• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia merupakan aset vital organisasi karena perannya dalam implementasi strategi sangat penting yaitu sebagai subjek pelaksana dari strategi organisisasi. Sumber daya manusia ini adalah orang-orang yang ada di dalam organisasi yang berkaitan langsung dengan pekerjaanya di dalam organisasi. Mempunyai sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional merupakan harapan organisasi, bagi organisasi yang memiliki hal tersebut akan dapat mencapai kinerja yang optimal sesuai yang dinginkan organisasi, baik oleh karyawan individu maupun kelompok (teamwork) dalam organisasi oleh karena itu tujuan akan dapat dicapai dan diwujudkan.

Kesehatan bagi masyarakat telah menjadi suatu kebutuhan yang utama. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat akan nilai- nilai kesehatan. Hal ini menjadikan lembaga kesehatan dituntut untuk meningkatkan kualitas akan pelayanan jasa kesehatan yang lebih baik.

Salah satu lembaga kesehatan adalah rumah sakit. Fungsi rumah sakit dewasa ini bertambah kearah pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan berkembangnya ilmu dan teknologi. Baik dalam upaya penyembuhan bagi konsumen yang sedang sakit maupun bagi konsumen yang membutuhkan konsultasi kesehatan dan upaya pencegahan serta peningkatan kesehatan.

(2)

2

Di dalam rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009, ditegaskan bahwa pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan pasal 28 H Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang antara lain diatur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Selanjutnya disebutkan bahwa dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Berbagai kebijakan di bidang kesehatan telah ditetapkan yang salah satunya pengembangan didang sarana rumah sakit. Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangan melalui rencana pembangunan dibidang kesehatan.

Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan masyarakat, berfungsi melayani masyarakat secara luas dalam bentuk jasa untuk mencapai sasaran yang diinginkan manajemen, rumah sakit menuntut karyawan untuk meningkatkan kinerjanya. Pasien yang datang baik untuk pelayanan rawat inap atau pun rawat jalan akan memperikan respon yang positif terhadap pelayanan pegawai yang baik, maka mampu meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit. Hasil akhir dari keberhasilan pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari tingkat Bed Occupancy Rate (BOR). Semakin tinggi tingkat BOR yang di capai rumah sakit, dapat dijadikan indikator untuk menilai kinerja karyawan dalam melaksanakan pengobatan maupun perawatan pasien.

(3)

3

Kelangsungan rumah sakit di masa mendatang akan bergantung pada kemampuannya untuk memberikan respon terhadap kebutuhan konsumen melalui pelayanan yang berkulitas. Peningkatan kualitas pelayanan sebuah rumah sakit sangat penting diperhatikan, terutama dalam masa sekarang ini dimana persaingan antar rumah sakit berjalan ketat. Untuk mencapai pelayanan yang berkualitas setidaknya dibutuhkan kinerja yang baik di dalam rumah sakit yang bersangkutan. Kenerja yang baik ini merupakan tanggung jawab dari seluruh pihak yang ada di dalam rumah sakit, termasuk para karyawan dimana mereka berhubungan dan bersinanggungan langsung dengan para konsumen.

Mas’ud (2002) menyatakan bahwa karyawan adalah asset penting bagi perusahaan (organisasi). Keberadaan asset ini adalah fakta bila SDM merupakan bagian integral dari organisasi, sehingga segala masalah yang terkait dengan SDM di organisasi harus dipecahkan dengan baik dan benar. Douglas (1996) menjelaskan bahwa perusahaan membutuhkan karyawan yang mampu bekerja lebih baik dan lebih cepat, maka diperlukan karyawan yang mempunyai kinerja (Job Performance) yang tinggi. Berbagai cara ditempuh untuk meningkatkan kinerja pegawai misalnya melalui pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi dan motivasi serta menciptakan lingkungan kinerja yang baik.

Setiyawan dan Waridin (2006) kinerja karyawan merupakan hasil atau prestasi kerja karyawan yang dinilai dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang ditentukan oleh pihak organisasi. Kinerja yang baik adalah kinerja yang optimal, yaitu kinerja yang sesuai dengan standar organisasi dan mendukung tercapainya tujuan organisasi. Organisasi yang baik adalah organisasi yang berusaha meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya, karena hal tersebut merupakan faktor kunci untuk meningkatkan kinerja karyawan. Peningkatan kinerja

(4)

4

karyawan akan membawa kemajuan bagi perusahaan untuk dapat bertahan dalam suatu persaingan lingkungan bisnis yang tidak stabil oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan merupakan tantangan manajemen yang paling serius karena keberhasilan untuk mencapai tujuan dan kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada kualitas kinerja sumber daya manusia yang ada didalamnya.

