• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN JEMBRANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN JEMBRANA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DI WILAYAH HUKUM

KABUPATEN JEMBRANA

2.1 Pengertian Perlindungan Hukum

Ruang lingkup perlindungan hukum yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah perlindungan yang diberikan oleh pemerintah melalui perangkat hukumnya seperti peraturan perUndang-Undangan , mulai dari seseorang dapat diidentivikasikan sebagai korban perdagangan anak, proses beracara melalui penyidikan, hingga pengadilan, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial hingga proses pemulangan korban perdagangan anak.

Pengertian perlindungan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 disebutkan sebagai upaya dalam pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban yang wajib dilaksanakan oleh lembaga perlindungan saksi dan korban atau lembaga lainnya1.

Korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, justru tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan oleh Undang-Undang kepada pelaku kejahatan sebagaimana dikemukakan oleh Andi Hamzah Mengatakan :

1 Andi Hamzah,1986, Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana, Alumni, Bandung , hal.33

(2)

“Dalam membahas hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia ada kecenderungan untuk mengupas hal- hal yang berkaitan dengan hak-hak tersangka tanpa memperhatikan pula hak-hak korban”

Perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwijudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum2.

Jeremy Bentham menyatakan:

“Ganti rugi adalah suatu yang diberikan kepada pihak yang menderita kerugian sepadan dengan memperhitungkan kerusakan yang dideritanya”

Perlindungan korban dapat mencakup bentuk perlindungan yang bersifat abstrak (tidak langsung) maupun yang konkrit (langsung) perlindungan yang abstrak pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang hanya bisa dinikmati atau dirasakan secara emosional, seperti rasa puas. Sementara itu perlindungan yang konkrit pada dasarnya merupakan bentuk perlindungan yang dapat dinikmati secara nyata, seperti pemberian yang berupa materi ataupun non materi.

Pemberian yang bersifat materi dapat berupa pemberian kompensasi atau restitusi, pembebasan biaya hidup pembebasan dari ancaman, dari pemberitaan yang merendahkan martabat manusia.

Dalam konsep perlindungan hukum terhadap korban kejahatan, terkandung pula beberapa asas hukum yang memerlukan perhatian, hal ini disebabkan dalam konteks hukum pidana , sebenarnya asas hukum harus mewarnai baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Adapun asas-asas yang dimaksud sebagai berikut3

1) Asas manfaat

2Jeremy Bentham, 2006, Teori Perundang-Undangan Prinsip-Prinsip Legislasi Hukum Perdata dan Hukum

Pidana,Alumni, Bandung, hal.316

(3)

Artinya perlindungan korban tidak hanya ditujukan bagi tercapainya kemanfaatan bagi korban kejahatan, tetapi juga kemanfaatan bagi masyarakat secara luas, khususnya dalam upaya mengurangi jumlah tindak pidana

2) Asas keadilan

Artinya, penerapan asas keadilan dalam upaya melindungi korban kejahatan tidak bersifat mutlak karena hal ini dibatasi juga oleh rasa keadilan bagi pelaku.

3) Asas keseimbangan

Karena tujuan hukum disamping memberikan kepastian dan perlindungan terhadap kepentingan manusia, juga untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu menuju pada keadaan yang semula, asas keseimbangan memiliki posisi yang penting dalam upaya pemulihan hak-hak korban.

4) Asas kepastian hukum.

Asas ini dapat memberikan dasar pijakan hukum yang kuat bagi aparat penegak hukum pada saat melaksanakan tugasnya dalam upaya perlindungan hukum pada korban kejahatan.

2.2 Pengertian Anak

Dalam setiap peraturan perUndang-Undangan yang berkaitan tentang anak memberikan pengertian dan batasan yang berbeda tentang anak. Hal ini dapat dipahami karena mengingat dari setiap peraturan perUndang-Undangan tersebut memiliki sudut pandang yang berbeda tentang anak tergantung dari kepentingan peraturan tersebut terhadap anak dan umur kedewasaannya. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak memberikan pengertian anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Hal ini dijelaskan bahwa batas umur 21 tahun, karena

(4)

berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, dan mental seorang anak dicapai pada umur tersebut.

Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa:

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Menurut Mulyana W.Kusuma, yang dimaksud dengan anak adalah

“Mereka yang belum dewasa dan menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental,fisik, masih belum dewasa) dan anak disini meliputi anak sebagai pelaku, korban, dan pengamat atau saksi. Dalam hal ini berarti mereka harus dibina sendiri mungkin dalam rangka pencegahan menjadi korban dan menimbulkan korban.”

Berdasarkan beberapa pengertian tentang anak yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari segi usia kronologis menurut hukum, maka seseorang yang dikategorikan sebagai anak berbeda – beda tergantung tempat, waktu, dan keperluannya. Dalam hal ini batas umur anak adalah relatif tergantung pada kepentingannya.

2.3 Pengertian Korban

Secara umum yang dimaksud dengan korban adaalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai akibat tindakan anak lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau anak lain yang bertentangan dan hak asasi yang menderita4.

Menurut Muladi yang dimaksud dengan korban ialah:

(5)

“Seseorang yang telah menderita kerugian sebagai akibat suatu kejahatan dan atau yang rasa keadilannya secara langsung telah terganggu sebagai akibat pengalamannya sebagai target/sasaran kejahatan”

Ketentuan lainnya yang memuat perihal korban dapat dilihat pada beberapa konvensi atau deklarasi, seperti:

1) Pada Declaration on the elimination of violence against women (diadopsi oleh resolusi majelis umum PBB Np. 48/104, 20 Desember 1993)

2) Declaration on sosial and legal principles relating to the protection and welfare of children, with special reference to foster placement and adoption nationally and internationally

(diadopsi oleh resolusi majelis umum PBB NO. 41/1985 tanggal 3 Desember 1986)

Apabila memperhatikan beberapa definisi tentang korban di atas terkandung adanya beberapa persamaan unsur dari korban, yaitu:

1) Anak (yang menderita)

2) Penderitaan yang sifatnya fisik, mental, ekonomi. 3) Penderitan karena perbuatan yang melanggar hukum. 4) Dilakukan oleh pihak lain

Dalam beberapa perUndang-Undangan baik nasional maupun internasional, pengertian korban seringkali diperluas tidak hanya pada individu yang secara langsung mengalami penderitaan, tetapi juga termasuk didalamnya adalah keluarga dekat atau anak-anak yang menjadi tanggungan korban. Contohnya dalam Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pengertian korban diperluas meliputi juga ahli warisnya yang terdiri dari ayah, ibu, istri, suami dan anak.

(6)

Dalam viktimologi, dikenal pula apa yang dinamakan korban ganda yaitu korban yang mengalami berbagai macam penderitaan mental, fisik, dan sosial yang terjadi pada saat korban mengakami kejahatan setekah dan pada saat khasusnya diperiksa dan setelah selesainya pemeriksaan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 1 menyatakan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Secara luas pengertian korban diartikan bukan hanyahanya sekedar anak yang menderita langsung, akan tetapi korban tidak langsungpun juga mengalami penderitaan yang dapat diklarifikasikan sebagi korban. Korban tidak langsung contohnya adalah istri kehilangan suami, anak kehilangan orang tuanya.

2.4 Pengertian Kejahatan

Kejahatan dibagi dalam dua pengertian yaitu baik secara yuridis maupun kriminologis. Pengertian kejahatan secara yuridis yaitu bahwa5:

“Tidak semua perbuatan manusia dapat disebut sebagai tindak pidana, hanya suatu perbuatan manusia yang dilarang dan diancam dengan hukuman dalam Undang-Undang yang disebut dengan tindak pidana”

Selanjutnya dalam pengertian secara kriminologis, Bonger mengemukakan bahwa pengertian kejahatan adalah6:

“Suatu perbuatan anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari Negara berupa pemberian penderitaan hukuman atau tindakan”

2.5 Pengertian Perdagangan Anak

5 Bambang Purnomo, 2011, Asas-Asas Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hal.16. 6 Yasmil Anwar dan Dadang, 2010, Kriminologi, Citra Aditya, Bandung, hal.318.

