• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS) TSUKAMOTO UNTUK MENGANALISA TINGKAT RESIKO PENYAKIT DALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS) TSUKAMOTO UNTUK MENGANALISA TINGKAT RESIKO PENYAKIT DALAM"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS)

TSUKAMOTO UNTUK MENGANALISA TINGKAT

RESIKO PENYAKIT DALAM

Oleh:

TRIVIA FALOPI NRP 1203 109 006

Dosen Pembimbing

(2)

ABSTRAKSI

− Dalam dunia kedokteran kita menjumpai berbagai macam penyakit. Seorang dokter berperan sebagai seorang ahli yang memberikan

diagnosa kepada pasien mengenai penyakit yang diderita berdasarkan keluhan atau gejala-gejala yang diderita oleh pasien.

− Dengan logika fuzzy, proses diagnosa penyakit dalam dapat dianalisa dengan Fuzzy Inference System dengan metode Tsukamoto.

− Input yang dibutuhkan adalah gejala-gejala klinis yang dialami oeh pasien.

− Basis pengetahuan dibangun dengan menggunakan kaidah produksi (IF-THEN).

− Fire strength yang diperoleh pada setiap aturan fuzzy untuk setiap penyakit pada basis pengetahuan, kemudian dikomposisikan dengan menggunakan rata-rata terbobot.

− Hasil dari rata-rata terbobot ini merupakan output tingkat resiko penyakit.

(3)

LATAR BELAKANG MASALAH

− Dalam dunia kedokteran kita menjumpai sesuatu yang bersifat pemikiran-pemikiran yang semi relative. Seperti halnya seorang dokter yang

menganalisa suatu penyakit, dimana seorang dokter tidak dapat

mengatakan gejala menimbulkan suatu penyakit secara mutlak. Demikian pula sebaliknya suatu penyakit tidak dapat disebabkan oleh suatu gejala. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara gejala tersebut dengan

penyakit lainnya.

− Penyakit adalah sekumpulan informasi yang terdiri dari berbagai macam gejala-gejala yang terjadi pada makhluk hidup. Seorang dokter disini berperan sebagai pakar dalam memberikan informasi kepada pasien

mengenai penyakit yang dideritanya berdasarkan keluhan-keluhan gejala yang disampaikan oleh si pasien.

− Penggunaan fuzzy ditujukan untuk memerakan nilai prosentase antara suatu gejala dengan penyakit lainnya. Misalnya seorang sakit demam,

maupun sakit kepala mempunyai gejala yang sama yakni sakit pada bagian kepala, yang membedakan sakit pada bagian kepala terhadap kedua

penyakit diatas adalah intensitas dan frekuensi serangan gejala tersebut dan gejala-gejala susulan yang menyerang pada kedua penyakit.

(4)

RUMUSAN

MASALAH

Bagaimana mengaplikasikan Fuzzy Inference

System

menggunakan

metode

Tsukamoto

untuk menganalisa tingkat resiko penyakit

dalam

(5)

BATASAN MASALAH

1. Aplikasi Fuzzy Inference System menggunakan metode

Tsukamoto

2. Hanya menganalisa penyakit dalam saja, dimana

klasifikasi penyakit dalam, yaitu:

– Rinitis Alergi

– Rinitis Vasomotor

– Sinusitis Maksilaris Kronik

– Sinusitis Maksilaris Akut

– Influensa

(6)

BATASAN MASALAH

3. Gejala-gejala yang menimbulkan penyakit, dimana a1,

a2, ...a16 adalah sebagai berikut:

a1=Nyeri pipi

a9=Batuk

a2=Nyeri kepala

a10=Otot Sakit

a3=Nyeri gigi geraham

a11=Rasa lelah

a4=Hidung buntu

a12=Bersin

a5=Suara bindeng

a13=Gatal pada mata

a6=Tenggorokan kering

a14=Hidung gatal

a7=Pilek

a15=Mata Sembab

(7)

TUJUAN

Mengimplementasikan fuzzy inference sistem dengan

metode Tsukamoto, untuk menentukan tingkat resiko

penyakit dalam yang dialami oleh seorang pasien yang

mengalami gejala-gejala klinis penyakit dalam.

