• Tidak ada hasil yang ditemukan

POBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA AUTIS (Studi Kasus Di SMA Galuh Handayani Surabaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POBLEMATIKA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI SISWA AUTIS (Studi Kasus Di SMA Galuh Handayani Surabaya)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAGI SISWA AUTIS

(Studi Kasus Di SMA Galuh Handayani Surabaya)

Hayyan Ahmad Ulul Albab

Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Lamongan Email : Hayyan.ahmad27@gmail.com

Abstract: The problems of learning are an obstacle that disturb the way of learning and are capable of resulting in some other problems in the aspect of learning. The problems of learning in Islamic education might be from teacher, student, headmaster, and media or infrastructure of learning, items of detail and learning purpose. Other problems of learning could also be contained in students with autism like the problems of communiation, less social interaction, attitude and adaptive living skills. This study uses a case study by examining the answers from some raising questions. The first question is that how is the learning process of Islamic education for students with autism in Galuh Handayani Senior High School in Surabaya; the second one is what are the problems faced by teachers in teaching Islamic education for students with autism and the third one is what are the efforts taken by teachers to solve the problems of Islamic education learning for students with autism in Galuh Handayani Surabaya Senior High School. Keywords: Problems of learning, Islamic education and autism.

Pendahuluan

Tujuan pendidikan pada umumnya adalah menyediakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal sehingga dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat.1

Berikut ini beberapa fakta permasalahan yang akan dihadapi oleh remaja autis. Masa remaja merupakan masa transisi antara anak-anak menjadi orang tua. Pada masa ini, remaja seringkali menghadapi konflik, baik konflik dalam diri sendiri maupun konflik dengan lingkungan seperti orangtua, sekolah dan teman-temannya. Pada anak autis, konflik yang dihadapi saat remaja bisa lebih pelik lagi karena memiliki hambatan dalam mengkomunikasikan perasaan dan pikirannya. Beberapa faktor penyebabnya adalah karena mulai menyukai lawan jenis, memasuki masa puber dan muncul dorongan seksual tapi tidak tahu cara menyampaikan atau mengatasinya. Tak hanya itu, anak-anak autis di sekolah juga seringkali dijauhi oleh teman-temannya padahal mereka juga ingin diajak main bersama. Bahkan, banyak anak autis yang menjadi korban bullying oleh teman-teman sekolahnya. Kondisi ini membuat remaja autis rentan mengalami depresi. Masa remaja selalu punya masalah. Namun jika orangtua dan anak sudah terbangun komunikasi yang baik sejak awal, biasanya gangguan anak autis yang dialami saat remaja tidak terlalu mengkhawatirkan," kata Adriana S. Giananjar, psikolog sekaligus pendiri sekolah khusus anak autis 'Mandiga' dan

1

(2)

dosen Psikologi di Universitas Indonesia dalam acara Cares for Autism yang diselenggarakan London School of Public Relation di Taman Menteng, Jakarta.2

Karakteristik anak menurut pandangan beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode usia anak-anak merupakan periode yang penting yang perlu mendapat penanganan sedini mungkin. Maria Montessori berpendapat bahwa usia 3 - 6 tahun sebagai periode sensitive atau masa peka yaitu suatu periode di mana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara.3

Masa remaja sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap dan prilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada lima perubahan yang sama yang hampir bersifat universal. Peratama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan yang nantinya akan menimbulkan masalah baru. Ketiga, dengan perubahan minat dan pola prilaku maka nilai-nilai juga berubah, apa yang pada masa kanak-kanak dianggap penting sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. Keempat, sebagian besar remaja bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan, mereka menginginkan dan menuntut kebiasaan tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya.4

Dari berbagai karakter dan ciri-ciri psikologis remaja tadi, satu hal yang paling menonjol dari seorang remaja adalah adanya konsep sikap yang egois sebagai wujud perkembangan berpikir dan bersikap dalam memperjuangkan kemandirian sikap (the strike of autonomy). Dari konsep ini maka seringkali perilaku remaja sering menunjukkan sikap-sikap kritis dan berlawanan dengan perilaku orang tua, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.5

Penyandang autisma seakan-akan hidup di dunianya sendiri, istilah autis ini diperkenalkan oleh Leo Kanner. Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain.6

Fakta di atas menunjukkan bahwa pendidikan untuk siswa autis masih membutuhkan banyak perhatian, baik dari segi kurikulum, pendidik, materi, dan evaluasinya. Pendidikan Agama Islam untuk anak autis dalam pembelajarannya harus dipersiapkan secara matang agar dalam proses pembelajarannya bisa maksimal dan membuahkan hasil.

SMA Galuh Handayani Surabaya

Sekolah Galuh Handayani berdiri pada tahun pelajaran 1995-1996. Pada awalnya, Sekolah Galuh Handayani fokus dalam penyelenggaraan pendidikan formal tingkat SD yang pada saat itu mengkhususkan diri pada penanganan anak Lambat belajar (Slow Learner)

2

Putro Agus Harnowo, “Anak Autis Lebih Pelik dan Berat Hadapi Masa Remaja”, dalam http

://health.detik.com/read/2012/04/15/100023/1892704/763/anak – autis – lebih – pelik - dan-berat-hadapi-masa-remaja yang diterbitkan pada Minggu 15 April 2012 jam 10.00 WIB (05 Januari 2015).

3

Elizabeth. B. Hurlock, Child Development (New York: Mc. Graw Hill, Inc, 1978) , 13.