(7)

Pengertian perdagangan anak mempunyai arti yang berbeda bagi setiap orang. Perdagangan anak meliputi sederetan masalah dan isu sensitif yang kompleks yang ditafsirkan berbeda oleh setiap orang, tergantung sudut pandang pribadi.

Definisi perdagangan anak pertama kali dikemukakan pada tahun 2000, ketika Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa menggunakan protokol untuk mencegah, menekan dan menghukum perdagangan atas manusia, khususnya kaum perempuan dan anak-anak yang akhirnya terkenal dengan sebutan “protokol Palermo” protokol ini merupakan sebuah perjanjian yang merupakan perangkat hukum yang mengikat dan menciptakan kewajiban bagi semua Negara yang mewajibkan menyetujuinya.

Definisi perdagangan anak menurut protokol Palermo tertuang didalam Pasal 3 yang rumusannya :

1) Perdagangan anak yang dilakukan oleh anak lain berarti perekrutan, pengiriman kesuatu tempat, pemindahan, penampungan, atau penerimaan melalui ancaman atau pemaksaan dengan kekerasan, penculikan, penipuan, penganiyayaan, penjualan, atau tindakan penyewaan untuk mendapatkan keuntungan atau pembayaran tertentu untuk tujuan eksploitasi.

2) Persetujuan korban perdagangan anak atas eksploitasi yang dimaksud pada Pasal (3) sub (a) Pasal ini menjadi tidak relevan apabila sarana yang dimaksud pada sub (a).

3) Perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang anak untuk maksud eksploitasi dianggap sebagai “perdagangan anak” meskipun apabila ini tidak mencakup salah satu sarana yang termasuk pada sub (A) Pasal ini.

(8)

Definisi perdagangan anak yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang rumusannya:

“Perdagangan anak adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan penjeratan hutang atau member bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari anak yang memegang kendali atas anak lain tersebut, baik yang di dalam Negara maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan anak tereksploitasi.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa unsur – unsur perdagangan anak adalah sebagai berikut:

1) Adanya tindakan atau perbuatan seperti perekrutan, transportasi, pemindahan, penempatan dan penerimaan anak.

2) Dilakukan dengan cara menggunakan ancaman atau kekerasan atau bentuk-bentuk paksaan lain, penyalahgunaan kekuasaan, pemberian bayaran untuk memperoleh persetujuan.

3) Ada tujuan dan maksud yaitu untuk tujuan eksploitasi dengan maksud mendapatkan keuntungan dari anak tersebut.

Dari pengertian tindak pidana perdagangan anak yang penulis paparkan dapat dirinci hal-hal penting sebagai berikut:

1) Bahwa tindak piana perdagangan anak merupakan delik formal, karena mendeskripsikan tindakan yang dikatagorikan sebagai tindak pidana perdagangan anak.

(9)

2) Tindak pidana anak dilakukan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi atau penjeratan uang.

2.6 Perlindungan Korban Kejahatan Sebagai Wujud Perlindungan Hak Asasi Manusia

Manusia adalah mahkluk sosial, konsekuensi dari eksistensi manusia sebagai makhluk sosial adalah perluya diciptakan suatu hubungan yang harmonis antra manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Kondisi ini dapat diwujudkan melalui kehidupan saling menghormati dan menghargai bahwa diantara mereka terkandung makna hak dan kewajiban7.

Dari berbagai hal yang melekat pada diri manusia, ada hak yang sangat fundamental dan mendasar yang diberikan kepada manusia sejak lahir sehingga keberadaannya merupakan suatu keharusan tidak dapat diganggu gugat bahka harus dilindungi dihormati dan dipertahankan yaitu hak asasi manusia.

Muladi menyatakan hak asasi manusia pada hakikatnya adalah sepeangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga Negara dari keungkinan penindasan, pemasungan, dan atau pembatasan ruang gerak warga Negara oleh Negara.

Hak asasi manusia adalah hak kodrat manusia. Begitu manusia dilahirkan langsung hak asasi itu melekat pada dirinya sebagai manusia sehingga tidak dapat dicabut oleh siapapun, sebab pencabutan hak asasi manusia berarti hilangnya sifat kemanusiaan yang ada pada diri manusia. Hal ini berarti harkat dan martabat manusia sebagai ciri khas kemanusiaan dari manusia tidak lagi dihormati dan diakui. Hak asasi manusia menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang merupakan pencerminan hakikat manusia sebagai pribadi, anggota masyarakat dan mahkluk Tuhan yang harus dihormati dan dijamin setingginya oleh hukum.

7 Pudjiarto Harum, 2013, Hak Asasi Manusia Kajian Filosofis dan Implementasinya dalam Hukum Pidana

(10)

Dalam kerangka perdagangan anak, banyak hak asasi yang seringkali diabaikan , antara lain: hak untuk idup, hak atas kebebasan, hak untuk tidak diperlakukan secara berbeda, padahal setiap manusia mempunyai hak untuk mempertahankan hidupnya dari berbagai gangguan ataupun ancaman yang menimpa dirinya baik dari manusia lainnya ataupun pemerintah. Oleh karena itu segala bentuk ancaman dan gangguan pada diri manusia pada hakikatnya merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia itu sndiri. Begitu pula sebagai bentuk pembiaran yang dilakukan oleh perseorangan terlebih oleh pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap adanya ancaman atau gangguan yang dialami oleh seseorang. Pada hakikatnya juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Adanya berbagai upaya preventif dan represif baik yang dialakukan oleh masyarakat maupun pemerintah (melalui penegak hukum) seperti pemberian perlindungan dari berbagai ancaman yang dapat membahayakan nyawa korban, pemberian bantuan medis maupun hukum secara memadai, proses pemeriksaan dan peradilan yang adil terhadap pelaku kejahatan pada dasarnya merupakan salah satu perwujudan dari perlindungan hak asasi manusia.

2.7 Pengaturan dan Kebijakan Dalam Menangani Korban Perdagangan Anak

Kebijakan perlindungan pada korban pada hakikatnya merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari kebijakan perlindungan. Berdasarkan konsep tersebut per Negara guna menciptakan suatu kesejahtraan sosial tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan materiil dari warga negaranya, tetapi lebih dari itu guna terpenuhinya rasa kenyamanan dan keamanan dalam beraktifitas.

Indonesia telah memiliki Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan korban kejahatan melalui Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Selain memiliki undang – undang yang secara khusus mengatur

(11)

tentang perlindungan korban kejahatan, Indonesia juga memiliki beberapa ketentuan yang mengatur tentang perlindungan. Dalam beberapa Undang-Undang dapat ditemukan tentang perlindungan korban kejahatan sekalipun sifatnya masih persial.

(12)

Undang-Undang dan PERDA yang didalamnya memberikan pengaturan tentang perlindungan korban kejahatan, diantaramya:

1) Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP 4) Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Peradilan Hak Asasi Manusia 5) Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

6) PERDA Kabupaten Jembrana No. 4 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang.

Referensi

Dokumen terkait

Relationship between low birth weight neonate and maternal serum zinc concentration.. Iran Red Crescent Medical

The objective is to combine the benefits of case study method of teaching with online discussion forum to enhance the quality of learning while making this an assessment component

JUDUL : JAMUR PENUNJANG HARAPAN HIDUP PASIEN KANKER HATI. MEDIA : HARIAN JOGJA TANGGAL : 29

Menurut British Standard BS EN ISO 7730, kenyamanan termal merupakan suatu kondisi dari pikiran manusia yang menunjukkan kepuasan dengan lingkungan termal.Definisi yang

Jadi jelas bahwa metode adalah cara yang dianggap efisiean yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa, agar tujuan

Demikian pula halnya dengan mayoritas penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur, dimana sekitar 71% penduduknya berada di daerah pedesaan, dengan sektor pertanian

Gegambaran ngenani wanita utama sing nduweni rasa setya kagambar saka paraga Sudi Yatmini Putri, dheweke uga minangka paraga wanita utama sajroning Cerbung Tresnaku Mung

Selain dipasarkan di dalam negeri, EDC juga akan diekspor untuk memenuhi kebutuhan EDC dunia yang juga terus meningkat. Target pemasaran adalah negara-negara pengimpor