• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ŞALAWAT DAN SALĀM DALAM TAFSIR AL-MARĀGHĪ. sangat urgen dalam penelitian ini, lebih-lebih penelitian yang menjadikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III ŞALAWAT DAN SALĀM DALAM TAFSIR AL-MARĀGHĪ. sangat urgen dalam penelitian ini, lebih-lebih penelitian yang menjadikan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ŞALAWAT DAN SALĀM DALAM TAFSIR AL-MARĀGHĪ

Mengetahui şalawat dan salām merupakan salah satu faktor yang sangat urgen dalam penelitian ini, lebih-lebih penelitian yang menjadikan tafsir al-Marāghī sebagai obyeknya. Oleh karena itu dalam bab ini şalawat dan salām dalam tafsir al-Marāghī akan dipaparkan, peneliti terlebih dahulu akan memaparkan biografi Ahmad Muşţafā al-Marāghī dilanjutkan şalawat dan salām sebagai pujian dan penghormatan terhadap Rasulullah.

A. Biografi Ahmad Muşţafā al-Marāghī

Al-Marāghī adalah seorang ahli tafsir terkemuka dari kebangsaan Mesir, ia murid dari syekh Muhammad „Abduh. Nama lengkap al-Marāghī adalah Syekh Muşţafā Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Mun‟im al-Marāghī. Dia dilahirkan disebuah daerah yang bernama Maragho pada tahun 1298 Hijriyah bertepatan dengan tahun 1881 Masehi.1 (di sebuah kampung di negara Mesir yang disebut dengan nama dan kepada dusun tempat kelahirannya itulah dia dihubungkan (al-Marāghī).

Al-Marāghī berasal dari keluarga Ulama yang intelek. Al-Marāghī sejak kecil oleh oarng tuanya disuruh belajar al-Qur‟an dan bahasa Arab di kota kelahiranya dan selanjutnya memasuki pendidikan dasar dan menengah. Terdorong oleh keinginan agar al-Marāghī kelak menjadi ulama yang

1 Mani‟Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

(2)

terkemuka, orang tuanya menyuruh al-Marāghī untuk melanjutkan studinya di al-Azhar. Disinilah ia mendalami bahasa arab, tafsir, hadis, fiqih, akhlak dan ilmu falak. Di antara guru-gurunya adalah Syekh Muhammad Abduh, Syekh Muhammad Hasan al-Adawi, Syekh Muhammad Bahis al-Muthi, dan Syekh Ahmad Rifa‟i al-Fayumi.2

Dalam masa studinya telah terlihat kecerdasan al-Marāghī yang menonjol, sehingga ketika ia menyelesaikan studinya pada tahun 1904, ia tercatat sebagai alumnus terbaik dan temuda. Setelah selesai pendidikannya, ia menjadi‟ guru di beberapa sekolah menengah. Kemudian diangkat menjadi direktur sebuah sekolah guru di Fayumi. Pada masa selanjutnya al-Marāghī semakin mapan, baik sebagai birokrat maupun sebagai intelektual muslim. Ia menjadi Qādī (hakim) di Sudan sampai menjadi Qādī al-Qudāt hingga tahun 1919. Kemudian ia kembali ke Mesir pada tahun 1920 dan menduduki jabatan Kepala Mahkamah Tinggi Syari‟ah.3

Sebagai ulama, al-Marāghī memiliki kecenderungan bukan hanya kepada bahasa arab, tetapi juga kepada ilmu tafsir, dan minatnya itu melebar sampai pada ilmu fiqih, pandangan-pandangannya tentang Islam terkenal tajam menyangkut penafsiran al-Qur‟an dalam hubungannya dengan kehidupan sosial dan pentingnya kedudukan akal dalam menafsirkan al-Qur‟an.

