengecer 5 Liter/m²

11 Restoran 15 Liter/Kursi

(10)

13 13 Hotel Melati/ Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari 14 Gd. Pertunjukan, bioskop 10 Liter/Kursi

15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi

16 Stasiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan pergi

17 Peribadatan 5 Liter/orang

(belum dengan air wudhu) Sumber ¹ hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000

² Permen Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992

2.5.1.2 Beban Dinamis

Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.

1. Beban Gempa

Beban Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan umumnya terjadi pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gerak tanah gempa rencana harus digunakan untuk menghitung perpindahan rencana total sistem isolasi dan gaya gaya lateral serta perpindahan pada struktur dengan isolasi. Gempa maksimum yang dipertimbangkan harus digunakan untuk menghitung perpindahan maksimum total dari sistem isolasi.

a. Wilayah Gempa dan Spektrum Respons

Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu struktur tergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan dibangun seperti terlihat pada Gambar Peta Wilayah Gempa berikut.

(11)

14 Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur

Bangunan Gedung (SNI 1726-2012)

Gambar 2.2 Peta Wilayah Gempa Indonesia

Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung dan non Gedung (SNI 1726-2012)

(12)

15 Besarnya faktor respon gempa di Semarang didapat dari diagram spektrum respon gempa wilayah gempa 2 diperlihatkan pada gambar di bawah ini

Gambar 2.4. Grafik Spektrum Respon Gempa (SNI 03-1726-2002)

Beban Geser Dasar Nominal (V) harus didistribusikan di sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa statik ekuivalen yang bekerja pada pusat massa lantai-lantai tingkat.. Besarnya beban statik ekuivalen Fi pada lantai tingkat ke-i dari bangunan dihitung dengan rumus :

Fi = V z W z Wi n 1 i i i i

Dimana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai (direduksi), zi adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral struktur bangunan, dan n adalah nomor lantai tingkat paling atas.

Jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus dianggap sebagai beban horisontal terpusat yang bekerja pada

(13)

16 pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.

Tetapi jika perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa kurang dari 3, maka seluruh beban gempa V didistribusikan menjadi beban-beban terpusat yang bekerja di setiap lantai di sepanjang tinggi bangunan.

Distribusi beban gempa di setiap lantai dari bangunan gedung pada arah-X dan arah-Y, tergantung dari banyaknya struktur portal yang ada. Fix adalah distribusi gaya gempa pada portal arah-X, dan Fiy adalah distribusi gaya gempa pada portal arah-Y

b. Faktor Keutamaan Gedung (I)

Faktor Keutamaan adalah suatu koefisien yang diadakan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan. Faktor Keutamaan I menurut persamaan :

I = I1 x I2

Dimana, I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode

ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur gedung, sedangkan I2 adalah faktor Keutamaan untuk

menyesuaikan umur gedung tersebut.Faktor-faktor keutamaan I1, I2dan I

(14)

17

Tabel 2.6 Faktor Keutamaan untuk Berbagai Gedung dan Bangunan

Kategori gedung Faktor Keutamaan

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran.

1,0 1,0 1,0

Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi

1,4 1,0 1,4

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.

1,6 1,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara 1.5 1,0 1,5

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung dan non Gedung (SNI 1726-2012)

c. Daktilitas Struktur Gedung

Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm dansimpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δy,yaitu :

1,0 ≤ μ = δm

δy ≤ μm

Pada persamaan ini, μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas untuk struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan.

(15)

18

Tabel 2.7 Parameter Daktilitas Struktur Gedung

Sumber : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung dan non Gedung

(16)

19 d. Pembatasan Waktu Getar

Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2012 diberikan batasan sebagai berikut :

T < ξ n dimana :

T = waktu getar stuktur fundamental n = jumlah tingkat gedung

ξ = koefisien pembatas (tabel 2.7)

e. Jenis Tanah

Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar.

Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar dibawahpermukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaitu : 1) Standard penetrasi test (N)

2) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs) 3) Kekuatan geser tanah (Su)

Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam tabel 2.8.

