• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN MATEMATIKA DASAR UNTUK ASURANSI UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGETAHUAN MATEMATIKA DASAR UNTUK ASURANSI UMUM"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN MATEMATIKA DASAR UNTUK

ASURANSI UMUM

Ringkasan. Dalam tulisan ini akan diuraikan beberapa topik matematika yang diperlukan untuk menguasai pengetahuan asuransi umum. Kemudian sejumlah hasil matematika dasar yang diperlukan dari waktu ke waktu dalam perkembangan teoritis bahan pengetahuan asuransi berikutnya: seperti halnya Notasi penjumlahan; Notasi faktorial dan kombinatorial; Notasi Pangkat; Diferensiasi untuk menemukan kemiringan kurva; Maximum dan minimum; Dan eksponensial fungsi logaritma alami.

1.1 Pengantar

Judul dari buku ini adalah Pengantar statistika dengan aplikasi dalam asur-ansi umum. Ini adalah pengantar dalam artian bahwa ini menyajikan ide-ide fundamental statistik dan menjelaskan aplikasinya dalam asuransi umum. Buku ini tidak memberikan komentar terakhir pada topik manapun yang dibahas, tetapi membiarkannya kepada pembaca untuk mencari topik atau subjek yang menurutnya paling menarik melalui referensi-referensi yang diberikan di akhir dari setiap bagian.

Bab-bab awal membentuk pengenalan umum untuk pembelajaran tentang probabilitas dan statistika. Sebuah bab tentang distribusi statistik yang berguna dalam asuransi umum, menekankan pada aplikasinya penarikan kesimpulan dari data asuransi umum; paparan dan estimasi dari tingkat frekuensi klaim; perhi-tungan premi risiko dan premi risiko untuk kelebihan dari kerugian reasuransi; experience rating dan kredibilitas; sistem diskon no-claim; simulasi dari per-masalahan asuransi umum; metode untuk mengestimasi ketentuan klaim yang beredar; teori risiko dan aplikasinya pada tingkat retensi.

Metode kuantitatif selalu melibatkan rumus matematik dan komputasi, dan tidak terkecuali juga untuk statistika. Meskipun demikian, apa yang luar biasa adalah sejauh mana luasnya permasalahan dalam suatu area rumit asuransi umum dapat dianalisa dan diselesaikan dengan hanya menggunakan matematika dasar tingkat sekolah.

Pada sisa bab ini dikhususkan untuk mengulas topik matematika tertentu yang diperlukan dalam bab-bab selanjutnya. Tujuan utama buku ini adalah un-tuk me-refresh memori dari pembaca yang sudah terlalu lama tidak menyentuh pembelajaran matematika. Pembaca yang sudah mengerti dengan semua topik ini bisa langsung membaca bab 2.

1.2 Notasi Penjumlahan

Dalam pengerjaan statistik, kita sering kali harus menghitung jumlah dari banyaknya suatu bilangin x1, x2, . . . xn.. Kita tentu bisa menulis jumlahnya dalam notasi panjang seperti

x1+ x2+ x3+ . . . + xn.

(2)

Suatu notasi pendek standar telah dikembangkan, meski menggunakan huruf besar bahasa Yunani yaitu sigma (untuk jumlah):

n X

i=1 xi

(1.2.2) pada intinya, formula ini ada formula untuk ’menjumlahkan semua nilai xi dari i = 1 sampai i = n’. Sehingga n X i=1 xi = x1+ x2+ x3+ . . . + xn. (1.2.3) terkadang, selain dari i, suatu ’model’ alternatif akan digunakan.

contoh 1.2.1. HitungP5 i=1i

2.

kita perlu menghitung semua nilai dari i2 dari i = 1 sampai i = 5. dengan kata lain, P5 i=1i 2= 12+ 22+ 32+ 42+ 52= 55. contoh 1.2.2. HitungP4 r=1x 2 rketika x1= 1.2, x2= 1.3, x3= 1.5, x4= 1.8. Kita perlu menghitung semua nilai dari x2

r dari r = 1 sampai r = 4. Dengan kata lain,

P4 r=1x

2

r= (1.2)2+ (1.3)2+ (1.5)2+ (1.8)2= 8.62.

Bacaan lebih lanjut: Johnson and Dhattacharya [14] 640-2; Stein and Barcellos [22] 256-60.

1.3 Notasi Faktorial n!

Hasil dari bilangan natural pertama n sering kali dibutuhkan dalam penger-jaan matematik dan statistik. Maka dari itu suatu notasi pendek telah diran-cang untuk pengerjaan seperti ini yang disebut sebagai faktorial n:

n! = 1 × 2 × 3 × . . . × n.

(1.3.1) Dengan syarat 0! ditetapkan sama dengan 1. Dengan jelas, n faktorial memenuhi persamaan perulangan.

(3)

Dengan menggunakan persamaan perulangan ini, dapat terlihat bahwa faktorial-faktorial dari 0, 1, 2, 3 ,4 ,5 dan 6 adalah, secara berurutan, 1, 1, 2, 6, 24, 120, dan 720.

