• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Treatment Terkini Dalam Pengobatan HIV/AIDS: Literature Review

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Treatment Terkini Dalam Pengobatan HIV/AIDS: Literature Review"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DOI:https:// doi.org/10.12345/jikp.v10i1.230

This is an open access article under the CC–BY-SA license.

Evaluasi Treatment Terkini Dalam Pengobatan HIV/AIDS:

Literature Review

Suarnianti1*, Agnes Derek2, Nur Khalid 3

1,2,3Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKES Nani Hasanuddin, Makassar 90245, Indonesia

suarnianti@stikesnh.ac.id *corresponding author

Tanggal Pengiriman: 20 Mei 2021, Tanggal Penerimaan: 26 Juli 2021

Abstrak

HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit infeksi peringkat atas yang dapat menyebabkan kematian sehingga diperlukan pengobatan untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV dan menurunkan jumlah virus. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi efektitivitas treatment terkini berbasis dolutegravir (DTG) dalam pengobatan HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan atau literatur review. Pengumpulan artikel dengan penelusuran di PubMed, dan Proquest dengan kata kunci dolutegravir, treatment, HIV/AIDS, didapatkan 353 jurnal yang relevan, kemudian didapatkan 9 jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk dilakukan

review, kriteria artikel yang digunakan adalah yang dipublikasikan dari tahun 2019-2020. Hasil literature review menunjukkan bahwa dari 9 artikel didapatkan 4 artikel yang membahas terkait

transmisi penularan HIV, 3 artikel yang membahas terkait efek samping DTG, 2 yang membahas terkait transmisi penularan HIV risiko selama pengobatan, sedangkan 1 artikel memiliki perbedaan yaitu dapat mengurangi tingkat kecacatan. Kesimpulan dalam tinjauan literatur ini adalah keberhasilan dalam pengobatan HIV/AIDS berbasis DTG perlu melihat 3 aspek penting yaitu transmisi penularan selama penggunaan DTG, efek samping dari DTG dan risiko yang dapat ditimbulkan regimen DTG. Regimen DTG baik kombinasi maupun yang tidak, sangat efektif dalam menekan transmisi penularan dan menurunkan viral load dibandingkan regimen lainnya.

Kata Kunci: dolutegravir; HIV/AIDS; treatment

Abstract

HIV/AIDS is one of the top-ranking infectious diseases that can cause death, so treatment is needed to reduce the risk of HIV transmission, inhibit the worsening of opportunistic infections, improve the quality of life of people with HIV and reduce the number of viruses. The aim of the study was to evaluate the effectiveness of the current treatment based on dolutegravir (DTG) in the treatment of HIV/AIDS. This study uses the method of literature study or literature review. The collection of articles by searching in PubMed, and Proquest with the keywords dolutegravir, treatment, HIV/AIDS, obtained 353 relevant journals, then obtained 9 journals that match the inclusion criteria for review, the criteria for articles used are those published from 2019- 2020. The results of the literature review show that from 9 articles, there are 4 articles that discuss the transmission of HIV transmission, 3 articles that discuss the side effects of DTG, 2 which discusses the risk of HIV transmission during treatment, while 1 article has a difference that can reduce the level of disability. The conclusion in this literature review is that success in HIV/AIDS treatment based on DTG needs to look at 3 important aspects, namely the transmission of

(2)

transmission during the use of DTG, the side effects of DTG and the risks that the DTG regimen can pose. The DTG regimen, whether combined or not, was very effective in suppressing transmission and lowering viral load compared to other regimens.

Keywords: dolutegravir; HIV/AIDS; treatment

PENDAHULUAN

Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS (Nurmawati et al., 2019). HIV atau Human Immunodefciency Virus adalah sejenis virus yang menginfeksi sel limfosit-CD4 dan menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Perkembangan dari stadium infeksi HIV ialah menjadi Acquired Immunodefciency Syndrome atau AIDS, yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat turunnya kekebalan tubuh (Puspasari et al., 2018). Penyakit ini merupakan penyakit berbahaya dan harus diwaspadai dimana penyebarannya sangat cepat. HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit infeksi peringkat atas yang dapat menyebabkan kematian (Anggina et al., 2019).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) menunjukan sekitar 37,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir 2018. Sebagai hasil dari upaya internasional bersama untuk menanggapi HIV, cakupan layanan telah semakin meningkat. Tahun 2018, sebanyak 62% orang dewasa dan 54% anak yang hidup dengan HIV di negara berpenghasilan rendah dan menengah menerima terapi Antiretroviral Therapy (ART) seumur hidup (WHO, 2019).