(17)

20

Tabel 2.8 Jenis-Jenis Tanah

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung (SNI 1726-2012)

Perhitungan nilai hasil Test Penetrasi Standar rata-rata ( N ) : N = 𝑡𝑖 m i=1 ti/ m i=1 Ni dimana :

ti = Tebal lapisan tanah ke-i

Ni = Nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i m = Jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar

2.5.2 Perencanaan Beban

Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama umur rencana. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung 1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau pada struktur yaitu: Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara. Kombinasi pembebanan tetap dianggap beban bekerja secara terus-menerus pada struktur selama umur rencana. Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya beban mati dan beban hidup. Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak bekerja secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap diperhitungkan dalam analisis struktur.

Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan

(18)

21 dengan suatu faktor beban, tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadapberbagai kombinasi pembebanan.

Pada buku “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung” SKSNI T-15-1991-03, disebutkan bahwa kombinasi pembebanan (U) yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunan gedung yang sesuai dengan perencanaan gedung antara lain :

1) Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D) paling tidak harus sama dengan :

U = 1,4 D

Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban hidup L,dan juga beban atap atau beban hujan, paling tidak harus sama dengan:

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)

2) Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kombinasi pembebanan U harus diambil sebagai :

U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R) atau

U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R) dimana:

D = Beban Mati L = Beban Hidup

R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa

Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-beban tersebut yang disebut faktor beban-beban (load factor), sedangkan factor 0,5 dan 0,9 merupakan faktor reduksi beban.

Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan gedung perlu dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua kombinasi pembebanan yaitu pembebanan tetap dan pembebanan sementara.

(19)

22 Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada sistem struktur portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban gempa lebih besar dibandingkan beban angin. Beban gempa yang bekerja pada sistem struktur dapat berarah bolak-balik.

2.5.2.1 Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)

Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang bersifat mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam perencanaan sebelumnya. Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang digunakan tergantung dari pengaruh atau gaya yang bekerja pada suatu elemen struktur sesuai SKSNI T-15-1991-03.

2.6 Perilaku Material dan Elemen Struktur 2.6.1 Beton

Kuat tekan beton biasanya didapat dari pengujian tekan benda uji berbentuk silinder berukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm. Gambar 2.4 menunjukkan bentuk parabolik dari kurva atau diagram tegangan (f’c) - regangan (e) untuk benda uji beton berbentuk silinder. Modulus Young atau modulus elastisitas beton (Ec) bisa diambil sebesar 4730 f 'c MPa, dimana f’c merupakan kuat tekan beton dalam Mpa.. Nilai regangan beton pada tegangan maksimum kira-kira 0,002 untuk semua mutu beton. Bentuk penurunan percabangan kurva tegangan-regangan bervariasi sesuai tulangan melintang yang terpasang.

Gambar 2.5 Diagram tegangan (fc) – regangan (e) beton tertekan : (a) Diagram fc-e beton sebenarnya. (b) Diagram fc-e beton yang di idealisasikan

(20)

23

2.6.2 Baja

Hubungan antara tegangan regangan sebenarnya untuk material baja yang didapat dari pengujian tarik diperlihatkan pada Gambar 2.5 Untuk keperluan desain biasanya dipergunakan Diagram fc-e yang sudah diidealisasikan dengan bentuk garis bilinear seperti pada Gambar b. Nilai modulus Young atau modulus elastisitas baja (Es) besarnya dapat diambil sekitar 0,2 x 106 MPa untuk semua mutu baja. Berbeda dengan material beton yang bersifat getas, baja merupakan material yang bersifat daktail. Selain itu baja mempunyai sifat elastis dan plastis. Dari diagram fc-e terlihat jelas batas antara sifat elastis dan plastis dari baja, yaitu pada titik leleh bahan.

Gambar 2.6 Diagram tegangan (fc) – regangan () baja tertarik : (a) Diagram fc-baja sebenarnya. (b) Diagram fc-baja yang diidealisasikan

2.6.3 Perilaku Struktur Beton Prategang (Prestressed Concrete)

Perilaku struktur beton prategang terhadap beban berulang dapat dipelajari dari kurva histeresisnya. Gambar 2.6 menunjukkan skema pengujian dari suatu balok beton prategang terhadap beban berulang atau siklis, serta kurva histeresis yang didapat dari hasil pengujian. Selama proses pembebanan, balok beton prategang akan mengalami retak, tetapi akan tertutup kembali serta deformasi dari balok akan kembali kebentuknya yang semula jika beban dilepas. Kurva histeresis dari beban dan deformasi akan berbentuk S, dan kapasitas disipasi energinya kecil (Muguruma, Watanabe, dan Nagai,1978).