Mengingat pentingnya kinerja karyawan dalam mencapai kinerja organisasi, maka perlu dikaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja karyawan untuk menunjang keberhasilan rumah sakit dikemudian hari. Upaya dalam peningkatan kinerja karyawan menuntut peran maanajemen dalam melakukan pendekatan kepemimpinan yang efektif, bahwa keberhasilan rumah sakit sangat tergantung pada kemampuan pemimpinnya. Dengan kemampuan yang dimilikinya pemimpin dapat mempengaruhi pegawainya untuk melakukan pekerjaaanya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Kemudian dalam mengantisipasi permasalahan diperlukan seorang pemimpin yang dapat meliihat kondisi dan kebutuhan karyawan (Porte-Lawller, dalam Steers RM 2006). Dan dibuthukan seorang pemimpin yang bisa mengerti perilaku organisasi yang sedang dihadapinya dengan demikina ia mampu membawa organisasinya mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama melalui pencapaian visi organisasi. Steers (Saribu, 2006)

Gibson (1987) menyatakan ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. Faktor pertama adalah faktor individu, seperti kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. Kedua adalah faktor psikologis, seperti persepsi, peran, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja. Faktor ketiga adalah faktor organisasi, seperti struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan dan sistem penghargaan. Dari pernyataan Gibson tersebut menjelaskan bahwa

(5)

5

faktor psikologis kepuasan kerja dan faktor organisasi seperti budaya organisasi, akan berpengaruh terhadap kinerja.

Keberhasilan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawannya. Kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan (Dessler, 1992). Setiap perusahaan akan berusaha untuk selalu meningkatkan kinerja karyawannya demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Berbagai cara bisa ditempuh perusahaan dalam meningkatkan kinerja karyawannya diantaranya dengan mewujudkan kepuasan kerja karyawan melalui budaya organisasi dan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan harapan karyawan.

Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relative yang dapat diindentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006). Akibat terjadinya interaksi dengan karakteristik masing-masing serta banyak kepentingan yang membentuk gaya hidup, pola perilaku, dan etika kerja, yang kesemuanya akan mencirikan kondisi suatu organisasi. Dengan demikian setiap individu dalam organisasi tidak lepas dari hakekat nilai-nilai budaya yang dianutnya, yang akhirnya akan bersinergi dengan perangkat organisasi, teknologi, sistem, strategi dan gaya hidup kepemimpinan. Dengan demikian pola interaksi sumber daya manusia dalam organisasi harus diseimbangkan dan diselaraskan agar oganisasi dapat tetap eksis.

Budaya organisasi (corporate culture) sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi maka anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi lain (Warididn dan Masrurukhin ,2006).

(6)

6

Untuk mengelola dan mengendalikan berbagai fungsi subsistem dalam organisasi agar tetap konsisten dengan tujuan organisasi dibutuhkan seorang pemimpin karena pemimpin merupakan bagian penting dalam peningkatan kinerja para pekerja (Bass,1994 dalam Cahyono 2005).

Disamping itu kemampuan pemimpin dalam menggerakan dan

memberdayakan karyawannya akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Perubahan lingkungan dan teknologi yang cepat meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh organisasi, hal ini memunculkan kebutuhan

organisasi terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan

mengembangkan usaha-usaha bawahan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi dalam membangun organisasi menuju high performance (Harvey dan Brown, 1996, dalam Cahyono, 2005). Perilaku pemimpin mempunyai dampak signifikan terhadap sikap, perilaku dan kinerja pegawai. Efektivitas pemimpin dipengaruhi oleh karakteristik bawahannya dan terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Ketidak berhasilan pemimpin dikarenakan pemimpin tidak mampu menggerakan dan memuaskan karyawan pada suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu. Tugas pimpinan adalah mendorong bawahan supaya memiliki kompetensi dan kesempatan berkembang dalam mengantisipasi setiap tantangan dan peluang dalam bekerja (Lodge dan Derek, 1992).

