• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712013027 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1 712013027 Full text"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

Akibat “Purut” Terhadap Tingginya Pernikahan Usia Dini Dalam Masyarakat

Dayak Agabag Jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas – Sebuku Kalimantan Utara

Oleh:

AYU ANDRETHA V.A.K. RATU 712013027

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Allah Yang Maha Kuasa karena begitu besar kasih dan rahmatnya yang telah Ia berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang adalah syarat bagi mahasiswa Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dengan baik. Ada begitu banyak perjuangan yang harus ditempuh oleh penulis ketika menyusun Tugas Akhir ini. Namun, penulis dapat menjadi kuat oleh karena bantuan dari Tuhan Yesus dan orang-orang yang dengan tulus membantu penulis dalam menyusun Tugas Akhir ini. Penulis berterimakasih kepada Fakultas Teologi UKSW dari para dosen-dosen yang telah memberikan pengajaran bagi penulis selama berkuliah sampai dengan para pegawai tata usaha yang juga ikut membantu penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir. Terimakasih juga untuk Ibu Pdt. Mariska Lauterboom dan Bapak Pdt. Dr. Jacob Daan Engel sebagai wali studi yang selalu mendukung perkuliahan penulis dan memberikan wejangan-wejangan terbaik untuk kehidupan maupun pelayanan penulis.

(7)

vii

sebagai keluarga saat di Sebuku. Terimakasih atas segala dukungan, masukan bahkan kritik bagi penulis dalam hal pelayanan, kehidupan pribadi hingga doa dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

Ucapan terimakasih juga penulis berikan kepada teman-teman terbaik selama penulis kuliah Vik Vischa, Friska, Vik Abed, dan Elly atas dukungan doa dan motivasinya untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini serta terimakasih telah memberikan telinganya untuk mendengar segala keluh kesah selama 4 tahun berteman. Terimakasih teman-teman kontrakan telah membantu penulis dalam memberi dukungan maupun bantuan lainnya selama perkuliahan. Terimakasih teman-teman angkatan 2013 yang berjuang dari awal masuk kuliah sampai dengan penyusunan Tugas Akhir dan nantinya sebagian akan di wisuda bersama-sama. Terimakasih teman seperjuangan saat Praktek Pendidikaln Lapangan 6 selama kurang lebih 8 bulan 15 Laskar Kristus. Terimakasih juga buat kakak-kakak layan dan adik-adik layan Persekutuan Teruna GPIB Tamansari Salatiga untuk segala doa serta dukungan bagi penulis dalam setiap pelayanan dan penyusunan Tugas Akhir.

Terakhir, penulis mengucapkan terimakasih kepada keluarga yaitu Mama, Papa, Ayu dan Etty atas segala dukungan yang telah diberikan dalam perkuliahan maupun pelayanan yang penulis lakukan di Salatiga maupun di Sebuku. Terimakasih telah menjadi pendukung dan pendoa yang setia bagi penulis. Terkhususnya Mama Dayu yang bukan hanya menjadi seorang Ibu tetapi juga sahabat yang paling setia dikala penulis hendak menceritakan segala kesediahan dan kebahagiaan. Terimakasih Papa Ben yang selalu mengingatkan penulis untuk selalu berdoa meminta penyertaan Tuhan. Penulis menyadari bahwa tanpa doa dan dukungan kalian, penulis tidak akan dapat menyelesaikan perkuliahan dan Tugas Akhir ini. Pada akhirnya, sebagai kata

penutup penulis mengutip kata-kata akhir setiap kali Papa Ben menelfon “Bahagia

boleh aja, tetapi yang terpenting tetap berdoa dan mengucap syukur selalu kepada Tuhan Yesus”.

(8)

viii

DAFTAR ISI

COVER ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

PERSETUJUAN AKSES ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

MOTTO ... x

Abstrak ... xi

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 4

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Metode Penelitian ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

2. LANDASAN TEORI ... 6s 3. HASIL PENELITIAN ... 10

3.1 Gambaran Umum GPIB Sion Nunukan Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas ... 10

3.2 Faktor-Faktor Penyebab dan Akibat Purut Terhadap Tingginya Pernikahan Usia Dini ... 12

(9)

ix

4.1 Faktor-Faktor Penyebab dan Akibat Purut Terhadap Tingginya Pernikahan

Usia Dini ... 17

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

5.1 Kesimpulan ... 21

5.2 Saran ... 22

(10)

x

Motto

“ Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah

pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi

kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu

Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui

kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan

memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu

dapat menanggungnya.”

( 1 Korintus 10:13)

Berusahalah menghadapi segala perjuangan itu, bila

ditengah jalan merasa tidak kuat oleh banyaknya

persoalan, ingatlah Tuhan Yesus selalu menyertai.

Karena Tuhan Yesus itu baik dan selalu baik buat

(11)

xi Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan “Purut” yang dalam bahasa Dayak Agabag berarti mas kawin menjadi akibat dari tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Sebuku. Penelitian ini juga memberikan pemahaman mengenai arti “Purut” yang sesuai dengan teori mas kawin dalam sudut pandang antropologis. Adapula pemahaman mengenai pernikahan Kristen bagi warga jemaat Gereja. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab “Purut” sehingga mengakibatkan tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas ialah faktor ekonomi keluarga dan faktor pendidikan keluarga yang rendah.