Dari hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa struktur beton prategang mempunyai perilaku yang kurang baik dalam hal memikul

(21)

24 beban gempa dibandingkan dengan struktur beton bertulang biasa, karena mempunyai tingkat daktilitas yang rendah.

Gambar 2.7 Hubungan antara momen dan kurva histeresis untuk balok beton prategang

2.6.4 Perilaku Struktur Baja

Baja merupakan material yang baik digunakan untuk struktur bangunan tahan gempa karena daktilitasnya yang tinggi, serta mempunyai rasio yang tinggi antara kekuatan terhadap beratnya. Struktur baja juga masih mempunyai kekuatan cukup untuk memikul beban setelah terjadi gempa. Beberapa hal yang termasuk masalah ketidakstabilan pada struktur baja adalah :

a. Tekuk lokal atau setempat dari elemen plat karena adanya rasio yang besar antara lebar dan tebalnya.

b. Tekuk dari kolom atau batang-batang yang panjang akibat kelangsingan batang atau akibat gaya tekan yang besar.

c. Tekuk lateral pada balok dan kolom yang mempunyai penampang tidak kompak

d. Pengaruh P-D pada struktur akibat simpangan dan pengaruh beban vertikal yang besar.

2.6.5 Perilaku Struktur Pasangan Batu bata

Pasangan batu bata merupakan bahan konstruksi yang sering digunakan sebagai struktur bangunan gedung sampai pada awal abad 20. Saat ini pasangan batu bata hanya digunakan sebagai dinding penyekat, sedangkan struktur

(22)

25 utamanya digantikan oleh material lain, seperti baton bertulang dan baja. Karena mudah pemeliharaannya, harganya yang ekonomis, serta mudah pelaksanaannya, konstruksi pasangan batu bata masih banyak digunakan untuk konstruksi bangunan perumahan di daerah rawan gempa.

Beberapa faktor yang membuat konstruksi pasangan dinding bata kurang baik digunakan untuk bangunan di daerah rawan gempa adalah :

a. Materialnya getas dan mudah retak, sehingga mempunyai kekuatan yang rendah untuk memikul beban gempa yang sifatnya bolak-balik / siklik. b. Karena cukup berat, maka beban gempa yang merupakan gaya inersia juga

akan besar

c. Karena kaku, struktur pasangan batu bata mempunyai waktu getar yang pendek, sehingga gaya gempa yang bekerja akan menjadi besar.

d. Kekuatannya bervariasi tergantung dari kualitas konstruksi.

2.7 Perhitungan Struktur

2.7.1. Perhitungan Tiang Pancang

1. Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal a. Berdasarkan Kekuatan Bahan Tiang

b. Berdasarkan Hasil Sondir

Kapasitas tiang (Qa11) berdasarkan hasil uji sondir dihitung

(23)

26 2. Beban Ijin Tiang Pancang

Effisiensi tiang menurut Converese Labarre :

Beban ijin dari tiang pancang ditentukan dengan persamaan berikut :

3. Beban Maksimum Tiang Pancang

Beban maksimum yang terjadi pada satu tiang pancang ditentukan dari persamaan berikut :

2.7.2. Perhitungan Pile Cap

Perencanaan pilecap mengacu pada refrensi buku “Desain Pondasi Tahan Gempa”. Penulis Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti. Satuan yang digunakan adalah SI. Analisis terkait dengan desain pilecap, yaitu :

Rumus perhitungan tulangan lentur pile cap : 𝐵 = 𝑙𝑝 − 𝑙𝑘 𝑞 = 2400𝐴𝑔 𝑀𝑢 = 2 𝑃𝑢 4 𝑠 − 0,5𝑞𝐵 2 𝜑𝑀𝑛 = 𝜑𝐴𝑠𝑓𝑦 𝑑 −𝑎 2 𝑎 = 𝐴𝑠𝑓𝑦 0,85𝑓𝑐′𝑏

