• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN SINGKAT KOMISI XI DPR RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN SINGKAT KOMISI XI DPR RI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN SINGKAT

KOMISI XI DPR RI

BERMITRA DENGAN KEMENTERIAN KEUANGAN, KEMENTERIAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (PPN)/BAPPENAS, BANK INDONESIA, OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK), LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS), BADAN PUSAT STATISTIK (BPS), BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP), SETJEN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) RI, LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH (LKPP), LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA (LPEI), PERBANKAN, LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK (LKBB), DAN BUMN (PRIVATISASI)

Rapat Ke : 07

Tahun Sidang : 2020-2021

Masa Persidangan : V

Jenis Rapat/ke- : Rapat Dengar Pendapat Umum / ke-4

Dengan : 1. Piter Abdullah

2. A. Prasetyantoko, S.E., M.Sc. Ph.D.

Sifat Rapat : Terbuka

Hari, Tanggal : Senin, 12 Juli 2021

Waktu : Pukul 14.30 WIB s.d. Selesai

Tempat : Virtual/Video Conference

Ketua Rapat : DOLFIE O.F.P

(Ketua Panja/Wakil Ketua Komisi XI DPR RI)

Sekretaris Rapat : Sarilan Putri Khairunnisa, S.Sos

(Kepala Bagian Sekretariat Komisi XI DPR RI)

Acara : Mendapatkan masukan terhadap Rancangan

Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Hadir : 1. … orang dari 31 orang Anggota Panja;

2. Narasumber : a. Piter Abdullah

b. A. Prasetyantoko, S.E., M.Sc. Ph.D.

I. PENDAHULUAN

1. Rapat Dengar Pendapat Panja Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan Pakar dipimpin oleh

(2)

Ketua Panja dan rapat dilakukan secara virtual/video conference. Sesuai dengan ketentuan Pasal 279 ayat (6) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib, Ketua Rapat membuka rapat pukul 14.30 WIB dan dinyatakan terbuka untuk umum.

2. Rapat Dengar Pendapat Panja Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan Pakar diawali dengan pengantar dari Ketua Rapat dan dilanjutkan dengan Paparan dari Pakar kemudian dilakukan pendalaman/tanya jawab oleh Pimpinan dan Anggota Komisi XI DPR RI.

II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN

1. Piter Abdullah memberikan paparan dengan pokok-pokok pembicaraan sebagai berikut :

1) Tantangan fiscal saat ini bisa kita bedakan antara tantangan fiscal jangka pendek dan tantangan fiscal jangka menengah panjang. Saya melihat persoalan covid itu adalah persoalan fiscal jangka pendek. yang hendaknya di address dan dicari jawabannya itu dalam bentuk solusi jangka pendek. Sementara fiscal menengah jangka panjang, yaitu dalam wujud dalam bentuk meningkatkan ruang fiscal, dalam bentuk meningkatkan tax ratio, menciptakan system perpajakan yang berkeadilan dan berkesetaraan, mendukung suistanabilitas fiscal, ini adalah tantangan fiscal jangka menengah panjang, yang kalau kita kaitkan dengan covid, lebih kepada mengatasi meng assess kita dalam jangka pendek ini mengatasi covidnya. Kalau kita merujuk kepada banyak negara, tantangan fiscal jangka pendek, mengatasi covid-19, itu lebih bersifat add all cost. Hamper di semua negara menggunakan pendekatan add all cost dan itu menggunakan tidak hanya semata menggunakan pendekatan fiscal. Jadi pada umumnya bahkan lebih mengandalkan kepada kebijakan moneter. Bagaiman misalnya di Amerika di Jepang di negara negara maju, mereka menggunakan quantity easy dimana pembiayaan fiscal itu sangat dibantu oleh kebijakan moneter yang bersifat ekspansi. Kalo istilah kita digunakan istilah kebijakan mencetak uang. Bahkan di beberapa negara, kebijakan-kebijakan yang sifatnya lebih kuasi fiscal yaitu dimana ada pemberian bantuan dari pemerintah kepada dunia usaha, itu bahkan dilakukan secara langsung oleh bank sentral tidak melalui fiscal. Jadi ini adalah bentuk-bentuk yang diambil di banyak negara dalam mengatasi tantangan fiscal dalam jangka pendek. Jadi tidak ada persoalan yang dikait-kaitkan dengan pelebaran defisit, yang dikait-kaitkan dengan lonjakan hutang. Karena mereka sangat memahami bahwasanya kondisinya sangat luar biasa, extra ordinary dan oleh karena itu solusi yang diambil adalah solusi yang extra ordinary. Jadi dalam jangka pendek mengatasi dampak covid itu dilakukan secara luar biasa add all cost nya.