4

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo (Jakarta: Erlangga, tth), 207.

5

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindopersada), 176.

6

Y. Handojo, Autisma Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal Autis dan Perilaku

(3)

kategori IQ 80-99. Anak dengan kategori Slow Learner seringkali menghadapi problema belajar serius, terkait denga kondisi mentalitasnya. Tatkala berada di sekolah umum mereka termaginalisasi, sementara ketika bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) juga mengalami kendala.

Akibatnya anak-anak dengan kategori ini sulit terserap secara normal dalam setiap jenis sekolah. Wajar jika kemudian banyak dari mereka mengalami kesulitan belajar, maupun kesulitan beradaptasi sehingga harus pindah sekolah. Sekolah Galuh Handayani terinspirasi dari problema anak Slow Learner tersebut. Pada awal berdirinya, kebanyakan siswa merupakan siswa pindahan dari SD negeri/swasta di Surabaya. Kemudian pada tahun pelajaran 1996-1997 menyelenggarakan pendidikan TK dan pada tahun pelajaran 1997-1998 menyelenggaran pendidikan formal tingkat SMP, dan selanjutnya pada tahun pelajaran 2001-2002 menyelenggarakan pendidikan formal tingkat SMA. Saat sekarang sedang merancang program Postschool Transtition.

SMA Galuh Handayani merupakan sekolah inklusi untuk anak berkebutuhan khusus terletak di Jl. Manyar Sambongan 87-89 Surabaya Jawa Timur.

Visi sekolah galuh handayani yaitu Turut serta berpartisipasi membangun negara melalui pendidikan bagi generasi penerus bangsa tanpa diskriminasi guna meningkatkan derajat kemuliaan manusia yang tinggi.

Misi sekolah galuh handayani yaitu Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Meningkat kecerdasan dan kemampuan siswa, Memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan agar siswa mandiri, Memberikan layanan dan kegiatan bagi kesehatan jasmani dan rohani siswa, Memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan siswa, Memberikan layanan pendidikan yang ramah dan penuh kasih sayang serta suritauladan dalam kehidupan sehari-hari dan Turut membantu menekan angka putus sekolah serta mensukseskan program wajib belajar.

Autis

Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia modern, “autismetik” yaitu terganggu jika berhubungan dengan orang lain. “autisme” yaitu gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu.7

Kate Wall mendefinisikan tentang definisi autis sebagai berikut:Autism is a lifelong disability that affects the way a person communicates and relates to people around them. Children with autism have difficulty in relating to others in a meaningful way. Their ability to develop friendship is generally limited as is their capacity to understand other people’s emotional expressions. Some children, but not all, have accompanying learning disabilities. All children with autism have impairments in social interaction, social communication and imagination. This is known as the triad of impairments.8

Penjelasan tentang definisi dari Kate Wall dapat diartikan sebagai berikut, Autisme adalah cacat seumur hidup yang mempengaruhi cara seseorang berkomunikasi dan berhubungan dengan orang-orang di sekitar mereka. Anak-anak dengan autisme mengalami

7

Tim bahasa PAH, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern (Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan, 2003), 59.

8

(4)

kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Kemampuan mereka untuk mengembangkan persahabatan umumnya terbatas karena kapasitas mereka untuk memahami ekspresi emosi orang lain. Hal tersebut berlaku pada beberapa anak saja dan semua anak dengan autisme memiliki gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi sosial dan imajinasi . Hal ini dikenal sebagai tiga serangkai gangguan.

Autis spectrum disorder atau yang sering digambarkan sebagai anak yang hidup dalam dunianya sendiri. Mereka tidak menyukai bila orang lain menganggu dunia hayalannya. Anak dengan autis menunjukkan prilaku aneh, seperti suka melihat benda-benda berputar, suka bermain dengan jarinya sendiri, melihat orang lain dengan tatapan tajam, dan bahasa komunikasi yang digunakan oleh anak autis ini sangat terbatas juga malu saat saling pandangan mata saat bicara.9

Autisme ( autisme ) adalah cacat mental yang mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan pemahaman yang meliputi, memahami bahasa , bermain , dan berkomunikasi dengan orang lain atau Anak autis adalah anak yang memiliki cacat perkembangan atau gangguan dibeberapa fungsi otak yang bisa mempengaruhi fungsi komunikasi sosial. Sebuah sindrom perilaku autis ini didasarkan pada bentuk perilaku yang dikeluarkan oleh seorang individu. Hal ini telah dikonfirmasikan bahwa autis bukanlah penyakit melainkan sindrom yang tidak menular hanya dengan melalui interaksi dengan lingkungannya dan keberadaannya di bawah sejak sejak lahir, sindrom ini muncul sebelum usia tiga dan bisa mempengaruhi fungsi otak .10

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengertian autis adalah sebutan kepada orang atau nama dari sekelompok kelainan kebiasaan atau tingkah laku dengan ciri-ciri penyimpangan interaksi sosial, khususnya bahasa yang diucapkannya, kontak mata, bahasa tubuh dan pendekatan sosial, terutama kekurangan hubungan sosial dengan orang lain.

Problematika Pembelajaran Remaja Autis

Problematika mempunya arti masalah, persoalan atau hal-hal yang menimbulkan masalah yang belum bisa terpecahkan11. Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.12 Jadi dapat disimpulkan bahwa problematika pembelajaran adalah suatu rintangan yang harus dipecahkan oleh pendidik dan peserta didik dalam proses pendidikan.