Kontrol kuat geser beton pile cap diambil nilai terkecil dari : 𝑉𝑐 = 1 + 2

𝛽𝑐

𝑓𝑐′𝑏𝑜𝑑

(24)

27 𝑉𝑐 = ∝𝑠 𝑑 𝑏𝑜 + 2 𝑓𝑐′𝑏𝑜𝑑 12 𝑉𝑐 =1 3 𝑓𝑐′𝑏𝑜𝑑 Ketentuan :

𝑠 = 40 untuk kolom dalam ∝𝑠 = 30 untuk kolom tepi

𝑠 = 20 untuk kolom sudut 𝛽𝑐 =

𝑎𝑘

𝑏𝑘

𝑏𝑜 = 4B’

2.7.3. Perhitungan Tie – Beam

Perencanaan tie beam mengacu pada refrensi buku “Desain Pondasi Tahan Gempa”. Penulis Anugrah Pamungkas dan Erny Harianti. Satuan yang digunakan adalah SI. Analisis terkait dengan desain tie beam, yaitu :

Rumus tulangan lentur tie beam :

Akibat penurunan antar pondasi dan beban aksial yang bekerja pada tie beam,

𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 𝑓𝑐

4𝑓𝑦𝑏𝑑 , dan tidak boleh lebih kecil dari, 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 1,4 𝑏𝑑 𝑓𝑦 ∆𝑀 = 6𝐸𝐼∆𝑆 𝐿𝑠2 𝑎 = 𝐴𝑠𝑓𝑦 0,85𝑓𝑐𝑏 𝑀𝑛 = 𝐴𝑠𝑓𝑦 𝑑 − 𝑎 2 Rumus tulangan geser : 𝜑𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢

(25)

28 𝑉𝑐 = 1 +0,3𝑁𝑢 𝐴𝑔 𝑓𝑐′𝑏𝑤𝑑 6 𝑉𝑠 = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑 𝑠 2.7.4. Perhitungan Kolom

Sebagai perhitungan desain, akan ditunjukkan perhitungan tulangan terhadap beban-beban yang diberikan (momen dan beban aksial) pada suatu penampang. Dalam pembahasan perhitungan penampang ini ada beberapa syarat batas di antara tegangan dalam tulangan yang dapat divariasikan. Karena itu, dipergunakan rumus yang eksak untuk menentukan jumlah tulangan dalam penampang yang dibebani lentur dan beban aksial tidak diberikan.

Pada perhitungan penulangan kolom ini, dimana ukurang penampang serta beban aksial dan momen yang bekerja telah diketahui maka penulis menggunakan grafik-grafik.

Pembagian tulangan pada kolom berpenampang persegi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :

1. Tulangan dipasang simetris pada dua sisi penampang, tegak lurus terhadap arah lentur dengan As = As’ = 0,5 Ast.

2. Tulangan dipasang simetris pada empat sisi penampang dengan As

= As’ = Ast = Aska.

(26)

29 Penggunaan grafik terutama lebih tepat untuk penulangan pada seluruh sisi kolom dengan eksentrisitas yang pendek, berarti beban aksial relatif besar dan beban momen relatif kecil. Penulangan pada dua sisi terutama digunakan pada beban momen lentur yang relatif besar dan beban aksial yang relatif kecil.

Pada grafik penulangan dapat dilihat sumbu vertikal yang dinyatakan dengan nilai :

' . 85 , 0 . .A fc P gr u  Dimana : Pu : Beban Aksial Agr : Luas Penampang fc' : Mutu Beton

Nilai ini adalah suatu besaran yang tidak berdimensi, dan ditentukan baik oleh faktor beban yang dikalikan dengan beban aksial maupun mutu beton serta ukuran penampang.

Pada sumbu horizontal dinyatakan dengan nilai

' . 85 , 0 . .A fc P gr u  (h1) e , inipun berupa suatu besaran yang tidak berdimensi. Dalam e1 telah

diperhitungkan eksentristias

u u

P M

e beserta faktor pembesar yang berkaitan dengan gejala tekuk.