Data Kementerian Kesehatan RI, menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV positif sampai dengan tahun 2018 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 327.282 kasus, sedangkan jumlah kasus AIDS sampai dengan tahun 2018 sebesar 114.065 kasus (Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Pengobatan antiretroviral (ARV) merupakan bagian dari pengobatan HIV/AIDS dengan tujuan untuk mengurangi resiko penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik, meningkatkan kualitas hidup penderita HIV dan menurunkan jumlah virus (viral load) (Nugraheni et al., 2019). Rejimen ARV yang tersedia di Indonesia saat ini adalah rejimen ARV lini pertama dan kedua. Jika terjadi kegagalan terapi dan toksisitas berat atau mengancam jiwa terhadap ARV lini pertama, maka dilakukan switch atau mengubah rejimen ARV lini pertama ke lini kedua (Puspitasari et al., 2018).

Sejak digunakan terapi antiretroviral, harapan hidup pasien HIV terus meningkat. Namun demikian, penggunaan obat yang lama mengakibatkan aktivasi imun kronik sehinggan kelompok ini rentan terhadap efek samping obat dan komplikasi lainnya. Kemampuan virus HIV untuk bermutasi dan bereproduksi sendiri ketika berhadapan dengan obat antiretroviral atau disebut dengan HIV Drug Resistance (HIVDR) juga menjadi masalah yang dikhawatirkan secara global karena dapat menyebabkan kegagalan pengobatan dan penyebaran lebih lanjut terhadap HIV yang resistan terhadap obat (Anggriani et al., 2019).

Namun masih terdapat terapi penunjang yang dapat membantu dalam pengobatan HIV/AIDS. Terapi penunjang atau sering disebut terapi tradisional adalah terapi tanpa obat-obatan kimiawi. Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan mutu hidup, dan menjaga diri agar tetap sehat. Terapi ini juga dapat melengkapi terapi antiretroviral, terutama untuk menghindari

(3)

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)

efek samping. Terapi penunjang yang diamaksud antara lain adalah yoga, akupunktur, pijat, refleksi, olahraga, dan musik. Terapi ini secara psikologis dan emosional juga dapat membantu dalam memperbaiki kualitas hidup (Murni et al., 2016).

WHO merekomendasikan treatment HIV/AIDS dengan kombinasi ART yang terdiri dari 3 atau lebih obat ARV. Pada tahun 2016, semua orang yang hidup dengan HIV diberikan ART seumur hidup, termasuk anak-anak, remaja dan orang dewasa, dan wanita hamil dan menyusui, terlepas dari status klinis atau jumlah CD4 dan pada pertengahan 2019, 182 negara telah mengadopsi rekomendasi ini, mencakup 99% dari semua orang yang hidup dengan HIV secara global (WHO, 2019).

Risiko kematian akibat HIV telah menurun setelah era terapi antiretroviral (ART) yang sangat aktif. Bukti menunjukkan bahwa seseorang yang memakai ART dapat menurunkan jumlah virus (viral load). Namun, risiko penularan HIV tinggi karena kegagalan pengobatan. Kegagalan pengobatan dapat berupa kegagalan virologi, imunologis, atau klinis (Endalamaw et al., 2020).

Salah satu pendekatan untuk menyederhanakan pengobatan dan membatasi toksisitas terkait adalah penggunaan ganda ARV (pengobatan) dengan rejimen dolutegravir (DTG) yang telah dievaluasi dalam beberapa studi untuk awal dan pemeliharaan terapi bagi orang yang hidup dengan HIV (Zamora et al., 2019). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Radford, et al., (2019), mengemukakan bahwa kemanjuran dan keamanan yang serupa selama 48 minggu dengan rejimen DTG-3TC dibandingkan dengan rejimen terapi antiretroviral 3-obat tradisional.

Penelitian Mondi et al., (2019), DTG menunjukkan kemanjuran yang sangat baik dan tolerabilitas yang optimal sebagai lini pertama dan penggantian ART. Risiko rendah dari pengobatan membatasi toksisitas pada naif ART serta pada individu yang diobati meyakinkan tentang penggunaan DTG dalam praktek klinis sehari-hari. Sedangkan penelitian Berenguer et al., (2019), mengemukakan bahwa selama 8 minggu pertama ART yang mengandung DTG untuk pria yang berhubungan seks dengan pria didapatkan jumlah peristiwa penularan HIV-1 yang disimulasikan berkurang sebesar 99,90%, sedangkan EFV mengurangi sebesar 76,00% dan DRV/r mengurangi sebesar 60,00%. Hasil ini membuktuikan bahwa regimen DTG lebih efektif dalam menurunkan penularan HIV dibandingkan regimen EFV dan DRV/r.

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa penyakit HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan mengakibatkan kematian. Dalam upaya menekan angka kematian penyakit akibat HIV/AIDS maka perlu adanya usaha pengobatan terkini yang diberikan pada pada pasien. WHO merekomendasikan treatment HIV/AIDS dengan kombinasi ART yang terdiri dari 3 atau lebih. Namun, kemampuan virus HIV untuk bermutasi dapat menyebabkan kegagalan pengobatan. Dari uraian tersebut, maka tujuan dari tinjauan literature ini adalah untuk mengevaluasi treatment terkini dalam pengobatan HIV/AIDS.

