• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2014

TENTANG

PEDOMAN PENETAPAN WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi perlu ditetapkan Wilayah Bebas dari Korupsi di lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir;

b. bahwa untuk mewujudkan Pencanangan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi perlu dibuat Pedoman Penetapan Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Pedoman Penetapan Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Republik … KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

(2)

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890);

4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah tujuh kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 10) ;

5. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212);

6. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5136 sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 155);

7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi;

8. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrsasi Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman …

(3)

- 3 -

Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilaya Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala BAPETEN Nomor 01.Rev.2/K.OTK/V-04 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Tenaga Nuklir;

10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 12 Tahun 2008 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan Badan Pengawas Tenaga Nuklir;

11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 11 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG PEDOMAN PENETAPAN WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Pasal 1

( 1 ) Pedoman Penetapan Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disebut Pedoman WBK, sebagaimana tersebut dalam Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala BAPETEN ini. ( 2 ) Pedoman WBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bertujuan untuk memberikan acuan bagi kepala unit kerja, Tim Penggerak dan Tim Penilai WBK dalam melaksanakan penilaian Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan BAPETEN.

(4)

Pasal 2

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 Juni 2014

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

(5)

LAMPIRAN

PERATURAN KEPALA BADAN P EN G A WA S TEN A G A N U KL IR NOMOR 9 TAHUN 2014

TENTANG

PEDOMAN PENETAPAN WILAYAH BEBAS KORUPSI DILINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BAB I PENDAHULUAN

A. Umum

Pembangunan zona integritas merupakan bentuk komitmen dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk mendukung upaya pemerintah dalam percepatan pemberantasan korupsi, di samping itu zona integritas bertujuan mencegah praktek korupsi di lingkungan BAPETEN dan menjadi model pencegahan korupsi yang efektif dan terpadu.

BAPETEN sebagai lembaga pemerintah berupaya mewujudkan good governance dan clean government, dengan cara melakukan penilaian dan penetapan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) pada seluruh unit kerja. Kriteria WBK pada unit kerja yang dinilai merupakan tingkat kejadian korupsi, tanpa mengabaikan atribut lainnya seperti pelaksanaan tugas pokok, disiplin dan tertib kepegawaian. Kriteria tersebut menjadi dasar untuk menentukan pendeklarasian status suatu unit kerja di lingkungan BAPETEN sebagai wilayah bebas dari korupsi. Ide ini sebagai bentuk perwujudan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Bahan penilaian utama untuk menetapkan status suatu unit kerja sebagai WBK bersumber dari hasil pengawasan, baik dari aparat pengawas internal yaitu Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) maupun eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penetapan status suatu unit kerja sebagai wilayah bebas dari korupsi merupakan cerminan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), dan kemampuan unit kerja yang bersangkutan dalam menciptakan statusnya sebagai wilayah bebas dari korupsi.

B. Maksud … KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

(6)

B. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan Pedoman WBK ini untuk memberikan acuan bagi Pimpinan unit kerja, dan Tim Penggerak WBK yang dibentuk oleh Kepala BAPETEN dalam melakukan penilaian kriteria WBK di lingkungan BAPETEN.

Tujuan penyusunan pedoman ini untuk menetapkan WBK di lingkungan BAPETEN.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelaksanaan WBK di lingkungan BAPETEN, meliputi: (a) Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

(b) Komitmen Pimpinan Unit Kerja terhadap Percepatan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi.

(c) Penetapan Kinerja. (d) Penetapan Area WBK. (e) Monitoring dan Evaluasi. D. Definisi

Dalam Pedoman WBK ini, yang dimaksud dengan :

1. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

2. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.

3. Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan pemeriksaan, reviu, pemantauan, evaluasi dan kegiatan pengawasan lainnya berupa asistensi, sosialisasi dan konsultasi terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan kenyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan lembaga dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.

(7)

- 3 -

4. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

5. Aparat Pengawas Internal Pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian negara, lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian yang mempunyai tugas dan fungsi untuk melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya.

6. Akuntabilitas adalah wujud pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara mulai dari tingkat kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, serta untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas dari program tersebut.

7. Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

8. Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

9. Efektif adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu singkat dan dapat dipertanggungjawabkan. 10. Efisien adalah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan

kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

11. Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat WBK adalah unit kerja setingkat Eselon II dan Eselon III Mandiri di lingkungan BAPETEN yang memenuhi kriteria yang ditetapkan.

12. Pungutan liar adalah pungutan terhadap orang/badan yang tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan tugas/jabatan BAPETEN.