(27)

30

Sumber : Vis, W.C., Gideon, H.K., 1993. Dasar-DasarPerencanaan Beton Bertulang

Gambar 2.9 W.C Wis dan Gideon Kusuma, Grafik dan Tabel

Perhitungan Beton Bertulang

Besaran pada kedua sumbu dapat dihitung dan ditentukan, kemudian suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan yang diperlukan adalah .r., dng  tergantung pada mutu beton. Menurut SKSNI 1991 pasal 3.2.2.2.2., untuk kolom diperkenankan menganggap faktor reduksi kekuatan  = 0,65 untuk harga Pu < 0,10

Agr fc’, sedangkan untuk harga Pu = 0 nilai  ditingkatkan secara linier

(28)

31 Setelah semua data telah diketahui, maka ditentukan luas tulangan yang dibutuhkan untuk penampang kolom dengan menggunakan rumus :

Asperlu = .Agr =  . b (cm) . h (cm)

Tabel 2.9 Luas Tulangan

(29)

32

2.7.5. Perhitungan Balok

Dalam pradesain tinggi balok menurut RSNI 2002 merupakan fungsi dari bentang dan mutu baja yang digunakan. Secara umum pradesain tinggi balok direncanakan L/10 - L/15, dan lebar balok diambil 1/2H - 2/3H dimana H adalah tinggi balok.

Pada perencanaan balok maka pelat dihitung sebagai beban dimana pendistribusian gayanya menggunakan metode amplop. Dalam metode amplop terdapat 2 macam bentuk yaitu pelat sebagai beban segi tiga dan pelat sebagai beban trapesium

Adapun persamaan bebannya adalah sebagai berikut :

1. Perataan beban pelat pada perhitungan balok

a. Perataan Beban Trapesium

Gambar 2.10 Perataan Baban Trapesium

Momen maksimum beban trepesium berdasarkan grafik dan tabel penulangan beton bertulang adalah :

(30)

33 Momen max beban segi empat berdasarkan grafik dan tabel penulangan beton bertulang adalah

b. Perataan Beban Segitiga

Gambar 2.11 Perataan Baban Segitiga

Momen Maximum beban trepesium berdasarkan grafik dan tabel penulangan beton bertulang adalah :

Momen Maximum beban trepesium berdasarkan grafik dan tabel penulangan beton bertulang adalah :

(31)

34 2. Perencanaan Lentur Murni

Gambar 2.12. Tegangan, regangan dan gaya yang pada perencanaan

lentur murni beton bertulang

Dari gambar di atas di dapat : Cc = 0,85 fc’ .a.b Ts = As . fy

Sehingga didapat persamaan : 0,85 fc’ . a . b = As . fy Dimana : a = β . c sedangkan As = p . b . d

Besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang adalah : Mu = Cc (d – 0,5a) atau Ts (d – 0,5a)

= As . fy (d – 0,5. 0,85c) = As . fy (d – 0,425 c)

Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal 11.3, dalam suatu perencanaan diambil faktor reduksi kekuatan φ, dimana besarnya φ untuk lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8; sehingga didapat:

(32)

35 Dimana :

Mu : momen yang dapat ditahan penampang (Nmm) b : lebar penampang beton (mm)

d : tinggi efektif beton (mm)

p : rasio luas tulangan terhadap luas efektif penampang beton fy : mutu tulangan (Mpa)

fc’ : mutu beton (Mpa)

2.7.6. Perhitungan Pelat Lantai

Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua atau satu arah saja tergantung sistem strukturnya. Untuk merencanakan pelat beton yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanannya saja tetapi juga harus dipertimbangkan ukurannya, syarat – syarat dan peraturan yang ada. Pelat beton merupakan struktur lantai yang bertumpu pada balok di setiap sisinya. Beban yang diterima oleh pelat lantai kemudian disalurkan balok yang menumpunya dan kemudian diteruskan ke kolom yang menopang balok tersebut.