2 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta : Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1994 ), hlm. 164

(3)

Al-Marāghī adalah seorang ulama yang sangat produktif dalam menyampaikan pemikirannya lewat tulisan-tulisannya yang terbilang sangat banyak. Adapun Karya al-Marāghī di antaranya adalah:

- „Ulum al-Balagah - Hidayah at-Ŝalib

- Tahzīb at-Taudīh

- Tarikh‟Ulum al-Balagah wa Ta‟rīf bi Rijaliha - Buңus wa Ara‟

- Mursyīd at-Ŝullab

- Al-Mujaz fi al-Ažab al-„Arabī

- Mujaz fi‟Ulum al-Usul - Ad-Diyat wa al-Akhlāq

- Al-Hisbah fi‟al-Islam

- Ar-Rifq bi al-Ңayawan fi al-Islam

- Syarh Śalaśih Ңadisan - Tafsir Juz Innama

- Tafsir al-Marāghī.4

Dalam bidang ilmu tafsir, ia memiliki karya yang sampai kini menjadi literatur wajib di berbagai perguruan tinggi Islam di seluruh dunia, yaitu Tafsir al-Marāghī yang ditulisnya selama 10 tahun. Tafsir al-Marāghī

4 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta : Ichtiar

(4)

tersebut terdiri dari 30 juz, telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia.5

Tafsir al-Marāghī terkenal sebagai sebuah kitab tafsir yang mudah dipahami dan enak dibaca. Dalam hal ini sesuai dengan tujuan pengarangnya, seperti yang diceritakan dalam muqaddimahnya yaitu untuk menyajikan sebuah buku tafsir yang mudah dipahami oleh masyarakat muslim secara umum. Muşţafā al-Marāghī meninggal dunia pada tahun 1952 M (1317 H).6

B. Metode dan Corak Tafsir Al-Marāghī

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa metode penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an telah dibagi menjadi empat macam yaitu : metode tahlīlī (analisis), metode ijmālī (global), metode muqārin (komparatif), dan metode maudhū‟ī (tematik).

Sedangkan metode yang digunakan dalam penulisan Tafsir al-Marāghī adalah metode tahlīlī (analisis), sebab pada mulanya, dia menempatkan ayat-ayat yang dianggap satu kelompok dan sistematikanya sebagai berikut :

a. Menempatkan ayat-ayat diawal pembahasan.

Pada setiap pembahasan ini, dia mulai dengan satu, dua atau lebih ayat-ayat al-Qur‟an, yang kemudian disusun sedemikian rupa sehingga memberikan pengertian yang menyatu.

b. Penjelasan kosa kata (syarh mufradat)

5 Ibid, hlm. 165

6

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cetakan. I ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993 ), hlm.165

(5)

Kemudian dia juga menyertakan penjelasan-penjelasan kata-kata secara bahasa jika memang terdapat kata-kata yang dianggap sulit untuk dipahami oleh para pembaca.

c. Pengertian ayat secara ijmālī (global)

Kemudian dia juga menyebutkan makna ayat-ayat secara ijmālī (global) dengan maksud memberikan pengertian ayat-ayat di atas secara global, sehingga sebelum memasuki pengertian tafsir yang menjadi topik utama para pembaca terlebih dahulu mengetahui ayat-ayatnya secara global. d. Asbabun Nuzul (Sebab- sebab turunya ayat)

Selanjutnya, dia juga menyertakan bahasan asbabun nuzul jika terdapat riwayat sahih dari hadist yang menjadi pegangan dalam menafsirkan ayat- ayat al-Qur‟an

e. Mengesampingkan istilah-istilah yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

Di dalam tafsir ini sehingga al-Marāghī mengesampingkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, ilmu şaraf,

ilmu nahwu, ilmu balagah dan sebagainya, walaupun masuknya ilmu-ilmu tersebut dalam tafsir sudah terbiasa di kalangan mufasirrin terdahulu. Menurutnya, masuknya ilmu-ilmu tersebut justru merupakan suatu penghambat bagi para pembaca di dalam mempelajari ilmu-ilmu tafsir.7

Corak yang dipakai dalam Tafsir al-Marāghī adalah corak adab al-Ijtimā‟ī, sebagai berikut: diuraikan dengan bahasa yang indah dan menarik

7 Ahmad Muşţafā al- Maraghi, Tafsir al-Marāghī, (Muqadimah), juz I, (Beirut : Dar

(6)

dengan berorentasi sastra kehidupan budaya dan kemasyarakatan. Sebagai suatu pelajaran bahwa al-Qur‟an diturunkan sebagai petunjuk dalam kehidupan individu maupun masyarakat.