(12)

1 1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada umumnya pernikahan dipahami sebagai upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan

ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.1 Dalam

hukum perdata, pernikahan diatur dalam Undang-undang perkawinan pasal 1 nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Jadi, dapat dikatakan bahwa pernikahan atau

perkawinan ialah suatu ikatan janji dari laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang sesuai dengan norma agama, norma hukum dan norma sosial.

Pada proses menuju pernikahan atau perkawinan, seorang pria akan mencari pasangannya seorang wanita atau sebaliknya, yang masing-masing menurut persyaratan-persyaratan tertentu yang diperlukan. Adapun persyaratan untuk menentukan pasangan itu dibagi menjadi dua bagian yaitu persyaratan yang bersifat umum dan khusus. Persyaratan yang bersifat umum ini lebih berkaitan dengan persyaratan yang formal. Misalnya, seperti yang telah tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 tahun. Sedangkan persyaratan yang bersifat khusus dimiliki oleh setiap individu. Persyaratan-persyaratan ini dapat juga dikatakan bersifat pribadi, karena masing-masing individu tentunya memiliki persyaratan yang

1

Mubasyaroh, Analisis Faktor Penyebab Pernikahan Dini dan Dampaknya bagi Pelakunya dalam Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosial Keagamaan Yudisia 7, No.2 (Desember, 2016): 386.

2

(13)

2

berbeda-beda.3 Misalnya, seorang gadis berumur 25 tahun, beragama Islam,

orangnya jujur ataupun sebaliknya laki-laki berumur 25 tahun, jujur, setia dan taat beragama. Bahkan dalam kehidupan tata aturan bergereja.

Adapun peraturan yang diberikan dari Gereja dalam hal ini GPIB terkait dengan permasalahan perkawinan terdapat dalam akta Gereja GPIB yang menyatakan bahwa mengacu pada Undang-Undang N0. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, khusus mengenai pelaksanaan Perkawinan Kristen-Protestan dalam buku UU N0. 1 Tahun 1974 bagian penjelasan (halaman 30) : “Yang dimaksud dengan hukum masing-masing Agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan Agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam

undang-undang ini.”4 Hal ini berarti dengan jelas GPIB mengikuti peraturan

dalam UU Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan akan dilaksanakan bila laki-laki telah mencapai umur 19 tahun dan perempuan 16 tahun.

Masalahnya berdasarkan pengamatan peneliti, ada 15 Kepala Keluarga (KK) dari 80 KK jemaat GPIB Sion Nunukan pospelkes Alang Engkuanan Apas yang melakukan pernikahan usia dini. Menariknya, usia dari perempuanlah yang paling banyak tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Rata-rata usia dari perempuann yang menikah ialah di bawah 16 tahun. Sedangkan laki-laki rata-rata di atas 19 tahun. Oleh karena peraturan Gereja menentang adanya pernikahan di usia dini, mereka memilih untuk menikah secara adat terlebih dahulu. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan kuatnya tradisi dan cara pandang masyarakat yang masih menjadi pendorong bagi anak perempuan melaksanakan pernikahan di usia dini.

Salah satu unsur tradisi pernikahan yang menunjang terjadinya pernikahan usia dini ialah secara khusus yakni mas kawin. Ada berbagai macam nama mas kawin dan ketentuan-ketentuan menurut berbagai daerah. Arti dari mas kawin

3

Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, (Yogyakarta:ANDI, 2004), 23-24.

4

(14)

3

ialah pihak (kelompok) laki-laki mesti mengalihkan sejumlah kekayaan kepada pihak (kelompok) perempuan. Mas kawin dapat berupa barang, uang ataupun jasa

(pemuda beberapa lama bekerja bagi kepentingan pihak perempuan).5 Dalam

masyarakat Dayak Agabag mas kawin disebut dengan Purut. Biasanya mas kawin mereka terdiri dari uang, dan berbagai macam barang sesuai dengan keinginan dari pihak keluarga perempuan.

Menurut Koentjaraningrat, mas kawin mula-mula adalah sebagai pengganti kerugian yang diberikan kepada suatu kelompok manusia oleh karena anak perempuannya diambil untuk di bawa kawin. Dalam suatu kelompok kecil, tiap-tiap warga di dalamnya memiliki potensi bagi kehidupan kelompok itu. Sehingga

mas kawinlah dianggap sebagai penggantinya.6 Namun, secara khusus

berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata pemahaman mengenai mas kawin atau purut yang adalah pemberian pengganti bagi kelompok kecil dalam hal ini adalah keluarga perempuan tidaklah sama. Terdapat beberapa permasalahan terkait dengan mas kawin atau yang disebut “Purut”. Permasalahan yang pertama ialah penentuan Purut yang berlebihan dari pihak perempuan. Sehingga hal ini membuat mas kawin terkesan menjadi alat untuk memeras

keluarga pihak laki-laki. Permasalahan kedua ialah “Purut” terlihat sebagai salah

satu alasan bagi keluarga untuk menikahkan anak perempuannya agar mendapatkan purut yang nantinya digunakan untuk melunasi Purut dari saurdara laki-lakinya. Meskipun anak perempuannya terbilang masih anak di bawah umur, hal itu tidak menjadi sebuah hambatan bagi keluarga untuk menikahkan anaknya. Oleh karena itu peneliti kemudian memilih untuk memfokuskan penelitian ini pada akibat “Purut” terhadap tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag di jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas.