Gambar 2.13. Dimensi Bidang Pelat

Langkah perencanaan penulangan pelat adalah sebagai berikut : a. Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang b. Menentukan tebal pelat lantai (berdasarkan rumus SKSNI 03–

(33)

36 pelat lantai (qu) yang terdiri dari beban mati (DL) dan beban hidup

(LL)

c. Mencari gaya-gaya dengan menggunakan Program SAP 2000 d. Mencari Tulangan Pelat, langkah-langkah perhitungannya sebagai

berikut :

1. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang

2. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan arah y

3. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y 4. Membagi Mu dengan b x d2 ( Mu / (b . d2))

Dimana : b : lebar pelat per meter panjang d : tinggi efektif

5. Mencari rasio penulangan (p) dengan persamaan :

6. Memeriksa syarat rasio penulangan (pmin < p < pmax)

7. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan As = p . b . d . 106

Dimana :

As : Luas Tulangan p : rasio tulangan d : tinggi efektif

(34)

37 8. Memilih Tulangan berdasarkan luasan tulangan yang

dibutuhkan

Tabel 2.10 Luas Tulangan Pelat

Sumber : Vis, W.C., Gideon, H.K., 1993. Dasar-DasarPerencanaan Beton Bertulang

2.7.7. Perhitungan Tangga

Struktur tangga digunakan untuk melayani aksebilitas antar lantai pada gedung yang mempunyai tingkat lebih dari satu. Pada bangunan berlantai banyak tangga merupakan komponen yang harus ada karena selain sebagai akses vertikal juga difungsikan untuk tangga darurat jika peralatan transportasi vertikal lainnya tidak berfungsi atau bila terjadi kebakaran.

(35)

38

Gambar 2.14. (a) Sketsa Tangga (b) Pendimensian Tangga

Adapun parameter yang perlu diperhatikan pada perencanaan struktur tangga adalah sebagai berikut :

a. Tinggi antar lantai b. Tinggi Antrede c. Jumlah anak tangga d. Kemiringan tangga e. Tebal pelat beton f. Tinggi Optrede g. Lebar bordes h. Lebar anak tangga i. Tebal selimut beton j. Tebal pelat tangga

Menurut Buku Diktat Konstruksi Bangunan Sipil yang disusun Ir.Supriyono

o = tan α x a

2 x o + a = 61~ 65 (ideal)

dimana : o = optrade (langkah naik) a = antrede (langkah datar)

(a)

(36)

39 Langkah-langkah perencanaan penulangan tangga :

a. Menghitung kombinasi beban Wu dari beban mati dan beban hidup.

b. Menentukan tebal selimut beton, diameter tulangan rencana, dan tinggi efektif arah x (dx) dan arah y (dy).

c. Dari perhitungan SAP 2000, didapatkan momen pada tumpuan dan lapangan baik pada pelat tangga maupun pada bordes.

d. Menghitung penulangan pelat tangga dan bordes.

Langkah-langkah perhitungan tulangan pelat tangga adalah sebagai berikut :

a. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang.

b. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan arah y.

c. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y. d. Membagi Mu dengan b x d2 ( Mu / (b . d2))

Dimana : b : lebar pelat per meter panjang d : tinggi efektif

e. Mencari rasio penulangan (p) dengan persamaan :

f. Memeriksa syarat rasio penulangan (pmin < p < pmax)

g. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan As = p . b . d . 106

Dimana :

As : Luas Tulangan p : rasio tulangan d : tinggi efektif

(37)

40 h. Memilih Tulangan berdasarkan luasan tulangan yang dibutuhkan

2.7.8. Perhitungan Struktur Atap Baja

Perhitungan struktur baja untuk atap mengacu pada refrensi buku “Perencanaan Struktur Baja dengan metode LRFD”, penulis Agus Setiawan. Satuan yang digunakan adalah S.I. Rumus yang digunakan untuk perencanaan dinding geser berdasarkan persyaratan dari SNI 03-1729-2002, yaitu :

1. Perhitungan gording Momen pada gording, Akibat beban mati :

𝑞𝑥 = 𝑞 cos 𝛼 𝑞𝑦 = 𝑞 sin 𝛼 𝑀𝑥 = 1 8𝑞𝑥𝑙 2 𝑀𝑦 = 1 8𝑞𝑥𝑙 2

Akibat beban hidup (𝑃𝐿): 𝑀𝑥 = 1

4 𝑃 cos 𝛼 𝐿𝑥

𝑀𝑥 = 1

4 𝑃 sin 𝛼 𝐿𝑦

Akibat beban angin :

Karena beban angin bekerja tegak lurus sumbu x sehingga hanya ada 𝑀𝑥.