Bacaan lanjutan : Freund[6] 6; Stein dan Barcellos[22]S23. 1.4 Notasi Kombinatorial

 n r



Suatu komite terdiri dari 5 orang. Berapakah banyak cara kita untuk memilih seorang sub-komite dari 2 orang?

Mari kita nyatakan anggota-anggota komite dengan huruf A, B, C, D dan E. Kandidat-kandidat sub-komite adalah sebagai berikut:

AB AC AD AE BC

BD BE CD CE DE .

Ada sepuluh kemungkinan sub-komite yang berbeda.

Umumnya, banyak cara yang berbeda untuk memilih r bilangan dari n dilambangkan1 dengan  n r  dan  n r  = r!(n−r)!n! = n(n−1)...(n−r+1)1×2×...×r . (1.4.1) Dalam contoh numerik n = 5, r = 2, dan

 5 2



=(2×1)×(3×2×1)5×4×3×2×1 = 5×41×2 = 10.

Ada pun situasi di mana kita harus mentaksirkan [x(x − 1) . . . (x − r + 1)]/r! untuk nilai non-integer x. Definisi dari

 n r



dapat digeneralisasikan un-tuk mencakup semua nilai x yang mungkin (integer, non-integer, positif, atau negatif) sebagai berikut:

 x r



=x(x−1)...(x−r+1)1×2×...×r (1.4.2)

Namun, formula ini hanya akan mempunyai makna kombinatorial saat x adalah bilangan bulat non-negatif.

1 Contoh 1.4.1. Taksirkan  n r 

untuk semua nilai r yang mungkin ter-masuk nilai n dari 0 sampai 7. Gunakan formula (1.4.1).

 0 0



=0!0!0! =1×11 = 1;

1Beberapa buku melambangkan banyaknya cara yang berbeda untuk memilih r bilangan

dari n dengannC r.

(4)

 1 0  =0!1!1! =1×11 = 1;  1 1  =1!0!1! =1×11 = 1;  2 0  =0!2!2! =1×22 = 1;  2 1  =2!1!2! =1×12 = 2;  2 2  =2!0!2! =2×12 = 1;  6 3  = 6! 3!3! = 6×5×4×3×2×1 (3×2×1)×(3×2×1) = 20.

Jawaban lengkap dapat dilihat pada tabel 1.4.1 dalam bentuk suatu segitiga paskal. Perlu dicatat bahwa setiap bilangan adalah sama dengan jumlah dari dua bilangan lain: bilangan atasnya, dan bilangan atas tetapi satu tempat lebih ke kiri.

Table 1.4.1. Segitiga paskal - tabel satu nilai dari  n r  n r 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 1 1 1 2 1 2 1 3 1 3 3 1 4 1 4 6 4 1 5 1 5 10 10 5 1 6 1 6 15 20 15 6 1 7 1 7 21 35 35 21 7 1 Contoh 1.4.2. Taksirkan  1.5 3  .  1.5 3  = 1.5×(1.5−1)×(1.5−2)1×2×3 = 1.5×0.5×(−0.5)1×2×3 = −0.0625.

Bacaan lanjutan: Freund [6] 1-14; Stein and Barcellos [22] S22-S24. 1.5 Notasi pangkat

Pangkat keenam dari suatu bilangan x adalah x6, dan

x6= x × x × x × x × x × x = (x × x × x × x) × (x × x) = (x × x) × (x × x) × (x × x)

(5)

= (x × x × x) × (x × x × x). (1.5.1)

Maka dari itu, dapat dilihat bahwa

x6= x4× x2= (x2)3= (x3)2, (1.5.2) dan

x6/x4= x2. (1.5.3)

Persamaan-persamaan ini tentunya merupakan contoh tertentu dari hubungan umum bilangan berpangkat sebagai berikut:

xa× xb= xa+b; (1.5.4) xa/xb= xa−b; (1.5.5) (xa)b = xab= (xb)a. (1.5.6)

Jelas bahwa hubungan-hubungan ini berlaku saat a, b dan a − b adalah bi-langan bulat positif. Ini berlaku untuk semua bibi-langan a dan b, positif maupun negatif, bilangan bulat maupun pecahan, asalkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut terpenuhi:

x0= 1; (1.5.7) x−a= 1/xa; (1.5.8) xa1 = ath root of x. (1.5.9)

Kalkulator-kalkulator saku modern sering kali memiliki tombol xy yang memungkinkan perhitungan cepat bilangan berpangkat y manapun (positif, negatif ataupun nol; pecahan ataupun bilangan bulat) dari bilangan positif x. Jika tombol tersebut tidak ada, persamaan berikut dapat digunakan:

2 xy= ey ln x. Contoh. 1.5.1. Hitunglah (a) 2−3. (b) 312. (c) 3− 1 2. (d) 2723.

2Fungsi eksponen exdan fungsi logaritma natural ln x dijelaskan di bawah dalam bagian

(6)

(e) 27− 23. (f) (52)12 × 52× 5−3. Penyelesaian : (a) a−3= (12)3= 18 = 0.125 (b) 312 = √ 3 = 1.7321 (c) 3−12 = (1 3) 1 2 = √1 3= 0.57735. (d) (27)23 = [(27)13]2= 32= 9. (e) (27)−23 = 1/(27) 2 3 =1 9 = 0.11111. (f) (52)1 2 × 52× 5−3= 51× 52× 5−3= 50= 1. Contoh 1.5.2. Taksirkan (10.8673)0.45 .