5

C. Groenen , Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, (Yogyakarta:Kanisius, 1993), 39.

6

(15)

4 1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana akibat “Purut” terhadap tingginya pernikahan usia dini dalam

masyarakat Dayak Agabag jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Sebuku?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini ialah mendeskripsikan pemahaman tentang akibat “Purut” terhadap tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Sebuku.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi Gereja dalam memberikan pembinaan mengenai pernikahan di jemaat melalui pelayanan khotbah ataupun pembinaan secara khusus bagi jemaat sehingga jemaat tidak mudah untuk melakukan pernikahan usia dini. Penelitian ini juga bermanfaat bagi masyarakat dalam

memberikan pemahaman tentang arti dan makna “Purut” yang sesungguhnya.

1.5Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif, metode deskriptif adalah metode yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu keadaan,

suatu pemikiran atau kelas peristiwa pada masa sekarang. 7 Peneliti memilih

metode deskriptif karena sesuai dengan fokus dari penelitian ini yang meneliti tentang suatu keadaan di dalam sekelompok manusia dalam peristiwa masa sekarang. Meleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi

7

(16)

5

komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.8 Sama

halnya dengan tujuan penelitian kualitatif, penelitian inipun menggunakan proses interaksi secara mendalam dengan fenomena yang diteliti yaitu pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag di desa Apas, Sebuku-Kalimantan Utara.

 Unit Analisa dan Unit Pengamatan :

Unit Analisa dalam penelitian ini adalah Gereja Pos pelkes Alang Engkuanan. Unit pengamatan dalam penelitian ini adalah warga jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas di Sebuku, Kalimantan Utara.

 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah GPIB Sion Nunukan Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas di Sebuku, Kalimantan Utara.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah wawancara. Informan terdiri dari Ketua Adat Apas Sebuku, Pendeta Jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas dan 6 orang masyarakat desa Apas. Adapun alasan dari pemilihan para informan ialah karena peneliti menganggap para informan ini termasuk sebagai orang-orang yang telah melakukan dan melihat proses pernikahan secara adat Dayak Agabag. Keenam informan itu diantara lain ialah dua orang majelis jemaat dan empat orang jemaat GPIB Sion Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Sebuku.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam tulisan ini, penulis memberikan susunan sistematika yang menjadi rangkaian penulisan dari bagian pertama hingga bagian yang keempat. Dari bagian pertama hingga keempat mempunyai pokok masing-masing, tetapi tetap menjadi satu bagian besar yang saling melengkapi satu sama lainnya.

8

(17)

6

Bagian 1, Pendahuluan yang didalamnya dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bagian 2, Landasan teori-teori meliputi teori mas kawin

Bagian 3, Hasil penelitian berupa Faktor-faktor penyebab dan akibat Purut terhadap tingginya pernikahan usia dini menurut masyarakat Dayak Agabag jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas

Bagian 4, Menganalisis data yang didapat dilapangan dengan teori-teori yang telah ditetapkan.

Bagian 5, Penutup meliputi kesimpulan dari hasil temuan yang diperoleh dari pembahasan analisis serta kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian kedepannya

2 LANDASAN TEORI

Perkawinan adalah pertama-tama soal keluarga atau famili: mereka yang mengadakan perundingan, mereka yang menetapkan “mas kawin” pada orang Yahudi “mahar”, mereka yang memimpin upacara perkawinan, dan sebagainya. Menurut peraturan-peraturan ini suatu perkawinan adalah sah, apabila berdasarkan atas persetujuan kedua pihak (pihak pria dan wanita), dengan atau tanpa upacara. Di samping peraturan-peraturan perkawinan, gereja juga mengambil ahli rupa kebiasaan Romawi , misalnya: pemasukan cincin ke jari manis dari tangan kiri wanita beberapa waktu sebelum perkawinan berlangsung,

pemakaian tudung, pemakaian mahkota dan pembayaran mas kawin.9

Tanpa peneguhan dan pemberkatan (yang berlangsung dengan penumpangan tangan) perkawinan anggota-anggota gereja tidak dianggap sah. Dengan jalan

demikian lama-kelamaan upacara gereja ini berkembang menjadi “misi nikah”,

seperti yang kita temui dalam dokumen-dokumen liturgia lama. Dalam doa-doa

9

(18)

7

nikah yang terdapat dalam dokumen-dokumen lama itu bukan saja diminta kepada Tuhan, supaya Ia memimpin, menjaga dan memelihara pengantin laki-laki dan perempuan dalam hidup mereka, tetapi juga supaya Ia memberkati perkawinan mereka dengan “banyak anak”.10

Sakramen perkawinan mengakibatkan bahwa cinta kasih antara suami-istri disempurnakan, ditingkatkan dan dipadukan dengan cinta kasih ilahi. Santo Paulus memandang cinta kasih antara suami-istri sebagai lambing persatuan Kristus dengan Gereja. Seperti Kristus mencintai Gereja, sampai rela mengorbankan hidup-Nya demi keselamatan Gereja, demikian pula suami dan istri harus saling mencintai dan rela mengorbankan segala-galanya (Ef 5:21-33).11