𝑀𝑥 = 1 8𝑞𝑥𝑙

2

𝑀𝑢𝑥 dan 𝑀𝑢𝑦 didapatkan dari hasil kombinasi pembebanan beban yang ada.

𝑀𝑛𝑥 = 𝑍𝑥𝑓𝑦 𝑀𝑛𝑦 = 𝑍𝑦𝑓𝑦

Untuk mengantisipasi masalah puntir, 𝑀𝑢𝑥

∅𝑏𝑀𝑛𝑥

𝑀𝑢𝑦

(38)

41 2. Perhitungan trekstang 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠= 𝐿𝑥 250 𝐴 = 𝑃 𝜎

𝐷 = 3,144𝐴(dimensi tulangan trekstang) 3. Perhitungan komponen struktur lentur

𝑞𝑢 = 1,2𝐷 + 1,6𝐿 𝑀𝑢 =1 8𝑞𝑢𝑙 2 𝑀𝑛 = 𝑀𝑢 ∅𝑏 𝑍𝑥= 𝑏𝑡𝑓 𝑑 − 𝑡𝑓 + 1 4𝑡𝑤 𝑑 − 𝑡𝑓 2 𝑍𝑦=1 2𝑏 2𝑡𝑓+1 4𝑡𝑤 2𝑑 − 2𝑡𝑓 𝑕 = 𝑑 − 2 𝑟0+ 𝑡𝑓 𝜆𝑓= 𝑏 2𝑡𝑓 𝜆𝑤 = 𝑕 𝑡𝑤 𝜆𝑝=170 𝑓𝑦 𝜆𝑟 = 370 𝑓𝑦− 𝑓𝑟 Penampang kompak : 𝑀𝑝 = 𝑍𝑥𝑓𝑦> 𝑀𝑢 𝜙

Penampang tak kompak : 𝑀𝑝 = 𝑍𝑥𝑓𝑦

𝑀𝑟 = 𝑓𝑦−𝑓𝑟 𝑆𝑥> 𝑀𝑢

(39)

42 4. Rumus rencana baut dengan beban tarik dan geser :

𝐾𝑡 = 𝑀 𝑠12+ 𝑠22+ ⋯ + 𝑠𝑛2 𝜎𝑡𝑟 = 𝐾𝑡 𝐴𝑏<𝜎𝑖𝑗𝑖𝑛 𝐹′𝑉 = 𝐹𝑉 1 − 𝑓𝑡𝐴𝑏 𝑇 𝜏 = 𝑛𝐷 𝑏𝐴𝑏<𝜏𝑖𝑗𝑖𝑛

Gambar

Tabel 2.1 Berat – Berat Jenis Bahan Bangunan
Gambar 2.1 Down Feed (Pasokan ke Bawah)
Gambar 2.2 Peta Wilayah Gempa Indonesia
Gambar 2.4. Grafik Spektrum Respon Gempa (SNI 03-1726-2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 3.10 Capaian Kegiatan Habituasi No Program Aksi / Kegiatan Indikator Keberhasilan Capaian % Capaian Kendala dan Upaya Penyelesaiannya Instansi Terkait 1 Pembuatan dan

Kabupaten Buleleng adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam wilayah

Penurunan nilai pH ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Hidayat, dkk., (2013) yang mengatakan bahwa pembentukan asam laktat menyebabkan peningkatan keasaman dan penurunan

3.3 Permohonan yang dibuat oleh pihak berikut akan dikenakan caj mengikut harga kos purata pembelian item tersebut dan pihak-pihak berkenaan diminta untuk memindahkan

Tujuan  hari  konsultasi  anak  ini  adalah  untuk  meningkatkan  kemampuan  orang  tua  dalam  melakukan  pendidikan  anak  usia  dini  di  dalam  keluarga. 

sering tanah selalu dilanda banjir secara Selama waktu enam bulan atau lebih teratur yang lamanya lebih dari 24 jam. Ancaman Banjir

Dalam be rita itu umumnya, negara digambarkan sebagai aktor yang menghadapi banyak kendala sehingga nampak &#34;dis-oriented&#34;, tidak bisa menanggapi dengan baik

Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya PERSI Sumatera Utara dapat mengadakan kegiatan tahunan yaitu Seminar Perumahsakitan II dan Medan Hospital Expo