Penaksiran dapat langsung dilakukan dengan menggunakan fitur xy dalam kalkulator. Jawabannya adalah 2.925 87.

Secara alternatif, kita dapat menggunakan (1.5.10): x = 10.8673;

ln x = 2.385758; 0.45 ln x = 1.0735911 ;

(10.8673)0.45= e0.45 ln x= 2.92587.

Suatu kalkulator dengan fitur xy sebenarnya melakukan prosedur ini secara otomatis.

Bacaan lanjutan: Gillet [7]13, 44-8, 52-4, 97-104, 154-6; Hughes-Hallett [9] 43; Stein dan Barcellos [22] S27-S32.

1.6 Diferensiasi; kemiringan kurva

Fig. 1.6.1 menunjukkan garis lurus yang naik seiring dengan bertambah-nya nilai x. Saat x = 2, tinggi dari garis tersebut adalah 2.0 dan saat x = 4, tingginya adalah 3.0. Maka dari itu, saat kita bergerak secara horizontal se-banyak 2 unit, garis tersebut naik sese-banyak 1 unit. Kita dapat menyimpulkan bahwa garis tersebut memiliki kemiringan 1 dalam 2 atau 0.5.

Secara alternatif, kita dapat mencatat bahwa di antara x = 2 dan x = 5, garis naik sebanyak 1.5 unit dari 2 sampai 3.5. Kemiringannya, maka dari itu, 1.5 dalam 3 atau 0.5. Hasil akhir yang didapatkan sama dengan hasil akhir yang didapat dengan menggunakan cara sebelumnya, karena kemiringan dari suatu garis adalah konstan. Tidak bertambah curam; dan tidak pula bertambah datar. Suatu garis yang turun 1 unit di antara x = 2 dan x = 4 akan memiliki suatu kemiringan -1 dari 2 atau -0.5.

Fig. 1.6.2 menunjukkan suatu kurva yang pada awalnya cukup datar, namun bertambah miring secara progresif. Sebuah perkiraan dari suatu kemiringan kurva pada titik x, dapat didapatkan dengan cara berikut.

1. Catat tinggi f (x) dari kurva pada titik x.

(7)

x + H.

Kenaikan jarak horizontal H adalah f (x + H) − f (x), dan dapat ditarik kesim-pulan bahwa kemiringan pada titik x adalah kira-kira sekitar f (x + H) − f (x) dalam H atau

f (x + H) − f (x)

H .

(1.6.1)

Fig. 1.6.1. Garis lurus.

Fig 1.6.2. Memperkirakan kemiringan suatu kurva.

Namun, kurva naik semakin tajam, dan terlihat jelas bahwa jika kita meng-gunakan nilai besar untuk H, sebuah perkiraan buruk kemiringan pada titik x akan didapatkan. Perkiraan yang lebih baik akan didapatkan dengan meng-gunakan jarak horizontal h yang lebih kecil (fig. 1.6.2). Perkiraan terbaik didapatkan dengan membuat nilai h sekecil mungkin (e.g. mendekati nol) dan menghitung limitnya, dengan nilai h yang mendekati nol dari [f (x+h)−f (x)/h. Kemiringan yang sudah didefinisikan dengan cara ini sering disebut sebagai tu-runan dari kurva f (x) pada titik x dan dilambangkan dengan df (x)/dx atau df /dx. Dapat dituliskan df dx = d dxf (x) = limh→0 f (x+h)−f (x) h . (1.6.2)

Formula ini sangat umum. Mari kita perhatikan kasus spesial dan menun-jukkan bagaimana formula ini dapat diaplikasikan. Mari kita bayangkan bahwa tinggi f (x) dari suatu kurva pada titik x sama dengan x3 . Pada titik x + h, tinggi kurva tersebut akan menjadi (x + h)3. Saat kurva naik tinggi akan men-jadi (x + h)3− x3dalam jarak horizontal h.

Kita catat bahwa (x + h)3= x3+ 3hx3+ 3h2+ h3. Diikuti dengan 1 h[f (x + h) − f (x)] = 1 h[(x 3+ 3hx2+ 3h2x + h3) − x3] = 1 h[3hx 2+ 3h2x + h3] = 3x2+ 3hx + h2.

Dalam limit dengan h mendekati nol, dua bilangan terakhir menjadi nol, dan kita simpulkan bahwa kemiringan dari kurva f (x) = x3 pada titik x diberikan oleh

d dxx

3= 3x2. (1.6.3)

Berikut adalah contoh dari persamaan umum yang terkenal d

dxx

n= nxn−1, (1.6.4)

(8)

bu-lat, pecahan, positif atau negatif). Selain itu, turunan dari kebanyakan fungsi matematika standar cukup umum dan tidak perlu diturunkan dari prinsip per-tama setiap fungsi itu dibutuhkan.