Iman Kristen selalu berpegang teguh pada pewahyuan (Kej 2:18-24) bahwa perkawinan berasal dari Allah sendiri, yang menghendaki suami-istri pertama sebagai awal kodrati dari segenap umat manusia. Perkawinan harus meneruskan kehidupan umat manusia. Sejak awal, persatuam pria dan wanita mempunyai dua ciri pokok, yakni monogami dan langgeng. Hal itu kemudian dimaklumkan oleh Injil atas wewenang Yesus, yang menegaskan kepada orang farisi dan para rasul bahwa perkawinan itu dari dirinya sendiri haruslah terbentuk dari dua orang saja, pria dan wanita, yang membentuk satu daging saja dan ikatan itu atas kehendak Tuhan sudah begitu disatukan sehingga tak ada seorang pun yang boleh

menceraikannya (Mat 19:5-6).12

Perkawinan orang-orang Kristen bukan saja suatu persekutuan hidup, tetapi juga suatu persekutuan percaya. Persekutuan percaya ialah bahwa suami dan isteri dalam hidup mereka harus mempunyai penyesuaian paham tentang soal-soal prinsipil, seperti: makna hidup ini, maksud dan tujuan perkawinan, tugas

10

Ibid., 210.

11

Pankat Kas, Ikutilah Aku, Warta Gembira untuk Para Calon Baptis. (Yogyakarta: Kanisius, 1986), 154.

12

(19)

8

suami dan isteri, tanggung jawab orang tua, pendidikan anak-anak, dan

lain-lain.13 Terutama yang berkaitan dengan nilai tradisi mas kawin setempat.

Lebih lanjut, menurut van Ossenbruggen dalam mas kawin terdapat nilai magis dan sakti. Harta pemberian mempunyai fungsi khusus, yakni mengembalikan kegoncangan keseimbangan kekuatan sakti dalam kelompok

keluarga wanita, karena seorang gadis diambil keluar dari kelompoknya.14

Dalam budaya suku tradisional, rasa setia kawan kelompok lebih kuat daripada orang-perorangan. Untuk menjalin ikatan kelompok, urusan perkawinan diberikan mas kawin dari suku pria kepada suku wanita. Mas kawin (dalam pelbagai bentuk) merupakan tanda ikatan antara dua suku, tanda penghargaan

pihak pria kepada pihak wanita.15 Mas kawin juga bermaksud memantapkan

perkawinan dan mempersulit baik poligami maupun perceraian. Mas kawin itu bukan “harga beli” untuk memperoleh istri sebagai “milik”. Mas kawin terlebih sebagai suatu kompensasi kekuatan sosio-ekonomis perempuan yang pindah ke kelompok lain (patrilineal), sehingga kelompok asal perempuan secara

sosio-ekonomis diperlemah (kesuburan, tenaga kerja). 16

Selain itu, Mas kawin dapat berarti juga sebagai sejumlah harta yang diberikan oleh pemuda kepada si gadis dan kaum kerabat si gadis. Arti dasar dari mas kawin adalah mula-mula mungkin mengganti kerugian. Dalam suatu kelompok manusia, terutama suatu kelompok kecil yang tiap-tiap warga di dalamnya merupakan tenaga-tenaga potensi yang amat penting bagi kehidupan kelompok itu. Demikian jika setiap gadis yang diambil untuk di bawa kawin, maka kelompok sebagai keseluruhan akan menderita kerugian. Oleh karena itu

13

J.L. Ch Abineno. Perkawinan (persiapan, persoalan-persoalan dan pembinaannya). (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983), 14-15.

14

Hans J, Daeng. Manusia, kebudayaan dan lingkungan tinjauan antropologis. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 6.

15

Jacobus Tarigan, Pr. Religiositas, Agama dan Gereja Katolik. (Grasindo: Jakarta, 2007), 125.

16

(20)

9

Mas kawin itulah dipahami sebagai penggantinya.17 Berdasarkan tata aturan yang

berlaku untuk mas kawin tersebut.

Besar kecilnya mas kawin itu tentu berbeda-beda pada berbagai suku bangsa di dunia. Kadang-kadang besar kecilnya mas kawin harus ditetapkan secara berunding antara kedua belah pihak yang bersangkutan dan sesuai dengan kedudukan, kepandaian, kecantikan, umur dan lain sebagainya. Sedangkan pada suku bangsa yang lain, mas kawin merupakan sejumlah harta benda yang tidak

harus dibayar sekaligus, tetapi berangsur-angsur dalam waktu panjang.18

Fungsi mas kawin pada banyak suku bangsa di Indonesia adalah sebagai syarat. Mengenai hal syarat itu orang biasanya tidak bertanya lagi untuk apa; ia hanya tahu bahwa mas kawin itu syarat dan karena itu harus dilakukan. Di berbagai suku bangsa akan ada kecenderungan dan dapat dilihat bahwa benda yang dipakai sebagai mas kawin itu adalah benda yang dianggap mengandung

kekuatan sakti.19 Hal ini juga secara tidak langsung dikaitkan dengan keberadaan

perkawinan tersebut.

Alasannya karena orang (kelompok) yang (mesti) membayar mas kawin (yang bisa besar sekali) tidak mudah mengizinkan istri diceraikan. Sebab kalau demikian mas kawin tanpa kompensasi hilang. Tidak mudah pula orang beristri banyak, sebab terlalu mahal. Hanya mesti diakui bahwa akibat perubahan

struktur masyarakat pada umumnya, mas kawin sana-sini menjadi “liar”, oleh

karena terlepas dari konteks (struktur) semula yang melemah. Mas kawin oleh kelompok perempuan disalahgunakan untuk menggaruk keuntungan ekonomis sebesar-besarnya. Itu memang jalannya untuk menghilangkan mas kawin sama sekali, oleh karena tidak terbayar lagi. Banyak perempuan tidak lagi bisa

17

Koentjaraningrat. Beberapa pokok antropologi sosial. (Penerbit Dian Rakyat, 1967). 94

18

Ibid., 95

19

(21)

10

mendapat suami.20 Karena berbagai masalah pemahaman dan tujuan mas kawin

tersebut.