Penafsiran dengan corak adab Ijtimā‟ī berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa dan kemukjizatan al-Qur‟an berusaha menjelaskan makna atau maksud dituju oleh Qur‟an, berupaya mengungkapkan betapa al-Qur‟an itu mengandung hukum-hukum alam dan atauran-aturan kemasyarakatan, serta berupaya mempertemukan antara ajaran al-Qur‟an, teori-teori ilmiah yang benar.8 Dan dalam Tafsir al-Marāghī ini juga menggunakan bentuk bil rā‟yi. Di sini dijelaskan bahwa suatu ayat itu urainnya bersifat analisis dengan mengemukakan berbagai pendapat dan di dukung oleh fakta-fakta dan argumen-argumen yang berasal dari al-Qur‟an. C. Şalawat Dalam Tafsir Al-Marāghī

Sebelum membahas mengenai şallallahu „alaihi wasallam dalam Tafsir Al-Marāghī terleih dahulu akan dipaparkan dalil-dalil al-Qur‟an yang menjelaskan tentang şalawat atau şalam dalam Tafsir al-Marāghī antara lain sebagai berikut:

Surat al-Baqarah ayat 238, al-Isrā ayat 78, al-'Ankabūt ayat 45, an-Nisā‟ ayat 102, an-Nisā‟ ayat 103, al-Baqarah ayat 3, an-Nisā‟ ayat 43, Ibrāhīm ayat 31, al-'Alaq ayat 10, an-Nisā‟ ayat 142, al-Baqarah ayat 153, Fāţir ayat 29, al-Baqarah ayat 43, al-Jum'ah ayat 9, al-A'rāf ayat 170, asy-Syūrā ayat

8

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cetakan. I ( Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993 ), hlm.164

(7)

38, al-Mā'idah ayat 55, al-Ahzāb ayat 33, Luqmān ayat 17, Luqmān ayat 4, ar-Rūm ayat 31, an-Nisā‟ ayat 162, an-Nūr ayat 41, Ţāhā ayat 132, Ţāhā ayat 14, Maryam ayat 59, Maryam ayat 31, Isrā ayat 110, Kauśar ayat 2, al-Nisā' ayat 101, al-Baqarah ayat 110, al-Baqarah ayat 83, al-Bayyinah ayat 5, Yūnus ayat 87, at-Taubah ayat 71, al-Baqarah ayat 277, at-Taubah ayat 18, Baqarah ayat 45, Baqarah, Baqarah ayat 177, Mā'idah ayat 12, al-Mā'idah ayat 6, Ibrāhīm ayat 37, Ibrāhīm ayat 40, al-Anfāl ayat 3, al-Jum'ah ayat 10, al-Qiyāmah ayat 31, Āli 'Imrān ayat 39 , al-Mujādilah ayat 13, ar-Ra'd ayat 22, al-Ahzāb ayat 56.9

Dari sekian banyak ayat al-Qur‟an diatas yang menjelaskan tentang şalawat terhadap Nabi muhammad hanya ada satu ayat yang secara khusus menekankan şalawat kepada Nabi muhammad yang terdapat dalam surat al-Ahzāb ayat 56, adapun ayat diatas yang lainnya menjelaskan tentang şalat. Dari sini penulis membatasi dengan ayat yang temanya mengenai şalawat saja yaitu yang terdapat dalam surat al-Ahzāb ayat 56.

Adapun mengenai dalil-dalil al-Qur‟an yang menjelaskan tentang salam dalam Tafsir al-Marāghīantara lain sebagai berikut:

Surat al-wāqiah ayat 26, az-Zukhruf ayat 89, Yāsīn ayat 58, al-Ahzāb ayat 56, al-Ahzāb ayat 44, an-Nūr ayat 27, an-Nūr ayat 61, Maryam ayat 62, an-Nisā‟ ayat 93, Yūnus ayat 10, al-Ңijr ayat 52, al-Ңijr ayat 46, an-Nahl ayat 32, Maryam ayat 15, aż-żāriyāt ayat 25, ar-Ra'd ayat 24, al-Furqān ayat 25,

(8)

aş-Şāffāt ayat 79, aş-Şāffāt ayat 109, aş-Şāffāt ayat 120, aş-Şāffāt ayat 130, aş-Şāffāt ayat 181.10

Dari berbagai ayat al-Qur‟an diatas yang menjelaskan tentang salam terhadap para Nabi selain Nabi muhammad hanya ada lima ayat yang terdapat dalam surat aş-Şāffāt ayat 79, 109, 120, 130, dan 181. Dari ayat tersebut penulis akan mengangkat sebagai dalil adanya salam kepada para Nabi dan Rasul-Nya.