Problematika atau Kendala pembelajaran adalah hambatan yang menjadikan pelaksanaan pembelajaran tidak efektif. Kendala disini juga meliputi problem-problem yang sering dikeluhkan oleh peserta didik maupun guru selaku pelaksana kurikulum. Kendala-kendala dalam pembelajaran PAI dapat berasal dari guru, peserta didik, kepala sekolah, ketersediaan sarana dan prasarana, dan sebagainya. Kendala-kendala itu sebagai berikut:13 1. Guru dan Peserta Didik

9

Melly Budiman, Gangguan Perkembangan pada Anak (Jakarta: Yayasan Autism Indonesia, 1997), 1.

10

Sa’ad Riya>d}, Al- T{ifl al-Tawh}idy: Asra>r al-T{ifl al-Dha>tawy> wa kayfa Nataa<’mal Maa’hu (Mesir: Da>r al-Qahirah lilja>mia>’t, 2008), 14.

11

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 701.

12

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003.

13

(5)

Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran peran guru sebagai pelaksana kurikulum dan peserta didik sebagai subjek pembelajaran sangat berpengaruh. Kurangnya keterampilan guru melaksanakan pembelajaran yang mendidik terkait erat dengan kebiasaan yang sudah lama melekat dalam sistem sentralisasi pendidikan, yaitu pembelajaran yang menekankan pada pencapaian target materi dan ranah kognitif (menghafal, memindahkan pengetahuan dari otak ke otak) yang disampaikan secara verbal. Padahal, sesungguhnya pembelajaran PAI menuntut porsi yang lebih besar pada aspek afektif. Namun kenyataannya, justru aspek ini yang menjadi kelemahan pembelajaran PAI selama ini.

2. Kepala Sekolah

Komponen pendidikan yang harus bertanggung jawab terhadap keberhasilan maupun keberlangsungan proses pendidikan di sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah berkewajiban membantu guru-guru dalam usaha mereka mengembangkan keterampilan mengajarnya.

3. Sarana dan Prasarana

Pelaksanaan pembelajaran PAI tidak akan optimal tanpa adanya dukungan sarana prasarana yang memadai untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Data menunjukan bahwa problem yang dihadapi guru PAI adalah terbatasnya sarana prasarana yang dibutuhkan.

Permasalahan yang dihadapi oleh anak autis dalam usia remaja yang mungkin dimulai 10-15 tahun yang ditandai dengan permasalahan seputar Kemandirian, Identitas diri (perubahan fisik, hormon dan sebagainya), Pergaulan sosial, Pendidikan seks, dan Tuntutan akademis yang semakin tinggi. Saat usia 15 hingga 20 tahun, orang tua dari anak penyandang autis mulai disibukkan dengan persiapan masa depan bagi anak terutama mengenai kemandirian anak dari segi fisik, sosial maupun nafkah hidup (lapangan kerja). Di usia ini, anak mulai semakin sadar bahwa dirinya berbeda dengan teman-teman sebayanya. Norma-norma sosial tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, juga merupakan salah satu isu yang kuat terutama dari segi pendidikan seks.14

Robin L. Gabriels dalam bukunya menjelaskan tentang problem siswa autis yang akan dihadapi pada saat usia sekolah dan remaja. Beberapa permasalahnnya yaitu15

1. Communication Abilities

Mengajari siswa autis untuk berkomunikasi sangatlah berdampak besar pada dirinya. Siswa autis dimungkinkan ada yang kurang dalam memahami bahasa dan ada yang sangat cepat dalam mengembangkan bahasa yang diajarkan oleh gurunya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sigman dan Ruskin, mereka membagi anak autis dalam 2 grup (pertama grup umur 3 tahun 11 bulan, grup kedua 12 tahun 10 bulan). Grup pertama masih bisa berkomunikasi dalam 18 bulan dari umurnya dan grup kedua masih bisa berkomunikasi setelah umur 8-9 tahun. Dan dalam penelitiannya pada autis berumur 18-39 tahun mereka mendiagnosis bahwa mereka masih kesulitan dan lemah pada saat berkomunikasi dan masalah ini akan terus berlanjut sampai remaja.

14

Gayatri Pamoedji, 200 Pertanyaan dan Jawaban Seputar Autisme (Jakarta: Yayasan MPATI Masyarakat Peduli Autis Indonesia, 2010), 138.

15

Robin L. Gabriels dan Dina E. Hill, Growing Up with Autis; Working with School-Age Children and

(6)

2. Social Skills

Lemahnya kemampuan remaja autis dalam berinteraksi sosial mempunyai dampak yang sangat beragam seperti kurangnya kualitas berinteraksi dengan sesama temannya dan kelemahan ini kedepannya akan berdampak pada kemampuannya untuk bisa mencapai dan mendapatkan informasi tambahan dalam kehidupan sosialnya.

Kurangnya kemampuan bersosialisasi ini berdampak pada remaja autis tentang kurang bisanya bersikap bijaksana dengan sesama, rendahnya sifat sosial dan rendahnya respot remaja autis terhadap sesama.

3. Behavior Problems

Problem-problem yang dilakukan oleh remaja autis meliputi sifat marah, merusak sesuatu, dan agresif kepada dirinya maupun orang lain. Sifat-sifat di atas ini mempunyai beberapa rintangan yang akan dialami oleh penghuni rumah, sekolah, dan grup belajar.