(3)

2) Sementara kita menghadapai persoalan persoalan jangka menengah panjang. Ini tanpa covid pun, kita sudah menghadapi hal ini, dimana ruang fiscal kita begitu sempit, kemudian memang seperti yang sudah saya sampaikan kita sudah melakukan reformasi perpajakan sudah cukup lama, dan itu perlu suatu proses jangka menengah panjang yang harus berkelanjutan untuk mewujudkan system perpajakan yang berkeadilan dan berkesetaraan tersebut. Kemudian terutama di dalam rangka untuk mewujudkan apa yang kita sebut sebagai fiscal yang berkesinambungan atau suistanability of fiscal. Saya melihat dua hal ini adalah dua tidak bisa kita gabungkan dalam satu solusi. Saya melihat RUU KUP itu adalah dalam rangka solusi menghadapi tantangan fiscal jangka menengah panjang. RUU KUP bukan adalah solusi jangka pendek untuk mengatasi dampak covid-19, dan ini yang perlu sekali saya sampaikan sejak awal karena ini akan sangat berkaitan dengan isi dari Rancangan Undang- Undang KUP.

3) Kalau kita lanjutkan, isi dari RUU Ketentuan Umum Perpajakan, tadi sudah disampaikan oleh bapak pimpinan sidang, ini adalah merupakan kelanjutan dari reformasi administrasi dan ketentuan perpajakan yang kosolidatif, merupakan upaya untuk menciptakan system perpajakan yang berkeadilan dan berkesetaraan dan dalam rangka juga meningkatkan kepatuhan pajak. Jadi RUU KUP merupakan upaya konsolidatif untuk mewujudkan fiscal yang berkelanjutan dalam jangka menengah panjang. Dan sekali lagi menegaskan bahwa RUU KUP bukan solusi jangka pendek dalam upaya kita mengatasi tantangan dampak dari covid-19.

4) Tapi, ini yang menarik, kalo kita melihat konstruksi RUU KUP, itu di dalamnya ada penguatan administrasi perpajakan dan ini tentunya hal yang sangat baik, dan kemudian ada program peningkatan kepatuhan wajib pajak yang menurut saya, ini sangat bias, saya membacanya ini lebih merupakan bentuk lain dari tax amnesty jilid II. Ini yang mungkin perlu kita diskusikan nantinya. Kemudian ada konstruksi terkait dengan perluasan basis pajak, dalam hal ini adanya perluasan basisi pajak untuk PPN, kemudian juga ada perluasan basis pajak untuk PPh, dan kemudian ada konsep keadilan dan kesetaraan dan ini juga saya kira terkait juga dengan perluasan basis pajak untuk PPh. Saya kira yang lain tidak jadi masalah karena semua itu itu merupakan suatu yang sangat baik, bagaimana kita meningkatkan perluasan basis pajak, meningkatkan keadilan dan kesetaraan, semuanya konsep konsep yang menurut saya sangat baik yang sangat perlu di dukung dengan visi dengan perspektif jangka menengah panjang tadi, bukan solusi jangka pendek di dalam menghadapi Covid-19 ini.

5) Tetapi yang sangat menarik perhatian saya adalah bagaimana bungkus dari program peningkatan kepatuhan wajib pajak, kalo saya baca khusunya pada pasal 37b, pasal 37c kalo yang saya baca secara lebih mendetailnya itu adalah bentuk dari tax amnesty. Bagaimana pemerintah memberikan ruang kepada wajib pajak yang selama ini tidak mematuhi ketentuan perpajakan termasuk juga tidak mematuhi ketentuan tax amnesty pada tahun 2016, yang kemudian diberikan