Walaupun mas kawin sesungguhnya sudah digariskan oleh adat sehingga wajar kalau orang mentaatinya, namun cukup sering terjadi bahwa orang mengadakan perubahan pada belis itu. Perubahan tersebut berupa menaikkan jumlah dan jenis barang yang akan diserahkan. Adakalanya seluruh jenis barang yang sudah ditentukan adat itu seperti gading gajah, perhiasan dari gading, jumlah kuda, semuanya diminta dalam jumlah uang yang biasanya mencapai nilai jutaan rupiah. Jika demikian, pembicaraan tentang mas kawin antara kedua belah pihak berubah menjadi suatu gelanggang adu pendapat. Kedua belah pihak mempertahankan harga diri, gengsi, dan prestise. Dalam keadaan seperti ini orang menjadi buta tentang keadaan mereka yang sebenarnya, karena dengan jalan apapun akan diusahakan agar tuntutan keluarga gadis terpenuhi. Kalau

perlu biar ludes, asal harga diri tidak diinjak-injak.21 Oleh karena itu berdasarkan

kondisi yang demikian maka mas kawin kehilangan maknanya terutama jika motif ekonomi yang menjadi titik tujuan diberlakukannya suatu perkawinan

3 HASIL PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum GPIB “Sion” Nunukan Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas

GPIB “Sion” Nunukan berada di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Pada pertengahan tanhin 1965 Gereja disepakati untuk menjadi Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB). Berdasarkan hasil Sidang Majelis Jemaat (SMJ) hari Jumat, 28 Juli 2017 telah disepakati dan diputuskan bahwa

berdirinya Gereja GPIB “Sion” Nunukan pada tanggal 10 Agustus 1965.22 GPIB

“Sion” Nunukan memiliki 5 Pos Pelkes yaitu Pos Pelkes Binusan, Alang

20

C. Groenen. Perkawinan Sakramentl, 40

21

Hans J, Daeng. Manusia, 11-12

22

(22)

11

Engkuanan Apas Sebuku, Timug Kabayagan Sebuku, Sei Manggaris dan Damai. Terdapat 6 Pelayanan Kategorial yaitu PA (Persekutuan Anak), PT (Persekutuan Teruna), GP (Gerakan Pemuda), PKB (Persekutuan Kaum Bapak), PKP (Persekutuan Kaum Perempuan) dan PKLU (Persekutuan Kaum Lanjut Usia). Ketua Majelis Jemaat saat ini ialah Ibu Pdt. Christine Djama-Kaunang dengan

jumlah majelis jemaat 30 orang dan jumlah jemaat 250 orang.23

GPIB “Sion” Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas adalah salah satu Pos pelayanan dan kesaksian dari GPIB “Sion” Nunukan yang berada di desa Apas, Kecamatan Sebuku pada wilayah Utara Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Untuk sampai di desa Apas perjalanan yang harus ditempuh kurang lebih 3 jam

dengan menggunakan speed boat kecil dari Kota Nunukan. Perjalanannya dari

laut hingga menyusuri aliran sungai. Setibanya di dermaga Pembeliangan dilanjutkan perjalanan darat sekitar 30 menit lamanya baru tiba di desa Apas. Suku Asli yang mendiami daerah Kecamatan Sebuku adalah suku Dayak Agabag dan Tidung, yang pada umumnya tinggal di tepi aliran sungai tikung. Gereja GPIB “Sion” Nunukan Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas resmi menjadi bagian dalam pelayanan dan kesaksian dari GPIB Sion Nunukan pada tanggal 15 Mei 1972. Awalnya gedung Gereja terletak di bagian hilir sungai, namun pada tahun

2016 gedung Gereja berpindah di bagian hulu sungai. 24

Adapun jumlah jemaat di GPIB Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas ialah 80

KK (Kepala Keluarga).25 Rata-rata jemaat berasal dari suku Dayak Agabag yang

(23)

12

orang yang seharusnya berada di PelKat PT (Persekutuan Teruna). Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia untuk dijadikan pengurus dan pelayan di kedua PelKat. Jumlah orang-orang yang di masing-masing PelKat juga terbilang sedikit.

3.2 Faktor-Faktor Penyebab Dan Akibat “Purut” Terhadap Tingginya Pernikahan Usia Dini

Pernikahan adalah suatu hubungan yang dibangun antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan dengan tujuan untuk saling membahagiakan satu

sama lainnya dan melengkapi segala kekurangan dari pasangan.26 Pernikahan

juga dapat berarti sebagai terciptanya suatu keluarga baru antara pihak laki-laki

dan perempuan menjadi satu keluarga besar.27 Pernikahan dalam adat dayak

Agabag akan terjadi, bila segala ketentuan mengenai proses pernikahan secara

adat telah terpenuhi.28 Adapun proses pernikahan dayak agabag yaitu;

Melamar (Antamong)

Pihak laki-laki bersama keluarga melamar (Antamong) mempelai perempuan, maksud dan tujuannya adalah mengambil mempelai perempuan untuk dibawa ketempat mempelai laki-laki. Setelah empat hari pihak laki-laki mengantar kembali pihak perempuan, yang artinya dalam bahasa dayak agabag adalah (Apakidau). Pihak laki-laki membawa pengikatan yaitu berupa rantai emas dan cicin emas.