Problem tingkah laku remaja autis ini bisa menjadi sumber yang sangat signifikan terhadap prilaku stress yang dihadapi oleh keluarga autis, pengasuh anak, guru autis dan kesetresan ini akan menjadi luas seiring dengan bertambahnya umur, kekuatan, dan besar anak autis. 4. Adaptive Living Skills

Ada beberapa fakta yang terdapata pada beberapa remaja autis yaitu terdapatnya kemampuan penyesuaian diri pada remaja autis untuk menolak atau tidak adanya sifat adaptasi sama sekali pada diri remaja autis.

Kurangnya kemajuan dalam beradaptasi ini bisa memperburuk keadaannya. Oleh karena itu, anggota keluarga autis harus membantu dan mendukung guna untuk memaksimalkan dan menyeimbangkan antara sifat bebas dan ketergantungan yang dihadapi oleh remaja autis.

Lorna Wing menuliskan dua kelompok besar yang menjadi masalah pada anak autis yaitu:16

1. Masalah dalam memahami lingkungan (problem in understanding the world)

a. Respon terhadap suara yang tidak biasa (unusually responses to sounds). Anak autis seperti orang tuli karena mereka cenderung mengabaikan suara yang sangat keras dan tidak tergerak sekalipun ada yang menjatuhkan benda di sampingnya. Anak autis dapat juga sangat tertarik pada beberapa suara benda seperti suara bel, tetapi ada anak autis yang sangat tergangu oleh suara-suara tertentu, sehingga ia akan menutup telinganya. b. Sulit dalam memahami pembicaraan (dificulties in understanding speech). Anak autis

tampak tidak menyadari bahwa pembicaraan memiliki makna, tidak dapat mengikuti instruksi verbal, mendengar peringatan atau paham apabila dirinya dimarahi (scolded). Menjelang usia lima tahun banyak autis yang mengalami keterbatasan dalam memahami pembicaraan.

c. Kesulitan ketika bercakap-cakap (difiltuties when talking). Beberpa anak autis tidak pernah berbicara, beberapa anak autis belajar untuk mengatakan sedikit kata-kata, biasanya mereka mengulang kata-kata yang diucapkan orang lain, mereka memiliki kesulitan dalam mempergunakan kata sambung, tidak dapat menggunakan kata-kata secara fleksibel atau mengungkapkan ide.

16

(7)

d. Lemah dalam pengucapan dan kontrol suara (poor pronunciation and voice control). Beberapa anak autis memiliki kesulitan dalam membedakan suara tertentu yang mereka dengar. Mereka kebingungan dengan kata-kata yang hampir sama, memiliki kesulitan untuk mengucapkan kata-kata yang sulit. Mereka biasanya memiliki kesulitan dalam mengontrol kekerasan (loudness) suara.

e. Masalah dalam memahami benda yang dilihat (problems in understanding things that are seen). Beberapa anak autis sangat sensitif terhadap cahaya yang sangat terang, seperti cahaya lampu kamera (blitz), anak autis mengenali orang atau benda dengan gambaran mereka yang umum tanpa melihat detil yang tampak.

f. Masalah dalam pemahaman gerak isyarat (problem in understanding gesturs). Anak autis memiliki masalah dalam menggunakan bahasa komunikasi; seperti gerakan isyarat, gerakan tubuh, ekspresi wajah.

g. Indra peraba, perasa dan pembau (the senses of touch, taste and smell). Anak-anak autis menjelajahi lingkungannya melalui indera peraba, perasa dan pembau mereka. Beberapa anak autis tidak sensitif terhadap dingin dan sakit.

h. Gerakan tubuh yang tidak biasa (unusually bodily movement). Ada gerakan-gerakan yang dilakukan anak autis yang tidak biasa dilakukan oleh anak-anak yang normal seperti mengepak-ngepakan tangannya, meloncat-loncat, dan menyeringai.

i. Kekakuan dalam gerakan-gerakan terlatih (clumsiness in skilled movements). Beberapa anak autis, ketika berjalan nampak anggun, mampu memanjat dan seimbang seperti kucing, namun yang lainnya lebih kaku dan berjalan seperti memiliki bebrapa kesulitan dalam keseimbangan dan biasanya mereka tidak menikmati memanjat. Mereka sangat kurang dalam koordinasi dalam berjalan dan berlari atau sebaliknya.

2. Masalah gangguan perilaku dan emosi (dificult behaviour and emotional problems).

a. Sikap menyendiri dan menarik diri (aloofness and withdrawal). Banyak anak autis yang berprilaku seolah-olah orang lain tidak ada. Anak autis tidak merespon ketika dipanggil atau seperti tidak mendengar ketika ada orang yang berbicara padanya, ekspresi mukanya kosong.

b. Menentang perubahan (resistance to change). Banyak anak autis yang menuntut pengulangan rutinitas yang sama. Beberapa anak autis memiliki rutinitas mereka sendiri, seperti mengetuk-ngetuk kursi sebelum duduk, atau menempatkan objek dalam garis yang panjang.

c. Ketakutan khusus (special fears). Anak-anak autis tidak menyadari bahaya yang sebenarnya, mungkin karena mereka tidak memahami kemungkinan konsekuensinya. d. Prilaku yang memalukan secara sosial (socially embarrassing behaviour). Pemahaman

anak autis terhadap kata-kata terbatas dan secara umum tidak matang, mereka sering berperilaku dalam cara yang kurang dapat diterima secara sosial. anak-anak autis tidak malu untuk berteriak di tempat umum atau berteriak dengan keras di senjang jalan. e. Ketidakmampuan untuk bermain (inability to play). Banyak anak autis bermain dengan

air, pasir atau lumpur selam berjam-jam. Mereka tidak dapat bermain pura-pura. Anak-anak autis kurang dalam bahasa dan imajinasi, mereka tidak dapat bersama-sama dalam permainan denga anak-anak yang lain.