(4)

ruang untuk pengampunan. Yang seharusnya kalau kita lihat dalam ketentuannya apabila ketika mereka mengikuti tax amnesty, tidak menyampaikan data yang sebenarnya, dan kemudian itu ditemukan ada kekayaan yang tidak dilaporkan maka kekayaan itu akan melakukan sebagai penghasilan dan dikenakan pajak-pajak sesuai dengan tarifnya dan dikenakan sanksi administrasi sebesar 200%, nah ini tidak tertuang dalam RUU KUP khususnya pasal 37b dan 37c itu disebutkan tidak akan dikenakan sanksi. Nah ini merupakan pengampunan. Yang menurut saya sangat disayangkan, karena niat baik dari RUU KUP ini menurut saya menutup ada tanda kutip saya sebutkan sebagai udang di balik batu yang seharusnya tidak terajadi. Ini catatan saya terkait RUU KUP sehingga tanggapan saya sebagai berikut :

a. Reformasi perpajakan dengan tujuan untuk meningkatkan ruang dan suistanibilitas fiscal perlu di support dengan kepatuhan yang tinggi dari para wajib pajak dan tercerminkan dalam tax ratio yang tinggi hendaknya terus dilakukan sebagai bagian dari upaya jangka menengah panjang. Sekali lagi saya sampaikan RUU KUP bukan solusi jangka pendek.

b. Tax amnesty jilid dua dalam bentuk apapun tidak akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Walaupuan di RUU KUP disebutkan akan meningkatkan perpajakan. Tax amnesty jilid dua, justru akan menurunkan kredibilitas pemerintah sekaligus mendorong ketidakpatuhan dalam jangka menengah panjang. c. Tax amnesty jilid dua tidak akan mampu menyelesaikan

permasalahan jangka pendek yang disebabkan oleh covid-19. RUU KUP hendaknya focus kepada reformasi perpajakan dengan visi menengah panjang, meningkatkan basis dan kepatuhan wajib pajak.

d. Perluasan basis PPN yang merupakan tren global yang hendaknya menjadi bagian dari reformasi perpajakan di Indonesia. Kebijakan perluasan basis PPN dapat dilakukan dengan mempertimbangkan waktu pelaksanaan dan komunikasi yang tepat guna mengurangi dampak negative yang bersifat temporer.

6) Jadi sekilas saya melihat konstruksi dari RUU KUP itu bias ke perluasan basis pajak. Itu isunya ada di pengenaan pajak sembako, pengenaan pajak Pendidikan, masyarakat tergiring untuk melihat hal itu, karena itu yang langsung bersentuhan dengan mereka. Tetapi menurut saya justru ada isu besar dibalik konstruksi RUU KUP yaitu khusunya salam meningkatkan kepatuhan wajib pajak bungkusnya, tetapi yang saya sampaikan tadi lebih saya melihatnya adalah isinya pengampunan pajak. Tax amnesty jilid dua.

7) Berikutnya adalah perluasan tarif dan bracket PPH orang perorangan, wajib pajak perorangan yang dirasakan lebih berkeadilan. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi penerimaan pajak dari kelompok kaya high net worth individual dalam jangka panjang dan tanpa mengganggu struktur keuangan masyarakat menengah bawah, jadi menurut saya kontruksi dari RUU KUP menurut saya sudah sangat baik kecuali satu hal yaitu ketentuan terkait peningkatan kepatuhan

(5)

wajib pajak yang menurut saya lebih berisikan kepada tax amnesty ini yang menurut saya sangat perlu dikritisi. Menurut saya pengenaan atau pemberlakuan tax amnesty jilid dua itu akan lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.