METODE

Studi literature ini menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR), yaitu sebuah studi literature secara sistematik, menyeluruh dengan mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengumpulkan data-data penelitian yang telah ada. Penelitian ini bertujuan untuk

(4)

mengevaluasi treatment terkini dalam pengobatan HIV/AIDS. Literature review ini disusun melalui penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi.

Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah artikel yang dikumpulkan melalui database PubMed, dan Proquest dengan menggunakan kata kunci dolutegravir, treatment, HIV/AIDS. Kriteria artikel yang digunakan adalah yang dipublikasikan dari tahun 2019 sampai dengan 2020 yang diakses fulltext. Sementara kriteria ekslusi yang digunakan yakni jurnal penelitian dengan topik permasalahan yang tidak berhubungan dengan kata kunci yang digunakan (dolutegravir, treatment, HIV/AIDS), serta jurnal penelitian yang terbit sebelum tahun 2019.

Proses pemilihan artikel yang diulas ditampilkan pada gambar 1. Maka selanjutnya diekslusikan dan pada akhirnya artikel yang telah masukan tadi akan selanjutnya disintesis. Untuk penelitian ini, alat ekstraksi data dirancang untuk memandu informasi dari catatan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang diekstraksi pada setiap artikel yang inklusi meliputi: penulis, tahun, metode, dan hasil/output (Tabel 1). Setelah dilakukan filter berdasarkan kesesuaian judul artikel dengan tujuan penelitian sehingga diperoleh 9 artikel yang relevan.

(5)

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online) HASIL DAN PEMBAHASAN

Peneliti,

Tahun Judul Penelitian

Metode Penelitian Samp el Output (Berenguer et al., 2019) Mathematical modeling of HIV-1 transmission risk from condomless anal intercourse in HIV-infected MSM by the type of initial ART. Simulation modeling

5,952 DTG menghasilkan lebih sedikit penularan seksual melalui HIV-1 dibandingkan tiga uji coba lainnya. DTG transmisi 22,72% lebih sedikit dari EFV, transmisi 0,52% lebih sedikit dari RAL, dan transmisi 38,67% lebih sedikit daripada DRV/r. Jumlah pasien yang perlu diobati dengan DTG untuk mencegah satu peristiwa penularan adalah 48 dibandingkan EFV, 2.194 dibandingkan RAL, dan 31 dibandingkan DRV/r. (Cahn et al., 2020) Durable efficacy of dolutegravir plus lamivudine in antiretroviral treatment-naive adults with HIV-1 infection: 96-week results from the GEMINI-1 and GEMINI-2 Randomized Clinical Trials. Double-blind phase III studies

1.433 DGT+3TC memiliki tingkat efek samping terkait obat yang lebih rendah dibandingkan DGT+ tenofovir DF+FTC (19,6% vs 25,0%; rasio risiko relatif, 0,78; 95% CI: 0,64 hingga 0,95)

(Dugdale et al., 2019)

Risks and benefits of dolutegravir- and efavirenz-based strategies for South African women with HIV of childbearing potential: a modeling study.

Modelling study 3,1 juta

DTG mencegah 13.700 kematian perempuan (penurunan 0,44%) dan 57.700 penularan HIV seksual dibandingkan dengan EFV, tetapi meningkatkan total kematian anak-anak sebesar 4.400 karena lebih banyak cacat tabung saraf. Kematian gabungan secara keseluruhan di antara perempuan dan anak-anak adalah yang terendah dengan DTG (358.000) dibandingkan dengan pendekatan WHO (362.800) atau EFV (367.300). (Goh et al., 2019) Switch to dolutegravir is well tolerated in Thais with HIV infection.

Cohort 313 Hasil penelitian dari 313 peserta di Thailand terdapat 49 orang (16%) mengembangkan efek samping terkait DTG, dimana gejala neuropsikiatri paling sering ditemui (25,8%), kelainan laboratorium (16,5%). Dalam analisis multivariat, insiden infeksi virus hepatitis C adalah satu-satunya faktor risiko untuk menghentikan DTG (rasio bahaya 59,4, 95% CI 8,5 hingga 297,9, p <0,0001). (Kouanfack et al., 2019) Dolutegravir-based or low-dose efavirenz-based regimen for the treatment of HIV-1.

Open-label, multicenter, randomized

631 Hasil penelitian setelah minggu ke 48, viral load kurang dari 50/ml diamati pada 231 dari 310 peserta (74,5%) dalam kelompok dolutegravir dan pada 209 dari 303 peserta (69,0%) pada kelompok EFV400, dengan perbedaan 5,5%. (95% CI, 1,6-12,7 atau p<0,001). Di antara mereka dengan viral load pada awal 100.000 Tabel 1. Ekstraksi Data Hasil Penelitian

(6)

mengalami pengurangan per viral sebesar 50, dimana 137 dari 207 peserta (66,2%) dalam kelompok dolutegravir dan di 123 dari 200 peserta (61,5%) dalam kelompok EFV400, dengan perbedaan 4,7 poin persentase (95% CI, 4,6-14,0 atau p<0,001). (Mondi et al., 2019) Effectiveness of dolutegravir-based regimens as either first-line or switch antiretroviral therapy: data from the Icona cohort.