(8)

Menurut Arifin dalam buku Filsafat Pendidikan Islam menyatakan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan yang dilandasi dengan nilai-nilai Islami.17

Dari pendapatnya Ahmad D. Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut Islam”.18

Sedangkan menurut Zakiah Daradjat dkk, pengertian Pendidikan Agama Islam adalah “Pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya, setelah selesai dari pendidikan mereka dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak”.19

Bardasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat kita fahami dengan mendalam bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu cara ataupun proses yang dilakukan oleh pendidik secara sadar, sistematis, dan pragmatis untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik agar mereka dapat hidup sesuai dengan ajaran agama Islam. Untuk itu, Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat materi saja yang harus dipelajari sebagai pengetahuan, tetapi dituntut setelah mendapatkan Pendidikan Agama Islam kelak untuk mempersiapkan peserta didik mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam.

Poblematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SMA Galuh Handayani Surabaya (SMAGHS)

1. Proses Pembelajaran PAI bagi Siswa Autis di SMAGHS

a. Proses Manajemen Kelas di SMA Galuh Handayani Surabaya (SMA GHS)

Pembelajaran PAI yang dilakukan di SMA GHS terbagi menjadi dua tingkatan. Tingkat kelas pertama yaitu kelas 10 dan 11 yang tergabung dalam satu kelas dan tingkat kelas kedua yang hanya diisi dengan kelas 12. Dalam proses pembelajarannya materi yang diberikan dalam pembelajaran akan disesuaikan sesuai dengan keadaan siswa di kelas tersebut, untuk siswa autis maka materi akan disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa autis yang diperoleh dari hasil identifikasi dan asesmen dan untuk siswa selain autis juga akan disesuaikan dengan tingkat pemahamannya dari kedua tingkatan tersebut di dalam satu kelas akan terdapat siswa autis, anak berkebutuhan khusus dan dan siswa regular.

Model penempatan manajemen kelas ABK yang digunakan di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu:

1) Kelas Reguler Penuh / Inklusi penuh

Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.

2) Kelas Reguler dengan Cluster 17

Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 14.

18

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung,: Al-Ma'arif, 1989), 23.

19

(9)

Anak berkebutuhan khusus(ABK) belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus(ATBK) di kelas reguler dalam kelompok khusus.

3) Kelas Reguler dengan Pull Out

Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) di kelas reguler, namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.

4) Kelas Reguler dengan cluster dan Pull Out

Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) di kelas reguler, dalam kelompok khusus, dan dalam waktu tertentu ditarik dari kelas ruguler ke ruang sumber untuk belajar dengan GPK.

5) Kelas Khusus dengan berbagai pengintegrasian

Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang tertentu dapat belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) di kelas reguler.

6) Kelas Khusus penuh

Anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. b. Shadow Teacher atau Guru Pendamping di SMAGHS

Untuk mencapaian tujuan pembelajaran PAI di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu dengan cara mewujudkan prilaku yang santun, taat, dan menumbuhkan kesadaran dalam hal beribadah, sekolah ini juga menggunakan media dan metode yang menarik dan tepat sesuai dengan kebutuhan peserta didik dengan mengaplikasikan proses pembelajaran yang dilakukan bersama-sama dengan praktek pembelajarannya. Kegiatan itu akan didampingi dan dipantau oleh guru PAI dan proses pembiasaannya akan dilakukan dalam kegiatan ibadah, seperti: shalat, berdoa, membaca surat-surat pendek dan berpuasa. Untuk pendampingan siswa ini bisa dengan menggunakan guru pendamping atau yang biasa disebut dengan shadow dan guru pendamping ini hanya diperuntukkan untuk siswa autis yang tergolong berat.

c. Kegiatan Pembelajaran di SMAGHS

Dalam proses pembelajarannya guru Pendidikan Agama Islam membuka dengan salam, membaca surat-surat pendek dan berdoa bersama-sama kemudian memulai kegiatan pembelajaran inti setelah itu pembelajaran diakhiri dengan membaca doa penutup bersama-sama dan guru memberikan salam. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam ini penulis rangkum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang penulis buat dengan menyesuaikan proses pembelajaran yang telah dilakukan di kelas, dengan rincian sebagai berikut:

Tahapan Kegiatan Pembelajaran

Pertama

a. Guru memberikan salam sebagai pembuka kegiatan pembelajaran b. Guru mengajak peserta didik untuk untuk berdoa bersama-sama dan

membaca surat pendek (nilai religius)

c. Guru menyampaikan materi yang akan di pelajari d. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini

Inti

a. Guru meminta peserta didik untuk membuka teks bacaan di buku peserta didik

b. Guru mengelompokkan peserta didik dengan cara duduk melingkar c. Guru menulis pelajaran di papan tulis dengan cara meringkas

(10)

pelajaran yang berada di buku

d. Guru meminta peserta didik untuk menyalin tulisan yang berada di papan tulis

e. Guru memberikan penjelasan tentang materi pelajaran yang telah ditulis oleh peserta didik

f. Guru mengkoreksi tulisan peserta didik dengan cara membaca kembali dan memberi nilai