Dari sini penulis akan menelusuri makna dari şalawat yang Allah SWT abadikan dalam kitab sucinya itu. Dasar atau alasan berşalawat, cara berşalawat, hukum şalawat dan fadillah atau hikmah dari şalawat tersebut. 1. Makna Şalawat

Kata adalah bentuk kata jamak yang berasal dari bahasa Arab, sedangkan bentuk kata tunggalnya adalah kata Şalāh ( ). Kata secara

bahasa berarti do‟a ( ).11

Terkait dengan makna şalawat dan salam untuk Rasulullah dalam Tafsir al-Marāghī, bahwa Allah yang Maha Agung telah menegaskan dalam al-Qur‟an terdapat beberapa ayat yang dengan jelas menyebutkan kewajiban menghormati Nabi SAW ketika beliau sedang khalwat (sendirian).12 Di antara hak Nabi Muhammad Şallallahu „Alaihi wasallam yang di syariatkan Allah atas umatnya adalah agar mereka mengucapkan Şalawat dan salam kepada beliau. Sesuai firman Allah Ta‟ala:

10

Achmad Fahrudin dkk, Al-Qur‟an Digital

11

Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir Marāghī, Jilid I, (Beirūt: Dār Kutub al-Ilmiyah, 1998), hlm. 41

12

(9)















































Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berşalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berşalawatlah kamu untuknya dan bersalām lah yang sempurna”. (al-Ahzāb : 56).

Makna şalawat menurut al-Marāghī dalam tafsirnya dijelaskan kewajiban menghormati kepada Nabi SAW dari al-Mala‟ul A‟la dan al-Mala‟ul Adna 13

sebagai berikut:

a) Şalawat dari Al-Mala’ul A’la (Allah SWT dan Malaikat)

















“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya berşalawat atas Nabi.”

14

Penjelasan makna yang terkandung dari maksud şalawat Allah dan Malaikat untuk Rasulullah ialah şalawat yang dilakukan oleh Allah SWT maksudnya ialah memberi rahmat. Sedangkan yang dilakukan oleh para Malaikat, yang dimaksud ialah memohonkan ampun.15 Jadi makna ayat tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas adalah sesungguhnya Allah

13 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir Marāghī, Jilid VIII, (Beirūt: Dār

al-Kutub al-Ilmiyah, 1998), hlm. 27

14 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir al-Marāghī, Jilid VIII, hlm. 27 15

(10)

memberi rahmat kepada Nabi, sedangkan para malaikat mendo‟akan dan memohonkan ampun untuknya.

Dalam Tafsir al-Marāghī dijelaskan bahwa Allah SWT memberitakan kepada hamba-hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan Nabi-Nya di kalangan masyarakat atas, bahwa Allah memujinya dihadapan para malaikat yang didekatkan, dan para malaikat berşalawat kepada Nabi dengan memohon ampunan untuknya dari Allah.16

Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya dengan menyuruh hambanya yaitu orang orang-orang yang beriman untuk mengucapkan agar berşalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

b) Şalawat dari Al-Mala’ul Adna (Orang Beriman)































Hai orang-orang yang beriman, berşalawatlah kamu untuknya dan bersalām lah yang sempurna”.

17

Dalam Tafsirnya al-Marāghī menjelaskan hai orang-orang yang beriman, do‟akan agar Nabi mendapat rahmat, dan tampakanlah kemuliaannya dengan cara apa pun yang kamu lakukan yaitu mengikuti dia dengan baik dan mematuhi perintahnya dalam segala hal yang dia

16

Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir Marāghī, Jilid VIII, (Beirūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1998) hlm.28

17

(11)

perintahkan. Juga dengan mengucapkan şalawat dan salām kepadanya dengan lidahmu.18

Selain itu ayat ini juga dengan tegas memberitahukan betapa besar martabat Nabi di alam yang tinggi. Allah memujinya disisi para malaikat-Nya, malaikatpun memintakan ampun kepadanya. Kemudian disusul dengan perintah kepada penghuni alam yang rendah agar berşalawat dan salām kepadanya. Dengan demikian terkumpullah pujian dari Tuhan dan dari penghuni alam yang tinggi maupun alam yang rendah kepada diri Nabi Muhammad.