Seserahan (Kiab kabang)

Kiab kabang adalah suatu proses pengikatan secara resmi oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pihak laki-laki membawa barang pengikatan Setelah

26

Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Pnt. Jhon Ibay, Kamis, 13 Juli 2017, pukul 14:50 WIB.

27

Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Pnt. Yoel Rispen, Kamis, 13 April 2017, pukul 19:17 WIB

28

(24)

13

proses kiab kabang selesai maka pihak laki-laki menunggu dari pihak perempuan untuk menentukan pernikahan adat.

Penentuan Tanggal Pernikahan Adat (Antibuku)

Pihak perempuan bersama keluaraga menentukan tanggal kapan

dilaksanankan pernikahan dan kemudian pihak perempuan menentukan permintaan mas kawin (Purut) kepada pihak laki-laki. Pihak perempuan menentukan permintaan mas kawin (purut) kepada pihak laki-laki yaitu:

1. Satu buah tempayan lama (sampah) 2. Satu ekor kerbau

3. Dua tempayan merah (guliabay alagang) 4. Satu gong besi

5. Dua buah tempayan kuning besar ( asilow mayo) 6. Satu buah balayung (pandulugan)

7. Satu buah manila led (pandulugan) 8. Satu buah balau lumot (konsapan)

9. Satu buah balau lumot ( kaodanan)

Setelah selesai pernikahan, mempelai perempuan berkewajiban membawa peralatan yang disiapkan oleh orang tua mempelai perempuan untuk kelengkapan

peralatan rumah atau dapur29

Jika segala proses pernikahan secara adat telah terpenuhi, maka akan dilanjutkan dengan pernikahan secara Gereja. Pernikahan Gereja pun akan dapat berlangsung bila segala syarat-syarat telah terpenuhi. Misalnya, adanya surat baptis dari kedua belah pihak, usia yang telah memenuhi sesuai dengan peraturan dalam UU Perkawinan yaitu perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun dan surat sidi dari kedua belah pihak. Namun, dalam kenyataannya ada banyak dari jemaat yang hanya mementingkan pernikahan adat dibandingkan pernikahan Gereja.

29

(25)

14

Mereka lebih memilih untuk melakukan pernikahan adat karena umur yang

belum mencukupi untuk menikah secara Gereja.30

Purut adalah suatu tradisi pemberian dari pihak laki-laki terhadap keluarga perempuan dalam proses pernikahan yang diwariskan secara turun-temurun oleh

nenek moyang masyarakat dayak Agabag.31 Adapun proses penentuan Purut

dilakukan dengan cara mengumpulkan kedua keluarga pihak laki-laki dan perempuan. Kemudian, pihak keluarga perempuan menyampaikan permintaan Purut. Bila pihak laki-laki menyanggupi permintaan Purut dari pihak perempuan barulah dibicarakan tentang persiapan pernikahan selanjutnya. Apabila pihak laki-laki tidak menyanggupi purut, pernikahan tetap dapat berjalan, tergantung dengan kesepakan kedua belah pihak, khususnya keputusan dari pihak perempuan yang memberikan kesenjangan waktu untuk membayar purut. Kesepakatan mengenai Purut inipun tertulis didalam surat perjanjian yang menyatakan bahwa laki-laki menyanggupi permintaan Purut dari laki-laki dan berapa saja Purut yang telah terpenuhi. Pemberian surat ini disaksikan langsung

oleh kepala desa dan ketua adat desa Apas32 Permintaan purut pun dilakukan dari

pihak perempuan bukan hanya dari orang tuanya saja tetapi juga keluarga besar perempuan ikut dalam pengambilan keputusan untuk menentukan purut. Begitupula kesanggupan permintaan purut dari pihak laki-laki, mereka akan melakukan perbincangan dengan keluarga besar bukan hanya orang tua saja. Pemberian waktu yang diberikan dari pihak perempuan selambat-lambatnya ialah

1 bulan.33

30

Hasil wawancara dengan Pendeta Jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Ibu Pdt Stefany Sahuburua, Sabtu, 22 April 2017, pukul 10:00 WITA.

31

Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Amir, Sabtu, 22 April 2017, pukul 10:45 WITA.

32

Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Hariyanto, Rabu, 12 April 2017, pukul 17.00 WITA.