Hani Handoko (2001) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan atas sesuatu pekerjaan. Kepuasan kerja berkaitan erat antara sikap pegawai terhadap berbagai faktor dalam pekerjaan, antara lain: situasi kerja, pengaruh sosial dalam kerja, imbalan, dan kepemimpinan, serta faktor lain. Kepuasan kerja merupakan sikap umum seseorang individu terhadap pekerjaannya (Wexley da Yulk, 1992)

(7)

7

Gibson et al (1995), mengemukakan tugas manajemen sumber daya manusia berkisar pada upaya mengelola unsur manusia dengan potensi yang dimiliki maka dapat diperoleh sumber daya manusia yang puas (satisfied) dan memuaskan (satisfactory) bagi organisasi. Salah satu tujuan bekerja adalah memperoleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja berkaitan erat antara sikap pegawai terhadap berbagai faktor dalam pekerjaan, antara lain: situasi kerja, pengaruh sosial dalam kerja, imbalan dan kepemimpinan serta faktor lain. (Lodge & Derek, 1992, dalam Waridin & Masrukhin, 2006). Orang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan (discrepancy) antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan. Meskipun terdapat perbedaan akan tetapi kalau perbedaan tersebut positif maka orang atau pegawai akan merasa puas, demikian juga sebaliknya. Pegawai merasa puas bila mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan. Makin besar kebutuhannya yang terpenuhi akan semakin puas, begitu sebaliknya.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Pada dasarnya makin positif sikap kerja makin besar pula kepuasan kerja, untuk itu berbagai indikator dari kepuasan kerja perlu memperoleh perhatian khusus agar pekerja dapat meningkatkan kinerjanya. Pada umumnya seseorang merasa puas dengan pekerjaanya karena berhasil dan memperoleh penilaian yang adil dari pemimpinnya.

Keberhasilan pelaksanaan budaya kerja antara lain dapat di lihat dari peningkatan tanggung jawab, peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada norma/aturan, terjalin komonikasi dan hubungan yang harmonis dengan semua tingkatan, peningkatan partisipasi dan kepedulian dari pegawai, peningkatan kesempatan untuk pemecahan masalah serta berkurangnya tingkat kemungkinan dan keluhan oleh pegawai. Rumah Sakit Sumber Hidup

(8)

8

Ambon didapat fakta bahwa karyawan sering meninggalkan tugas pada saat jam kerja, pulang sebelum jam kerja habis, tingkat kehadiran karyawan dirumah sakit yang haya rata-rata 75% (bagian kepegawaian Rumah Sakit Sumber Hidup Ambon) dan beban kerja tidak merata. Disamping itu didapatkan juga sebagian karyawan di Rumah Sakit Sumber Hidup Ambon yang sebelumnya bekerja sebagai asisiten dokter paktek, dan sebagian lagi karyawan yang baru diangkat menjadi pegawai dengan pengalaman rumah sakit tidak ada, dan belum lagi sorotan dari masyarakat tentang kurang baiknya pelayanan yang diberikan para karyawan.

Hal ini disebabkan karena kurang terciptanya hubungan yang baik antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain, dengan demikian budaya organisasi di rumah sakit tidak bisa dikembagkan secara positif, maksudnya budaya kerja yang mendukung pencapaian visi, misi dan tujuan dari organisasi tersebut. Oleh karena itu perluh dilakukan perubahan dalam organisasi tersebut, dengan melakukan perubahan budaya positif baik etika, sikap perilaku maupun cara pandang individu, yang berkembang menjadi tabiat kelompok indivisu (dari atasan hingga bawahan) maka akan membentuk perubahaan kerja budaya yang positif.

Budaya kerja melayani beriorientasi tindakan dan sikap serta perilaku kepada kepentingan orang lain yang dilayani, bukan kepentingan diri sendiri, rumah sakit Sumber Hidup Ambon kurang menganut budaya melayani dengan baik, masih mementingkan asal usul, agama, usia dan sebagainya, hal ini sangat bertolak belakang dengan visi dan misi dari rumah sakit secara umum.

