• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemotongan Teks

Pemotongan teks merupakan proses pemilahan teks yang secara sintaktik membuat kata yang saling berhubungan menjadi anggota dari frase yang sama (Sang & Buchholz 2000). Keanggotan hasil pemotongan teks hanya dapat dimiliki oleh satu anggota pemotongan teks, sehingga hasil pemotongan teks tidak bisa saling overlap. Berikut ini adalah representasi pemotongan teks pada sebuah kalimat.

[NP Petani] [VP menggunakan] [NP orang-orangan sawah] [PP sebagai] [NP pengusir] [NP hama]

Pemotongan teks direpresentasikan sebagai sekumpulan kata di dalam tanda kurung. Kata setelah tanda kurung buka merupakan tipe pemotongan teks. Tipe-tipe pemotongan teks dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. NP (Kata Benda) 2. VP (Kata Kerja)

3. ADVP (Kata Keterangan) dan ADJP (Kata Sifat) 4. PP (Kata Sambung)

2.2. Jenis Sistem Pemotongan Teks

Berbagai jenis sistem pemotongan teks yang sudah diimplementasikan menghasilkan beberapa hasil yang berbeda (Sang & Buchholz 2000). Algoritme pemotongan teks ini dibagi ke dalam 4 kelompok:

1. Sistem berbasiskan aturan (rules) 2. Sistem berbasiskan memori 3. Sistem statistik

4. Sistem kombinasi

Sistem yang berbasiskan aturan-aturan (rules) telah diimplementasikan dengan banyak cara, salah satunya yang menghasilkan hasil yang paling baik adalah aplikasi yang menggunakan aturan-aturan transformation-based. Sistem berbasiskan aturan yang paling banyak dikembangkan adalah sistem yang

(2)

menggunakan aturan context-sensitive dan context-free untuk menransformasi part-of-speech (POS) ke dalam pemotongan teks.

Penelitian lainnya melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan pelatihan dengan berbasiskan memori. Penelitian ini menghasilkan nilai metrik termodifikasi berbeda yang diaplikasikan ke dalam part-of-speech (POS) yang hanya berupa informasi saja mampu bekerja lebih baik. Sistem pemotongan teks yang banyak diimplementasikan adalah yang berbasiskan metode statistik, seperti model Markov dan machine learning.

Sistem kombinasi merupakan kombinasi antara ketiga sistem sebelumnya. Beberapa contoh dari sistem ini adalah penggunaan Weighted Probability Distribution Voting (WPDV) untuk mengombinasikan hasil dari 4 WPDV pemotongan teks dan pemotongan teks yang berbasiskan memori. Performa yang paling baik dari keseluruhan jenis algoritme pemotongan teks adalah sistem kombinasi yang menggunakan metode support vector machine untuk menglasifikasi dan memprediksi pasangan-pasangan hasil pemotongan teks yang unik. Hasil dari klasifikasi tersebut akan dikombinasikan dengan algoritme dynamic programming. Nilai urutan dari teknik tersebut mampu mencapai nilai 93.48 dengan nilai precision 93.45%, dan recall 93.51%.

2.3. Analisis Frase

Frase merupakan sekumpulan kata benda atau kata kerja yang jika disatukan akan memiliki arti berbeda dengan kata dasarnya. Dengan definisi tersebut, maka dalam suatu peringkasan teks, frase jangan sampai teringkas karena akan menyebabkan arti yang berbeda. Makna dari hasil peringkasan pun bisa menjadi tidak mencerminkan isi sesungguhnya dari dokumen tersebut.

Phrase Recognizer merupakan suatu fungsi untuk mencari frase yang memiliki arti dari kalimat x berdasarkan kriteria optimal di bawah ini.