Dalam ayat yang lain Allah meninggikan sebutan Nabi Muhammad SAW, ini merupakan penghargaan Allah SWT untuk Nabi Muhammad SAW. Allah SWT memuji Nabi Muhammad SAW dengan berfirman:









“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (QS. Al-Insyirah : 4)

Allah telah menjadikan Nabi Muhammad sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya, terhormat dan mulia martabatnya. Hal ini karena Nabi SAW telah menyelamatkan banyak umat dari perbudakan waham (rasa ragu), pikiran-pikiran sesat dan membawa mereka kembali kepada asal fitrahnya, yaitu kemerdekaan berfikir dan berkemauan, berlaku kritis dalam mengenal kebenaran, mengenal siapa yang dituju dalam beribadah, sehingga suara mereka menjadi satu dalam berkeyakinan kepada Tuhan Maha Esa, setelah dahulunya mereka bercerai berai, jadi penyembah berhala, matahari

18

(12)

dan bulan. Karena itu, mereka tidak menemui jalan apapun menuju hidayah dan kebenaran.19

Ini merupakan penghargaan Allah SWT untuk Nabi Muhammad SAW, bahwa nama beliau akan selalu diucapkan selama bumi ini masih hidup.

Disamping itu Allah juga menghibur Nabi Muhammad SAW dengan memerintahkan kaum muslimin agar mentaati perintah beliau, sebagaimana firman-Nya:



























“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasūl (Muhammad).”(QS. An-Nisa‟ : 59).

Allah SWT sangat mengagungkan dan memuliakan Nabi Muhammad SAW. dengan pujian yang tidak sesuatu pun akan dapat melampaui pujian-Nya, ini dinyatakan dalam firmannya:











“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS.al-Qalam: 4) 20

Nabi Muhammad SAW adalah sosok manusia yang dicipta secara khusus oleh Allah SWT. Ia dipilih dari seluruh makhluk untuk menjadi Nabi dan Rasūl -Nya yang utama dan penghabisan. Ia diciptakan sedemikian rupa

19 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir al-Marāghī, Jilid X, hlm. 449 20

(13)

sehingga tidak memiliki cacat atau cela sedikitpun. Pada ayat yang lain, Allah SWT kembali memuji dan menyanjung sifat-sifatnya:



































“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasūl dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”(QS. at-Taubah:128).

Dari ayat diatas, Allah SWT menjelaskan bahwa Rasūlullah SAW mempunyai tenggang rasa yang tinggi dan kepedulian yang besar kepada semua umatnya.

Beliau SAW merasa berat atas penderitaan yang kita alami. Beliau SAW amat menginginkan keimanan dan keselamatan bagi kita semua. Beliau SAW amat belas kasihan dan penyayang kepada orang-orang yang beriman.21

Tingginya pujian dan sanjungan Allah SWT bisa kita lihat dari pengujung ayat diatas, dimana Allah SWT menyematkan dua asma-Nya yang agung, Ar-Ra‟uf (Dzat Yang Maha Pelimpah Kasih) dan Ar-Rahman (Dzat Yang Maha Pengasih) menjadi sifat pribadi Rasūlullah SAW.

2. Dasar atau Alasan Berşalawat

Sebagai hamba yang menjadi umat Muhammad SAW dalam hal ini mengucapkan şalawat adalah merupakan perintah syair‟at yang termaktub dalam firman Allah SWT:

21

(14)















































Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berşalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berşalawatlah kamu untuknya dan bersalām lah yang sempurna”. (al-Ahzāb : 56).

Ayat diatas merupakan dasar dan alasan mengapa orang yang beriman untuk selalu mengucapkan şalawat kepada Nabi Muhammad SAW karena itu merupakan amaliyah yang diperintahkan oleh Allah kepada hamba-Nya.