Multicentre observational study

1679 Penelitian membuktikan penghentian DTG sekitar 6,7% setalah 1 tahun dan 11,5% setelah 2 tahun, sedangkan penghentian ART setalah 1 tahun 6,6% dan 7,6% setelah 2 tahun. Efek samping neuropsikiatri adalah alasan utama untuk menghentikan DTG pada pasien ART lini pertama (2,1%) dan yang berpengalaman dengan pengobatan (1,7%).

(Phillips et al., 2019)

Risks and benefits of dolutegravir-based antiretroviral drug regimens in sub-Saharan Africa: a modelling study.

Modelling study - Jumlah cacat seumur hidup terbesar diperkirakan akan dihindarkan dengan menggunakan kebijakan di mana tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir digunakan pada semua orang yang menggunakan ART, termasuk beralih ke tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir pada mereka yang saat ini menggunakan ART. Hasil ini konsisten dalam beberapa analisis sensitivitas. Menggunakan kerangka kerja cacat seumur hidup standar untuk membandingkan hasil kesehatan dari perspektif kesehatan masyarakat, manfaat transisi ke tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir untuk semua secara substansial melebihi risiko. (Riccardi et al., 2019) Maintenance of viral suppression after optimization therapy from etravirine plus raltegravir to rilpivirine plus dolutegravir in HIV-1-infected patients. Observational study

7 Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah CD4 rata-rata adalah 662 (kisaran: 173-989). Pada minggu ke 4 dan 24, HIV-RNA adalah <50 pada semua pasien. Setelah 4 minggu, jumlah sel T CD4 rata-rata adalah 665 (kisaran: 173-1057). Pada minggu ke 24, tidak ada variasi yang bermakna dalam jumlah CD4 (median: 602 sel/mm3, kisaran: 230-917 sel/mm3). Sebagai kesimpulan, beralih dari ETR/RAL ke RPV/DTG adalah strategi yang menarik, baik untuk mengurangi beban pil dan mempertahankan penekanan virus pada pasien yang berpengalaman dengan pengobatan. (Zash et al.,2019) Neural-tube defects and antiretroviral treatment regimens in Botswana. The tsepamo study 119.47 7

Prevalensi cacat saraf pada bayi lebih tinggi dalam kaitannya dengan pengobatan dolutegravir pada saat pembuahan dibandingkan dengan ART non-dolutegravir pada saat pembuahan (perbedaan, 0,20 poin persentase, 95% CI, 0,01-0,59). Cacat struktural eksternal utama ditemukan pada 0,95% persalinan di antara perempuan yang menggunakan dolutegravir pada saat pembuahan dan 0,68% di antara perempuan yang terpajan ART non-dolutegravir saat pembuahan (perbedaan, 0,27 poin persentase, 95% CI, 0,13-0,87).

(7)

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)

Berdasarkan tabel 1 didapatkan dari 9 artikel didapatkan 4 artikel yang membahas terkait transmisi penularan HIV. Penelitian Berenguer et al., (2019), menjelaskan bahwa DTG menghasilkan lebih sedikit penularan seksual melalui HIV dibandingkan tiga uji coba lainnya. DTG transmisi 22,72% lebih sedikit dari EFV, transmisi 0,52% lebih sedikit dari RAL, dan transmisi 38,67% lebih sedikit daripada DRV/r. Hasil penelitian Dugdale et al., (2019) juga menjelaskan regimen DTG mencegah 57.700 penularan HIV dibandingkan dengan regimen EFV. Penelitian Kouanfack et al., (2019), juga menjelaskan setelah minggu ke 48, viral load kurang dari 50/ml didapatkan pada 231 dari 310 peserta (74,5%) dalam kelompok dolutegravir dan pada 209 dari 303 peserta (69,0%) pada kelompok EFV400. Penelitian Riccardi et al., (2019), juga menjelaskan rata-rata CD4 sebelum beralih ke DTG sekitar 662 602 sel/mm3, sedangkan setelah 24 minggu pemakaian rata-rata CD4 sekitar 602 sel/mm3.

Hasil penelitian dari 9 artikel didapatkan 3 artikel yang membahas terkait efek samping DTG. Penelitian Cahn et al., (2020), menjelaskan bahwa regimen DGT+3TC maupun DGT+ tenofovir DF+FTC masing memiliki efek samping yaitu neuropsikiatri 1,4% vs 0,7%, ginjal 0,3% vs 1,0%, osteoporosis 0% vs 0,3%. Penelitian Goh et al., (2019), juga menjelaskan 16% dari 313 peserta memiliki efek samping terkait DTG, dimana gejala neuropsikiatri paling sering ditemui sebesar 25,8%. Penelitian Mondi et al., (2019), juga menjelaskan bahwa efek samping neuropsikiatri adalah alasan utama untuk menghentikan DTG pada pasien ART lini pertama sebesar 2,1% dan yang berpengalaman dengan pengobatan sebesar 1,7%.