) , ) , ( , ) , (( |) ( max arg ) ( x y y k e s k e s score Y y x P y x ∑ ∈ ∈ ⊆ = ℜ

Mekanisme analisis frase yang dilakukan oleh Xavier Carreras dan Lluis Marquez (2005) dideskripsikan dengan jika terdapat kalimat x, identifikasi frase y dalam x: R : X  Y. Diasumsikan terdapat dua komponen dalam fungsi ini yang

(3)

digunakan untuk pelatihan analisis frase. Pertama diasumsikan dalam fungsi P diberikan kalimat x, identifikasi setiap set kata dalam kalimat tersebut untuk menjadi kandidat frase dengan mengesampingkan arti kata dari setiap kandidat frase tersebut. Langkah kedua akan memberikan nilai kepada frase-frase yang memiliki makna dari kalimat.

2.4. Recall and Precision

Temu-kembali informasi mempunyai dua peubah untuk mengukur tingkat relevansi dari hasil yang ditemu-kembalikan. Recall merupakan peubah yang digunakan sistem temu-kembali informasi untuk membandingkan dokumen relevan yang ditemu-kembalikan dengan seluruh dokumen relevan dalam koleksi, sedangkan precision merupakan peubah untuk membandingkan dokumen relevan yang ditemu-kembalikan dengan seluruh dokumen yang telah ditemu-kembalikan (Baeza-Yates & Riberio-Neto 1999).

Untuk koleksi dokumen yang besar dan tidak terurut dengan baik, kedua peubah tersebut sulit digunakan. Nilai precision sangat tergantung pada keterurutan dokumen yang ditemu-kembalikan. Semakin terurut dokumen tersebut, semakin tinggi nilai precision (sama dengan satu).

2.5. Pre-proses Dokumen

Pre-proses dokumen merupakan sekumpulan proses operasi teks yang merupakan inisialisasi awal dari proses implementasi sistem temu-kembali informasi (Baeza-Yates & Riberio-Note 1999). Proses operasi teks tersebut dapat dibagi ke dalam lima proses utama, yang pertama dilakukan adalah analisis leksikal terhadap dokumen. Analisis leksikal adalah analisis penggunaan terhadap karakter angka, tanda kutip, tanda penghubung, dan penggunaan huruf besar dan kecil.

Tahap yang kedua adalah proses penghilangan kata buang. Contoh dari kata buang ini adalah nanti, sehingga, sementara, dan lain-lain. Tahap yang ketiga yang merupakan tahap opsional, karena tidak setiap proses temu-kembali memerlukan tahap ini, yaitu proses stemming. Proses stemming ini merupakan proses pembentukan kata dasar dari kata berimbuhan dan bersisipan.

(4)

Proses selanjutnya adalah melakukan pengindeksan untuk kata-kata yang telah melewati proses penghilangan kata buang dan stemming. Pada tahap ini juga akan dianalisis kesemantikan dari suatu kata. Tahap terakhir adalah melakukan pengkategorisasian kata atau istilah dari hasil pemrosesan pada tahap-tahap sebelumnya.

2.6. Pembobotan

Pembobotan istilah/kata dalam sistem temu kembali informasi digunakan untuk menghitung bobot dari suatu istilah/kata, baik yang terdapat dalam dokumen, maupun dalam kueri (Baeza-Yates & Riberio-Note 1999). Hasil dari pembobotan ini dapat digunakan untuk melakukan pemeringkatan istilah/kata yang sering muncul dalam suatu kluster dokumen pelatihan, sehingga hasil pencarian berdasarkan kueri yang diketikkan dapat tertemu-kembalikan secara berurut dari yang paling relevan (nilai pembobotan tertinggi) sampai ke yang kurang relevan dari sisi sistem. Dengan menggunakan pembobotan istilah/kata, penemuan kembali informasi yang relevan dengan kueri menjadi lebih akurat.

Terdapat dua langkah untuk menghitung bobot suatu istilah/kata. Langkah pertama adalah penghitungan term frequency (tf), yaitu penghitungan frekuensi kemunculan suatu istilah/kata dalam cluster dokumen pelatihan, dengan rumus:

tf(t,d) = occ(t,d) / occ(tmax,d),

dengan occ(t,d) adalah kemunculan istilah/kata t dalam dokumen d, dan occ(tmax,d) merepresentasikan kemunculan kata/istilah tertinggi dalam dokumen d.

Langkah kedua adalah penghitungan inverse document frequency (idf), yaitu mengukur inverse frekuensi suatu kata/istilah yang terdapat pada dokumen di dalam koleksi pelatihan (cluster document). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan suatu kata/istilah yang sering muncul pada banyak dokumen dalam koleksi, tidak dapat digunakan untuk membedakan dokumen yang relevan dengan yang tidak relevan. Penghitungan idf dilakukan dengan rumus:

idf(t,d) = log (N / n(t)),

dengan N adalah banyak dokumen dalam koleksi, dan n(t) adalah banyak dokumen dalam koleksi yang memiliki kata/istilah t. Setelah mendapatkan nilai tf

(5)

dan idf, kemudian dilakukan penghitungan pembobotan istilah/kata (weight), yaitu:

weight(t,d) = tf(t,d) * idf(t),

dengan weight(t,d) adalah bobot kata/istilah t dalam dokumen d (Salton & McGill 1983).

2.7. Stemming

Stemming merupakan suatu teknik untuk mereduksi suatu kata untuk mendapatkan kata dasarnya (Paice & Husk 1980). Kata yang terkena reduksi adalah kata-kata yang memiliki imbuhan. Untuk beberapa kasus, banyak sekali variasi kata dalam Bahasa Indonesia yang seperti memiliki imbuhan, namun sebenarnya imbuhan tersebut tidak terkategorikan sebagai imbuhan dalam kata. Dalam kasus seperti ini, algoritme stemmer tidak boleh mereduksi kata tersebut, karena akan menghilangkan makna dari kata tersebut. Sebagai contoh, kata-kata tersebut adalah, “mekar”, “teralis”, atau “bukan”.

Terdapat beberapa algoritme stemming yang memiliki perbedaan dari sisi performa dan akurasi, dan bagaimana beberapa rintangan atau permasalahan dalam stemming tersebut dapat teratasi. (Baeza-Yates & Riberio-Note 1999) Jenis algoritme pertama adalah algoritme table lookup (brute force). Algoritme ini memiliki tabel relasi antara kata dasar dan kata berimbuhan. Proses stemmingnya dilakukan dengan melakukan kueri ke dalam tabel, jika kata berimbuhan tersebut ditemukan, maka kata dasar yang berelasi akan ditemu-kembalikan.

Jenis algoritme kedua adalah affix removal yang berbasiskan aturan-aturan dalam stemmernya. Salah satu algoritme yang terkenal adalah Algoritme Porter. Algoritme ini melakukan pembuangan morfologi biasa dan akhiran infleksional dari kata-kata dalam Bahasa Inggris. Pemikiran utamanya adalah algoritme ini merupakan bagian dari proses normalisasi istilah yang biasa dilakukan ketika melakukan pemrosesan awal sistem Temu-kembali Informasi (Porter 1980).

Successor variety merupakan jenis algoritme stemming ketiga yang prosesnya berdasarkan penentuan batas morfem. Algoritme ini menggunakan pengetahuan (knowledge) linguistik yang struktural. Jenis algoritme stemmer yang terakhir adalah N-grams stemming, yang menggunakan identifikasi digrams dan

(6)

trigrams. Algoritme ini lebih sering melakukan prosedur pengelompokan istilah (clustering) daripada stemming-stemming yang lainnya.

2.8. Graf

Suatu graf adalah pasangan terurut (V,E) dengan V adalah himpunan berhingga dan tak kosong dari elemen-elemen graf yang disebut simpul (node, vertex) dan E adalah himpunan pasangan tak terurut dari simpul-simpul berbeda di V (Foulds 1992). Setiap {p,q} ∈ E (dengan p,q ∈ V) disebut sisi (edge) dan dikatakan menghubungkan simpul-simpul p dan q. Misalkan diberikan graf G = (V,E).

1. Jika e = {p,q} ∈ E maka p dan q masing-masing dikatakan incident dengan e.

2. Jika e = {p,q} ∈ E maka p dikatakan adjacent dengan q, dan sebaliknya. Himpunan simpul yang adjacent dengan v dinyatakan dengan Ґ(v).

3. Jika e = {p,q} ∈ E dan e’ = {p,r} ∈ E maka sisi-sisi e dan e’ dikatakan adjacent karena mempunyai simpul sekutu (“vertex common”), yaitu p. Suatu multigraf adalah pasangan terurut (V,E) dengan V adalah himpunan berhingga dan tak kosong dari simpul-simpul dan E adalah himpunan pasangan tak terurut dari simpul-simpul berbeda di V dan pengulangan diperbolehkan. Graf juga bisa diidentifikasikan memiliki arah/digraf (directed graph) jika pasangan terurut (V,A), dengan V adalah himpunan tak kosong dan hingga dan A adalah himpunan pasangan terurut elemen-elemen berbeda di V. Elemen dari A biasa disebut arc (sisi berarah). Jika (u,v) suatu arc pada suatu digraph, maka v dikatakan predecessor dari v, dan v disebut successor dari u.

Suatu graf G = (V,E) atau digraf D = (V,A) dikatakan terboboti jika terdapat fungsi w: E  R atau w: A  R (dengan R himpunan bilangan real) yang memadamkan setiap bilangan real (yang disebut bobot) untuk setiap sisi di E (atau A). Setiap bobot w (uv) dengan uv ∈ E atau uv ∈ A biasa dituliskan dengan wuv. 2.9. Knowledge Graph

Komposisi knowledge graph pada prinsipnya terdiri atas konsep dan relasi. Konsep dalam knowledge graph bisa dinyatakan sebagai simpul (node, vertexs),

(7)

token (simbol, tanda, karakteristik, dan sebagainya), atau sebagai tipe (Zhang & Hoede 2002). Knowledge graph ini dapat dibedakan dalam 3 hal seperti berikut: 1. Simbol menandakan adanya sebuah konsep dan dapat disejajarkan dengan

fungsi argumen dalam logika.

2. Tipe digunakan untuk memberikan nama pada sebuah konsep yang umum. 3. Pemberian contoh digunakan untuk menambahkan model atau contoh untuk

memperjelas sebuah konsep. 2.10. Interpretasi Knowledge Graph

Hasil analisis teks pada teori knowledge graph untuk satu persoalan yang sama bisa memberikan hasil yang berbeda (Ikhwati 2007). Hal ini disebabkan adanya perbedaan interpretasi yang bersifat subjektif. Oleh karena itu, untuk memerkecil perbedaan tersebut diperlukan tambahan informasi yang berupa background knowledge serta kemampuan analisis teks yang cukup baik.

2.11. Arti Imbuhan dalam Bahasa Indonesia

Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan atau menambahkan beberapa komponen yang berbeda. Beberapa imbuhan dalam Bahasa Indonesia dapat mengubah arti dari suatu kata. Selain mengubah arti dari suatu kata, penambahan imbuhan juga mampu mengubah sifat dari suatu kata.

Beberapa imbuhan dalam Bahasa Indonesia beserta arti dari penambahan imbuhan tersebut disebutkan di bawah ini: (Chaer 2006)

1. ber- : menambah prefiks ini akan membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks "ber-" adalah untuk menunjukkan bahwa subjek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu.

2. me-, meng-, menge-, meny-, mem- : menambah salah satu dari prefiks ini akan membentuk verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat adalah pelaku, bukan tindakan atau objek

(8)

tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu.

3. di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks "me-." Prefiks "me-" menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks "di-" menunjukkan tindakan pasif, di mana tindakan atau objek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku.

4. pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya.

5. ter- : Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.

 Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah).

 Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural).

6. se- : menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah sebagai berikut:

 untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa Inggris)

 untuk menyatakan seluruh atau segenap

(9)

 untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama atau menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu

7. -an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya.