Tiga hasil lainnya yang sudah dibuktikan patut dicatat (A adalah nilai konstan tetap dari x): d dxA = 0; (1.6.5) d dxAf (x) = A d dxf (x); (1.6.6) d dx[f (x) + g(x)] = d dxf (x) + d dxg(x). (1.6.7)

Terkadang kemiringan d(df /dx)/dx dari kemiringan kurva df /dx dibutuhkan. Turunan kedua ini biasanya dilambangkan dengan d2f /dx2 . Turunan ketiga dan selanjutnya dapat juga ditemui.

Contoh 1.6.1. Apa fungsi F (x) yang saat diturunkan sama dengan 3x2 ? Kita mungkin cenderung (dalam pandangan (1.6.3)) untuk menjawab: x3 tanpa berpikir bapnjang. Ini memang benar bahwa turunan dari x3 adalah 3x2, tapi begitu juga turunan dari x3 + 37 dan turunan dari x3 + A, untuk nilai A konstan, karena turunan dari nilai konstan A adalah nol (persamaan (1.6.5)) dan turunan dari suatu jumlah adalah jumlah dari turunan (persamaan (1.6.7)).

Fungsi F (x) saat diturunkan menghasilkan 3x2adalah F (x) = x3+ A (1.6.8)

dan nilai konstan A tidak bisa ditentukan tanpa informasi lebih lanjut. Ini mungkin tampak mengejutkan di awal. Tetapi sebenarnya tidak saat kita am-ati bahwa dengan mengetahui kemiringan dari suatu garis di semua titiknya, kita dapat mencari tahu tinggi relatif dari beberapa titik garisnya, tetapi kita tidak dapat menentukan tinggi absolut dari titik manapun tanpa mengetahui titik absolut dari beberapa titik awal garis itu. Tiga kurva dalam fig. 1.6.3 mempunyai kemiringan yang sama antara satu sama lain, tetapi mereka berada di ketinggian yang berbeda.

Fig 1.6.3. Tiga kurva dengan kemiringan yang sama.

Contoh 1.6.2. Cari turunan pertama, kedua, dan ketiga dari fungsi f (x) = x5 pada titik x = 2.

Berdasarkan (1.6.4) turunan pertama atau kemiringan dari kurva f (x) = x5 pada titik x adalah

df dx = 5x

4.

(9)

5 × 24= 80.

Dengan menggunakan (1.6.4) lagi dan juga (1.6.6), kita dapat melihat bahwa turunan kedua, atau kemiringan dari kurva kemiringan pada titik x adalah

d2f dx2 =

d dx(5x

4) = 20x3.

Maka dari itu, pada titik x = 2, turunan kedua adalah 20 × 23= 160. Dengan cara yang sama, turunan ketiga, atau kemiringan dari kemiringan dari kurva kemiringan f (x) pada titik x adalah

d3f

dx3 =

d dx(20x

3) = 60x2.

Maka dari itu, pada titik x = 2, turunan ketiga adalah 60 × 22= 240.

Bacaan lanjutan: Hughes-Hallett [9] 120-32, 129, 143-4, 155; Salas dan Hille [21] 10-11, 103-8; Stein dan Barcellos [22] 104-6, 113-21, S12-S18.

1.7 Maksimum dan minimum

Fig 1.7.1 menggambarkan kurvaf (x) yang naik sampai titik maksimum ke-mudian jatuh. Kemiringan kurva adalah positif sebelum titik maksimum dan negatif sesudahnya. Saat mencapai titik Maksimum, kemiringannya nol. den-gan kata lain,

df

dx = 0 (1.7.1)

saat mencapai titik maksimum pada kurva f (x).

kemiringan kurva cukup curam sebelum titik maksimum namun menjadi datar dan rata saat hampir mencapai titik maksimum. Setelah mencapai titik maksimum, kemiringannya menjadi curam. Maka dari itu, secara matematis kita dapat melihat bahwa turunan df /dx berubah dari positif sebelum menca-pai titik maksimum menjadi negatif setelah maksimum (fig. 1.7.2). Kemiringan dari kurva kemiringan pada titik maksimum f (x) haruslah negatif. Dalam kata lain yaitu turunan kedua (bagian 1.6).

d2

dx2 < 0 (1.7.2)

saat mencapai titik maksimum pada kurva.

Jenis penalaran yang sama menuntun kita untuk menyimpulkan bahwa di titik minimum pada kurva f (x),

df

(10)

d2f

dx2 > 0. (1.7.4)

Titik maksimum dan minimum sering kali disebut sebagai titik stasioner, karena tingkat perubahan (atau kemiringan) adalah nol.

Fig 1.7.1 sebuah kurva dengan titik maksimum Fig 1.7.2 kemiringan kurva dari kurva pada Fig 1.7.1 Contoh 1.7.1 Cari titik-titik stasioner dari fungsi

f (x) = 2x3− 9x2+ 12x + 7.

Apa saja nilai dari f(x) pada titik-titik ini?

Pada titik stasioner, kemiringannya haruslah nol. Dalam kata lain, df

dx = 6x

2− 18x + 12 = 0,

atau

x2− 3x + 2 = 0.