33

(26)

15

Biasanya ada beberapa Purut saja yang diminta untuk segera dilunaskan oleh pihak keluarga perempuan. Purut yang masih belum terbayar lunas dapat dilunaskan sepanjang hidup dari pihak laki-laki. Kasarnya Purut ini dibawa sampai mati. Jadi, purut akan dikatakan lunas bila pihak laki-laki meninggal. Bila ada dari pihak laki-laki yang masih memiliki hutang Purut kepada pihak perempuan dan saudara pihak perempuan akan ada yang menikah, maka pihak

laki-laki wajib membantu untuk membayar Purut saudaranya.34

Pada era modern saat ini, syarat Purut secara turun-temurun yang masih

diberikan ialah tempayan. Penentuan dari jumlah tempayan yang akan diberikan tergantung kepada permintaan dari keluarga pihak perempuan. Barang-barang lain yang biasanya diminta ialah berupa sejumlah uang tunai, perabotan rumah tangga, elektronik, motor, dan lain sebagainya. Namun, dalam perjanjian pelunasan Purut hal terpenting yang harus segera diberikan ialah tempayan dan uang tunai untuk pernikahan. Barang-barang yang lainnya dapat diberikan secara

berangsur-angsur sesuai dengan kemampuannya.35

Purut memiliki makna sebagai simbol yang mengikat seorang perempuan sehingga ia menjadi hak milik bagi laki-laki. Makna lain yang dapat terlihat dari purut ialah sebagai alat untuk menunjukkan sikap saling membantu diantara keluarga. Karena, dalam penentuan purut keluarga besar perempuan berhak meminta apapun terhadap keluarga laki-laki, sehingga hal ini sedikitnya meringankan beban bagi setiap keluarga yang membutuhkan. Begitu pula dengan keluarga laki-laki, setiap keluarga membantu untuk memberikan purut yang

diminta oleh pihak perempuan.36

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan Purut menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat Dayak Agabag di desa Apas. Faktor yang pertama ialah

34

Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Hariyanto, Rabu 12 April 2017, pukul 17:00 WITA.

35

Hasil wawancara dengan Ketua Adat desa Apas Bapak Petrus Kapalat, Sabtu, 22 April 2017, pukul 11:05 WITA.

36

(27)

16

keadaan ekonomi keluarga. Permintaan purut yang berlebihan dari pihak perempuan menuntut keluarga pihak laki-laki untuk mengandalkan berbagi cara untuk memenuhinya. Salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan biaya untuk memenuhi Purut anak laki-lakinya ialah menikahkan anak perempuannya. Hal ini terlihat dari beberapa keluarga yang menjodohkan anak perempuannya hanya untuk memenuhi Purut dari saudara laki-lakinya. Faktor kedua ialah pendidikan keluarga yang rendah. Karena pendidikan yang rendah, mereka cenderung memiliki pemikiran yang sempit dan lebih memilih mencari solusi dengan cara yang mudah dan cepat. Hal ini terlihat dari pengambilan keputusan untuk menikahkan anaknya tanpa memikirkan apakah pernikahan anaknya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti umur, kesiapan mental dan lain sebagainya. Pemahaman mereka mengenai pernikahan juga kurang, khususnya pemahaman pernikahan menurut ajaran Gereja. Sehingga pernikahan yang terjadi

lebih banyak melalui proses adat saja.37

Akibat dari permasalahan-permasalahan Purut diatas, tingkat pernikahan usia dini di masyarakat dayak Agabag di desa Apas menjadi semakin meningkat. Karena bagi pihak keluarga laki-laki usia tidak menjadi penghalang untuk melaksanakan pernikahan anak perempuannya. Hal terpenting ialah anak laki-lakinya dapat memenuhi permintaan Purut dari keluarga perempuan. Mereka menikahkan anaknya di usia dini dengan tidak memikirkan kelanjutan pendidikan anak perempuannya ataupun masalah-masalah yang nantinya timbul

dari pernikahan di usia dini.38 Permasalahan yang timbul secara nyata dari

pernikahan usia dini ialah mereka tidak bisa mengesahkan pernikahan mereka secara Gereja maupun hukum Negara. Keinginan mereka untuk menikah di Gereja tempat mereka terdaftar sebagai warga jemaat harus tertunda oleh karena usia yang tidak mencukupi. Ketika mereka memiliki anak, anaknya pun tidak

37

Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Yahok, Rabu, 12 April 2017, pukul 15:30 WITA.

38

(28)

17

dapat dibaptis dengan menggunakan nama mereka sebagai wali, melainkan

digantikan dengan nama orang tua mereka.39

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor ekonomi keluarga dan faktor pendidikan keluarga yang rendah menjadi alasan bagi keluarga menikahkan anak perempuannya yang akhirnya mengakibatkan tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Agabag di jemaat GPIB Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas. Oleh karena keluarga yang tidak mampu membayar Purut anak laki-lakinya, mereka menikahkan anak perempuannya agar memperoleh Purut darinya. Pernikahan berlangsung tanpa memikirkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum Negara maupun Gereja. Bagi mereka yang terpenting adalah prosesi pernikahan secara adat berlangsung dan mereka mendapatkan “Purut”. Pendidikan yang rendah membuat mereka kurang memahami arti pernikahan khususnya pentingnya pemberkatan nikah di Gereja. Terlebih lagi mereka adalah jemaat Kristen yang telah menjadi warga jemaat Gereja.