Selain itu juga ada hadits yang disebutkan dalam Tafsir al-Marāghī dimana Allah SWT akan memberikan rahmat sepuluh kali lipat kepada umat yang mengucapkan şalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.22 Seperti ңadiş yang diriwayatkan oleh an-Nasaī dari „Abdillah bin Abi Ţalңah sebagai berikut:

Begitu pula „Abdullah bin abī Ŝalңah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa Rasulullah SAW datang pada suatu hari, sedang pada wajahnya tampak berseri-seri. Maka kami berkata “sesungguhnya kami benar-benar tahu kegembiraan pada wajah engkau.” Maka Rasul menjawab, “Jibril telah datang kepadaku, lalu berkata, ”Ya Muhammad, sesungguhnya tuhanmu menyampaikan salam kepadamu dan berfirman, tidaklah engkau rela bahwa tak seorang pun mengucapkan salawat kepadamu di antara umatmu, kecuali Aku (Allah) memberi rahmat 10 kali lipat kepadanya. Dan tidak seorang dari

22

(15)

umatmu yang menyampaikan salam kepadamu kecuali aku menyampaikan salam kepadamu 10 kali lipat.23

3. Cara Berşalawat

Al-Quran surat al-Ahzab ayat 56 memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar senantiasa berşalawat atas Nabi Muhammad. Akan tetapi pengucapan şalawat itu harus sesuai dengan aturan-aturan yang telah diajarkan Allah dan Nabi-Nya, sebab ia merupakan bentuk doa sekaligus penghormatan kepada Rasulullah.

Ahmad Muşţafā al-Marāghī, menyebutkan dalam Tafsir al-Marāghī bahwa bagaimana cara mengucapkan salām kepada tuan kami (Nabi) telah tahu, tetapi kami ingin tahu, pula bagaimana caranya mengucapkan şalawat kepada tuan (Nabi).24 Hal ini seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhārī bahwa beliau menerima hadits dari Ka‟ab ibnu Ujrah sebagai berikut:

Al-Bukhārī dengan sanad dari Ka‟ab ibnu Ujrah meriwayatkan bahwa Ka‟ab berkata, “Rasulullah SAW ditanya? Ya Rasulullah, adapun mengucapkan salām padamu kami telah tau, maka bagaimana mengucapkan şalawat? Nabi menjawab, ucapkanlah Allahumma shalli „ala Muhammad wa „ala „ali Muhammad kama shallaita „ala Ibrāhim. (Ya Allah berilah rahmat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana engkau telah memberi rahmat kepada Ibrāhim).25

23 Ahrajahu an-Nasaī Fī As-Sahwi , Bab No 47

24 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir al-Marāghī, Jilid VIII, hlm. 28 25 Ahrajahu al-Bukhārī Fīl Anbiya‟, Bab No 10

(16)

D. Salām Dalam Tafsir Al-Marāghī

Salām penghormatan terhadap Nabi yang lain dalam al-Qur‟an adalah „alaihi salām. Setelah şallallahu „alaihi wasallam yang dikhususkan kepada Nabi Muhammad SAW. karena keagungan dan kemuliaan beliau maka „alaihi salām diperuntukkan kepada Nabi-Nabi yang lain, selain Nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Qur‟an Nabi-Nabi yang mendapatkan salām sejahtera dari Allah SWT ialah Nabi Nuh, Nabi Ibrāhim, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Ilyas, dan para Rasul lainya. Adapun mengenai salam tersebut adalah sebagai berikut:

a) Nabi Nuh

















"Kesejahteraandilimpahkan atas Nuh di kalangan para Malaikat, Manusia dan Jin". (as-Şāffāt : 79)

Allah SWT abadikan bagi Nuh pujian yang baik dan sebutan yang indah di kalangan para Nabi dan umat sesudahnya sampai hari kiamat. Kemudian Allah SWT menyebutkan bahwa dia mengucapkan salām terhadap Nuh agar hal itu dianut oleh manusia. Sehingga tidak seorang pun yang menyebut-nyebut Nuh secara buruk.26

Kemudian, Allah SWT memberi alasan atas dasar apa yang Allah SWT lakukan terhadap Nuh, yaitu bahwa hal itu merupakan balasan atas kebaikan yang dilakukan Nuh. Sesungguhnya Nuh itu tergolong orang-orang