Terdapat dua kemungkinan solusi untuk persamaan kuadrat ini: x = 1 dan x = 2. Maka dari itu, kurva f(x) memiliki dua titik stasioner. Satu akan men-jadi titik maksimum dan satu lagi menmen-jadi titik minimum. Untuk menentukan jenis titik keduanya, kita perlu memeriksa kemiringan dari kurva kemiringan atau turunan keduanya

d2f dx2 =

d dx(6x

2− 18x + 12) = 12x − 18.

Saat x = 1, turunan keduanya adalah negatif (−6), dan kita simpulkan bahwa x = 1 adalah titik maksimum. Saat x = 2, turunan keduanya adalah positif (+6), mengindikasikan bahwa x = 2 adalah titik maksimum. Hasil akhir dapat disimpulkan sebagai berikut:

titik maksimum : x = 1, f (x) = 12; titik minimum : x = 2, f (x) = 11.

Bacaan lanjutan: Gillet[7] 156, 184-8, 206-12; Hughes-Hallett [9] 278-81, 293; Salas dan Hille [21] 195-202; Stein dan Barcelloss [22] 177, 201.

1.8 Fungsi lebih dari satu variabel; maksimum dan minimum

Kemiringan dari fungsi f (x) dalam satu dimensi adalah tingkat kenaikan dari fungsi tersebut seiring x meningkat. Suatu fungsi dengan dua variabel x dan

(11)

y dapat disamakan dengan sebuah bukit. Dengan nilai x dianalogikan sebagai garis lintang dan nilai y sebagai garis bujur dan tinggi pada titik tertentu (x, y) dengan nilai fungsi f (x, y) .

Jika kita mulai berjalan di kaki bukit itu dan langsung menuju puncaknya, kita mungkin akan berpikir bahwa mendakinya akan menjadi cukup sulit karena kemiringannya cukup curam. Demgan cara lain, kita dapat men-zig-zag ke atas bukit melewati jalan yang tidak terlalu curam. Dengan jelas, kemiringan pada titik tertentu (x, y) tergantung pada arah yang kita tuju.

Dalam konteks matematik, ada dua arah yang penting: arah dari y konstan dan x yang bertambah (garis bujur konstan dan garis lintang yang bertambah besar) dan arah dari x konstan dan y yang bertambah (garis lintang konstan dan garis bujur yang bertambah).

Kemiringan dalam arah dari y konstan dan x yang bertambah disebut se-bagai turunan parsial dari f (x, y) terhadap x dan dilambangkan sese-bagai ∂f /∂x . Ini didapatkan dengan memperlakukan y sebagai nilai konstan dan menu-runkan f (x, y) terhadap x seperti biasanya. Demikian juga kemiringan pada arah dari x konstan dan y yang bertambah disebut sebagai turunan parsial dari f (x, y) terhadap y dan dilambangkan sebagai ∂f /∂y . Ini didapatkan dengan memperlakukan x sebagai nilai konstan dan menurunkan f (x, y) terhadap y.

Pada puncak bukit, kemiringan pada arah mana pun adalah nol, termasuk arah (y konstan, x bertambah) dan arah (x konstan, y bertambah). Pada titik maksimum dari fungsi f (x, y) atau titik minimum, ∂f /∂x dan ∂f /∂y keduanya adalah nol.

Hasil-hasil ini digeneralisasikan menjadi fungsi tiga variabel atau lebih (con-toh 1.8.2).

Contoh 1.8.1. Cari nilai minimum dari f (x, y) = x2+ y2− x + y + xy − 3.

Menggunakan definisi-definisi dari turunan parsial dari f (x, y) terhadap x dan y, dan (1.6.4), kita dapat melihat bahwa dalam kasus ini turunan parsialnya adalah secara berurutan,

∂f

∂x = 2x − 1 + y; ∂f

∂y = 2y + 1 + x.

Pada titik minimum, dua turunan (atau kemiringan) ini haruslah bernilai nol, menjadi,

2x − 1 + y = 0 ; 2y + 1 + x = 0 .

(12)

Kita menyelesaikan dua persamaan ini dengan hasil yang tidak diketahui dan menemukan bahwa minimum adalah - 4 pada titik (1, - 1) e.g. saat x = 1 dan y = −1. Titik stasioner ini adalah titik minimum, karena f bertambah seiring bergeraknya x dan y dari titik x = 1 y = −1.

Contoh 1.8.2 Cari nilai minimum dari f (x, y, z) = x2+ y2z2+ (x + y + z − 3)2 . Dengan menjabarkan3f , kita akan mendapat

f (x, y, z) = 2x2+ 2y2+ 2z2+ 2xy + 2yz + 2zx − 6x − 6y − 6z + 9 . Turunan parsial terhadap x, y dan z adalah sebagai berikut:

∂f ∂x = 4x + 2y + 2z − 6 ; ∂f ∂y = 4y + 2x + 2z − 6 ; ∂f ∂z = 4z + 2y + 2z − 6 .