Selain itu, diharapkan dapat membantu dokter dalam:

Mengidentifikasi

penyakit

pasiennya

berdasarkan

gejala-gejala

yang

diberikan

oleh

si

pasien,

mengkonfirmasi gejala-gejala selain yang dimasukkan

pasien

setelah

mengidentifikasi

terlebih

dahulu

penyakit pasien, dan menentukan ketepatan analisa

suatu penyakit.

(8)

MANFAAT

Membantu

para

pekerja

klinis

dalam

mengambil keputusan, yaitu menentukan

penyakit pasien.

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

− Teori-teori Dasar Beberapa Penyakit Dalam

• Rinitis Alergi (Allergic Rhinitis)

• Rinitis Vasomotor (Vasomotor Rhinitis)

• Sinusitis Maksilaris Kronik (Chronic

Maxillary Sinusitis)

• Sinusitis Maksilaris Akut (Acute Maxillary

Sinusitis)

• Influenza

(10)

TINJAUAN PUSTAKA

− Himpunan Fuzzy (Fuzzy Set)

Himpunan fuzzy (fuzzy set) adalah sekumpulan obyek x

dimana masing-masing obyek memiliki nilai

keanggotaan (membership function) “µ” atau disebut

juga dengan nilai kebenaran. Jika X adalah sekumpulan

obyek dan anggotanya dinyatakan dengan x maka

himpunan fuzzy dari A di dalam X adalah himpunan

dengan sepasang anggota atau dapat dinyatakan

dengan (Kusumadewi, 2004)

(11)

TINJAUAN PUSTAKA

− Keanggotaan fuzzy

Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan μA[x], memiliki 2

kemungkinan, yaitu:

1. satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan, atau

2. nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan.

− Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu :

1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti : MUDA, PAROBAYA, TUA.

2. Numeris, yaitu suatu nilai atau angka yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 5, 10, 15, dsb.

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

− Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang

menunjukkan pemetaan titik-titik input data kedalam nilai

keanggotaannya (sering disebut derajat keanggotaan)

yang memiliki interval 0 sampai 1.

− Fungsi keanggotaan fuzzy yang sering digunakan

antara lain :

1. Fungsi Keanggotaan Linier

2. Fungsi Keanggotaan Segitiga

3. Fungsi Keanggotaan Trapesium

4. Representasi Kurva Bahu

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

- Secara umum dalam sistem logika fuzzy terdapat

empat buah elemen dasar, yaitu:

1. Basis kaidah (rule base), yang berisi aturan-aturan

secara linguistik yang bersumber dari para pakar;

2. Suatu mekanisme pengambilan keputusan (inference

engine), yang memperagakan bagaimana para pakar

mengambil suatu keputusan dengan menerapkan

pengetahuan (knowledge);

3. Proses fuzzifikasi (fuzzification), yang mengubah

besaran tegas (crisp) ke besaran fuzzy;

4. Proses defuzzifikasi (defuzzification), yang mengubah

besaran fuzzy hasil dari inference engine, menjadi

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

− Proses Logika Fuzzy

Dalam implementasinya, sistem fuzzy terdiri dari 3 bagian,

yaitu fuzzyfikasi, inferensi fuzzy, dan defuzzyfikasi (optional),

yang dimaksud optional disini jika konklusinya sudah sesuai

dengan yang diinginkan, maka tidak perlu dilakukan

defuzzyfikasi, tetapi jika konklusinya belum memenuhi maka

perlu dilakukan defuzzyfikasi.

− Fuzzyfikasi yaitu proses pemetaan input ke himpunan fuzzy.

− Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System/FIS)

adalah sistem yang dapat melakukan penalaran dengan

prinsip serupa seperti manusia melakukan penalaran dengan

nalurinya.