Penelitian ini mengambil sampel pada karyawan Rumah Sakit Sumber Hidup Ambon dengan pertimbangan bahwa produk yang ditawarkan berupa jasa pelayanan yang mendudukan peran sumber daya manusia sebagai faktor yang sangat signifikan. Penelitian mengenai budaya organisasi

(9)

9

selama ini belum pernah ada. Hal ini sesuai pengakuan yang dilontarkan oleh pegawai Rumah Sakit Sumber Hidup Ambon mengenai belum banyak dilakukannya penelitian terhadap hal yang berhubungan dengan masalah tersebut, seperti misalnya masalah kepuasan kerja. Menurut Robbins (1996), karyawan yang puas akan cenderung untuk tidak mengundurkan diri.

Dari latar belakang masalah diatas maka peneliti mengambil judul “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan kerja Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan.

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu dari latar belakang masalah mengenai belum adanya penelitian mengenai budaya organisasi di Rumah Sakit Sumber Hidup Ambon. Selain itu ditemukan adanya gap pada hasil-hasil penelitian terdahulu. Hasil penelitian Robin (2001), Masrukhin dan Waridin (2006), mengatakan bahwa ada pengaruh positip antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Yuwalliatin (2006), Cahyono dan Suharto (2005), hasil penelitiannya menemukan ada pengaruh positip antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan serta signifikan Penelitian mengenai kepemimpinan yang dilakukan Masrukhin dan Waridin (2006), Cahyono dan Suharto (2005), hasil penelitiannya menunjukan bahwa kepemimpinan berpengaruh positip dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Likert dan koleganya dalam Luthan (1998), Yamit (1994), DeGroot et al (2000), Hardini (2001), Silverthone dan Wang (2001), hasil penelitiannya menemukan gaya kepemimpinan berpengaruh positip dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Sedang Guritno dan Waridin (2005), dalam penelitiannya menemukan hasil, kepemimpinan berpengaruh negatip terhadap kinerja karyawan Buttler dan Reese (1991), hasil penelitiannya menemukan bahwa gaya kepemimpinan tidak ada pengaruh yang signifikan

(10)

10

terhadap kinerja karyawan. Ostrof (1992), hasil penelitianya menemukan bahwa kepuasan kerja dan kinerja karyawan menunjukan hubungan yang rendah. Sedang penelitian Guritno dan Waridin (2005), menunjukan ada pengaruh signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan. Soejoti (2000), Masrukhin dan Waridin (2006), hasil penelitiannya menunjukan kepuasan kerja berpengaruh positip dan signifikanterhadap kinerja pegawai.

Dari uraian diatas, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja? 2. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja? 3. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja?

4. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja? 5. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah di atas, yakni: 1. Menganalisis dan membuktikan pengaruh budaya organisasi terhadap

kepuasan kerja

2. Menganalisis dan membuktikan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja

3. Menganalisis dan membuktikan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan

4. Menganalisis dan membuktikan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan

5. Menganalisis dan membuktikan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan

(11)

11 1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Memberi masukan bagi Rumah Sakit Sumber Hidup Ambon dalam usaha menanamkan sadar budaya pada karyawannya, meningkatkan kualitas pemimpin dan meningkatkan kepuasan kerja untuk meningkatkan kinerja karyawan.

2. Dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya.

3. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Memang secara umum, titik tekan pengertian komunikasi tidak dapat melepaskan diri dari model komunikasi klasik yang pernah diungkapkan Aristoteles bahwa inti dari komunikasi adalah

Rendemenserbuk pewarna alami daun sirsak hasil interaksi penambahan maltodekstrin dan lama waktu perebusan sebesar 95,88 ± 2,67 gram dihasilkan pada lama waktu

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka Perjanjian Kerja Sama antara BPJS Ketenagakerjaan dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang sedang berjalan tetap berlaku

Berbeda dengan aplikasi “Marketeers”, aplikasi Kalam merupakan aplikasi dengan konsep perpustakaan audio islami, yang mana materi yang ditampilkan berupa audio kajian

Usaha-usaha yang dilakukan oleh PT PLN (PERSERO) untuk meningkatkan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yaitu dengan cara memberikan sistem pengamanan yang

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Septiyanti (2017), bahwa terdapat hubungan pengetahuan dan sikap dengan perawat tentang perawatan luka diabetes menggunakan

PEMBALUT CHARM (Studi Kasus Pada Mahasiswi Jurusan Administrasi Bisnis Program D-III Politeknik Negeri Sriwijaya)” tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat