• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

VI. STATUS KEBERLANJUTAN USAHATANI RAWA LEBAK SAAT INI

6.1 Keberlanjutan Rawa Lebak Masing-masing Dimensi

Analisis status keberlanjutan pemanfaatan rawa lebak di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang, dilakukan melalui analisis keberlanjutan dengan

Multidimensional Scaling (MDS) yang disebut Rap-Lebak. Dimensi yang

dianalisis untuk mengetahui status keberlanjutan terdiri dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan kelembagaan. Indeks dan status keberlanjutan dari masing-masing dimensi diperlukan untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada masa yang akan datang terhadap atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi pengelolaan rawa lebak.

6.1.1 Keberlanjutan rawa lebak dimensi ekologi

Analisis indeks dan status keberlanjutan untuk dimensi ekologi di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang menggunakan delapan atribut. Kedelapan atribut tersebut diperkirakan sebagai atribut yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi ekologi. Adapun atribut tersebut terdiri atas (1) persentase luas lahan garapan, (2) penggunaan pupuk, (3) kelas kesesuaian lahan, (4) kandungan bahan organik tanah, (5) produktivitas lahan, (6) periode tergenang, (7) periode kekeringan, dan (8) ketersediaan sistem irigasi.

Hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Sungai Ambangah pada Gambar 11a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi mencapai 35,55% atau pada kategori kurang berkelanjutan.

(a) (b)

Gambar 11 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi (b) di rawa lebak Desa Sungai Ambangah

Analisis Leverage Dimensi Ekologi Sungai Ambangah

0 1 2 3 4 5 6 7

Persentase luas lahan Penggunaan pupuk Kelas kesesuaian lahan Kandungan bahan organik tanah Produktivitas lahan Periode tergenang Periode kekeringan Ketersediaan sistem irigasi A tt ri bu te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

RAPLEBAK Ordination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 39.55

(2)

Hasil analisis leverage dimensi ekologi, dari delapan atribut yang dianalisis (Gambar 11b), terdapat dua atribut sensitif yang mempengaruhi usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) periode tergenang, dan (2) produktivitas lahan. Kedua atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekologi tersebut diketahui mempunyai keterkaitan yang sangat erat.

Periode tergenang perlu dikelola dengan baik, karena penggenangan dapat menyebabkan perubahan-perubahan sifat kimia tanah, yang ditentukan oleh potensial reduksioksidasi (redoks). Pada pH 7 dengan nilai potensial redoks 450 - 550 mV mulai terjadi reduksi nitrat (denitrifikasi), antara 350 - 450 mV mulai terbentuk Mn2+, pada 300 mV tidak ada O2 bebas, pada 250 mV tidak ada nitrat,

pada 150 mV mulai terbentuk Fe2+, pada - 50 mV mulai terjadi reduksi sulfat membentuk H2S (Marschner, 1986).

Untuk memperbaiki produktivitas lahan dapat dilakukan dengan menerapkan sistem usahatani konservasi melalui, pengaturan pola tanam, penambahan bahan organik dengan daur ulang sisa panen dan gulma, serta penerapan budidaya lorong (Adiningsih dan Mulyadi, 1992). Penerapan teknologi tersebut akan berdampak terhadap meningkatnya ketersediaan P dan bahan organik tanah serta menurunnya kadar Al. Hasil penelitian Arief dan Irman (1993) disimpulkan bahwa pemberian amelioran berupa kapur, pupuk kandang, daun gamal, jerami padi dan kieserit mampu meningkatkan hasil padi gogo dan kedelai di tanah podzolik merah kuning. Pupuk diketahui berperan penting terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pupuk yang diberikan dapat menjadi tambahan unsur hara yang sudah ada di dalam tanah, sehingga jumlah unsur hara yang ada dalam tanah tersebut dapat tersedia untuk mensuplai kebutuhan tanaman. Dengan demikian, kedua atribut sensitif tersebut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks keberlanjutan dimensi ini menjadi meningkat dimasa yang akan datang.

Hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Pasak Piang (Gambar 12a) memperlihatkan bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi hanya mencapai 45,36% atau pada kategori kurang berkelanjutan.

(3)

(a) (b)

Gambar 12 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi (b) di rawa lebak Desa Pasak Piang

Dari hasil analisis leverage dimensi ekologi dari delapan atribut yang dianalisis (Gambar 12b), terdapat empat atribut sensitif yang mempengaruhi usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) kandungan bahan organik tanah; (2) produktivitas lahan; (3) periode tergenang, dan (4) penggunaan pupuk. Keempat atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekologi tersebut juga mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara satu atribut dengan atribut yang lainnya. Kandungan bahan organik tanah merupakan salah satu indikator kesuburan tanah. Bahan organik tanah diketahui berperan dalam hal menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah, dapat berperan dalam hal perubahan unsur hara dari bentuk tidak tersedia menjadi tersedia untuk tanaman. Ketersediaan bahan organik juga penting sebagai nutrisi untuk aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme. Tanah yang memiliki kandungan bahan organik yang cukup, juga dapat memperbaiki kondisi tanah agar tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan dalam pengelolaan tanah. Pengaruh lain dari bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah berhubungan dengan sifat porositas tanah. Porositas tanah berhubungan dengan aerasi tanah, dan status kadar air tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air, sehingga tanah tersebut dapat menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman. Peran bahan organik terhadap kesuburan tanah antara lain terhadap peningkatan kapasitas tukar kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah daya sanggah tanah dan terhadap keharaan tanah (Atmojo, 2003). Dengan demikian,

Analisis Leverage Dimensi Ekologi Pasak Piang

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Persentase luas lahan Penggunaan pupuk Kelas kesesuaian lahan Kandungan bahan organik tanah Produktivitas lahan Periode tergenang Periode kekeringan Ketersediaan sistem irigasi A tt ri bu te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

RAPLEBAK Ordination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 45.36

(4)

keempat atribut sensitif tersebut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks dimensi ini menjadi meningkat dimasa yang akan datang. 6.1.2 Keberlanjutan rawa lebak dimensi ekonomi

Analisis indeks dan status keberlanjutan untuk dimensi ekonomi di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang menggunakan tujuh atribut yang dilakukan dalam analisis keberlanjutan. Ketujuh atribut tersebut diperkirakan sebagai atribut yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi. Adapun atribut tersebut terdiri atas (1) pendapatan rata-rata petani, (2) produksi usahatani, (3) ketersediaan modal usahatani, (4) harga produk usahatani, (5) ketersediaan sarana produksi, (6) keuntungan usahatani, dan (7) efesiensi ekonomi.

Hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Sungai Ambangah pada Gambar 13a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi mencapai 35,04% atau pada kategori kurang berkelanjutan.

(a)

(b) (b)

Gambar 13 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekonomi (b) di rawa lebak Desa Sungai Ambangah

Hasil analisis leverage dimensi ekonomi, dari tujuh atribut yang dianalisis (Gambar 13b) terdapat lima atribut sensitif yang mempengaruhi usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) harga produk usahatani, (2) ketersediaan sarana produksi, (3) keuntungan usahatani, (4) produksi usahatani, dan (5) ketersediaan modal usahatani. Kelima atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekonomi tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Sarana dan prasarana pertanian merupakan sumberdaya yang penting dalam mendukung

RAPLEBAK Ordination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 35.04

Analisis Leverage Dimensi Ekonomi Sungai Ambangah

0 2 4 6 8 10 12 14 16 Pendapatan rata-rata petani Produksi usahatani Ketersediaan modal usahatani Harga produk usahatni

Ketersediaan sarana produksi Keuntungan usahatani Efesiensi ekonomi A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(5)

kegiatan usahatani, hal ini tidak hanya berlaku ditingkat lahan pertanian (on farm) akan tetapi juga berlaku pada skala yang lebih luas seperti dalam proses pengolahan, pemasaran hasil, pasca panen, dan sebagainya.

Keuntungan atau pendapatan usahatani yang merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani menurut Soekartawi (2002) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Keuntungan usahatani sangat tergantung dari produksi usahatani dan harga produk usahatani. Produk usahatani sangat tergantung dari ketersediaan sarana dan input produksi. Dengan demikian atribut-atribut sensitif tersebut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks dimensi ini menjadi meningkat dimasa yang akan datang.

Sedangkan hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Pasak Piang pada Gambar 14a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi mencapai 24,20% atau pada kategori buruk = tidak berkelanjutan.

(a) (b)

Gambar 14 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekonomi (b) di rawa lebak Desa Pasak Piang

Hasil analisis leverage dimensi ekonomi, dari tujuh atribut yang dianalisis (Gambar 14b), terdapat empat atribut sensitif yang mempengaruhi usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) harga produk usahatani, (2) ketersediaan sarana produksi, (3) keuntungan usahatani, dan (4) efesiensi ekonomi. Keempat atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan ekonomi tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Dengan demikian, keempat atribut sensitif tersebut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks dimensi ini menjadi meningkat dimasa yang akan datang.

Analisis Leverage Dimensi Ekonomi Pasak Piang

0 2 4 6 8 10 12 14 16 Pendapatan rata-rata petani Produksi usahatani Ketersediaan modal usahatani Harga produk usahatni

Ketersediaan sarana produksi Keuntungan usahatani Efesiensi ekonomi A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

RAPLEBAK Ordination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 24.20

(6)

Produk usahatani dari segi kualitas dan kuantitas sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan aplikasi sarana produksi (pupuk, pestisida) yang sesuai. Harga produk usahatani juga akan berpengaruh terhadap keuntungan usahatani. Harga produk usahatani juga dipengaruhi oleh efisiensi ekonomi. Makin efisien suatu proses produksi, maka semakin besar keuntungan yang diperoleh, tidak terkecuali dalam proses produk hasil pertanian.

6.1.3 Keberlanjutan rawa lebak dimensi sosial budaya

Analisis indeks dan status keberlanjutan untuk dimensi sosial budaya di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang menggunakan tujuh atribut untuk dilakukan analisis keberlanjutan. Ketujuh atribut tersebut diperkirakan sebagai atribut yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi sosial budaya. Adapun atribut tersebut terdiri atas (1) status kepemilikan lahan, (2) jumlah rumah tangga petani, (3) rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, (4) peran adat dalam kegiatan pertanian, (5) pola hubungan masyarakat dalam usaha pertanian, (6) tingkat pendidikan formal petani, dan (7) intensitas konflik.

Hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Sungai Ambangah pada Gambar 15a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial budaya mencapai 43,89% atau pada kategori kurang berkelanjutan.

(a) (b)

Gambar 15 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi sosial budaya (b) di rawa lebak Desa Sungai Ambangah

Hasil analisis leverage dimensi sosial budaya, dari tujuh atribut yang dianalisis (Gambar 15b), terdapat tiga atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) pola hubungan

RAPLEBAK Ordination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 48.89

Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya Sungai Ambangah

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Status kepemilkan lahan Jumlah rumah tangga

petani Rumah tangga petani

yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian Peran adat dalam kegiatan pertanian Pola hub. Masyarakat dlm usaha pertanian Tingkat pendidikan formal petani Inensitas konflik A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(7)

masyarakat dalam usaha pertanian berupa kerjasama dalam hal penanaman, panen atau kegiatan lainnya, (2) rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, dan (3) jumlah rumah tangga petani. Ketiga atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan sosial budaya tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Hal ini diperlihatkan dalam berbagai penelitian (misalnya Evans, 1982; Lorenz, 1966), yang menunjukkan bahwa disamping faktor dalam diri manusia (intrinsik) terdapat faktor luar (ekstrinsik) yang mempengaruhi kemampuan manusia untuk hidup bersama-sama dengan orang atau kelompok lain secara baik. Untuk selanjutnya faktor ini disebut sebagai faktor penunjang. Faktor penunjang yang mempengaruhi kemampuan manusia untuk hidup bersama-sama secara selaras dan serasi dapat digolongkan menjadi dua hal, yaitu peluang dan stimulasi. Aspek peluang pertama-tama dapat dilihat dengan bertambahnya jumlah orang dalam suatu lingkup atau wilayah. Dengan mengikuti penyuluhan pertanian, maka keterbatasan-keterbatasan dan segala permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam hal kegiatan usahataninya dapat dicarikan solusi jalan keluarnya. Sedangkan ketersediaan rumah tangga petani merupakan salah satu sumberdaya khususnya sumberdaya manusia yang berperan dalam mendukung kelancaran kegiatan usahatani. Dengan demikian, ketiga atribut sensitif tersebut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks dimensi ini menjadi meningkat dimasa yang akan datang.

Sedangkan hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Pasak Piang pada Gambar 16a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial budaya mencapai 48,30% atau pada kategori kurang berkelanjutan.

(a) (b)

Gambar 16 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi sosial budaya (b) di rawa lebak Desa Pasak Piang

RAPLEBAKOrdination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 48.30

Analisis Leverage Dimensi Sosial Budaya Pasak Piang

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Status kepemilkan

lahan Jumlah rumah tangga

petani Rumah tangga petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian Peran adat dalam kegiatan pertanian Pola hub. Masyarakat dlm usaha pertanian Tingkat pendidikan formal petani Inensitas konflik A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(8)

Hasil analisis leverage dimensi sosial budaya, dari tujuh atribut yang dianalisis (Gambar 16b) terdapat enam atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan di rawa lebak saat ini, yaitu (1) peran adat dalam kegiatan pertanian, (2) rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, (3) pola hubungan masyarakat dalam usaha pertanian, (4) jumlah rumah tangga petani, (5) tingkat pendidikan formal petani, dan (6) intensitas konflik. Keenam atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan sosial budaya tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Perbedaan atribut sensitif untuk dimensi sosial budaya baik jumlah atribut maupun jenis atribut antara Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang secara faktual di lapangan memungkinkan terjadi. Dari hasil diskusi dan wawancara terhadap petani di lokasi studi khususnya Desa Pasak Piang, diperoleh informasi bahwa kegiatan usahatani yang mereka lakukan masih sangat bergantung terhadap nilai-nilai budaya lokal seperti dalam penentuan waktu tanam. Penentuan waktu tanam ditentukan oleh Tetua Adat atau Tokoh Adat yang oleh masyarakat disana menyebutnya sebagai Tuha tahun. Dan hasil cross check terhadap Tetua Adat yang ditemui Bapak Herkulanus Utuh berusia sekitar 65 tahun menurut pengakuan yang bersangkutan, membenarkan apa yang menjadi keyakinan masyarakat disana dalam penentuan waktu tanam. Melalui arahan dan penentuan waktu tanam dari Tetua Adat, masyarakat yakin bahwa mereka akan berhasil dalam kegiatan usahataninya, dan apabila melanggar akan mendapatkan kegagalan dalam usahatani. Ini berlaku untuk kegiatan usahatani padi khususnya, karena menanam padi menurut kepercayaan mereka merupakan suatu bentuk pelestarian kebudayaan. Menanam padi bagi mereka merupakan hal yang mendasar dan wajib, karena hasil padi tidak untuk diperjualbelikan tetapi untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam rumah tangga mereka, kalaupun hasil panen berlebih disimpan sebagai cadangan untuk kebutuhan dimasa yang akan datang apabila terjadi gagal panen.

6.1.4 Keberlanjutan rawa lebak dimensi teknologi

Analisis indeks dan status keberlanjutan untuk dimensi teknologi di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang menggunakan delapan atribut untuk dilakukan analisis keberlanjutan. Kedelapan atribut tersebut, diperkirakan sebagai atribut yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi teknologi. Adapun atribut tersebut adalah (1) pengolahan tanah, (2) pemupukan,

(9)

(3) pengendalian gulma, (4) jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu, (5) ketersediaan mesin pompa air, (6) ketersediaan mesin pasca panen, dan (7) pola tanam, dan (8) jadual tanam

Hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Sungai Ambangah pada Gambar 17a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi teknologi mencapai 37,53% atau pada kategori kurang berkelanjutan.

(a) (b)

Gambar 17 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi teknologi (b) di rawa lebak Desa Sungai Ambangah

Hasil analisis leverage dimensi teknologi, dari tujuh atribut yang dianalisis (Gambar 17b) terdapat tiga atribut sensitif yang mempengaruhi usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu, (2) pengendalian gulma, dan (3) pemupukan. Ketiga atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan teknologi tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Dengan demikian, ketiga atribut sensitif tersebut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks dimensi ini menjadi meningkat dimasa yang akan datang.

Sedangkan hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Pasak Piang pada Gambar 18a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi teknologi mencapai 28,92% atau pada kategori kurang berkelanjutan.

RAPLEBAK Ordination GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 37.53

Analisis Leverage Dimensi Teknologi Sungai Ambangah

0 1 2 3 4 5 6 7 Pengolahan tanah Pemupukan Pengendalian Gulma Jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu Ketersediaan pompa air Ketersediaan mesin pasca panen Pola tanam A tt ri bu te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(10)

(a) (b)

Gambar 18 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi teknologi (b) di rawa lebak Desa Pasak Piang

Hasil analisis leverage dimensi teknologi, dari delapan atribut yang dianalisis (Gambar 18b) terdapat tiga atribut sensitif yang mempengaruhi usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) jumlah alat pemberatasan jasad penggangu, (2) ketersediaan mesin pompa air, dan (3) ketersediaan mesin pasca panen. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan hama dan penyakit terhadap tanaman di lokasi penelitian cukup beragam diantaranya adalah penggerak batang (Ostrinia furnacalis Guenee) pada tanaman padi, jamur akar putih (Rigidoporus lignosus) pada tanaman karet, dan serangan belalang pada tanaman kelapa sawit. Serangan hama dan penyakit tersebut, oleh petani disana tidak dilakukan pengendalian secara intensif, tetapi umumnya dibiarkan oleh mereka. Oleh karena itu, pada masa yang akan datang dapat dilakukan penerangan atau penyuluhan terhadap petani agar supaya intensitas pengendalian penyakit ini lebih ditingkatkan.

6.1.5 Keberlanjutan rawa lebak dimensi kelembagaan

Analisis indeks dan status keberlanjutan untuk dimensi kelembagaan di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang menggunakan delapan atribut untuk dilakukan analisis keberlanjutan. Kedelapan atribut tersebut diperkirakan sebagai atribut yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi kelembagaan. Adapun atribut tersebut terdiri dari (1) keberadaan kelempok tani, (2) intensitas pertemuan kelompok tani, (3) keberadaan lembaga sosial, (4) ketersediaan lembaga keuangan mikro, (5) ketersediaan petugas penyuluh pertanian, (6)

RAPLEBAK Ordination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 0 20 40 60 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u X s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 28.92

Analisis Leverage Dimensi Teknologi Pasak Piang

0 1 2 3 4 5 6 7 8 Pengolahan tanah

Pemupukan Pengendalian gulma Jml alat pemberantasan jasad pengganggu Ketersediaan mesin pompa air Ketersediaan mesin pasca panen Pola tanam Jadual tanam A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(11)

kondisi prasarana jalan desa, (7) keberadaan balai penyuluh pertanian, dan (8) kios saprodi.

Hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Sungai Ambangah pada Gambar 19a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi kelembagaan mencapai 54,82% atau pada kategori cukup berkelanjutan.

(a) (b)

Gambar 19 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi kelembagaan (b) di rawa lebak Desa Sungai Ambangah

Hasil analisis leverage dimensi kelembagaan, dari tujuh atribut yang dianalisis (Gambar 19b) terdapat tiga atribut sensitif yang mempengaruhi usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) keberadaan petugas penyuluh lapangan, (2) ketersediaan lembaga keuangan mikro, dan (3) keberadaan lembaga sosial. Ketiga atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Sebagaimana diketahui bahwa tanpa modal, suatu usaha tidak akan dapat berjalan walaupun syarat-syarat yang lain untuk menjalankan atau mendirikan suatu usaha sudah dimiliki. Untuk maksud tersebut, biasanya sebelum suatu usaha dijalankan, terlebih dahulu dilakukan analisis pemodalan. Analisis pemodalan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk pengadaan tanah atau sewa lahan serta biaya investasi seperti pembelian bibit, pupuk, biaya tenaga kerja dan pascapanen. Dari hasil wawancara di lapangan, semua responden mengatakan mereka kekurangan modal. Untuk mengatasi kekurangan modal tersebut, diperlukan lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman modal usaha, maka keberadaan lembaga keuangan skala mikro merupakan salah satu alternatif jalan keluarnya (Tim Penulis PS, 2008).

RAPLEBAK Ordination DOWN UP BAD GOOD -100 -50 0 50 100 150 200 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 54.82

Analisis Leverage Dimensi Kelembagaan Sungai Ambangah

0 1 2 3 4 5 6 7 8 Keberadaan kelompok tani Intensitas pertemuan kelompok tani Keberadaan lembaga sosial Ketersediaan lembaga keuangan mikro Keberadaan petugas penyuluh pertanian Kondisi prasarana jalan desa keberadaan balai penyuluh pertanian Ketersediaan kios saprodi A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

(12)

Sedangkan dalam konteks lembaga sosial dimaksudkan adalah lembaga yang dapat mengatur individu-individu dalam berinteraksi. Suparlan (2004) dalam Rudito dan Femiola (2008) menjabarkan secara lebih rinci bahwa dalam pranata sosial komuniti, diatur status dan peran untuk melaksanakan aktivitas pranata yang bersangkutan. Dengan kata lain bahwa peran-peran tersebut terangkai membentuk sebuah sistem yang disebut sebagai pranata sosial atau institusi sosial yakni sistem antar hubungan norma-norma dan peranan-peranan yang diadakan dan dibakukan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dianggap penting oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, keberadaan lembaga penyedia modal dan lembaga sosial sebagai atribut sensitif merupakan atribut yang perlu mendapat perhatian. Dengan tersedianya kedua lembaga tersebut diharapkan nilai indeks dimensi ini akan menjadi meningkat dimasa yang akan datang.

Sedangkan hasil analisis keberlanjutan untuk Desa Pasak Piang pada Gambar 20a dapat diketahui bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi kelembagaan mencapai 52,19% atau pada kategori cukup berkelanjutan.

(a) (b)

Gambar 20 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi kelembagaan (b) di rawa lebak Desa Pasak Piang

Hasil analisis leverage dimensi kelembagaan, dari tujuh atribut yang dianalisis (Gambar 20b) terdapat dua atribut sensitif yang mempengaruhi usahatani di rawa lebak saat ini, yaitu (1) ketersediaan lembaga keuangan mikro, dan (2) keberadaan lembaga sosial. Kedua atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dimensi kelembagaan ini juga sama dengan atribut sensitif untuk Desa Sungai Ambangah di atas, dengan demikian berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, maka kedua atribut sensitif ini, merupakan atribut

Analisis Leverage Dimensi Kelembagaan Pasak Piang

0 1 2 3 4 5 6 Keberadaan kelompok tani Intensitas pertemuan kelompok tani Keberadaan lembaga sosial Ketersediaan lembaga keuangan mikro Keberadaan petugas penyuluh pertanian Kondisi prasarana jalan desa keberadaan balai penyuluh pertanian Ketersediaan kios saprodi A tt ri b u te

Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)

RAPLEBAK Ordination DOWN UP BAD GOOD -100 -50 0 50 100 150 200 0 20 40 60 80 100 120

Sumbu X setelah Rotasi: Skala Sustainability

S u m b u Y s e te la h R o ta s i: S k a la S u s ta in a b il it y 52.19

(13)

penting untuk diperhatikan apabila ingin meningkatkan nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan di masa yang akan datang.

Selanjutnya Tabel 45, menunjukkan atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan rawa lebak berdasarkan hasil analisis

leverage terhadap seluruh atribut yang diberikan penilaian. Dari 38 atribut yang

diberikan penilaian terhadap rawa lebak di Desa Sungai Ambangah, diperoleh 16 atribut sensitif. Sedangkan di Desa Pasak Piang dari 38 atribut yang diberikan penilaian, diperoleh 19 atribut sensitif. Selanjutnya atribut-atribut sensitif ini akan digunakan sebagai faktor penting/faktor pengungkit untuk memperbaiki status keberlanjutan pengelolaan rawa lebak pada masa yang akan datang, baik di Desa Sungai Ambangah maupun Pasak Piang.

Tabel 45 Atribut sensitif mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan rawa lebak di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang

Sungai Ambangah Pasak Piang

No Atribut sensitif Skor No Atribut sensitif Skor

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Harga produk usahatani Ketersediaan sarana produksi Keuntungan usahatani Produksi usahatani

Pola hubungan masyarakat dalam usahatani

Ketersediaan lembaga keuangan mikro Ketersediaan modal usahatani Rumahtangga petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian Keberadaan petugas penyuluh lapangan

Jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu

Pengendalian gulma Periode tergenang Jumlah rumah tangga petani Produktivitas lahan Keberadaan lembaga sosial Pemupukan 14,0 11,6 9,5 7,5 7,4 7,1 7,0 6,8 6,7 6,6 6,5 6,4 5,9 5,7 5,6 5,5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Peran adat dalam kegiatan pertanian Harga produk usahatani

Rumah tangga petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian Pola hubungan masyarakat dalam usahatani

Jumlah rumah tangga petani Ketersediaan sarana produksi Kandungan bahan organik tanah Produktivitas lahan

Keuntungan usahatani Efesiensi ekonomi Periode tergenang

Tingkat pendidikan formal petani Intensitas konflik

Jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu

Ketersediaan lembaga keuangan mikro Keberadaan lembaga sosial

Ketersediaan mesin pompa air Penggunaan pupuk

Ketersediaan mesin pasca panen

15,6 14,5 12,5 11,5 9,5 9,0 8,9 8,2 8,1 7,9 7,5 7,1 7,0 6,8 6,7 6,0 5,6 5,3 5,1

6.1.6 Pola indeks keberlanjutan usahatani rawa lebak dalam diagram layang Nilai indeks untuk setiap dimensi di Desa Sungai Ambangah Gambar 21 menunjukkan adanya keragaman antara satu dimensi dengan dimensi yang lain. Dari diagram layang ini dapat diketahui bahwa dimensi mana yang lebih diutamakan untuk dikelola agar dimensi tersebut menjadi cukup berkelanjutan atau nilai indeks di atas 50% atau bahkan nilai indeksnya bisa lebih besar dari 75% (kategori berkelanjutan).

(14)

Dari kelima dimensi yang dianalisis ternyata dimensi kelembagaan yang mempunyai nilai indeks relatif terbesar yaitu 54,82% (cukup berkelanjutan), jika dibandingkan dengan empat dimensi lainnya yang semuanya berada pada kategori kurang berkelanjutan. Dimensi yang paling rendah nilai indeks keberlanjutannya adalah dimensi ekonomi yang hanya mencapai 35,04% (kurang berkelanjutan). Keadaan ini sesuai dengan hasil analisis dimensi ekonomi Gambar 13a, hasil ini menunjukkan bahwa apabila ingin ditingkatkan status keberlanjutan dari kategori ‗kurang‘ menjadi ‗cukup‘ berkelanjutan, perlu mengelola atribut-atribut sensitif yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi, terutama mengelola harga produk usahatani, ketersediaan sarana produksi, keuntungan usahatani, produksi usahatani, dan ketersediaan modal usahatani. Sedangkan nilai indeks untuk setiap dimensi di Desa Pasak Piang Gambar 22 juga menunjukkan adanya keragaman antara satu dimensi dengan dimensi yang lain. Dari diagram layang ini dapat diketahui bahwa dimensi mana yang lebih diutamakan untuk dikelola agar dimensi tersebut menjadi berada pada kategori nilai indeks juga di atas 50% (kategori cukup berkelanjutan) atau di atas 75% (kategori berkelanjutan).

Dari kelima dimensi yang dianalisis ternyata dimensi kelembagaan yang mempunyai nilai indeks sebesar 52,19% atau pada kategori cukup berkelanjutan, sedangkan tiga dimensi lainnya yaitu ekologi, sosial budaya dan teknologi berada pada kategori kurang berkelanjutan, dan satu dimensi yaitu ekonomi berada pada kategori tidak berkelanjutan atau dengan nilai indeks keberlanjutan hanya mencapai 24,20%. Keadaan ini sesuai dengan hasil analisis dimensi ekonomi Gambar 14a. Dari hasil ini, mengindikasikan bahwa apabila dimensi ini ingin ditingkatkan status keberlanjutan dari kategori ‗tidak‘ berkelanjutan menjadi ‗cukup‘ berkelanjutan atau bahkan berkelanjutan, maka perlu mengelola atribut-atribut sensitif yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi ekonomi. Atribut-atribut sensitif tersebut adalah mengelola harga produk usahatani, ketersediaan sarana produksi, keuntungan usahatani, dan efisiensi ekonomi.

(15)

Nilai S-Stress yang dihasilkan dimasing-masing dimensi, mempunyai nilai yang lebih kecil dari ketentuan (<0.25), dengan asumsi bahwa semakin kecil dari 0,25 semakin baik. Sedangkan nilai Koefesien Determinasi (R2) disetiap dimensi cukup tinggi (mendekati 1). Dengan demikian, kedua parameter statistik tersebut menunjukkan seluruh atribut yang digunakan dalam setiap dimensi di kedua lokasi penelitian sudah cukup baik menerangkan keberlanjutan sistem pengelolaan rawa lebak (Tabel 46).

Tabel 46 Nilai Stress dan R2 status keberlanjutan pengelolaan rawa lebak dimasing-masing lokasi penelitian

Parameter dan lokasi

penelitian Ekologi Ekonomi Dimensi keberlanjutan Sosial Budaya Teknologi Kelembagaan S-Stress Sungai ambangah 0,1389946 0,1507659 0,1500685 0,1397085 0,1476557 Pasak Piang 0,1374439 0,1484612 0,1525913 0,1383314 0,1415626 R2 Sungai Ambangah 0,9459976 0,9281701 0,937069 0,9467362 0,9419487 Pasak Piang 0,9416752 0,9301242 0,923359 0,9450684 0,9477773 Sumber: Data primer diolah

Hasil analisis Monte Carlo menunjukkan bahwa nilai status indeks

keberlanjutan pengelolaan rawa lebak pada selang kepercayaan 95 persen didapatkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan (<1) antara hasil analisis MDS dengan analisis Monte Carlo (Tabel 47). Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis dari kedua metode tersebut membuktikan bahwa (1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil, (2) ragam pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil, (3) proses

39.55 35.04 43.89 37.53 54.82 0 20 40 60 80 100Ekologi Ekonomi Sosial Budaya Teknologi Kelembaga an 45.36 24.2 48.3 28.92 52.19 0 20 40 60 80 100Ekologi Ekonomi Sosial Budaya Teknologi Kelembaga an

Gambar 21 Diagram layang analisis indeks dan status keberlanjutan rawa lebak di Sungai Ambangah

Gambar 22 Diagram layang analisis indeks dan status keberlanjutan rawa lebak di Pasak Piang

(16)

analisis yang dilakukan secara berulang-ulang relatif stabil, dan (4) kesalahan pemasukkan data dan data yang hilang dapat dihindari. Perbedaan ini juga menunjukkan bahwa sistem yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Beberapa parameter hasil uji statistik ini menunjukkan bahwa metode Rap-Lebak cukup baik dipergunakan sebagai salah satu instrumen dalam evaluasi keberlanjutan pengelolaan rawa lebak.

Tabel 47 Perbedaan Indeks keberlanjutan antara Rap-Lebak (MDS) dengan Monte Carlo Pada masing-masing Lokasi Penelitian

Dimensi keberlanjutan

Indeks keberlanjutan (%) Perbedaan (selisih)

MDS MONTE CARLO

Sungai

Ambangah Pasak Piang Sungai Ambangah Pasak Piang Sungai Ambangah Pasak Piang Ekologi Ekonomi Sosial Budaya Teknologi Kelembagaan 39,55 35,04 43,89 37,53 54,82 45,36 24,20 48,30 28,92 52,19 38,86 35,87 43,58 37,83 54,35 45,88 24,32 48,47 29,60 52,77 0,69 0,83 0,31 0,30 0,47 0,52 0,12 0,17 0,68 0,58

Sumber: Data primer diolah

6.2 Variabel-Variabel Dominan dalam Pengelolaan Lahan Rawa Lebak Berkelanjutan

Disain pengembangan model pengelolaan lahan rawa lebak secara berkelanjutan dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun skenario pengembangan model pengelolaan lahan rawa lebak secara berkelanjutan pada masa yang akan datang. Penyusunan skenario tersebut, dengan cara menentukan faktor-faktor kunci yang berpengaruh terhadap pengembangan model tersebut. Untuk mendapatkan faktor-faktor kunci tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis prospektif.

Analisis prospektif ditahap ini, dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu (1) menentukan faktor kunci yang diperoleh dari atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi indeks keberlanjutan pengelolaan lahan rawa lebak pada saat ini, (2) mengidentifikasi faktor kunci dimasa depan yang diperoleh melalui analisis kebutuhan dari semua pihak yang berkepentingan atau pemangku kepentingan (stakeholders), dan (3) melakukan kombinasi antar faktor kunci ditahap satu dan tahap dua. Dari kombinasi ini akan diperoleh faktor kunci gabungan kondisi saat ini (existing condition). Dengan demikian faktor kunci yang diperoleh adalah faktor kunci yang merupakan representasi dari kebutuhan bersama.

(17)

6.2.1 Atribut sensitif yang mempengaruhi sistem pengelolaan rawa lebak 1. Desa Sungai Ambangah

Berdasarkan hasil analisis leverage terhadap lima dimensi yang mempengaruhi pengelolaan lahan rawa lebak di Desa Sungai Ambangah, diperoleh 16 atribut sensitif yang mempengaruhi indeks keberlanjutan dan menjadi faktor penting/faktor pengungkit sebagaimana disajikan pada Tabel 44. Dari 16 faktor penting tersebut, dilakukan penyeleksian kembali untuk memperoleh faktor-faktor penting yang selanjutnya faktor penting tersebut, akan dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan skenario. Untuk memperoleh faktor-faktor penting tersebut dilakukan analisis prospektif terhadap 16 atribut sensitif di atas.

Hasil analisis prospektif Gambar 23, menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 12 faktor penting yang terdiri dari (1) ketersediaan modal usahatani, (2) jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu, (3) harga produk usahani, (4) ketersediaan sarana produksi, (5) keuntungan usahatani, (6) produksi usahtani, (7) ketersediaan lembaga keuangan mikro, (8) rumahtangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, (9) pengendalian gulma, (10) periode tergenang, (11) jumlah rumah tangga petani, dan (12) pemupukan.

Gambar 23 Pengaruh dan ketergantungan antar atribut sensitif berdasarkan hasil analisis leverage di Desa Sungai Ambangah

Harga produk usahatani Ketersediaan sarana produksi Keuntungan usahatani Produksi usahatani Pola hubungan masyarakat dlm usahatani Ketersediaan lembaga keuangan mikro Ketersediaan modal usahatani RT petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian Jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu Pengendalian gulma Periode tergenang Jumlah rumah tangga petani Produktivitas lahan Keberadaan lembaga sosial Pemupukan -0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 P e n g a ru h Ketergantungan

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

(18)

2. Desa Pasak Piang

Berdasarkan hasil analisis leverage terhadap lima dimensi yang mempengaruhi pengelolaan lahan rawa lebak di Desa Pasak Piang, diperoleh 19 atribut sensitif yang mempengaruhi indeks keberlanjutan dan menjadi faktor penting/faktor pengungkit sebagaimana disajikan pada Tabel 44. Dari 19 faktor penting tersebut, dilakukan penyeleksian kembali untuk memperoleh faktor-faktor penting yang selanjutnya faktor penting tersebut, akan dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan skenario. Untuk memperoleh faktor-faktor penting tersebut dilakukan analisis prospektif terhadap 19 atribut sensitif tersebut.

Hasil analisis prospektif Gambar 24, menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 12 faktor penting yang terdiri dari (1) peran adat dalam kegiatan pertanian, (2) harga produk usatahi, (3) rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, (4) pola hubungan masyarakat dalam usahatani, (5) ketersediaan sarana produksi, (6) kandungan bahan organik tanah, (7) produktivitas lahan, (8) keuntungan usahatani, (9) efesiensi ekonomi, (10) periode tergenang, (11) tingkat pendidikan formal petani, dan (12) ketersediaan lembaga keuangan mikro.

Gambar 24 Pengaruh dan ketergantungan antar atribut sensitif berdasarkan hasil analisis leverage di Desa Pasak Piang

Peran adat dalam

kegiatan pertanianHarga produk usahatani RT petani yg pernah mengikuti penyuluhan

pertanian Pola hub. Masyarakat

dlm usahatani

Jumlah rumah tangga petani Ketersediaan sarana produksi Kandungan bahan organik tanah Produktivitas lahan Keuntungan usahatani Efesiensi ekonomi Periode tergenang Tingkat pendidikan formal Intensitas konflik Jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu Ketersediaan lembaga keuangan mikro -0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 P e n g a ru h Ketergantungan

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

(19)

6.2.2 Kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders)

Hasil wawancara terhadap semua pemangku kepentingan (stakeholders), baik di Desa Sungai Ambangah maupun Pasak Piang terhadap pengelolaan rawa lebak secara berkelanjutan pada masa yang akan datang yang didasarkan atas jenis tanaman yang telah diusahakan saat ini, maka diperoleh beberapa kebutuhan yang perlu mendapatkan perhatian. Kebutuhan tersebut, dikelompokkan berdasarkan jenis tanaman, maka didapatkan masing-masing untuk tanaman padi, yaitu diperlukan: (1) jenis padi unggul, (2) peningkatan indeks pertanaman padi, (3) pemupukan rasional, (4) pemeliharaan yang intensif, (5) peningkatan peran lembaga penyuluhan pertanian, dan (6) teknis budidaya konservasi rawa lebak; untuk tanaman karet, yaitu diperlukan: (1) peremajaan tanaman, (2) penggunaan jenis yang unggul, (3) teknologi pengolahan yang memadai, dan (4) pemelihaaran yang intensif; dan untuk tanaman kelapa sawit, yaitu diperlukan: (1) keterpaduan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, (2) penegakkan penerapan tataruang sektor pertanian, (3) perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana (jalan, air, listrik), (4) industri pengolahan, dan (5) dukungan lembaga riset dan perguruan tinggi. Selanjutnya dari ketiga kebutuhan pemangku kepentingan untuk masing-masing komoditas, dilakukan penggabungan dan penyederhanaan terhadap kebutuhan yang relatif sejenis. Tabel 48, menunjukkan kebutuhan para pemangku kepentingan terhadap tiga komoditas yang diusahakan oleh masyarakat di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang.

Tabel 48 Penggabungan dan penyederhanaan kebutuhan para pemangku kepentingan

No Kebutuhan pemangku kepentingan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Diperlukan adanya keterpaduan kebijakan pusat dan daerah Penegakan penerapan tataruang sektor pertanian

Diperlukan adanya dukungan lembaga riset dan PT Diperlukan teknis budidaya konservasi rawa lebak Perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana Penggunaan jenis unggul spesifik lokasi

Peningkatan indeks pertanaman dan pola tanam padi berdasarkan kondisi setempat

Pemupukan yang rasional Pemeliharaan yang intensif

Diperlukan peningkatan peran lembaga penyuluhan pertanian Teknologi pengolahan yang memadai

Industri pengolahan

(20)

Dari hasil penggabungan dan penyederhanaan Tabel 47, menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 12 kebutuhan para pemangku kepentingan terhadap pengelolaan rawa lebak. Selanjutnya untuk memperolah kebutuhan yang paling penting (faktor penting) dari 12 kebutuhan stakeholders tersebut, dilakukan analisis prospektif. Hasil analisis Gambar 25 menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan stakeholders yang perlu diperhatikan dalam rangka untuk perbaikan pengelolaan rawa lebak baik di Desa Sungai Ambangah maupun Pasak Piang di masa yang akan datang, terdiri dari (1) pemeliharaan yang intensif, (2) peningkatan indeks pertanaman dan pola tanam padi, (3) teknis budidaya konservasi, (4) keterpaduan kebijakan antara pusat dan daerah, (5) penegakkan penerapan tataruang sektor pertanian, (6) pemupukan rasional, (7) dukungan lembaga riset dan PT, (8) teknologi pengolahan yang memadai, (9) peningkatan peran lembaga penyuluhan pertanian, dan (10) penggunaan jenis unggul.

Gambar 25 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit berdasarkan analisis kebutuhan stakeholders di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang

6.2.3 Faktor penting untuk keberlanjutan pengelolaan rawa lebak

Untuk mengembangkan model pengelolaan rawa lebak berkelanjutan pada masa yang akan datang, maka dilakukan penggambungan antara faktor-faktor penting/pengungkit yang telah didapatkan dari hasil analisis keberlanjutan

Keterpaduan kebijakan pusat dan daerah

Penegakan penerapan tataruang Dukungan lembaga riset dan PT Teknis budidaya konservasi RL Peningkatan sarana dan prasarana Penggunaan jenis unggul Peningkatan IP padi Pemupukan rasional Pemeliharaan yang intensif Peran lembaga penyuluhan pertanian Teknologi pengolahan yg memadai Indutri pengolahan -0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 P e n g a ru h Ketergantungan

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

(21)

Rap-Lebak yang menggambarkan kondisi saat ini (eksisting) terhadap Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang, dan hasil analisis kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders) yang menggambarkan kondisi yang diharapkan pada masa yang akan datang. Hasil gabungan yang dilakukan antara hasil analisis keberlanjutan dan analisis pemangku kepentingan diperoleh masing-masing, yaitu 23 faktor penting/pengungkit untuk Desa Sungai Ambangah, dan 23 faktor penting/pengungkit untuk Desa Pasak Piang. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 49.

Tabel 49 Faktor-faktor penting/pengungkit dari hasil analisis keberlanjutan dan analisis pemangku kepentingan berdasarkan bobotnya

Desa Analisis keberlanjutan Faktor-faktor penting/pengungkit Analisis kebutuhan pemangku kepentingan Sungai

Ambangah

1 ketersediaan modal usahatani

2 jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu 3 harga produk usahani

4 ketersediaan sarana produksi 5 keuntungan usahatani 6 produksi usahtani

7 ketersediaan kembaga keuangan mikro

8 RT petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian 9 pengendalian gulma

10 periode tergenang 11 jumlah rumah tangga petani 12 pemupukan

Pasak Piang

1 peran adat dalam kegiatan pertanian 2 harga produk usatahi

3 RT petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian

4 pola hubungan masyarakat dalam usahatani 5 ketersediaan sarana produksi

6 kandungan bahan organik tanah 7 produktivitas lahan

8 keuntungan usahatani 9 efesiensi ekonomi 10 periode tergenang

11 tingkat pendidikan formal petani 12 ketersediaan lembaga keuangan mikro

1 keterpaduan kebijakan pusat dan daerah 2 penegakan penerapan tataruang sektor

pertanian

3 dukungan lembaga riset dan PT 4 perbaikan teknis budidaya konservasi

rawa lebak lokal

5 perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana

6 penggunaan jenis unggul spesifik lokasi 7 peningkatan indeks pertanaman dan pola

tanam padi berdasarkan kondisi setempat

8 pemupukan yang rasional 9 pemeliharaan yang intensif

10 peningkatan peran lembaga penyuluhan pertanian

(22)

Selanjutnya, faktor penting/pengungkit Tabel 49 di atas, terlebih dahulu dilakukan penggabungan antara faktor penting hasil analisis keberlanjutan dan hasil analisis kebutuhan pemangku kepentingan untuk masing-masing desa. Selain dilakukan penggabungan, juga dilakukan strukturisasi berdasarkan bobot masing-masing faktor penting tersebut. Hal itu dilakukan agar diketahui urutan prioritas dari masing-masing faktor penting/pengungkit tersebut. Hasil selengkapnya sebagaimana disajikan pada Tabel 50.

Tabel 50 Penyederhanaan/penggabungan faktor-faktor penting berdasarkan prioritas untuk Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang

No Sungai Ambangah Penyederhaan/penggabungan faktor-faktor penting Pasak Piang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

ketersediaan modal usahatani (3,77)

jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu (3,05)

harga produk usahani (1,58) pemeliharaan yang intensif (1,43)

peningkatan IP dan pola tanam padi berdasarkan kondisi setempat (1,42)

perbaikan teknis budidaya konservasi RL lokal (1,31)

keterpaduan kebijakan pusat - daerah (1,25) penegakan penerapan tataruang sektor pertanian (1,21)

jumlah rumah tangga petani (0,96) dukungan lembaga riset dan PT (0,95) industri pengolahan (0,94)

pemupukan yang rasional (0,91)

peningkatan peran lembaga penyuluhan pertanian (0,73)

periode tergenang (0,72) pengendalian gulma (0,66)

penggunaan jenis unggul spesifik lokasi (0,61) perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana (0,39)

rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian (0,38)

ketersediaan kembaga keuangan mikro (0,22) keuntungan usahatani (0,21)

produksi usahtani (0,19)

1 keuntungan usahatani (1,74)

2 kandungan bahan organik tanah(1,55) 3 pola hubungan masyarakat dlm usahatani

(1,46)

4 pemeliharaan yang intensif (1,43) 5 peningkatan IP dan pola tanam padi

berdasarkan kondisi setempat (1,42) 6 peran adat dalam kegiatan pertanian (1,32) 7 perbaikan teknis budidaya konservasi rawa

lebak (1,31)

8 keterpaduan kebijakan pusat dan daerah (1,25)

9 penegakan penerapan tataruang sektor pertanian (1,21)

10 harga produk usatahi (1,20)

11 rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian (1,02)

12 dukungan lembaga riset dan PT (0,95) 13 industri pengolahan (0,94)

14 ketersediaan lembaga keuangan mikro (0,93) 15 produktivitas lahan (0,92)

16 pemupukan yang rasional (0,91) 17 tingkat pendidikan formal petani (0,90) 18 periode tergenang (0,82)

19 perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana (0,77)

20 efesiensi ekonomi (0,75)

21 peningkatan peran lembaga penyuluhan pertanian (0,73)

22 penggunaan jenis unggul spesifik lokasi (0,61)

Hasil penyederhaan/penggabungan di atas, diperoleh 21 faktor penting untuk Desa Sungai Ambangah dan 22 faktor penting untuk Desa Pasak Piang (Tabel 50). Selanjutnya dari faktor-faktor penting dimasing-masing desa tersebut, dilakukan analisis prospektif untuk mendapatkan faktor-faktor penting yang selanjutnya akan dijadikan sebagai faktor penyusun skenario untuk mendisain model pengelolaan rawa lebak berkelanjutan pada masa akan datang.

(23)

Gambar 26 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit hasil analisis

leverage dan pemangku kepentingan di Desa Sungai Ambangah

Hasil analisis prospektif berupa matriks pengelompokkan empat kuadran untuk Desa Sungai Ambangah Gambar 26, dapat diidentifikasi pengaruh dan ketergantungan faktor-faktor dalam upaya pengelolaan rawa lebak berkelanjutan.

Kuadran I (kiri atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh

kuat terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan yang rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Pada kuadran ini terdiri dari sebelas faktor; yaitu (1) keuntungan usahatani, (2) rumahtangga yang mengikuti penyuluhan pertanian, (3) ketersediaan modal usahatani, (4) peningkatan indeks pertanaman padi, (5) pengendalian gulma, (6) pemupukan yang rasional, (7) harga produk usahatani, (8) dukungan lembaga riset dan PT, (9) ketersediaan lembaga keuangan mikro, (10) lembaga penyuluh pertanian, dan (11) produksi usahatani. Kesebelas faktor pada kuadran I merupakan variabel penentu yang digunakan sebagai input di dalam sistem yang dikaji. Kuadran II (kanan atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat terhadap kinerja sistem namun mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel penghubung (stake) di dalam sistem. Hasil analisis menunjukkan, faktor dengan pengaruh kuat dan dengan ketergantungan yang tinggi tidak ditemui. Kuadran III (kanan bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi

Harga produk usahatani Ketersediaan modal

usahatani Rumah tangga petani

yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian

Keuntungan usahatani

Produksi usahatani

Jumlah rumah tangga petani Periode tergenang Pengendalian gulma Ketersediaan lembaga keuangan mikro Teknis budidaya konservasi RL Lembaga penyuluh pertanian Peningkatan indeks pertanaman padi Dukungan lembaga riset dan PT Pemeliharaan yang intensif Penggunaan jenis unggul spesifik Perbaikan sarana dan

prasarana Industri pengolahan Pemupukan yang rasional Penerapan tataruang sektor pertanian Alat pemberantasan jasad pengganggu Keterpaduan kebijakan -0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 - 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 P e n g a ru h Ketergantungan

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

(24)

terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel terkait (output) di dalam sistem. Kuadran ini hanya terdapat satu faktor, yaitu faktor keterpaduan kebijakan. Kuadran IV (kiri bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan juga rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri dari sembilan faktor, yaitu (1) jumlah rumahtangga petani, (2) periode tergenang, (3) alat pemberantasan jasad pengganggu, (4) industri pengolahan, (5) perbaikan sarana dan prasana, (6) teknis budidaya konservasi rawa lebak, (7) pemeliharaan yang intensif, (8) penggunaan jenis unggul, dan (9) penerapan tataruang sektor pertanian.

Berdasarkan hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor Gambar 26 di atas, dari 21 faktor kunci yang teridentifikasi didapatkan sebelas faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan faktor yang rendah. Kesebelas faktor tersebut perlu dikelola dengan baik dan dibuat kondisi (state) yang mungkin terjadi di masa depan untuk pengelolaan rawa lebak berkelanjutan di Desa Sungai Ambangah.

(25)

Gambar 27 Pengaruh dan ketergantungan antar faktor pengungkit hasil analisis

leverage dan pemangku kepentingan di Desa Pasak Piang

Hasil analisis prospektif berupa matriks pengelompokkan empat kuadran untuk Desa Pasak Piang Gambar 27, juga dapat diidentifikasi pengaruh dan ketergantungan faktor-faktor dalam upaya pengelolaan rawa lebak berkelanjutan.

Kuadran I (kiri atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh

kuat terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan yang rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Pada kuadran ini terdiri atas tujuh faktor; yaitu (1) dukungan lembaga riset dan PT, (2) peran adat dalam kegiatan pertanian, (3) pola hubungan masyarakat dalam usaha pertanian, (4) perode tergenang, (5) harga produk usahatani, (6) produktivitas lahan, dan (7) keuntungan usahatani. Ketujuh faktor pada kuadran I, merupakan variabel penentu yang digunakan sebagai input di dalam sistem yang dikaji. Kuadran II (kanan atas) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh kuat terhadap kinerja sistem namun mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel penghubung (stake) di dalam sistem. Pada kuadran ini terdiri atas lima faktor, yaitu (1) lembaga penyuluh pertanian, (2) efesiensi ekonomi, (3) ketersediaan lembaga keuangan mikro, (4) perbaikan sarana dan prasarana, dan (5) rumahtangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian. Kuadran III (kanan bawah) merupakan kelompok faktor

Harga produk usahatani Pola hubungan masyarakat dalam usaha pertanian Keuntungan usahatani Peran adat dalam

kegiatan pertanian

Tingkat pendidikan formal petani

Rumah tangga petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian Periode tergenang Produktivitas lahan Dukungan lembaga riset dan PT Ketersediaan lembaga keuangan mikro Efesiensi ekonomi Lembaga penyuluh pertanian Peningkatan indeks pertanaman padi Pemeilharaan yang intensif Kandungan bahan organik tanah Pengunaan jenis unggul Perbaikan sarana dan

prasarana

Industri pengolahan Pemupukan yang rasional

Penerapan tataruang sektor pertanian Teknis budidaya

konservasi RL Keterpaduan kebijakan

-0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 P enga ruh Ketergantungan

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

(26)

yang memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi terhadap keterkaitan antar faktor, sehingga digunakan sebagai variabel terkait (output) di dalam sistem. Kuadran ini terdapat empat faktor, yaitu (1) pemeliharaan yang intensif, (2) penggunaan jenis unggul, (3) penerapan tataruang sektor pertanian, dan (4) keterpaduan kebijakan. Kuadran IV (kiri bawah) merupakan kelompok faktor yang memiliki pengaruh lemah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan juga rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri atas enam faktor, yaitu (1) tingkat pendidikan formal petani, (2) peningkatan indeks pertanaman, (3) industri pengolahan, (4) teknis budidaya konservasi, (5) pemupukan yang rasional, dan (6) kandungan bahan organik tanah.

Berdasarkan hasil penilaian pengaruh langsung antar faktor Gambar 27 di atas, dari 22 faktor kunci yang teridentifikasi didapatkan tujuh faktor yang mempunyai pengaruh kuat terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan faktor yang rendah. Dan lima faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan ketergantungan yang tinggi terhadap keterkaitan antar factor. Keduabelas faktor tersebut perlu dikelola dengan baik dan dibuat kondisi (state) yang mungkin terjadi di masa depan untuk pengelolaan rawa lebak berkelanjutan di Desa Pasak Piang.

6.3 Skenario Model Pengelolaan Lahan Rawa Lebak Berkelanjutan

Pengembangan model pengelolaan lahan rawa lebak berkelanjutan dilakukan dengan analisis keberlanjutan terhadap kondisi saat ini (eksisting) dan analisis kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders). Analisis keberlanjutan dengan MDS diperoleh nilai indeks dan status keberlanjutan masing-masing dimensi. Dimensi yang digunakan untuk menilai keberlanjutan pengelolaan rawa lebak sebanyak lima dimensi keberlanjutan, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan kelembagaan. Dari kelima dimensi tersebut mencakup 37 atribut. Hasil analisis leverage, terhadap kelima dimensi keberlanjutan, diperoleh atribut-atribut sensitif yang berpengaruh dalam pengelolaan rawa lebak. Terhadap atribut-atribut sensitif tersebut, kemudian dilanjutkan dengan analisis prospektif untuk menentukan faktor-faktor penting/pengungkit yang diperkirakan akan memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem yang akan dibangun dalam upaya untuk mendisain model pengelolaan rawa lebak secara berkelanjutan.

(27)

Analisis kebutuhan pemangku kepentingan dilakukan untuk mengetahui

preferensi kebutuhan stakeholders pada masa yang akan datang. Faktor-faktor

yang menjadi kebutuhan pemangku kepentingan tersebut, kemudian dianalisis dengan analisis prospektif untuk memperoleh faktor-faktor penting/pengungkit terhadap pengelolaan rawa lebak berkelanjutan pada masa yang akan datang.

Selanjutnya faktor-faktor penting/pengungkit dari hasil analisis keberlanjutan dan analisis pemangku kepentingan digabungkan dan untuk selanjutnya dilakukan analisis prospektif, untuk memperoleh faktor-faktor penting/pengungkit yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menyusun skenario pengembangan model pengelolaan rawa lebak. Skenario yang akan dibangun, menggunakan tiga skenario yaitu skenario I, skenario II, dan skenario III, ketiganya merupakan gambaran kondisi masa depan. Pada setiap skenario-skenario tersebut, akan dilakukan beberapa perbaikan terhadap faktor-faktor penting/pengungkit yang diperoleh sebelumnya. Selanjutnya, skenario-skenario yang telah ditetapkan kemudian disimulasikan melalui analisis MDS, untuk dinilai kembali indeks dan status keberlanjutannya. Tabel 51 menggambarkan perubahan kondisi (state) pada masing-masing skenario yang akan disusun.

Tabel 51 Uraian masing-masing skenario untuk pengembangan model pengelolaan rawa lebak di Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang

Skenario Uraian

I Tetap pada kondisi saat ini dan dilakukan sedikit perbaikan melalui peningkatan skoring pada beberapa faktor penting khususnya pada dimensi yan tidak berkelanjutan

II Melakukan perbaikan melalui peningkatan skoring terhadap beberapa faktor penting pada semua dimensi, tetapi tidak maksimal

III Melakukan perbaikan melalui peningkatan skoring terhadap beberapa faktor penting pada semua dimensi, secara maksimal

Perbaikan terhadap faktor-faktor penting melalui ketiga skenario, dilakukan dengan cara meningkatkan nilai skor terhadap atribut sensitif atau faktor penting baik di Desa Sungai Ambangah maupun Pasak Piang.

Pada skenario I, dengan melakukan peningkatan nilai skor terhadap beberapa atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan dari masing-masing dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan kelembagaan. Perubahan skoring dimaksud selengkapnya pada Tabel 52.

(28)

Tabel 52 Atribut sensitif masing-masing dimensi yang dinaikkan pada skenario I untuk Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang

No Atribut sensitif/Faktor penting

Skoring

Saat ini (eksisting) Skenario I

Sui Ambangah Pasak Piang Sui Ambangah Pasak Piang Dimensi ekologi 1. 2. Periode tergenang Produktivitas lahan 2 0 2 1 1. 2. 3. 4. Kandungan BO tanah Produktivitas lahan Periode tergenang Penggunaan pupuk 2 0 2 0 2 1 2 1 Dimensi ekonomi 1. 2. 3. 4. 5.

Harga produk usahatani Ketersediaan sarana produksi Keuntungan usahatani Produksi usahatani

Ketersediaan modal usahatani

2 0 0 0 1 2 1 0 0 1 1. 2. 3. 4. Harga produk UT

Ketersediaan sarana produksi Keuntungan UT Efesiensi ekonomi 2 0 0 2 2 1 0 2 Dimensi sosial budaya

1. 2. 3.

Pola hub. Masyarakat dlm pertanian RT petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian Jumlah RT petani 1 0 0 1 1 0 1. 2. 3. 4. 5 6.

Peran adat dlm kegiatan pertanian RT petani yg pernah mengikuti penyuluhan pertanian

Pola hub. Masyarakat dlm pertanian Jumlah RT petani

Tingkat pendidikan formal petani Intensitas konflik 2 0 1 0 1 0 2 1 1 0 1 0 Dimensi teknologi 1. 2. 3.

Jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu Pengendalian gulma Pemupukan 1 1 1 1 1 2 1. 2. 3.

Jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu

Ketersediaan mesin pompa air Ketersediaan mensin pasca panen

1 0 0 1 1 0 Dimensi kelembagaan 1. 2. 3.

Ketersediaan lembaga keuangan

mikro

Keberadaan petugas penyuluh

lapangan

Keberadaan lembaga sosial

0 0 2 1 1 2 1. 2.

Ketersediaan lembaga keuangan

mikro

Keberadaan lembaga sosial

0 2

1 2 Sumber: Hasil Olahan

Hasil perubahan nilai skor pada beberapa dimensi keberlanjutan di skenario I Tabel 52, selanjutnya dianalisis kembali dengan menggunakan Rap-Lebak, untuk mengetahui peningkatan indeks keberlanjutan yang telah disusun. Pada skenario I, untuk Desa Sungai Ambangah atribut yang dinaikkan nilai skornya terdiri atas: produktivitas lahan, ketersediaan sarana produksi, rumah

(29)

tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, pemupukan, ketersediaan lembaga keuangan mikro, dan ketersediaan petugas penyuluh pertanian. Sedangkan untuk Desa Pasak Piang, atribut yang dinaikkan nilai skornya terdiri atas: produktivitas lahan, penggunaan pupuk, ketersediaan sarana produksi, rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, ketersediaan mesin pompa air, dan ketersediaan lembaga keuangan mikro.

Hasil analisis menggunakan Rap-Lebak Tabel 53, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai indeks keberlanjutan dari masing-masing dimensi, baik untuk Desa Sungai Ambangah maupun Pasak Piang. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 53.

Tabel 53 Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan rawa lebak untuk Desa Sungai Ambangah dan Pasak Piang pada skenario I

No Dimensi

Nilai indeks (%)

Eksisting Skenario I Selisih

Sui Ambangah Pasak Piang Sui Ambangah Pasak Piang Sui Ambangah Pasak Piang 1 Ekologi 39,55 45,36 45,29 54,00 5,74 8,64 2 Ekonomi 35,04 24,20 54,43 44,54 19,39 20,34 3 Sosial Budaya 43,89 48,30 48,39 55,82 4,50 7,52 4 Teknologi 37,53 28,92 42,30 40,33 4,77 11,41 5 Kelembagaan 54,82 52,19 56,74 56,78 1,59 5,37 6 Gabungan 45,40 44,92 47,59 50,01 2,19 5,09

Sumber: Hasil olahan

Pada skenario II, dengan melakukan peningkatan nilai skor terhadap beberapa atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan masing-masing dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan kelembagaan baik di Desa Sungai Ambangah maupun Pasak Piang. Untuk Desa Sungai Ambangah atribut yang dinaikkan skornya terdiri atas: produktivitas lahan, ketersediaan sarana produksi, rumah tangga petani yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian, jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu, pengendalian gulma, dan keberadaan petugas penyuluh pertanian. Sedangkan untuk Desa Pasak Piang, atribut yang dinaikkan nilai skornya terdiri atas: produktivitas lahan, penggunaan pupuk, ketersediaan sarana produksi, jumlah alat pemberantasan jasad pengganggu, ketersediaan mesin pasca panen, dan ketersediaan lembaga keuangan mikro. Perubahan skoring dimaksud selengkapnya pada Tabel 54.

Gambar

Gambar 12 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi  keberlanjutan dimensi ekologi (b) di rawa lebak Desa Pasak Piang
Gambar  16 Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi  keberlanjutan dimensi sosial budaya (b) di rawa lebak Desa Pasak Piang
Gambar 17  Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi  keberlanjutan dimensi teknologi (b) di rawa lebak Desa Sungai Ambangah
Gambar 18  Indeks dan status keberlanjutan (a), dan atribut sensitif yang mempengaruhi  keberlanjutan dimensi teknologi (b) di rawa lebak Desa Pasak Piang
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Dalam menentukan kegiatan anak telah sesuai dengan indikator perkembangan anak usia dini. Penggunaan metode pembelajaran yang sudah sesuai dengan tingkat

akhir pekan lalu berhasil rebound 3% tutup di Rp1485. Selama sepekan harga sahamnya menguat  7%.  Penguatan  harga  sahamnya  terutama  dipicu  kondisi  pasar 

Mengingat Kota Tarutung merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana gempa, maka selain perlunya evaluasi terhadap bangunan yang telah ada,

Peta Sebaran Penduduk Terdampak Banjir di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan ft U-INSPIRE Indonesia.. Peta Sebaran Penduduk Terdampak Banjir di Kota Banjarbaru

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku pre hospital orang tua dalam penanganan kejang demam pada balita di Posyandu

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan pada penelitian ini didapat bahwa hasil kehalusan permukaan paling baik di single nozzle pada penelitian ini adalah pada

Value at Risk (VaR) didefinisikan sebagai nilai estimasi besarnya kerugian maksimal yang mungkin terjadi pada periode tertentu dengan tingkat keyakinan tertentu dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi yang terdiri dari faktor higienis dan faktor motivator berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dan faktor higienis