(8)

13. Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran unit kerja.

14. Tim Penggerak WBK adalah tim yang dibentuk oleh Kepala BAPETEN yang mempunyai tugas menggerakkan, mengarahkan dan memfasilitasi upaya penetapan wilayah bebas dari korupsi.

15. Tim Penilai WBK adalah tim yang dibentuk oleh Kepala BAPETEN yang mempunyai tugas menilai dan mengusulkan calon unit kerja sebagai wilayah bebas dari korupsi.

16. Pakta Integritas adalah pernyataan atau janji tentang komitmen untuk melaksanakan segala tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk dengan pihak lain.

17. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

(9)

- 5 -

BAB II

PENILAIAN DAN PENETAPAN UNIT KERJA BERPREDIKAT WBK

A. KRITERIA

WBK ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap 2 (dua) kriteria, yaitu penilaian terhadap indikator proses dan indikator hasil. Penilaian dan penetapan unit kerja berpredikat WBK hanya dapat dilakukan pada K/L dan Pemda yang telah memperoleh opini serendah-rendahnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangannya. Penilaian dan penetapan unit kerja calon WBK dilaksanakan oleh Tim Penggerak WBK, dengan kriteria sebagai berikut : a. Indikator Proses

Indikator Proses adalah indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat penerapan 20 kegiatan dalam rangka pencegahan korupsi. Penilaian mandiri terhadap indikator proses dilaksanakan oleh Tim Penilai Indikator (TPI) dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi (Lampiran 3 dan Lampiran 4), sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pedoman ini. Rincian bobot indikator proses pada 20 kegiatan tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Rincian Bobot Indikator Proses Sebagai Syarat Penilaian Unit Kerja Berpredikat WBK.

NO UNSUR INDIKATOR PROSES BOBOT

(%) 1 Penandatanganan Dokumen Pakta

Integritas

5

2 Pemenuhan Kewajiban LHKPN 6

3 Pemenuhan Akuntabilitas Kinerja 6 4 Pemenuhan Kewajiban Laporan

Keuangan

5

5 Penerapan Kebijakan Disiplin PNS*) 5

(10)

6 Penerapan Kode Etik Khusus 4 7 Penerapan Kebijakan Pelayanan

Publik*)

6

8 Penerapan Whistleblower System Tindak Pidana Korupsi

6

9 Program Pengendalian Gratifikasi 6 10 Penanganan Benturan Kepentingan

(Conflicts of Interest)

6

11 Kegiatan Pendidikan/Pembinaan dan Promosi Anti Korupsi

6

12 Pelaksanaan saran perbaikan yang diberikan oleh BPK/KPK/APIP

5

13 Penerapan Kebijakan Pembinaan Purna Tugas*)

4

14 Penerapan Kebijakan Pelaporan Transaksi Keuangan yang Tidak Sesuai dengan Profil oleh PPATK

6

15 Promosi Jabatan Secara Terbuka*) 3

16 Rekrutmen Secara Terbuka 3

17 Mekanisme Pengaduan Masyarakat 6

18 E-Procurement 6

19 Pengukuran Kinerja Individu *) 3 20 Keterbukaan Informasi Publik 3

b. Indikator Hasil

Indikator Hasil adalah indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas pencegahan korupsi melalui pelaksanaan 20 kegiatan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penilaian mandiri terhadap indikator hasil dilakukan oleh TPI dengan menggunakan template kertas kerja evaluasi (Lampiran 3 dan Lampiran 4), sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pedoman ini. Rincian bobot indikator hasil tertera pada Tabel 2.

(11)

- 7 -

Tabel 2. Nilai Indikator Hasil yang Harus Dicapai dalam Penetapan Unit Kerja Berpredikat WBK.

NO UNSUR INDIKATOR

HASIL NILAI KETERANGAN

1 Nilai indeks integritas*) ≥7,0  Skala 0-10  Berdasarkan instrumen KPK 2 Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik ≥550  Skala 0-1000  Berdasarkan PermenPAN dan RB Nomor 38 Tahun 2012 3 Persentase kerugian negara (KN) yang belum diselesaikan (%)