2. Darussalam, SE, AK, CA, M.Si, LLM memberikan paparan dengan pokok-pokok pembicaraan sebagai berikut :

1) Saya melengkapi apa yang tadi sudah disampaikan oleh pak Pieter dan saya lebih ingin memberi konteks saja tentang urgensi dari reformasi perpajakan ini. Saya kira situasi yang kita hadapi tidak hanya Indonesia tapi seluruh dunia itu memang memaksa kita untuk sampai pada satu situasi perpajakan itu harus ada reformasi, karena itu memang perubahan ini sesuatu yang nampaknya tidak bisa dihindari. Tentu saja dari konteks yang ada kita mesti lebih punya aksentuasi kepada hal-hal tertentu yang krusial untuk kita bereskan dan ada beberapa catatan yang nanti saya berikan terkait dengan apa yang sudah disiapkan pemerintah sebagai RUU yang sudah disampaikan ini. Saya akan berangkat dari apa yang disampaikan oleh Benjamin Franklin founding father dari Amerika itu bahwa Ketika dia harus menulis surat kepada rekannya di Perancis, dia mengatakan Amerika ini in the making dan salah satu yang pilar utamanya adalah konstitusi dan kedua itu pajak, dan dia bilang pajak itu satu dari dua kepastian dalam hidup ini, jadi yang pasti dari hidup ini adalah semua orang akan mati dan yang kedua harus bayar pajak. Ini gambarin saja bahwa dalam situasi ini kematian yang suatu bencana yang harus ditangani dan fiscal menjadi core menjadi tulang punggung, maka mau tidak mau momentum tentang reformasi perpajakan ini muncul disana. Kalau kita bicara soal Indonesia, Pandemic itu sendiri masih belum jelas arahnya atau ujungnya ada dimana dan karena itu dukungan fiscal masih diperlukan. Beban dari fiscal itu masih juga ibarat dari pertandingan dasar itu belum ketahuan ada dimana dan kemungkinan terus naik itu masih ada karena kita belum tahu bottom dari pandemic ini ada dimana. Kalo kita belajar konteks yang lebih luas tentang recovery ekonomi yang terajadi secara global, kalo kita bicara tentang kenapa Amerika recoverynya paling cepat, pertumbuhan 2021, Amerika diproyeksikan dalam world economic outlook ini sebesar 6,4%. Dan itu tulang punggungnya ada dua, satu tentu saja vaksinasi dan kedua adalah fiscal. Dan faktor vaksinasi terkait dengan fiscal, jadi memang nampaknya fiscal dimana-mana lesson learnnya adalah tulang punggung yang mau tidak mau menjadi pilar dari pemulihan ekonomi dan kemudian menjadi sangat dominan dalam perekonomian ke depan.

2) Lesson learn yang bisa kita ambil dari global apa yang sedang terajadi, bahwa recoveriy ekonomi ini sangat tergantung pada stimulus fiscal, dan karena itu ada dilema kapan akan mulai dikurangi dan sebagainya. Dan recovery ini akan divergen dan salah satu penoapng dari divergensi itu kalau kita bicara dalam konteks kemiskinan di Indonesia akan bertambah dan pengangguran akan meningkat, lagi lagi fiscal yang diandalkan untuk menjadi obat dari divergensi itu. Tetapi saya kira hal lain yang menarik adalah recpvery ekonomi pasca pandemi

(6)

akan mengarah kepada ekonomi hijau, dan oleh karena itu karbon tax saya kira menjadi sangat kontekstual dan sangat perlu mendapatkan aksentuasi yang cukup kuat dalam RUU KUP ini dan memang sudah ada dalam rancangan 5 hal yang disiapkan dalam RUU ini tetapi nampaknya belum ada elaborasi yang cukup tegas bahwa sikap kita terhadap ekonomi pasca covid ini lebih kepada green ekonomi recovery dan oleh karena itu karbon tax menjadi tulang punggung dari reformasi perpajakan

3) Dilemanya adalah bahwa Reformasi perpajakan yang artinya adalah perluasan basis, peningkatan rate dsb nya itu quote and quote bisa mengganggu kinerja konsumsi dan investasi dimana itu adalah tulang punggung dari ekonomi domestic kita. Kalau kita lihat 88,9% dari ekonomi kitaitu di drive oleh konsumsi dan investasi. Dan reformasi perpajakan yang mengarah kepada dua aspek ini, kalo kita bicara PPH itu berari mengurangi porsi yang ditabung oleh masyarakat dan tabungan masyarakat itu akan mengurangi investasi, itu tentu akan menjadi sesuatu yang akan mengganggu recovery ekonomi kita.

4) Tetapi di sisi lain Pemerintah harus memfungsikan diri menjadi countercycle, jadiketika ekonomi itu balik bounce back, mulai recover, maka di saat itulah peningkatan pajak baik basis ataupun rate nya itu bisa diterapkan. ini bukan persoalan jangka pendek, ini adalah persoalan jangka menengah panjang dan itu tentu saja soal timing menjadi crucial artinya kalau terlalu cepat dijalankan akan berpengaruh pada proses recovery yang kita jalankan.