(15)

METODOLOGI

1. Representasi Masalah

Pada langkah ini, ada 3 aktifitas yang harus dilakukan,

yaitu:

• Identifikasi tujuan dan alternatif keputusannya. Tujuan

keputusan

dapat

direpresentasikan

dengan

menggunakan bahasa alami atau nilai numeris sesuai

dengan karakteristik dari masalah tersebut. .

• Identifikasi kumpulan kriteria.

• Membangun struktur hirarki dari masalah tersebut

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

(16)

METODOLOGI

(17)

METODOLOGI

3. Tahap Analisa dan Pengambilan Keputusan

Hal-hal yang akan dianalisa antara lain:

gejala-gejala yang berpengaruh dalam penentuan

tingkat resiko penyakit dalam, dimana tingkat

resiko

dialaminya

suatu

penyakit

direpresentasikan dengan nilai antara 0 sampai

1, semakin kearah 1 maka tingkat resikonya

semakin tinggi, penyakit dalam yg dianalisa dan

merangking

tingkat

resiko

penyakit

dalam

(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

− Identifikasi Variabel Input

Variabel input pada sistem terdiri dari : nyeri pipi, nyeri kepala, nyeri gigi geraham, hidung buntu, suara bindeng, tenggorakan kering,

pilek, demam, batuk, otot sakit, rasa lelah, bersin, gatal pada mata, hidung gatal, mata sembab, dan bersin alergi.

− Identifikasi Variabel Output

Variabel output pada sistem berguna untuk menentukan hasil diagnosis dari pasien. Variabel output antara lain :

– Rinitis Alergi

– Rinitis Vasomotor

– Sinusitis Maksilaris Kronik – Sinusitis Maksilaris Akut – Influenza

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desain Sistem Diagnosis Fuzzy 1. Proses Fuzzyfikasi

Pada proses fuzzyfikasi nilai numerik akan diubah menjadi variabel linguistik yang memiliki nilai linguistik. Nilai linguistik ini nantinya akan digunakan pada proses inferensi. Untuk memperoleh derajat keanggotaan dari nilai linguistik pada masing-masing input sistem menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut :

1. Derajat keanggotaan dari nilai linguistik variabel input Nyeri Pipi A1 (Nyeri Pipi)

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik Fungsi Derajat Keanggotaan Nyeri Pipi

2. Inferensi

Pada proses inferensi terdapat aturan-aturan untuk mengontrol inputan yang berupa variabel linguistik. Metode inferensi yang digunakan dalam tugas akhir ini menggunakan metode max-min inferensia. Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari nilai miu (µ) dari hasil proses fuzzyfikasi. Pencarian ini dilakukan terus sampai semua rules mendapatkan nilai miu-nya.

(21)

HASIL DAN PEMBAHASAN

• Nyeri pipi : 3 • Nyeri kepala : 5

• Nyeri gigi geraham : 6 • Hidung buntu : 2 • Suara bindeng : 8 • Tenggorokan kering : 6 • Pilek : 7 • Demam : 4 • Batuk : 5 • Otot sakit : 5 • Rasa lelah : 7 • Bersin : 1

• Gatal pada mata : 5 • Hidung gatal : 8

• Mata sembab : 5 • Bersin alergi : 6

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Nyeri pipi : 3 µ ringan(x) = 1, µ sedang(x) = 0,5 dan µ tinggi(x) = 0 2. Nyeri kepala : 5 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0 dan µ tinggi(x) = 0

3. Nyeri gigi geraham : 5

µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0 dan µ tinggi(x) = 0 4. Hidung buntu : 2 µ ringan(x) = 1, µ sedang(x) = 0,75 dan µ tinggi(x) = 0 5. Suara bindeng : 8 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0,25 6. Tenggorokan kering : 6 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,75 dan µ tinggi(x) = 0,75 7. Pilek : 7 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,5 dan µ tinggi(x) = 0,5 8. Demam : 4 µ ringan(x) = 0,5 , µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