Penutup a. Guru mengajak peserta didik untuk berdoa bersama-sama b. Guru mengakhiri pertemuan dengan salam

d. Materi Pembelajaran di SMA GHS

Materi pembelajaran PAI yang dilakukan di SMA GHS itu tidak harus mencapai target yang sudah tertera dalam standart kompetensi dan kompetensi dasar tetapi ketercapaian di sini diartikan dengan sejauh mana pelajaran PAI ini bisa diterapkan, aplikatif dan mudah dipraktekkan oleh para siswa. Seperti, siswa bisa melafalkan, melaksanakan dan memperaktekkan bacaan doa-doa harian, membaca surat-surat pendek, bacaan shalat, praktek shalat, bacaan wudhu dan peraktek wudhu.

e. Strategi Pembelajaran di SMA GHS

Strategi pembelajaran SMA GHS yang menggunakan kurikulum KTSP dengan cara setiap kelas yang terdapat di SMA GHS menggunakan kelas kecil dengan jumlah pembatas tiap kelas yaitu 15 siswa. Dalam proses strategi pembelajarannya, sekolah inklusi SMA GHS membagi dua kelas pembelajaran yaitu pertama kelas inklusi dan kedua kelas khusus. Dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, kelas inklusi yaitu kelas yang diperuntukkan untuk siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang belajar bersama-sama dengan siswa regular. Kedua, kelas khusus yaitu kelas yang diperuntukkan untuk semua siswa ABK pada saat proses pembelajaran mata pelajaran tertentu dengan penjelasan siswa yang berada di kelas khusus belajar bersama-sama dengan siswa regular, proses seperti ini akan kita temukan pada saat mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Jasmani. f. Penilaian Pembelajaran di SMA GHS

Cara melaksanakan evaluasi siswa autis yaitu dengan melakukan proses evaluasi pembelajaran dengan melakukan penyendirian soal atau penyesuaian soal kepada siswa autis yang itu ditentukan oleh guru PAI dengan cara melakukan pengamatan sejauh mana siswa autis bisa menerima materi yang telah dijelaskan oleh guru sebelum materi itu diujikan. Penilaian juga bisa dilakukan dengan menggunakan penilaian portofolio dengan melihat sejauh mana materi ajar PAI yang bisa diterima oleh siswa autis, penilaian ini merupakan kumpulan karya siswa yang disusun secara sistematis dan terorganisir sebagai hasil dari usaha pembelajaran dal hal ini yaitu hasil tulisan siswa autis disetiap materi pembelajaran. Penilaian kedua yaitu menggunakan penilaian pencil pepper, penilaian ini dilaksanakan oleh semua siswa, penilaian pencil pepper ini dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh siswa secara tertulis dan penilaian yang terkahir yaitu menggunakan penilaian rapot narasi. Conto penilaian rapot narasi “siswa berinisial F dalam dalam aspek pembelajaran membaca surat-surat pendek dia mampu tetapi dalam menulisnya dia kurang dan dalam mengaplikasian dalam ibadah di sekolah dia kurang”.

(11)

2. Problem yang Dihadapi oleh Guru dalam Pembelajaran PAI bagi Siswa Autis di SMA GHS

a. Problem Materi

Problem yang di hadapi oleh guru dalam materi pembelajaran PAI yaitu para siswa autis belum bisa mengerti secara menyeluruh tentang Pendidikan Agama Islam yang bisa diartikan sebagai belum bisanya siswa autis untuk praktik shalat dan bacaannya kemudian tentang membaca doa-doa sehari-hari dan membaca surat-surat pendek.

Masalah dalam proses mengajar seperti mensingkronkan antara pembelajaran kepada siswa autis, ABK dan siswa reguler yang itu semua membutuhkan materi tambahan dan pendalaman kembali kepada siswa autis yang sama sekali belum menangkap pembelajaran apa yang telah disampaikan oleh gurunya, untuk proses pendalam biasanya guru PAI memanggil siswa autis ke depan atau memanggil ke meja guru kemudian guru PAI memberikan penjelasan tentang materi yang telah dijelaskannya.

b. Problem Prilaku

Problem prilaku yang dihadapi guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis di SMA Galuh Handayani Surabaya bisa dilihat dengan gejala dan karakteristik yang dimiliki oleh siswa autis itu sendiri. Gejala ini bisa kita lihat dipembahasan yang sudah penulis bahas di point problematika remaja autis di atas.

c. Problem Ketercapaian Tujuan Pembelajaran

Kendala yang dihadapi oleh guru PAI dalam hal proses ketercapaian tujuan pembelajaran belum bisa memenuhi target yang sudah tertera dalam standart kompetensi dan kompetensi dasar dan dalam hal pembuatan silabus dan rencana pelaksanaan bembelajaran (RPP) yang kemudian akan dimodifikasi oleh masing-masing guru PAI.

d. Problem Konsentrasi

Problem konsentrasi dalam pembelajaran siswa yang dialami oleh siswa autis pada saat mengikuti pembelajaran yaitu belum bisanya siswa autis dalam memusatkan perhatiannya pada saat pembelajaran sedang berlangsung, kurangnya fokus perhatian siswa terhadap gurunya dan kurangnya fokus siswa terhadap materi pembelajaran.

e. Problem Motivasi

Problem motivasi yang di hadapi oleh guru dalam pembelajaran PAI yaitu masih belum tumbuhnya sikap sadar diri dalam fikiran siswa autis untuk belajar dengan sungguh-sungguh apa yang telah diajarkan guru Pendidikan Agama Islam di kelas.

3. Upaya-upaya yang Dilakukan oleh Guru untuk Mengatasi Problematika Pembelajaran PAI bagi Siswa Autis di SMA Galuh Handayani Surabaya

a. Solusi problem materi

Cara mengatasi problem materi ini yaitu degan cara menyederhanakan materi pembelajaran PAI yang terdapat di buku pelajaran kemudian ditulis ulang di papan tulis oleh guru dengan bahasanya sendiri yang mana bahasa itu hasil dari rangkuman atau kesimpulan dari materi pelajaran PAI sehingga para siswa bisa lebih mudah untuk memahami apa yang akan dijelaskan oleh gurunya saat semua siswa telah selesai menulis.

Cara kedua yaitu dengan cara menggunakan penyesuaian kurikulum yang telah diimplementasikan oleh sekolah Galuh Handayani, yaitu terdapat empat model

(12)

pengembangan kurikulum di sekolah Galuh Handayani yaitu (1) model duplikasi, (2) model modifikasi, (3) model substitusi dan (4) model omisi.

b. Solusi problem prilaku

Solusi masalah ini bisa dilakukan dengan lebih banyak membimbing dengan pendekatan interaksi antara siswa dan guru sehingga bisa mengidentifikasi apa saja kekurangan yang dihadapi oleh siswa autis. Kemudian kita sebagai guru PAI juga harus memberi perhatian lebih banyak kepada siswa autis dan ABK dalam hal pembelajaran tetapi kita juga tidak lupa untuk memerhatikan siswa yang regular karena dengan adanya sikap adil dan tidak adanya pilih kasih maka akan terjalin suatu komunikasi timbal-balik yang bermakna dan menyenangkan antara siswa dan guru.

c. Solusi problem ketercapaian tujuan pembelajaran

Problem ii berkaitan dengan peran guru dalam memecahkan masalah dalam ketercapaian tujua pembelajaran yaitu dengan cara bermusyawarah antara guru pendamping pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran, terapis dan wali kelas karena dalam satu kelas sekurang-kurang akan terdapat satu guru pendamping dan satu guru mata pelajaran. Dari ketiga komponen di atas antara guru mata pelajaran, guru terapis dan wali kelas maka akan kita peroleh masukan-masukan yang membangun untuk mengatasi berbagai problem yang ada.

Penyelesaian masalah ini bisa kembalikan kepada individu setiap guru yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan yang disebut dengan pelatihan In House Training (IHT). IHT merupakan bentuk evaluasi pembekalan guru yang dilaksanakan setiap hari sabtu pagi dengan tujuan supaya pemahaman dalam mengajar siswa inklusi bisa lebih maksimal dan dalam pengajarannya akan mengarah kepada kesetabilan siswa autis itu sendiri.

d. Solusi problem konsentrasi

Pada saat mengikuti pembelajaran problem konsentrasi ini sering terjadi maka solusinya yaitu dengan mengikutkan siswa ke dalam dua program pembelajaran. Dua program tersebut yaitu pertama program pembelajaran dan kedua program layanan kekhususan. Kedua program pembelajaran itu akan memberi pengajaran pada siswa ABK dengan manfaat memberikan intervensi terapi agar hambatan yang dimiliki siswa autis bisa lebih berkurang sehingga hambatan tersebut bisa diminimalkan, seperti terapi fokus,

DUPLIKASI

MODIFIKASI

SUBSTITUSI

OMISI

Kurikulum untuk abk setidaknya dapat disamakan dengan kurikulum umum (siswa reguler)

Kurikulum umum dapat dirubah untuk

disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa abk (siswa regular dan ABK)

Beberapa bagian dari kurikulum umum dapat ditiadakan tetapi diganti dengan sesuatu yang kurang lebih setara. (siswa ABK)

Beberapa bagian dari kurikulum umum ditiadakan sama sekali karena tidak memungkinkan bagi abk, diganti dengan yg lain disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kebutuhannya. (siswa ABK)

(13)

terapi seperti ini bisa dapat memaksimalkan konsentrasi peserta didik sehingga bisa mengikuti proses pembelajaran secara maksimal

e. Solusi problem motivasi

Untuk cara menumbuhkan motivasi siswa autis yaitu dengan cara menanamkan sikap bahwa semua siswa autis itu seperti siswa normal pada umumnya dengan menerima semua kekurangannya sehingga dengan kekurangannya itu para guru bisa membimbing siswa autis ke arah yang lebih baik. Dari sikap seperti itu maka akan tercermin sikap yang akan timbul pada saat pembelajaran, siswa autis akan bisa lebih terkendali dan dalam diri siswa autis mereka akan menganggap bahwa mereka tidak merasa dibedakan dengan yang lainnya sehingga dalam pembelajaran mereka bisa menerima kita sebagai guru yang baik dan dalam diri siswa autis akan tertanamkan rasa memiliki dan motivasi untuk belajar Pendidikan Agama Islam.