Untuk mendapatkan titik minimum dari f (x, y, z), kita menyamakan tiga turunan parsial ini menjadi sama dengan kosong. Kita dapatkan

4x + 2y + 2z = 6 ; 2x + 4y + 2z = 6 ; 2x + 2y + 4z = 6 .

Solusi dari tiga persamaan dengan hasil yang tidak diketahui ternyata adalah x = y = z = 34.

Maka dari itu nilai minimum dari f (x, y, z) adalah, f 34,34,34 = 342+ 342+ 342+ 34+34+34− 32

= 2.25 .

Bacaan lanjutan: Pollard [18] 5; Stein dan Barcellos [22] 846-50. 1.9 Fungsi eksponensial ex

Fungsi eksponensial exmenduduki posisi penting dalam teori matematis dan statistik, dan kita menggunakannya cukup banyak dalam buku ini. Fungsi ini

3Pembaca yang akrab dengan aturan ’fungsi dari suatu fungsi’ untuk diferensiasi dapat

(13)

dapat didefinisikan dalam istilah tak hingga ex= 1 +1!x +x2!2 +x3!3 . . . (1.9.1)

Terkadang eksponensial (x) ditulis dengan ex sebagai gantinya. Kalkula-tor modern sekarang biasanya memiliki tombol ex yang memungkinkan untuk menghitung nilai dari exsecara cepat (hampir seketika) dengan rumus ini.

Fungsi eksponensial ex nyatanya adalah pangkat ke x dari sebuah bilangan e = 2.71828 . . . Berdasarkan (1.9.1) bahwa jika kita masukkan x = 1 dalam (1.9.1) kita akan mendapat 2.71828 . . .; jika kita masukkan x = 1/2, kita akan mendapat akar darip(2.71828 . . .) = 1.648724; dan jika kita masukkan x = 2, kita akan mendapat (2.71828 . . .)2= 7.38906. Hasil-hasil ini dikonfirmasi dalam contoh 1.9.1 dan 1.9.2. Grafik dari ex terdapat pada fig. 1.9.1.

Kita perlu mengetahui kemiringan dari fungsi eksponensial ekx, di mana k adalah nilai konstan. Kemiringannya adalah

d dxe

kx= kekx. (1.9.2)

Pembuktian terdapat pada contoh 1.9.3. Berdasarkan (1.9.2) bahwa jika saat fungsi diturunkan menghasilkan ekx, harus menjadi (ekx/k) + C, di mana C adalah nilai konstan bebas.

Fig. 1.9.1. Grafik dari fungsi eksponensial ex .

Contoh 1.9.1. Gunakan seri (1.9.1) untuk menghitung bilangan eksponen-sial e dengan bilangan 5 angka di belakang koma secara tepat.

Kita masukkan x = 1 dalam (1.9.1) dan mengingat faktorial-faktorial pada bagian 1.3. Bilangan aritmetiknya dapat ditulis sebagai berikut:

*table* Maka dari itu, bilangan e adalah 2.718 28.

Dalam praktek, tentunya suatu individu tidak perlu mengevaluasi fungsi ek-sponensial dengan cara ini. Kita menggunakan fitur ekek-sponensial dalam kalku-lator atau dengan menggunakan suatu tabel.

Contoh 1.9.2. Gunakan rumus (1.9.1) untuk menghitung e0.5 dan e2, dan pastikan jawabanya adalah, secara berurutan, akar kuadrat dan hasil kuadrat

(14)

kita mulai mencatat bahwa istilah berurut dalam seri (1.9.1) mudah dihi-tung secara rekursif. Sebagai contoh, dalam rumus untuk e0.5, kita membu-tuhkan (0.5)3/3! Dan (0.5)4/4!, (0.5)4/4! Dapat didapatkan dengan mengalikan (0.5)3/3! dan membaginya dengan 4. Maka dari itu, perhitungan dari e0.5dapat dituliskan sebagia berikut:

*table*

Maka dari itu, nilai dari e0.5 adalah 1.648 72, dan adalah akar kuadrat dari 2.718 28.

Perhitungan untuk e2adalah sebagai berikut: *table*

Maka dari itu, nilai dari e2 adalah 7.389 06, dan adalah hasil kuadrat dari 2.718 28.

Perlu diperhatikan bagi pembaca bahwa pendekatan rekursif untuk perhi-tungan dalam seri ini dapat juga digunakan pada contoh 1.9.1.

Contoh 1.9.3. Buktikan bahwa turunan (kemiringan) dari ekx pada titik x adalah kekx. Berdasarkan (1.9.1) ekx= 1 + kx + k2x2 2! + k3x3 3! + . . .

Dari bagian 1.6 kita mengetahui turunan-turunan dari 1, x, x2, x3, adalah se-cara berurutan, 0, 1, 2x, 3x2, . . . Maka dari itu, turunan dari ekx adalah,

d dxe kx= 0 + k(1) +k2(2x) 2! + k3(3x2) 3! + . . . = k +k2x 1! + k3x2 2! + . . . = k1 +kx 1! + k2x2 2! + . . .  = kekx

Contoh 1.9.4. Kemiringan dari fungsi F (x) pada titik x adalah 0.5 e−0.5x, dan nilai dari fungsi F (x) pada titik x =0 adalah nol. Cari rumus untuk F (x), dan nilainya pada titik x = 2.