8. -i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan perulangan, pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau objek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat pengaruh dari perbuatan tersebut. Sufiks ini pun menunjukkan di mana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan.

9. -kan : menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab, proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke bagian lain dalam kalimat.

10. -kah : menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat.

11. -lah : sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi.

12. ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. Konfiks ini memiliki beberapa arti seperti di bawah ini:

 membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar

 membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal  membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan

(10)

 membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan.

13. pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat.

14. per-an : menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik.

15. se - nya : Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).

16. -nya : ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya. Contoh: rupanya, biasanya.

17. -nya, -ku, -mu : satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.

Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk (bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan majalah berita.

(11)

2.12. Peringkasan Teks

Peringkasan teks automatis merupakan suatu usaha untuk melakukan peringkasan terhadap dokumen. Beberapa penelitian tentang analisis kebahasaan teks tidak memerlukan kategorisasi yang mendalam dari tipe peringkasan teks yang ada. Tipe peringkasan teks tersebut dapat dibedakan sebagai berikut (Hovy et al. 1999):

1. Ekstraksi teks melakukan seleksi kalimat terhadap dokumen aslinya sementara abstraksi teks melakukan penyingkatan dan reformulasi terhadap dokumen aslinya.

2. Peringkasan generik menyajikan dari sudut pandang penulis, sementara peringkasan berbasiskan kueri lebih terfokus kepada apa yang menjadi ketertarikan pengguna.

3. Peringkasan yang informatif merefleksikan isi dari teks aslinya, menyajikan ulang argumen dalam teks, sementara peringkasan yang indikatif semata-mata hanya mengindikasikan tentang apa isi dari dokumen asli tersebut. 4. Peringkasan just-the-news hanya menyajikan fakta terbaru, meng-asumsikan

pembaca mengerti topik yang dibahas dalam dokumen tersebut, sedangkan peringkasan background lebih mengajarkan ke topik dalam dokumen tersebut.

5. Peringkasan yang netral akan berusaha untuk bersifat lebih objektif, sementara peringkasan bias mengekstraksikan dan mereformulasikan isi dokumen dari beberapa sudut pandang.

2.13. Pembentukan Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang berisi suatu “pikiran” atau “amanat” yang lengkap (Chaer 2006). Lengkap, berarti di dalam satuan bahasa yang disebut kalimat itu terdapat:

1. Unsur atau bagian yang menjadi pokok pembicaraan, yang lazim disebut dengan istilah subjek (S).

2. Unsur atau bagian yang menjadi “komentar” tentang subjek, yang lazim dengan istilah predikat (P).

(12)

3. Unsur atau bagian yang merupakan pelengkap dari predikat, yang lazim disebut dengan istilah objek (O).

4. Unsur atau bagian yang merupakan “penjelasan” lebih lanjut terhadap predikat dan subjek, yang lazim disebut dengan istilah keterangan (K). Setiap kalimat dalam struktur lahirnya (lisan/tulis) sekurang-kurangnya memiliki predikat. Dengan kata lain, jika suatu pernyataan memiliki predikat, pernyataan itu merupakan kalimat, sedangkan suatu untaian kata yang tidak memiliki predikat disebut frasa/klausa (Sugono 2009). Sementara itu menurut Chaer (2006), selain unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan setiap kalimat harus pula dilengkapi dengan unsur intonasi. Di dalam bahasa tulis intonasi kalimat ini di lambang dengan tanda baca titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!).