Hasil penelitian dari 9 artikel didapatkan 3 artikel yang membahas terkait risiko kecacatan. Penelitian Dugdale et al., (2019), menjelaskan bahwa penggunaan regimen DTG meningkatkan total kematian anak-anak sebesar 4.400 lebih banyak dibandingkan regimen lain disebabkan karena cacat tabung saraf. Penelitian Zash et al., (2019), juga menjelaskan bahwa prevalensi cacat saraf pada bayi lebih tinggi dalam pengobatan dolutegravir pada saat pembuahan dibandingkan dengan ART non-dolutegravir sedangkan cacat struktural eksternal utama ditemukan 0,95% pada persalinan di antara perempuan yang menggunakan dolutegravir pada saat pembuahan dan 0,68% di antara perempuan yang terpajan ART non-dolutegravir saat pembuahan. Hasil penelitian sebelumnya berbeda dengan penelitian Phillips et al., (2019), mengemukakan bahwa kecacatan diperkirakan dapat dihindarkan dengan menggunakan kebijakan di mana tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir digunakan pada semua orang yang menggunakan ART, termasuk beralih ke tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir pada mereka yang saat ini menggunakan ART. Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan dari 2 penelitian sebelumnya karena penelitian yang dilakukan oleh Phillips et al., (2019), lebih mengedepankan kombinasi dolutegravir dengan tenofovir + lamivudine, sehingga risiko kecatatan dapat dihindarkan.

Secara garis besar berdasarkan hasil kajian literatur yang telah dilakukan terhadap 9 hasil penelitian mengenai evaluasi treatment terkini berbasis dolutegravir (DTG) dalam pengobatan HIV/AIDS. Untuk melihat keberhasilan dari dari pengobatan HIV perlu melihat manfaat dan risiko yang ditimbulkan oleh regimen tersebut. Penggunaan dolutegravir dan ART lainnya secara proaktif memerlukan pengukuran viral load untuk menentukan keberhasilan dari penggunaan regimen karena satu-satunya penentu biologis transmisi penularan yang paling penting dan menggunakan kerangka cacat seumur hidup sebagai standar untuk membandingkan

(8)

risiko regimen untuk semua secara substansial serta efek samping yang ditimbulkan oleh regimen tersebut karena dapat mempengaruhi penghentian minum obat (Harison et al., 2020; Phillips et al., 2019; Tomita et al., 2020).

Hasil kajian 4 artikel yang membahas terkait transmisi penularan HIV dan memikili kesamaan hasil penelitian dalam mengurangi transmisi penularan HIV. Penelitian Berenguer et al., (2019), menjelaskan bahwa regimen DTG menghasilkan lebih sedikit penularan seksual melalui HIV dibandingkan regimen EFV, RAL, dan DRV/r. Hasil penelitian Dugdale et al., (2019), yang sejalan juga menjelaskan regimen DTG mencegah penularan HIV dibandingkan dengan regimen EFV. Penelitian Kouanfack et al., (2019), juga menjelaskan penggunaan DTG dapat mengurangi penularan seksual HIV dan menurunkan viral load dibandingakn kelompok yang menggunakan EFV400. Penelitian Riccardi et al., (2019), juga menjelaskan bahwa regimen DTG dapat meningkatkan penurunan viral load dan meningkatkan pencegahan penularan HIV.

Menurut Zamora et al., (2019), dolutegravir (DTG) adalah inhibitor integrase kuat yang menggunakan kation divalen (Mg2+) untuk berpasangan dengan situs aktif enzimatik dari integrase virus. Strukturnya memungkinkan DTG untuk menembus kantong enzimatik aktif, di mana DTG mengikat lebih dalam daripada obat sebelumnya di kelasnya. Ini memberikan ikatan yang lebih stabil dan tahan lama dibandingkan dengan precursor integrase inhibitors lainnya sehingga disosiasi konstan. Disamping itu, dolutegravir (DTG) dapat digunakan sebagai obat lini pertama karena memiliki manfaat dapat menurunkan CD4 dan mencegah penularan HIV yang lebih efektif.

Hasil kajian 3 artikel yang membahas terkait efek samping DTG dan memikili kesamaan efek samping selama pengobatan yaitu efek samping neuropsikiatri yang tinggi. Penelitian Cahn et al., (2020), menjelaskan bahwa regimen DGT efektif dalam penggunaannya tetapi tetap memiliki efek samping yang tinggi yaitu neuropsikiatri, ginjal dan osteoporosis. Penelitian Goh et al., (2019), yang sejalan juga menjelaskan DTG memiliki efek samping selama penggunaannya, dimana gejala neuropsikiatri paling sering. Penelitian Mondi et al., (2019), juga menjelaskan bahwa efek samping neuropsikiatri adalah alasan utama untuk menghentikan DTG pada pasien ART lini pertama bahkan pada pasien yang berpengalaman dengan pengobatan.