26

(17)

yang berbuat baik. Maka Kami memberi balasan kepadanya dengan kebaikan pula.27

Adapun kebaikan yang dilakukan oleh Nuh adalah, bahwa dia telah melawan musuh-musuh Allah SWT dengan melakukan da‟wah kepada agamanya dan bersabar sekian lama atas penganiayaan mereka sampai sekian rupa. Kemudian Allah SWT menerangkan sebab dari kebaikan yang dilakukan oleh Nuh, sesungguhnya kebaikan yang dilakukan oleh Nuh adalah karena keikhlasannya dalam beribadah dan kesempurnaan imannya.28

Hal ini, merupakan isyarat bahwa derajat yang tertinggi dan kedudukan yang paling mulia ialah iman kepada Allah SWT dan kepatuhan dalam melakukan ketaatan kepada-Nya .

b)Nabi Ibrāhim















"Kesejahteraandilimpahkan atas Ibrāhim di kalangan para Malaikat, Manusia dan Jin". (as-Şāffāt : 109)

Dan Allah SWT kekalkan untuk Ibrāhim pujian yang baik di kalangan manusia di dunia, sehingga dia menjadi orang yang dicintai di kalangan semua orang dari agama dan aliran manapun. Orang-orang Yahūdī mengagungkannya, dan orang-orang Naşranī mengagungkannya, orang-orang Islam mengagungkannya, orang-orang musyrik sekalipun tetap menghormatinya.29

27 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir al-Marāghī, Jilid VIII, hlm. 179 28 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir al-Marāghī, Jilid VIII, hlm. 180 29

(18)

Kemudian Allah menyebutkan bahwa Dia mengaruniakan kepada Ibrāhim karunia yang ketiga yaitu mengatakan kepada Ibrāhim salām sejahtera kepadamu dikalangan para malaikat, manusia dan jin. Dilanjutkan dengan menyebutkan nikmat yang keempat, yaitu nikmat anak.30

Allah SWT memberikan kepada Ibrāhim yaitu Ishaq, dan Allah SWT karuniakan kepadanya nikmat keNabian kepada Ishaq dan kepada sekian banyak di antara anak cucunya, sebagai balasan atas kepatuhannya kepada perintah Allah dan kesabarannya atas cobaan Allah SWT.

c) Nabi Musa dan Nabi Harun













"Kesejahteraandilimpahkan atas Musa dan Harun " (as-Şāffāt : 120)

Sesungguhnya Allah SWT telah menganugrahkan nikmat kepada Musa dan Harun dengan kebaikan yang banyak. Allah SWT datangkan kepada keduanya keNabian, dan Allah SWT menolong keduanya atas musuh-musuh keduanya yaitu bangsa Qabtī di mesir.31

Allah SWT kekalkan untuk keduanya sebutan yang baik dan pujian yang baik di kalangan orang-orang sesudah mereka. Dan hal inilah yang menjadi keinginan dari jiwa siapa pun. Dan Allah SWT jadikan para malaikat, manusia dan jin mengucapkan salām kepada keduanya buat

30 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir al-Marāghī, Jilid VIII, hlm. 186 31

(19)

selama-lamanya. Tidak ada sesuatu pun yang lebih menyebabkan kebahagian hidup daripada ketenteraman dan ketenangan hati.32

Kemudian, Allah SWT menyebutkan sebab dari kenikmatan-kenikmatan yang dianugerahkan tersebut. Sesungguhnya, demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya keduanya termasuk hamba-hamba Allah SWT yang beriman.

d)Nabi Ilyas













"Kesejahteraandilimpahkan atas Ilyas". (as-Şāffāt : 130)

Dan sesungguhnya Ilyas adalah benar-benar termasuk salah seorang Rasul. Dan Allah SWT abadikan untuk Ilyas pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Yaitu, kesejahteraan dilimpahkan atas ilyas.33

Sesungguhnya, demikianlah Allah SWT memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Allah SWT yang beriman.

e) Para Rasul















Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para Rasul”. (as-Şāffāt : 181)

Allah SWT mengakhiri surat ini dengan penghabisan yang mulia, yang memuat pensucian-Nya dari hal-hal yang tidak patut bagi-Nya, di

32 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir al-Marāghī, Jilid VIII, hlm. 189 33

(20)

samping Allah SWT mensifati diri-Nya dengan sifat-sifat kesempurnaan dan memuji kepada Rasul-Rasul-Nya yang mulia.34

Maha Suci Tuhanmu, wahai Rasul yang memiliki kekuatan dan kemenangan dari segala yang dikatakan oleh orang-orang yang mendustakan itu, yaitu orang-orang musyrik dari kaum Quraisy, seperti perkataan mereka bahwa Allah SWT mempunyai anak, dan para malaikat itu anak-anak perempuan Allah SWT. Ayat ini juga merupakan jaminan keamanan dari Allah SWT kepada para Rasul-Nya yang telah diutus kepada umat mereka masing-masing dari azab yang besar dan ditimpa sesuatu yang tidak diinginkan dari Allah SWT. Dan segala puji Allah SWT, Tuhan pemelihara kedua mahluk, jin dan manusia, segala puji semata-mata bagi-Nya, bukan bagi yang lain. Karena setiap nikmat yang diterima hamba-hamba-Nya adalah dari Allah SWT. Ini merupakan pengajaran dari Allah kepada orang-orang mukmin supaya mengucapkan pujian yang tersebut pada ayat ini, dan jangan sampai dilalaikan.35

Demikian, salām penghormatan kepada hamba-hamba Allah SWT yang ditujukan kepada Nabi Nuh „alaihi salām, Nabi Ibrāhīm „alaihi salām, Nabi Mūsā „alaihi salām, Nabi Hārūn „alaihi salām, Nabi Ilyās „alaihi salām, dan para utusan yang lainnya. Namun demikian, dalam Tafsir al-Marāghī tidak ada pengertian yang eksplisit mengenai salām.

Dari penyebutan ayat-ayat di atas adalah merupakan contoh dari pujian bagi para Nabi dan Rasul. Seperti Nabi Nuh „alaihi salām, Nabi

34 Ahmad Muşţafā al-Marāghī, Tafsir al-Marāghī, Jilid VIII, hlm. 199 35

(21)

Ibrāhīm „alaihi salām, Nabi Mūsā „alaihi salām, Nabi Hārūn „alaihi salām, Nabi Ilyās „alaihi salām, dan para utusan yang lainnya. Selain salām dan pujian yang diberikan, buah tutur kata yang baik juga diabadikan sebagai penghormatan para Rasul.

Itulah ucapan şalawat untuk para Nabi dalam Al-Qur'an. Gelar "„Alaihi Sallam" sendiri yang dimiliki oleh para Nabi juga merupakan şalawat yang berarti "semoga keselamatan dilimpahkan kepadanya", begitu juga dengan gelar Nabi Muhammad yaitu " Şallallahu „Alaihi Wasallam ". Intinya berşalawat kepada Nabi adalah perintah Allah, bukan atas inisiatif para Nabi, bukan karena semata-mata keinginan Nabi Muhammad, tapi perintah Allah kepada manusia beriman sebagai bentuk pernghormatan kepada para Nabi-Nya.

Referensi

Dokumen terkait

Materi Dakwah yang disampaikan para Ulama di Kecamatan Anjir Pasar tentang zakat pertanian tidak terlepas dari hukum-hukumnya serta bagian- bagiannya, seperti

Pemeliharaan Kubikel 20 KV berarti melakukan pemeriksaan atau perbaikan yang menyebabkan perlunya pemadaman listrik atau tidak .Pada saat pelaksanaan

Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian FR Retno Anggraini (2006) dan eddy (2005) yang menyebutkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh pada tingkat pengungkapan

Aplikasi ini nantinya akan memberikan informasi letak – letak ATM dalam bentuk peta dan dapat menentukan lokasi ATM terdekat dari posisi nasabah menggunakan formula

Daripada mene- lantarkan perempuan yatim tersebut, maka Allah melalui ayat tersebut mem- persilakan laki-laki untuk menikahi pe- rempuan lain yang tidak yatim dan

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu modifikasi produk krim probiotik yang telah dimikroenkapsulasi, analisis sifat fisik krim probiotik dan krim non

Untuk peserta Seleksi Tertulis dan Keterampilan Komputer harap mengambil undangan di kantor KPU Kota Jakarta Pusat pada Hari Sabtu tanggal 2 Juli 2016 pukul 01.00 WIB

Angket adalah serangkaian (daftar) pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden (siswa) mengenai masalah-masalah tertentu yang bertujuan untuk