(15)

Berdasarkan (1.9.2) dan teks di bawahnya, fungsi F (x) saat diturunkan menghasilkan 0.5 e0.5x adalah

C − e−0.5x,

dimana C adalah konstanta yang belum ditentukan. Namun kita tahu saat x = 0, F (x) = 0. dengan kata lain,

C − e0= 0

Tetapi e0= 1, jadi C = 1. Kita simpulkan bahwa F (x) = 1 − e−0.5x.

when x = 2, F (x) = 1 − e−1.0= 0.632.

Bacaan lanjutan: Gillet [7] 341; Hughes-Hallett [9] 31-2, 36, 235-7, 626-7, 637; Salas dan Hille [21] 647; Stein dan Barcellos [22] 627.

(16)

1.10 Fungsi logaritma natural ln x

Logaritma bilangan denari dari bilangan x, dilambangkan dengan log10x, adalah pangkat di mana 10 perlu dinaikkan untuk mendapatkan bilangan yang diinginkan. Dengan kata lain,

10log10x= x (1.10.1)

Maka dari itu, log101 = 0, log1010 = 1, log10100 = 2, log101000 = 3, etc., Bilangan denari sangat cocok untuk persoalan aritmetik. Namun tidak men-jadi basis yang paling berguna untuk persoalan matematis dan statistik. Basis e menjadi basis yang lebih cocok.

Logaritma untuk basis e atau logaritma natural dari bilangan x, dilam-bangkan dengan ln x, adalah pangkat di mana e = 2.718 28 . . . harus dinaikkan untuk mendapatkan bilangan yang diinginkan. Dalam kata lain,

eln x= x. (1.10.2) Sebagai contoh, ln 1 = 0; ln e = ln2.71828 . . . = 1; ln e2= ln 7.38905 . . . = 2; ln e3= ln 20.08553 . . . = 3; ln√e = ln 1.64872 . . . = 0.5. (1.10.3)

Kalkulator modern umumnya memiliki tombol ln x, yang dengan menggu-nakan fitur ln x ini dalam kalkulator, kita tidak akan kesulitan dalam mendap-atkan logaritma natural dari bilangan positif manapun. Penggunaan tabel pun tersedia bagi mereka yang tidak menggunakan kalkulator. Dalam kasus di mana tidak adanya fitur ln x dalam kalkulator dan tabel ln x, logaritma natural dari suatu bilangan x dapat didapatkan dari logaritmanya berbasis 10 yang diubah ke bilangan dengan teorema perubahan basis:

ln x = (ln 10) × log10x = 2.3026 log10x. (1.10.4)

Fig. 1.0.1 menunjukkan grafik dari ln x untuk nilai-nilai positif dari x. Per-hatikan bahwa kurva mendekati −∞ seiring dengan menurunnya x menuju nol, dan menuju +∞ seiring dengan bertambahnya x.

Berdasarkan definisi ln x dalam (1.10.2), maka ln xz = ln x + ln z ; (1.10.5)

(17)

Fig 1.10.1. Grafik dari fungsi logaritma natural ln x *graphic*

ln(x/z) = ln x − ln z ; (1.10.6) ln xa= a ln x . (1.10.7)

Dalam formulae ini, x dan z haruslah bernilai positif; di pihak lain, a boleh bernilai positif atau negatif. Hasil serupa juga benar untuk bilangan logaritma berbasis 10.

Seri-seri berikutnya untuk ln(1 + y) berlaku untuk semua nilai y lebih besar dari −1 dan kurang dari +1, dan seringkali berguna untuk:

ln(1 + y) = y − 1 2y

2+1 3y

3− . . . (1.10.8)

Seri-seri ini dapat digunakan dalam perhitungan logaritma natural dari bilangan positif manapun (contoh 1.10.2 dan 1.10.3), dan fitur ln x dalam kalkulator me-manfaatkan penggunaan seri ini. Hasil akhir yang perlu kita perhatikan adalah turunan (atau kemiringan) dari ln x, yang kita turunkan dalam contoh 1.10.4:

d dxln x =

1

x. (1.10.9)

Contoh 1.10.1. Gunakan rumus (1.10.8) untuk menghitung logaritma natural dari 1.2 dengan 5 angka di belakang koma yang tepat. Konfirmasi bahwa jawaban anda memenuhi persyaratan (1.10.2).

Perhitungan dari ln 1.2 dapat dituliskan sebagai berikut: *table*

Maka dari itu logaritma natural dari 1.2 adalah 0.182 32. Jawaban ini dapat dikonfirmasi dengan menggunakan fitur ln x pada kalkulator.

Kita ditanyakan untuk mengonfirmasi bahwa jawaban kita memenuhi per-syaratan (1.10.2). Maka dari itu mari kita substitusi 0.182 32 ke dalam seri eksponensial (1.9.1). Aritmetikanya dapat ditulis sebagai berikut:

*table*

Dengan demikian, e0.182 32 = 1.200 00 dengan 5 angkat penting di belakang koma. jawaban kita memenuhi persamaan (1.10.2).