Menurut Radford et al., (2019) menjelaskan umumnya, dolutegravir dapat dipakai dengan atau tanpa makan. Bila dipakai bersamaan dengan obat antiasam, atau suplemen zat kalsium atau besi, dolutegravir dan suplemen tersebut harus dipakai secara bersamaan dengan makan. Dolutegravir umumnya tidak menimbulkan efek samping. Efek samping yang paling lazim adalah diare, mual dan sakit kepala. Beberapa orang dengan infeksi virus hepatitis B atau C (HBV atau HCV) mengalami peradangan hati. Oleh karena itu, tes laboratorium sebelum mulai penggunaan dolutegravir dan pemantauan untuk toksisitas hati diusulkan untuk pasien dengan penyakit hati. Efek samping lain yang dilaporkan termasuk pada sistem saraf, yang dapat gawat dalam kasus yang jarang.

Hasil kajian 3 artikel yang membahas terkait risiko kecacatan dan 2 artikel memikili kesamaan risiko selama pengobatan yaitu tingginya risiko kecacatan bahkan kematian, sedangkan 1 artikel memiliki perbedaan yaitu dapat mengurangi tingkat kecacatan. Penelitian Dugdale et al., (2019), menjelaskan bahwa penggunaan regimen DTG meningkatkan total kematian anak-anak lebih banyak dibandingkan regimen lain disebabkan karena cacat tabung saraf. Penelitian Zash et al., (2019), yang sejalan juga menjelaskan bahwa prevalensi cacat saraf pada bayi lebih tinggi dalam pengobatan dolutegravir pada saat pembuahan dibandingkan

(9)

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)

dengan ART non-dolutegravir. Hasil penelitian Phillips et al., (2019), berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mengemukakan bahwa kecacatan diperkirakan dapat dihindarkan dengan menggunakan kebijakan di mana tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir digunakan pada semua orang yang menggunakan ART, termasuk beralih ke tenofovir, lamivudine, dan dolutegravir pada mereka yang saat ini menggunakan ART.

Menurut Dugdale et al., (2019), menjelaskan bahwa terapi antiretroviral (ART) berbasis dolutegravir untuk orang dengan HIV menawarkan kemanjuran dan tolerabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekomendasi ART berbasis efavirenz yang telah lama direkomendasikan oleh WHO sebagai rejimen lini pertama. Namun, efavirenz lebih direkomendasikan sebagai alternatif yang aman dan efektif untuk wanita dengan potensi melahirkan yang menginginkan kehamilan atau yang tidak memiliki akses ke kontrasepsi yang konsisten dan dapat diandalkan. Sedangkan menurut Phillips et al., (2019), demi mengurangi tingkat kecacatan pada bayi agar lebih mengedepankan kombinasi dolutegravir dengan tenofovir + lamivudine sebagai pengobatan lini pertama.

Meskipun baru-baru ini diperkenalkan, dolutegravir (DTG) sekarang menjadi salah satu obat antiretroviral yang paling banyak digunakan, berkat kemanjurannya yang tinggi dikombinasikan dengan dosis yang mudah digunakan, kurangnya persyaratan peningkatan farmakokinetik dan tingginya hambatan terhadap resistensi. Saat ini direkomendasikan baik sebagai terapi lini pertama dan sebagai bagian dari strategi beralih atau rejimen penyelamatan pada pasien yang diobati di negara berpenghasilan tinggi (Mondi et al., 2019). Kombinasi berbasis dolutegravir memiliki dosis yang rendah efavirenz dan telah dipertimbangkan sebagai pengobatan lini pertama untuk HIV (Kouanfack et al., 2019).

Dengan demikian, DTG merupakan treatment terkini yang baik dalam pengobatan HIV/AIDS karena memiliki kelebihan dalam mengurangi transmisi penularan HIV dibandingkan regimen yang lain. Meskipun demikian DTG memiliki kelemahan karena masih memiliki efek samping neuropsikiatri yang tinggi dan risiko selama pengobatan terutama pada ibu hamil karena dapat mengakibatkan kecacatan pada bayi bahkan kematian. Sehingga perlu adanya kombinasi regimen yang tepat dengan regimen DTG karan regimen DTG dapat berinteraksi dengan beberapa obat antiretroviral dan juga obat lainnya hanya diperlukan penyesuaian dosis atau pengawasan yang lebih sering.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil literature review tentang evaluasi treatment terkini berbasis dolutegravir (DTG) dalam pengobatan HIV/AIDS, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan dalam pengobatan HIV/AIDS berbasis DTG perlu melihat 3 aspek penting yaitu transmisi penularan selama penggunaan DTG, efek samping dari DTG dan risiko yang dapat ditimbulkan regimen DTG. Dari beberapa artikel dapat ditarik kesimpulan bahwa regimen DTG baik kombinasi maupun yang tidak, sangat efektif dalam menekan transmisi penularan dan menurunkan viral load dibandingkan regimen lainnya. Namun memiliki efek samping yaitu neuropsikiatri bahkan risiko yang tinggi pada ibu hamil yang menggunakan DTG karena dapat mengakibatkan cacat saraf pada bayi. Dengan demikian, diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian

(10)

terkait tentang risiko dan manfaat rejimen dolutegravir (DTG) dengan menggunakan metode penelitian studi longitudinal atau kohort sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Anggina, Y., Lestari, Y., & Zairil, Z. (2019). Analisis faktor yang mempengaruhi penanggulangan HIV/AIDS di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(2), 385–393. https://doi.org/10.25077/jka.v8.i2.p385-393.2019

Anggriani, A., Lisni, I., & Liku, O. S. (2019). Pola penggunaan obat antiretroviral (ARV) pada resep pasien rawat jalan dari Klinik HIV/AIDS salah satu Rumah Sakit Swasta Di Kota

Bandung. Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia, 1(1), 64–81.

https://doi.org/10.33759/jrki.v1i1.10

Berenguer, J., Parrondo, J., & Landovitz, R. J. (2019). Mathematical modeling of HIV-1 transmission risk from condomless anal intercourse in HIV-infected MSM by the type of initial ART. PLoS ONE, 14(7), 1–12. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0219802 Cahn, P., Madero, J. S., Arribas, J. R., Antinori, A., Ortiz, R., Clarke, A. E., Hung, C. C.,

Rockstroh, J. K., Girard, P. M., Sievers, J., Man, C. Y., Urbaityte, R., Brandon, D. J., Underwood, M., Tenorio, A. R., Pappa, K. A., Wynne, B., Gartland, M., Aboud, M., … Smith, K. Y. (2020). Durable efficacy of dolutegravir plus lamivudine in antiretroviral treatment-naive adults with HIV-1 infection: 96-week results from the GEMINI-1 and GEMINI-2 Randomized Clinical Trials. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes, 83(3), 310–318. https://doi.org/10.1097/QAI.0000000000002275

Dugdale, C. M., Ciaranello, A. L., Bekker, L.-G., Stern, M. E., Myer, L., Wood, R., Sax, P. E., Abrams, E. J., Freedberg, K. A., & Walensky, R. P. (2019). Risks and benefits of dolutegravir- and efavirenz-based strategies for South African women with HIV of childbearing potential: a modeling study. Annals of Internal Medicine, 170(9), 1–22. https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2017.03.040

Endalamaw, A., Mekonnen, M., Geremew, D., Yehualashet, F. A., Tesera, H., & Habtewold, T. D. (2020). HIV/AIDS treatment failure and associated factors in Ethiopia: Meta-analysis. BMC Public Health, 20(82), 1–12. https://doi.org/10.1186/s12889-020-8160-8 Goh, O. Q., Colby, D. J., Pinyakorn, S., Sacdalan, C., Kroon, E., Chan, P., Chomchey, N., Kanaprach, R., Prueksakaew, P., Suttichom, D., Trichavaroj, R., Spudich, S., Robb, M. L., Phanuphak, P., Phanuphak, N., & Ananworanich, J. (2019). Switch to dolutegravir is well tolerated in Thais with HIV infection. Journal of the International AIDS Society, 22(7). https://doi.org/10.1002/jia2.25324

Harison, N., Waluyo, A., & Jumaiyah, W. (2020). Pemahaman pengobatan antiretroviral dan kendala kepatuhan terhadap terapi antiretroviral pasien HIV/AIDS. Journal Health of Studies, 4(1), 87–95. https://doi.org/https://doi.org/10.31101/jhes.1008

Kementrian Kesehatan RI. (2019). Profil kesehatan Indonesia 2018. Kementrian Kesehatan RI. http://www.depkes.go.id

Kouanfack, C., Mpoudi-Etame, M., Bassega, P. O., Eymard-Duvernay, S., Leroy, S., Boyer, S., Peeters, M., Calmy, A., & Delaporte, E. (2019). Dolutegravir-based or low-dose efavirenz-based regimen for the treatment of HIV-1. New England Journal of Medicine, 381(9), 816–826. https://doi.org/10.1056/NEJMoa1904340

Mondi, A., Cozzi-Lepri, A., Tavelli, A., Rusconi, S., Vichi, F., Ceccherini-Silberstein, F., Calcagno, A., De Luca, A., Maggiolo, F., Marchetti, G., Antinori, A., d’Arminio Monforte, A., Andreoni, M., Castagna, A., Castelli, F., Cauda, R., Di Perri, G., Galli, M., Iardino, R., … alungo, A. (2019). Effectiveness of dolutegravir-based regimens as either first-line or switch antiretroviral therapy: data from the Icona cohort. Journal of the International AIDS Society, 22(1), 1–10. https://doi.org/10.1002/jia2.25227

(11)

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah ISSN 2089-9394 (print) | ISSN 2656-8004 (online)

Murni, S., Green, C. W., Djauzi, S., Setiyanto, A., & Okta, S. (2016). Hidup dengan HIV-AIDS. Spiritia.

Nugraheni, A. Y., Amelia, R., & Rizki, I. F. (2019). Evaluasi terapi antiretroviral pasien HIV/AIDS. Jurnal Farmasetis, 8(2), 45–54. http://journal.stikeskendal.ac.id

Nurmawati, T., Sari, Y. K., & Hidayat, A. P. (2019). Hubungan antara lama pengobatan dengan jumlah CD4 pada penderita HIV/AIDS yang menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV). Jurnal Ners Dan Kebidanan, 6(2), 197–202. https://doi.org/10.26699/jnk.v6i2.art.p197-202

Phillips, A. N., Venter, F., Havlir, D., Pozniak, A., Kuritzkes, D., Wensing, A., Lundgren, J. D., De Luca, A., Pillay, D., Mellors, J., Cambiano, V., Bansi-Matharu, L., Nakagawa, F., Kalua, T., Jahn, A., Apollo, T., Mugurungi, O., Clayden, P., Gupta, R. K., … Calmy, A. (2019). Risks and benefits of dolutegravir-based antiretroviral drug regimens in sub-Saharan Africa: a modelling study. The Lancet HIV, 6(2), e116–e127. https://doi.org/10.1016/S2352-3018(18)30317-5

Puspasari, D., Wisaksana, R., & Rovina, R. (2018). Gambaran efek samping dan kepatuhan terapi antiretroviral pada pasien HIV di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2015. Jurnal Sistem Kesehatan, 3(4), 175–181. https://doi.org/10.24198/jsk.v3i4.18495 Puspitasari, W. D., Yasin, N. M., & Rahmawati, F. (2018). Perbandingan luaran terapi rejimen

antiretroviral lini kedua pada pasien HIV/AIDS. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 8(3), 119–127. https://jurnal.ugm.ac.id

Radford, M., Parks, D. C., Ferrante, S., & Punekar, Y. (2019). Comparative efficacy and safety and dolutegravir and lamivudine in treatment naive HIV patients. AIDS, 33(11), 1739– 1749. https://doi.org/10.1097/QAD.0000000000002285

Riccardi, N., Puente, F. Del, Taramasso, L., & Biagio, A. Di. (2019). Maintenance of viral suppression after optimization therapy from etravirine plus raltegravir to rilpivirine plus dolutegravir in HIV-1-infected patients. Journal of the International Association of Providers of AIDS Care, 18, 1–3. https://doi.org/10.1177/2325958218821657

Tomita, A., Vandormael, A., Barnighausen, T., Phillips, A., Pillay, D., Olieveira, T. DE, & Tanser, F. (2020). Sociobehavioral and community predictors of unsuppressed HIV viral load: multilevel results from a hyperendemic rural South African population.

AIDS, 33(3), 559–569.

https://doi.org/10.1097/QAD.0000000000002100.Sociobehavioral

WHO. (2019). HIV/AIDS. Fact sheets of WHO. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids

Zamora, F. J., Dowers, E., Yasin, F., & Ogbuagu, O. (2019). Dolutegravir and lamivudine combination for the treatment of HIV-1 infection. HIV/AIDS - Research and Palliative Care, 11, 255–263. https://doi.org/10.2147/HIV.S216067

Zash, R., Holmes, L., Diseko, M., Jacobson, D. L., Brummel, S., Mayondi, G., Isaacson, A., Davey, S., Mabuta, J., Mmalane, M., Gaolathe, T., Lockman, S., Makhema, J., & Shapiro, R. L. (2019). Neural-tube defects and antiretroviral treatment regimens in Botswana. The New England Journal of Medicine, 381(9), 827–840. https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2017.03.040

Gambar

Gambar 1. Algoritma Pencarian

Referensi

Dokumen terkait

2. Jelaskan kedudukan akhlak dalam ajaran islam! 3. Mengapa akhlak menjadi simbol harkat dan martabat seorang muslim!

Tulisan ini akan mencoba memfokuskan pembahasannya pada masalah sekitar upaya- upaya intelektual ( intellectual exercises ) yang telah dilakukan oleh para sarjana Muslim untuk

Dampak Penerapan Protokol recruitment perawat berbasis kompetensi di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan adalah perekrutan yang dilaksanakan lebih sistematis sesuai alur/prosedur

Konsentrasi larutan osmotik PEG 6000 30% w/v dan waktu pengeringan 4 jam merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik dimana dapat menghasilkan kecepatan tumbuh

Tata laksana obesitas pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan terutama

Keluarga yang sering menghidangkan makanan siap saji untuk anak remaja mereka, cenderung memiliki anak-anak remaja dengan pola makan yang buruk, dibandingkan dengan keluarga

harga parameter permukaan yang lain (diletakan dalam tanda kurung). simbol dari arah pengerjaan. Batas toleransi untuk kekasaran permukaan ditentukan secara spesifik pada

Petani mendapatkan modal untuk bertani, sedangkan pemodal mendapatkan bagi hasil serta pemilik modal bisa mendapat keuntungan lain dari penjualan hasil panen petani padi