9. Batuk : 5 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0 dan µ tinggi(x) = 0 10. Otot sakit : 5 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0 dan µ tinggi(x) = 0 11. Rasa lelah : 7 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,5 dan µ tinggi(x) = 0,5 12. Bersin : 1 µ ringan(x) = 1, µ sedang(x) = 0 dan µ tinggi(x) = 0

13. Gatal pada mata : 5

µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0 dan µ tinggi(x) = 0 14. Hidung gatal : 8 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0,25 15. Mata sembab : 5 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0 dan µ tinggi(x) = 0 16. Bersin alergi : 6 µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,75 dan µ tinggi(x) = 0,75

(24)

HASIL DAN KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan masing-masing miu diatas kita mendapatkan rule yang tepat sehingga kita bisa mendapatkan hasil diagnosis sesuai dengan rule tersebut. Berikut ini adalah beberapa contoh aturan-aturan atau rule yang digunakan :

1. INFLUENZA IF DEMAM=RENDAH . TENGGOROKAN

KERING=RENDAH . NYERI KEPALA=RENDAH . SUARA BINDENG=RENDAH . BATUK=RENDAH . PILEK=RENDAH . OTOT SAKIT=RENDAH . RASA

LELAH=RENDAH THEN INFLUENZA

6341. INFLUENZA IF DEMAM=TINGGI . TENGGOROKAN KERING=TINGGI . NYERI KEPALA=TINGGI . SUARA BINDENG=RENDAH . BATUK=RENDAH . PILEK=TINGGI . OTOT SAKIT=SEDANG . RASA LELAH=SEDANG THEN

INFLUENZA

2. POLIP IF HIDUNG BUNTU=RENDAH . SUARA BINDENG=SEDANG THEN POLIP

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

7. POLIP IF HIDUNG BUNTU=TINGGI . SUARA BINDENG=RENDAH THEN POLIP

847. RINITIS ALERGI IF BERSIN=RENDAH . PILEK=SEDANG . HIDUNG BUNTU=RENDAH . BATUK PARAH=SEDANG . HIDUNG

GATAL=SEDANG . GATAL PADA MATA=SEDANG . RASA

LELAH=RENDAH . MATA SEMBAB=RENDAH THEN RINITIS ALERGI

3333. RINITIS ALERGI IF BERSIN=SEDANG . PILEK=SEDANG . HIDUNG BUNTU=SEDANG . BATUK PARAH=TINGGI . HIDUNG GATAL=RENDAH . GATAL PADA MATA=SEDANG . RASA LELAH=RENDAH . MATA

SEMBAB=TINGGI THEN RINITIS ALERGI

3. RINITIS VASOMOTOR IF HIDUNG GATAL=RENDAH . TENGGOROKAN KERING=TINGGI THEN RINITIS VASOMOTOR

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

9 RINITIS VASOMOTOR IF HIDUNG GATAL=TINGGI . TENGGOROKAN

KERING=TINGGI THEN RINITIS VASOMOTOR

10 SINUSITIS MAKSILARIS AKUT IF TENGGOROKAN

KERING=RENDAH . DEMAM=RENDAH . RASA LELAH=RENDAH . NYERI

PIPI=SEDANG . HIDUNG BUNTU=RENDAH . BERSIN ALERGI=RENDAH THEN SINUSITIS MAKSILARIS AKUT

720 SINUSITIS MAKSILARIS AKUT IF TENGGOROKAN

KERING=TINGGI . DEMAM=TINGGI . RASA LELAH=TINGGI . NYERI

PIPI=SEDANG . HIDUNG BUNTU=TINGGI . BERSIN ALERGI=TINGGI THEN SINUSITIS MAKSILARIS AKUT

4 SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK IF NYERI KEPALA=RENDAH .

BATUK=RENDAH . HIDUNG BUNTU=SEDANG . NYERI GIGI GRAHAM=RENDAH THEN SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK

59 SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK IF NYERI KEPALA=TINGGI .

BATUK=RENDAH . HIDUNG BUNTU=SEDANG . NYERI GIGI GRAHAM=SEDANG THEN SINUSITIS MAKSILARIS KRONIK

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Proses Penentuan Output Crisp

Setelah diperoleh kesimpulan dari proses inferensi maka akan digunakan rata-rata terbobot untuk mengubah nilai dari variable linguistik ke nilai numerik, proses yang dipakai dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan metode Tsukamoto, setiap

konsekuen pada suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas ( crisp ) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot :

Hasil dari proses diatas didapat bahwa tingkat resiko yang tertinggi yaitu pada Rinitis Vasomotor, jadi diambil kesimpulan penyakit yang diderita pasien yaitu Rinitis vasomotor.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tampilan Awal GUI Aplikasi Fuzzy Infrence System (FIS) Tsukamoto Untuk Menganalisa Tingkat Resiko Penyakit Dalam

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tampilan Akhir GUI Aplikasi Fuzzy Inference System (FIS) Tsukamoto Untuk Menganalisa Tingkat Resiko Penyakit Dalam

(30)

KESIMPULAN

1. Logika fuzzy dapat bermanfaat karena merupakan sebuah

cara yang efektif dan akurat untuk mendeskripsikan persepsi

manusia terhadap persoalan pengambilan keputusan.

2. Fuzzy merupakan representasi suatu pengetahuan yang

dikonstruksikan dengan if-then rules.

3. Pada metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan

yang berbentuk if-then harus direpresentasikan dengan suatu

himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton.

4. Kurangnya transparansi pada metode Tsukamoto

menyebabkan penggunaannya tidak seluas metode inferensi

fuzzy Mamdani dan Sugeno.

(31)

SARAN

Adapun saran dari Tugas Akhir ini adalah

masih terbuka untuk penelitian lanjutan

dan

dengan

menggunakan

metode

inferensi selain Tsukamoto.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

− Hellmann, Martin, 2001, “Fuzzy Logic Introduction”.

− Kusumadewi, Sri., Purnomo, Hari. 2004. “ Aplikasi

Logika Fuzzy Untuk Pendukumg Keputusan”.

− Klir, G.J., Yuan, B. 1995. “Fuzzy Sets and Fuzzy

Relation:

Theory

and

Applications”,

New

Jersey:Prentice Hall.

(33)

Gambar

Grafik Fungsi Derajat Keanggotaan Nyeri Pipi

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dilakukan perancangan dan pembuatan alat uji tarik berskala laboratorium yang berguna untuk mengetahui kekuatan yang dimiliki oleh kawat yang

Dari pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa identifikasi jenis tumbuhan berdasarkan tulang daun menggunakan alihragam wavelet Reverse Biorthogonal

Jika bystander i effect i semakin i tinggi, makai terjadinyai kecenderungani kecurangani akuntansii juga semakini tinggi... Jika bystanderi effecti semakini tinggi, makai

katekisasi bagi warga jemaat asal Marapu yang akan dipakai oleh gereja-gereja di

Menurut Winanda Allatif (2009), dalam penelitiannya berjudul “Analisis Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan Konsumen dalam Pembelian Sepeda Motor merek Suzuki

Terlihat sudah ada sedikit tumpang tindih antara kewenangan pusat dan daerah, hal ini dapat dibandingkan kembali dengan Keputusan Menteri ESDM No.: 1453.K/ 29/29/MEM/2000 dimana

Salah satu hal terpenting dari bisnis kita adalah adanya support sistem yang menyediakan suatu sistem, karena aset hanya akan bisa terbentuk dengan adanya sistem

Bila yang disoroti sisi bentuk dari ujaran bermakna (shigat ma’niyah), berarti kita membahasnya sebagai satuan leksikal, sedangkan jika yang disoroti lebih pada sisi