5) Di samping itu saya kira fungsi redistribusi harus tetap jalan dan harus dipastikan meskipun ada penghapusan beberapa item baik dari bahan pokok maupun jasa utama itu tetap harus dipastikan bahwa pemerintah tetap memberikan alokasi yang signifikan baik bagi kelompok marginal yang rentan yang berpotensi untuk secara tidak langsung akan punya dampak juga, ini risiko yang tidak dapat dihindari Ketika ada kenaikan di kelompok tertentu dari bahan pokok maka kadang-kadang situasinya semua kelompok barang akan naik. Karena itu komitmen pemerintah untuk merealokasi atau meredistribusi untuk memberikan dukungan pada kelompok rentan itu perlu mendapat kepastian dari Rancangan perubahan ini.

6) Soal transformasi ekonomi hijau melalui pajak karbon, pemerintah harus memilki komitmen kuat dan perlu mendapatkan elaborasi yang lebih kuat dalam reformasi ini.

7) Beberapa laporan menunjukkan bahwa yang terajadi adalah sebetulnya bukan saja peningkatan pengeluaran tetapi penurunan yang drastis dari revenue itu ternyata lebih signifikan dampaknya bagi kita sehingga defisit Sehingga memang harus ada recovery dari sisi penerimaan dengan berbagai cara yang dilakukan. Dengan catatan reformasi perpajakan dilakukan dengan konsisten. Dilemanya adalah tantangan recovery dengan kesehatan yang belum keliatan ujungnya adalah belum kebijakan ini dijalankan dalam waktu yang cukup cepat sehingga

(7)

bisa mengejar target di 2023 defisit di bawah 3%.

8) Ini tidak bisa dipisahkan dari timeline kembalinya defisit di bawah 3%. Artinya kalau tidak memungkinkan RUU KUP ini diterapkan dalam waktu dekat, maka yang perlu di fine tune adalah target dari UU dimana defisit harus kembali di bawah 3% di 2023.

9) Sebagai kesimpulan nampaknya reformasi perpajakan sangat mendesak baik dari sisi administrasi kelembagaan maupun dari substansi nya yang lima hal tadi sudah disampaikan. Timing menjadi krusial karena implementasi dilakukan Ketika pemulihan ekonomi sudah solid.

10) Untuk multitarif harus mendapatkan aksentuasi karena itulah yang membedakan kalo kita bicara soal PPN yang menjadi perdebatan itu aspek multitarif akan hilang dalam diskusi public. Tentu saja mitigasi dari sisi implementasi kalau itu dijalankan itu akan menjadi krusial karena kenaikan di suatu segmen kalaupun itu multitarif itu tidak akan menjamin bahwa segmen yang lain akan terjadi kenaikan

III. PENUTUP

Rapat Dengar Pendapat Panja Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan Pakar ditutup pada pukul 16.20 WIB.

Jakarta, 12 Juli 2021

KETUA PANJA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983

TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN,

ttd DOLFIE O.F.P.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor tahun 2003, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat dan dijelaskan kembali di dalam

Sumberdaya genetik dapat digunakan untuk menambah dan memperkuat populasi dasar, baik yang telah digunakan untuk pemuliaan pohon, yang sedang berjalan maupun untuk menambah

To assess whether training is associated with conveying capacity skills for our study, we identify four well-established performance management implementation challenges that

Deskripsi disposisi matematis siswa berdasarkan pembelajaran, kluster sekolah dan kemampuan awal matematika (KAM) siswa tersaji pada Tabel 2. Berdasarkan data pada Tabel

Menurut Aliyatun (2014) peran pemantauan pertumbuhan balita adalah untuk mengontrol pertambahan berat badan anak agar anak tetap terjamin dapat tumbuh normal dalam

Para dosen Program Studi Strata 1 Teknik Informatika Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. Keluarga tercinta, Ayah

Menurut bohlander dan snell (2010 : 4) : msdm adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana memberdayakan karyawan dalam perusahaan, membuat pekerjaan, kelompok kerja,

Maka dari itu untuk memastikan proses pengecoran yang sempurna dari bagian bawah sampai atas lubang serta untuk mencegah terjadinya segregasi di lapangan