0% Dalam 2 tahun terakhir Berdasarkan penilaian APIP, BPK atau

Keputusan Aparat Penegak Hukum (APH) 4 Persentase maksimum temuan in-efektif (% anggaran) 3%  Dalam 2 tahun terakhir  Berdasarkan penilaian APIP dan BPK 5 Persentase maksimum temuan in-efisien (% anggaran) 5%  Dalam 2 tahun terakhir  Berdasarkan penilaian APIP dan BPK 6 Persentase maksimum jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena penyalahgunaan keuangan. 1%  Dalam 2 tahun terakhir  0% jika jumlah pegawai <100 orang; ≤1% jika jumlah pegawai ≥100 orang 7. Presentase …

(12)

7 Persentase pengaduan

masyarakat yang belum

ditindaklanjuti **)

5% Pengaduan yang telah >60 hari 8 Persentase pegawai yang melakukan tindak pidana korupsi. 0%  Dalam 2 tahun terakhir  berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Penilaian terhadap unit kerja yang akan diusulkan untuk mendapat predikat WBK menggunakan indikator proses dan indikator hasil dilakukan berdasarkan data selama dua tahun anggaran terakhir. Contoh: Jika penilaian dilakukan pada bulan November 2014, maka data yang diperlukan untuk penilaian adalah data tahun 2012 dan data terakhir tahun anggaran yang sedang berjalan, tahun 2013. B. SELEKSI UNIT KERJA CALON WBK

Seleksi penetapan unit kerja calon WBK dilaksanakan oleh Tim Penggerak WBK yang secara aktif menyeleksi dan menilai unit kerja calon WBK. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan analisis deskriptif baik secara kuantitatif maupun kualitatif, tujuannya untuk mendapatkan gambaran kinerja unit kerja, khususnya dari sudut pandang minimalisasi tindak korupsi.

Seleksi terhadap unit kerja yang akan ditetapkan sebagai WBK mengacu pada mekanisme sebagai berikut:

1. Usulan dari Tim Kerja Pembinaan

Tim Kerja Pembinaan beranggotakan perwakilan dari unit di lingkungan BAPETEN yang bertugas:

a. Melakukan sosialisasi di lingkungan unit kerjanya mengenai Pedoman Pembentukan WBK berikut kriterianya;

b. Mengusulkan unit kerja di lingkungannya untuk diuji coba sebagai WBK kepada Tim Kerja Penilaian.

(13)

- 9 -

2. Usulan dari Tim Kerja Penilaian

Inspektorat BAPETEN sebagai Tim Kerja Penilaian yang bertugas: a. Mengumpulkan data dan informasi berdasarkan laporan hasil

pemeriksaan APIP dan BPK;

b. Menganalisis dengan membandingkan data dan informasi yang didapat dari unit kerja dengan kriteria yang telah ditetapkan;

c. Mengusulkan unit kerja yang akan diuji coba sebagai WBK kepada Tim Penggerak Penetapan WBK BAPETEN.

C. PENILAIAN DAN PENETAPAN UNIT KERJA CALON WBK

Penilaian dan penetapan unit kerja calon WBK dilaksanakan oleh Tim Penetapan WBK dengan mekanisme sebagai berikut:

a. Unit kerja calon WBK dinilai berdasarkan kriteria indikator proses dan indikator hasil;

b. Hasil penilaian dari kriteria indikator hasil dan indikator proses digunakan untuk menentukan pemeringkatan (grade) persyaratan WBK;

c. Apabila unit kerja calon WBK telah memenuhi pemeringkatan (grade) persyaratan WBK, maka ditetapkan sebagai unit kerja uji coba WBK dengan Keputusan Sekretaris Utama selaku penanggung jawab penerapan WBK di lingkungan BAPETEN.

Unit kerja yang diusulkan WBK, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Hasil Evaluasi LAKIP yang dilakukan Inspektorat minimal CC;

b. Tidak ditemukan adanya pelanggaran disiplin pegawai di unit kerjanya;

c. Hasil pemeriksaan BPK dan Inspektorat BAPETEN tidak ditemukan adanya kasus kerugian negara;

d. Tidak adanya kasus pidana di unit kerjannya. D. UJI COBA

Uji coba dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa status unit kerja yang akan dinyatakan sebagai WBK. Masa uji coba penerapan WBK dilakukan 3 (tiga) bulan. Apabila dalam asa uji coba tersebut terdapat pengaduan/sanggahan akan dilakukan pemeriksaan/klarifikasi, dan jika terbukti …

(14)

terbukti benar, maka unit kerja tersebut menjadi tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan, sehingga tidak dapat ditetapkan sebagai WBK. Selama masa uji coba tersebut dilakukan monitoring terhadap unit kerja yang bersangkutan baik oleh Tim Penetapan WBK.

E. PENETAPAN DAN PENCABUTAN

Penetapan WBK dilakukan oleh Kepala BAPETEN jika dalam masa percobaan tidak terdapat kejadian yang dapat mengakibatkan unit kerja yang bersanggkutan menjadi tidak memenuhi kriteria. Status WBK ditetapkan berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat dikukuhkan kembali oleh Kepala BAPETEN selama unit kerja tersebut mampu mempertahankan kriteria yang telah ditetapkan.

F. PENGHARGAAN (REWARD) DAN SANKSI (PUNISHMENT)

a. Unit kerja yang mendapat predikat WBK diberikan penghargaan (reward) berupa sertifikat penghargaan dari Kepala BAPETEN;

b. Unit kerja yang telah dilakukan penilaian, tetapi belum memenuhi persyaratan yang WBK dan selama 2 (dua) tahun sejak dilakukan penilaian oleh Tim Penetapan WBK belum mampu memenuhi kriteria WBK dikenakan sanksi (punishment) berupa teguran dari Kepala BAPETEN.

G. REVIU

Sebelum Tim Penetapan WBK menyampaikan hasil penilaiannya kepada Kepala BAPETEN, maka dilakukan evaluasi oleh Tim Penetapan WBK untuk memperoleh keyakinan bahwa proses pelaksanaan penilaian yang dilakukan oleh Tim Penetapan WBK telah sesuai (compliant) dengan ketentuan termasuk tahap-tahap yang tercantum dalam Pedoman ini. Pelaksanaan reviu dilakukan oleh Tim Penilai Nasional (TPN) dengan menelaah bukti-bukti pelaksanaan Penilaian mandiri, tanpa menilai kebenaran material hasil Penilaian mandiri. Untuk itu, pimpinan K/L dan Pemda menyampaikan permohonan reviu kepada Menteri PAN dan RB atas hasil Penilaian mandiri yang dilakukan oleh TPI.

(15)

- 11 -

H. PENETAPAN

Berdasarkan rekomendasi dari Tim Penetapan WBK, Kepala BAPETEN dapat menetapkan unit kerja tersebut sebagai unit kerja berpredikat WBK. Penetapan unit kerja berpredikat WBK dituangkan dalam Keputusan Kepala BAPETEN, disertai pemberian piagam/piala/trofi, dan bentuk penghargaan lainnya. Penetapan predikat WBK berlaku sesuai yang tertera dalam Surat Keputusan Kepala BAPETEN yang bersangkutan, dan dapat dicabut apabila ternyata setelah penetapannya terdapat kejadian/peristiwa yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya lagi indikator bebas dari korupsi.

Penetapan predikat WBK dan penyerahan piagam/piala/trofi, atau penghargaan lainnya, diharapkan dapat dilaksanakan pada Hari Anti Korupsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 9 Desember setiap tahun, atau pada acara yang dikaitkan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia.

(16)

BAB III PEMBINAAN

Tim Penetapan WBK, pimpinan Eselon I, dan pimpinan Unit Kerja wajib melakukan pembinaan di lingkungan unit kerja yang dipimpinnya. Pembinaan tersebut dilakukan untuk mencegah atau mengurangi resiko terjadinya korupsi. Pimpinan Eselon I dan pimpinan unit kerja berkewajiban untuk membuat sistem pengendalian yang berorientasi pada upaya pencegahan terjadinya tindak kecurangan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana korupsi dan bersama Tim Penetapan WBK melakukan indentifikasi atas resiko-resiko yang pontensial yang mungkin dapat menghambat tercapainya tujuan organisasi. Pembinaan dapat dilakukan melalui pengawasan meliputi pengawasan melekat, pengawasan fungsional dan pengawasan oleh masyarakat.

A. ASPEK ORGANISASI

Pimpinan unit kerja wajib melakukan pembinaan dengan menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif, melalui:

1. Penegakan Komitmen dan Nilai Etika

Pimpinan unit kerja dalam penegakan komitmen dan nilai etika memberikan keteladanan dan diwujudkan dalam deklarasi sasaran kinerja tahunan serta melaporkan kekayaan yang dimilikinya secara berkala kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2. Kepemimpinan yang Kondusif

Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi pimpinan unit kerja harus mampu mempertimbangkan resiko dalam pengambilan keputusan, menerapkan manajemen berbasis kinerja, melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat bawahannya, merespon positif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program dan kegiatan, serta menciptakan lingkungan kerja yang kondusif melalui sosialisasi tujuan organisasi, dan memberdayakan sistem

(17)

- 13 -

pengawasan intern maupun ekstern agar cara kerjanya tidak bersifat individual.

3. Pembentukan Struktur Organisasi yang Sesuai dengan Kebutuhan

Pimpinan unit kerja yang mempunyai anggaran mandiri berupa Daftar Isian Program dan Anggaran (DIPA) menetapkan pejabat pengelola anggaran sekurang-kurangnya terdiri dari: Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (P4), Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan, serta petugas Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN), selain itu membentuk organisasi penunjang, antara lain panitia/pejabat pengadaan barang/jasa, panitia pemeriksa dan penerima barang/jasa yang dilengkapi dengan uraian tugas dan tanggung jawabnya serta penanggung jawab kegiatan disesuaikan dengan tupoksi masing-masing.

4. Pendelegasian Wewenang yang Tepat

Pendelegasian wewenang diberikan kepada pegawai yang tepat sesuai tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan program/kegiatan dengan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, melalui penegasan wewenang dan tanggung jawab secara rinci dan jelas, bekerja taat asas diikuti dengan penegakan aturan secara konsisten tanpa pengecualian, didukung keahlian, ketrampilan dan legalitas pejabat yang menerima pendelegasian.

5. Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM)

Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM dilaksanakan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:

a. Pemetaan terhadap profil kompetensi SDM dengan baik;

b. Terdapat ukuran (indikator) kinerja, jabatan dan pegawai yang dapat dilaksanakan dan dievaluasi dengan baik;

c. Setiap orang dinilai berdasarkan prestasi;

d. Mutasi, rotasi, dan promosi berdasarkan pada kepentingan lembaga untuk membangun budaya kerja/organisasi yang berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai dan lembaga;

(18)

e. Latar belakang pendidikan, integritas baik, dan kompetensi yang lengkap.

6. Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah Terkait.

Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait diwujudkan dengan adanya forum komunikasi antarinstansi pemerintah terkait.

B. ASPEK TATA LAKSANA

Pimpinan unit kerja dalam rangka pembinaan harus dikaitkan dengan kebijakan dan prosedur dan harus ditetapkan secara tertulis, dan terhadap prosedur yang telah ditetapkan wajib dilaksanakan, serta dilakukan evaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan. Selain itu, pimpinan unit kerja wajib menetapkan indikator kinerja, target dan capaian kinerja secara berkala, yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan program/kegiatan yang telah ditetapkan.

Untuk peningkatan kualitas pelayanan publik unit kerja yang mengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), perlu dijelaskan lebih lanjut standar pelayanan apa saja yang telah, sedang, dan akan disusun, bagaimana standar pelayanan tersebut diketahui oleh masyarakat, bagaimana masyarakat dilibatkan dalam pemantauan terhadap standar pelayanan yang diterbitkan, serta bagaimana dampak dari peningkatan kualitas pelayanan publik terhadap tingkat kepuasan masyarakat. Pimpinan unit kerja wajib melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian pada unit kerjanya.

C. ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Pimpinan unit kerja dalam melakukan pembinaan SDM sekurang – kurangnya wajib:

1. Mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, nilai dan strategi instansi kepada pegawai;

2. Membuat strategi perencanaan dan pembinaan SDM yang mendukung pencapaian visi dan misi;

3. Membuat uraian jabatan, program pendidikan dan latihan pegawai, sistem kompensasi, program kesejahteraan dan fasilitas pegawai, ketentuan

(19)

- 15 -

disiplin pegawai, sistem penilaian kinerja, serta rencana pengembangan karir; dan

4. Menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap peraturan kepegawaian.

D. ASPEK SARANA

Pembinaan terhadap aspek sarana dilakukan untuk memastikan akurasi, kelengkapan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana yang dimilik oleh unit kerja.

1. Pembinaan akurasi dilakukan melalui evaluasi secara berkala terhadap tingkat akurasi sarana yang dimiliki unit kerja, misalnya kalibrasi peralatan laboratorium untuk menjaga akurasi hasil pengujian dalam rangka peningkatan kredibilitas dan kontinuitas pelayanan dari unit kerja;

2. Pembinaan kelengkapan sarana dilakukan dengan inventarisasi keadaan fisik sarana untuk mengetahui kondisi sarana agar selalu siap digunakan untuk mendukung operasional unit kerja;

3. Pembinaan pemanfaatan sarana dilakukan untuk mengetahui optimalisasi pemanfaatan sarana yang dimiliki unit kerja dan menghindari terjadinya kondisi pemanfaatan sarana di bawah kapasitas (idle capacity);

4. Pembinaan pemeliharan sarana dilakukan baik pada perangkat keras maupun perangkat lunak yang dimiliki agar selalu siap digunakan untuk mendukung operasional kegiatan unit kerja.

(20)

BAB IV

MONITORING DAN EVALUASI

A. MONITORING

Monitoring dan evaluasi penetapan WBK dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan, kendala dan solusi penyelesaiannya serta tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Kegiatan ini dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapan pelaksanaan kegiatan. Hasil monitoring dan evaluasi dalam bentuk laporan tertulis, wajib disampaikan oleh Tim Penggerak Penetapan WBK melalui Kepala Inspektorat kepada Kepala BAPETEN sebagai bentuk pertanggungjawaban secara berkala setiap akhir tahun.

Tim Penggerak Penetapan WBK bersama dengan Pimpinan unit kerja wajib melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap unit kerja yang diuji coba dan ditetapkan sebagai wilayah bebas dari korupsi. Monitoring dilaksanakan oleh Tim Penggerak WBK secara berkelanjutan, sedangkan evaluasi dilaksanakan oleh pihak internal (unit kerja) maupun eksternal (Tim Penggerak WBK) melalui penilaian sendiri, reviu dan pengujian terhadap efektivitas rekomendasi yang telah diberikan.

B. EVALUASI

Laporan monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penetapan WBK di BAPETEN. Laporan dibuat oleh Tim Penggerak Penetapan WBK secara berkelanjutan setiap akhir tahun.

(21)

- 17 -

BAB V PENUTUP

Pedoman Penetapan WBK disusun untuk menjadi acuan dalam menetapkan WBK pada unit kerja di BAPETEN.

Untuk membangun zona integritas menuju WBK di BAPETEN, perlu adanya komitmen dari pimpinan BAPETEN, pimpinan eselon I, pimpinan unit kerja dan seluruh pegawai BAPETEN untuk mendukung terwujudnya penerapan WBK di BAPETEN.

Terwujudnya penerapan WBK pada unit kerja di BAPETEN, apabila adanya usaha nyata dari unit kerja sebagai berikut:

a. Adanya komitmen Pimpinan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN);

b. Melaksanakan tugas pokok dan fungsi dengan tepat;

c. Menerapkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) secara melekat yang berorientasi pada pencegahan terjadinya korupsi;

d. Menindaklanjuti temuan hasil audit Inspektorat dan BPK dengan tepat waktu;

e. Secara mandiri menciptakan inovasi aksi pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan unit kerjanya, baik yang bersifat preventif maupun represif.

Pedoman WBK ini bersifat dinamis yang dapat diperbaharui atau disempurnakan sesuai kebutuhan seiring dengan perkembangan strategis atas masukan-masukan dari pimpinan dalam rangka mencegah terjadinya tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme di BAPETEN.

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Gambar

Tabel 1. Rincian Bobot Indikator Proses Sebagai Syarat Penilaian Unit  Kerja Berpredikat WBK

Referensi

Dokumen terkait

Melihat journal (Dimas Yoga Apriawan dan Lusia Rakhmawati, 2017) dengan judul “Alat Ukur Panjang Dan Berat Badan Balita Untuk Menentukan Kategori Status Gizi

12 Tahun 2012 disebutkan bahwa Institut adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin

Pendapatan rumah tangga turun 152.15% untuk solusi optimal PKP aktual (konsumsi energi sesuai kondisi aktual), dan pendapatan turun 459,49% untuk solusi optimal dengan

lain : resiko jual beli MP3 berkemasan segel jika barang yang dijual pada. toko cacat

Namun pada kelompok umur dewasa, pitch tertinggi untuk laki-laki tidak berimpit (terpisah) dengan pitch terendah suara perempuan dan untuk kelompok umur anak-anak

Kawasan Jatinegara yang berkembang pesat karena merupakan jalur penghubung dan tempat putaran kendaraan pusat kota Batavia dengan kota satelit Jatinegara

Analisa data menggunakan chi-square dan OR untuk mengetahui Hubungan Kadar Hemoglobin Dan Indeks Massa Tubuh Terhadap Preeklamsi.Berdasarkan hasil penelitian yang

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. Pembimbing: Dwi Astuti Wahyu Nurhayati, SS. Kata kunci: kesulitan, pelafalan, tehnik latihan. Pelafalan merupakan salah satu