Dalam praktek, tentunya kita tidak perlu mengevaluasi logaritma-logaritma natural dan eksponen menggunakan seri tak hingga (1.10.8) dan (1.9.1). Kita hanya perlu menekan tombol ln x atau expada kalkulator kita, atau melihat tabel.

(18)

* Contoh 1.10.2 Dalam rumus (1.10.8) nilai dari y harus terdapat di antara -1 dan 1. Maka dari itu, rumus ini tidak dapat digunakan langsung untuk menghitung logaritma dari suatu bilangan yang bernilai lebih dari 2. Gunakan fakta bahwa 1.5 dibagi dengan 0.5 adalah 3.0, dan bahwa logaritma dari perbandingan suatu dua bilangan adalah sama dengan selisih di antara logaritma dua bilangan itu, untuk mendapatkan logaritma natural dari 3, dengan 5 angka penting di belakang koma. menggunakan (1.10.8).

Rumus (1.10.8) dapat digunakan langsung untuk mengevaluasi ln 1.5 dan ln 0.5. Perhitungan dituliskan dalam tabel 1.10.1. Kita temui bahwa ln 1.5 = 0.405465 dan ln 0.5 = −0.693145. Dengan demikian

ln 3 = ln 1.50.5 = ln 1.5 − ln 0.5 = 0.405 465 + 0.693 145 = 1.908 610.

Maka dari itu, logaritma natural dari 3 adalah 1.098 61.

*Contoh 1.10.3. Cari logaritma natural dari 24.102 64 dengan lima angka penting di belakang koma.

Satu pendekatan untuk solusi permasalahan ini adalah untuk mencari tahu y sehingga

1+y

1−y = 24.102.64

dan melanjutkan dengan cara ini dari contoh 1.10.2. Namun, nilai dari y yang dibutuhkan adalah 0.920 327, dan seri-seri logaritma akan ditemukan den-gan sangat lambat (jauh lebih lambat bahkan jika dibandingkan denden-gan tabel 1.10.1). Pendekatan lain pun digunakan.

Membagi 24.102 64 secara berulang dengan e = 2.718 28, kita temukan bahwa

24.102 64 = 1.200 00 e3 .

Logaritma natural dari 1.200 00 kemudian langsung diperoleh melalui seri-seri logaritma (1.10.8) (sudah dihitung pada contoh 1.10.1), dan logaritma nat-ural dari e3 adalah 3. Berdasarkan (1.10.5) kita simpulkan bahwa

(19)

= 0.182 32 + 3.000 00 = 3.182 32

Tabel 1.10.1 Perhitungan dari ln 1.5 dan ln 0.5 dari contoh 1.10.2 *Table*

*Contoh 1.10.4 Tunjukkan bahwa kemiringan dari kurva y = ln x pada titik x adalah 1/x.

Menurut bagian 1.6, kemiringan dari kurva y = ln x adalah batasnya saat h menjadi sangat kecil

1 h[ln(x + h) − ln x] = 1hln(x+h)x using (1.10.6) = 1hln 1 +hx = 1 h h h x− 1 2 h x 2 +1 3 h x 3 −i. . . according to (1.10.8) = 1 x− 1 2 h x2 + 1 3 h2 x3 − . . .

Dalam batasnya saat h mendekati nol, semua persyaratan-dengan penge-cualian untuk yang pertama-dihiraukan dan dapat kita simpulkan bahwa kemiringan-nya adalah 1/x.

Bacaan lanjutan: Gillett [7] 324-6, 471-7, 533-7; Salas dan Hille [21] 648; Stein dan Barcellos [22] 337, 627.

Gambar

Table 1.4.1. Segitiga paskal - tabel satu nilai dari
Tabel 1.10.1 Perhitungan dari ln 1.5 dan ln 0.5 dari contoh 1.10.2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Estimasi Konsumsi Harian Copepoda terhadap D.salina dan Chlorella sp berdasarkan perlakuan selama 4 sesi, dengan selang pengamatan 3 jam selama 36 jam

Aceh sendiri merupakan daerah yang memiliki tingkat aktifitas petir sedang hingga tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan cukup banyaknya kejadian petir yang terjadi di

Sesuai dengan analisis data yang dilakukan untuk menjawab permasalahan dan rumusan hipotesis, maka dapat diambil simpulan secara umum bahwa terdapat korelasi antara

Hanafie Muara Bungo yang mengembang tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana pemeliharaan dan perbaikan sarana, prasarana dan peralatan yang harus dapat

mempunyai variabel hanya satu, variabelnya berpangkat satu, dihubungkan dengan tanda sama dengan, dan merupakan kalimat ter- buka; (e) Subjek laki-laki menjelaskan bahwa

97 Gambar 4.17 Laporan guru dalam hasil belajar kepada wali peserta didik .. 98 Gambar 4.18 Kepala madrasah dan guru setelah pertemuan

Dari hasil penelitian dapat disimpilkan bahwa pemberian tepung daun turi dalam ransum memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap kualitas eksternal dan

SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENERIMAAN KARYAWAN DENGAN METODE AHPi. Studi Kasus di Penerbit Percetakan