Penutup

Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu menggunakan model pembelajaran kelas regular penuh atau inklusi penuh. Model pembelajaran kelas ini ditujukan kepada anak berkebutuhan khusus atau anak autis yang belajar bersama dengan anak tanpa berkebutuhan khusus sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. Pembelajaran dengan model seperti ini dilakukan oleh dua orang guru, guru pertama yaitu guru mata pelajaran dan guru kedua yaitu guru kelas, kedua guru ini saling membantu satu sama lain. Untuk pendampingan siswa autis ini bisa dengan menggunakan guru pendamping atau yang biasa disebut dengan shadow teacher atau guru pendamping yang mana guru ini hanya diperuntukkan untuk siswa autis yang tergolong berat, karena dalam model pembelajaran kelas regular penuh atau kelas inklusi penuh ini tidak terdapat siswa autis yang tergolong berat maka untuk guru pendamping ini ditiadakan dan hanya cukup dipandu oleh guru mata pelajaran dan guru kelas.

Problematika yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu problem materi, problem prilaku, problem keterapaian tujuan pembelajaran, problem konsentrasi dan problem motivasi.

Upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi problematika pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa autis di SMA Galuh Handayani Surabaya yaitu pertama tentang solusi problem materi, guru menyederhanakan materi pembelajaran PAI yang terdapat di buku pelajaran kemudian ditulis ulang di papan tulis oleh guru dengan bahasanya sendiri yang mana bahasa itu hasil dari rangkuman atau kesimpulan dari materi pelajaran PAI sehingga para siswa bisa lebih mudah untuk memahami apa yang akan dijelaskan oleh gurunya saat semua siswa telah selesai menulis. Kedua solusi problem prilaku, guru lebih banyak melakukan kegiatan membimbing dengan pendekatan interaksi antara siswa dan guru sehingga guru PAI bisa mengidentifikasi apa saja kekurangan yang dihadapi oleh siswa autis. Ketiga solusi problem keterapaian tujuan pembelajaran, setiap hari Sabtu guru-guru dan tenaga-tenaga profesional melakukan kegiatan pelatihan dengan metode lesson study atau bisa dinamakan dengan in house training dan guru melakukan pemahaman dari hasil dari observasi, identifikasi dan asesmen dari siswa autis. Keempat solusi problem konsentrasi, dengan melakukan program layanan pembelajaran dan program layanan kekhususan dan

(14)

kelima solusi problem motivasi, guru PAI harus bisa menanamkan sikap bahwa semua siswa autis itu seperti siswa normal pada umumnya dengan menerima semua kekurangannya sehingga dengan kekurangannya itu para guru bisa membimbing siswa autis ke arah yang lebih baik.

Daftar Rujukan

Arifin, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.

Budiman, Melly. Gangguan Perkembangan pada Anak. Jakarta: Yayasan Autism Indonesia, 1997.

Daradjat, Zakiah dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Gabriels, Robin L. dan Dina E. Hill, Growing Up with Autis; Working with School-Age Children and Adolescent. New York: The Guliford Press, 2007.

Handojo, Y. Autisma Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal Autis dan Perilaku Lain. Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2003.

Harnowo, Putro Agus. “Anak Autis Lebih Pelik dan Berat Hadapi Masa Remaja”, dalam http ://health.detik.com/read/2012/04/15/100023/1892704/763/anak – autis – lebih – pelik - dan-berat-hadapi-masa-remaja yang diterbitkan pada Minggu 15 April 2012 jam 10.00 WIB.

Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan, Terj. Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga, tth.

Hurlock, Elizabeth. B. Child Development. New York: Mc. Graw Hill, Inc, 1978. Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung,: Al-Ma'arif, 1989. Muhaimin, Paradigma pengertian Pendidikan Islam. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,

2004.

Munandar, Utami. Kreatifitas dan Keberbakatan. Jakarta: Gramedia, 2002.

Pamoedji, Gayatri. 200 Pertanyaan dan Jawaban Seputar Autisme. Jakarta: Yayasan MPATI Masyarakat Peduli Autis Indonesia, 2010.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Riya>d}, Sa’ad. Al- T{ifl al-Tawh}idy: Asra>r al-T{ifl al-Dha>tawy> wa kayfa Nataa<’mal Maa’hu. Mesir: Da>r al-Qahirah lilja>mia>’t, 2008.

Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindopersada.

Tim bahasa PAH. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan, 2003.

Wall, Kate. Autism and Early Years Practice. London: Sage Publications LTD, 2010.

Wing, Lorna. Autistik Children a Guide for Parents and Professionals. New Jersey: The Chitadel Press, 1974.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perbandingan perubahan nilai warna basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dan nilon termoplastis sebelum dan setelah perendaman dengan larutan coklat selama

Sumber data yang didapat dalam penelitian ini, dapat dibedakan menjadi sumber data primer dan sumber data sekunder.Sumber data sekunder primer adalah sumber data

Dalam hal keadilan restoratif berkaitan dengan kejahatan badan dan penyelesaiannya menitik beratkan terhadap korban.Apabila pelaksanaan diversi terhadap anak sebagai kurir

Banyaknya galian yang cukup dalam di pemukiman yang cukup ramai, tidak diberi rambu lalu-lintas, pengaman ataupun Papan Peringatan / Garis Batas sehingga membahayakan pengguna

Faktor Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi Faktor klasifikasi jalan menurut fungsi dengan nilai mean 4,11 (Kriteria tinggi), merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam

Penyelesaian sengketa pembatasan wilayah Kashmir menurut hukum internasional adalah memutuskan PBB untuk mencoba pendekatan baru yaitu dengan mengirimkan perwakilan

Dalam progam penyuluhan tersebut mempunyai tujuan yaitu supaya para pedagang atau masyarakat yang berada di Kampung Jamu Nguter selalu di berikan masukan atau sebuah