Berkenaan dengan unsur klausanya, terdapat beberapa jenis kalimat yang dapat dibentuk, diantaranya (Chaer 2006):

1. Kalimat sederhana

Kalimat sederhana dibentuk dari sebuah klausa yang unsur-unsurnya berupa kata atau frase sederhana. Menurut strukturnya (adanya subjek, predikat, objek, dan keterangan) sebuah kalimat sederhana dalam bahasa Indonesia memiliki pola

(1) Subjek + Predikat

(2) Subjek + Predikat + Objek

(3) Subjek + Predikat + Objek + Keterangan (4) Subjek + Predikat + Objek + Objek 2. Kalimat luas rapatan

(1) Rapatan subjek (Subjek + Predikat + Objek + Kata Sambung + Predikat + Objek)

(2) Rapatan predikat (Subjek + Predikat + Objek + Kata Sambung + Subjek + Objek)

(13)

(3) Rapatan objek (Subjek + Predikat + Objek + Kata Sambung + Subjek + Predikat)

(4) Rapatan keterangan (Keterangan + Subjek + Predikat + Objek + Kata Sambung + Subjek + Predikat + Objek)

(5) Rapatan kompleks (Subjek + Predikat + *Objek / *Subjek + Predikat + Objek / Subjek + *Predikat + Objek)

3. Kalimat luas bersisipan (Subjek + Predikat + Objek + Predikat + Objek) 4. Kalimat luas setara

Kalimat luas setara dibentuk dari dua buah klausa atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan kata penghubung ataupun tidak.

5. Kalimat luas bertingkat

Kalimat luas bertingkat dibentuk dari dua buah klausa, yang digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya.

6. Kalimat luas kompleks

Kalimat luas kompleks dibentuk dari tiga klausa atau lebih yang kedudukan klausa-klausanya itu merupakan campuran dari struktur kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat.

7. Kalimat elips

Kalimat elips adalah kalimat yang dibentuk dari sebuah klausa yang tidak lengkap. Klausa dalam kalimat elips ini mungkin tidak bersubjek, mungkin tidak berpredikat, dan mungkin juga tidak mempunyai subjek dan predikat; yang ada hanya keterangan saja.

2.14. Dynamic-Link Library

Dynamic-link library (DLL) adalah sebuah modul yang terdiri atas fungsi-fungsi dan data yang bisa digunakan oleh modul lain (aplikasi atau DLL) (Microsoft 2009). Sebuah DLL bisa mendefinisikan dua jenis fungsi, yaitu exported dan internal. Fungsi exported diperuntukkan untuk dipanggil oleh modul

(14)

lain, sebaik jika dipanggil dari DLL yang didefinisikan. Fungsi internal biasaya diperuntukkan untuk dipanggil hanya dari DLL yang didefinisikan. DLL memberikan solusi untuk memodulasikan aplikasi sehingga fungsi-fungsi di dalamnya bisa diperbaharui dan digunakan kembali dengan lebih mudah. DLL juga membantu aplikasi dalam mengurangi kelebihan beban memori ketika beberapa aplikasi menggunakan fungsi yang sama pada satu waktu, karena meskipun setiap aplikasi menerima salinan dari data DLL, aplikasi bersama-sama menggunakan DLL tersebut (share).

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi IDS pada server menggunakan jejaring sosial (facebook, twitter, dan whatsapp) sebagai media notifikasi memudahkan administrator dalam mengidentifikasi

Konsep kepentingan nasional digunakan untuk mengungkap sejauh mana Jepang dapat mencapai kepentingan nasionalnya, yang dalam hal ini terkait dengan pencapaian economic

Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Corporate Social Responsibility (Csr) Sebagai Variabel Intervening ( Studi Empiris pada Perusahaan

M embaca merupakan salah satu kemampuan dasar yang perlu di miliki siswa untuk dapat memasuki dunia belajar. Keberhasilan membaca pada siswa sekolah dasar ikut

Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview Hasil dari studi evidence base ini menggambarkan bahwa persepsi perawat tentang faktor yang meningkatkan

Kesimpulan yang diperoleht dari penelitian ini adalah telah dibuat peta Smart City berdasarkan enam indikator Smart City yang memvisualisasikan kemiripan data

Penelitian terhadap bangunan Gereja Santa Perawan Maria akan dilakukan secara deskriptif dan eskploratif, sehingga penelitian ini dibatasi hanya pada gaya bangunan gereja dan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk karakter kualitatif, hampir semua karakter yang diamati pada hibrida cabai besar IPB yang dievaluasi tidak berbeda dengan