4 PEMBAHASAN DAN ANALISA

4.1 Faktor-Faktor Penyebab Dan Akibat Purut Terhadap Tingginya Pernikahan Usia Dini

Dari hasil penelitian diatas mengenai Faktor-faktor penyebab dan akibat Purut terhadap tingginya pernikahan usia dini dapat terlihat bahwa memang faktor ekonomi keluarga yang rendah. Purut haruslah dilakukan, karena hal ini sesuai dengan fungsi purut sebagai syarat dari proses pernikahan secara adat

terkhususnya adat dayak Agabag.40 Sehingga permintaan purut yang berlebihan

sekalipun dari pihak keluarga perempuan tetap harus diberikan. Hanya mesti diakui bahwa akibat perubahan struktur masyarakat pada umumnya, mas kawin

sana-sini menjadi “liar”, oleh karena terlepas dari konteks (struktur) semula yang

melemah. Mas kawin oleh kelompok perempuan disalahgunakan untuk

39

Hasil wawancara dengan Pendeta Jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas, Ibu Pdt. Stefany Sahuburua, Sabtu, 22 April 2017, pukul 10.00 WITA

40

(29)

18

menggaruk keuntungan ekonomis sebesar-besarnya.41 Dalam pemahaman

mereka apapun yang diminta pastilah akan diberikan, karena itu merupakan syarat dalam tradisi secara turun-temurun yang harus dilakukan. Hal ini membuat keluarga laki-laki pada akhirnya menjadi buta tentang keadaan mereka yang sebenarnya, karena dengan jalan apapun akan diusahakan agar tuntutan keluarga

gadis terpenuhi.42

Jalan cepat yang mereka lakukan ialah menikahkan anak perempuan mereka dan purut yang diterima dari anak perempuannya dijadikan sebagai pelunasan purut kakak laki-lakinya. Permintaan purut secara berlebihan inilah yang pada akhirnya membuat purut menjadi akibat dari tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas. Padahal dalam kenyataannya, keadaan ekonomi mereka pun tidak berubah. Karena purut dapat terbilang hanya terputar-putar didalam keluarga mereka. Ketika mereka mendapatkan uang ataupun barang-barang dari keluarga laki-laki, sebagian barang-barang dan uang itupun nantinya digunakan ketika anak laki-laki didalam keluarga akan menikah. Dari permasalahan ini justru nantinya akan membuat anak laki-laki menganggap mudah untuk melaksanakan pernikahan. Terkhususnya mereka yang memiliki saudara perempuan, karena mereka akan berpikir bahwa saudara perempuan mereka akan siap membantu untuk memenuhi permintaan Purutnya.

Bila Purut atau mas kawin yang dalam pemahaman mereka ialah sebagai tradisi pemberian dari pihak laki-laki ke keluarga perempuan, maka Purut seharusnya menjadi sebuah pemberian yang diberikan untuk mengganti kerugian keluarga perempuan, karena salah satu kelompok didalam keluarganya telah

diambil keluar untuk menikah.43 Namun, pada kenyataannya pemahaman tentang

purut ini tidak sesuai dengan praktek yang dilakukan dalam proses pernikahan

41

C. Groenen, Perkawinan, 40

42

Hans J, Daeng. Manusia, kebudayaan dan lingkungan tinjauan antropologis. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 11-12

43

(30)

19

adat mengenai penentuan purut. Purut bukan lagi dianggap sebagai suatu pemberian bagi keluarga karena salah stau kelompoknya diambil keluar, melainkan sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan lain. Dalam hal ini ialah mendapatkan biaya tambahan agar pernikahan dari anak laki-lakinya dapat terlaksana. Penentuan purut yang berlebihan dari keluarga perempuan seharusnya menjadi peringatan bagi laki-laki agar tidak mudah melakukan poligami, justru menjadikan purut sebagai salah satu dampak terhadap terjadinya pernikahan usia

dini44. Karena pihak laki-laki telah terbiasa dengan tradisi purut yang saling

membantu antar keluarga, sehingga usaha mengumpulkan dana sebagai biaya pernikahan tidak dilakukan dengan baik. Mereka hanya cenderung berharap kepada bantuan dari saudara perempuannya untuk memenuhi purutnya.

Faktor pendidikan keluarga yang rendah juga menjadikan “Purut” menjadi

penyebab dari tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas. Pemahaman yang kurang mengenai pernikahan menjadikan mereka dengan mudahnya menikahkan anak perempuannya, walaupun anak perempuannya masih dibawah umur. Bagi mereka pernikahan ialah suatu hubungan yang dibangun dalam satu ikatan antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan dapat hidup saling melengkapi kekurangan satu sama lainnya. Pernikahan akan dianggap sah dan dapat diterima, bila mereka telah melakukan serangkaian proses pernikahan secara adat. Dalam hal ini ialah pernikahan adat sesuai dengan tradisi Dayak Agabag. Kenyataannya, pernikahan secara adat tidak memiliki surat yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan ini telah resmi menikah. Pernikahan secara adat hanya memberikan surat mengenai kesanggupan dari mas kawin yang akan diberikan dari pihak laki-laki kepada perempuan. Pernikahan memanglah mengenai hubungan antar laki-laki dan perempuan yang hendak membuat satu ikatan dan perundingan keluaraga mengenai mas kawin, namun akan menjadi masalah bila pernikahan ini tidak sesuai dengan peraturan-peraturan hukum Negara dan

44

(31)

20

Gereja. Terlebih lagi sebagai warga jemaat Gereja yang lebih penting ialah

pernikahan akan sah, bila ada peran Gereja di dalamnya.45

Tanpa peneguhan dan pemberkatan (yang berlangsung dengan penumpangan tangan) perkawinan anggota-anggota gereja tidak dianggap sah. Hal ini jelas menyatakan bahwa sebagai jemaat Gereja Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas, mereka haruslah menikah dengan adanya pemberkatan dan peneguhan nikah di Gereja. Mereka tidak boleh hanya mementingkan menikah secara adat saja. Dalam doa-doa nikah yang terdapat dalam dokumen-dokumen lama itu diminta kepada Tuhan, supaya Ia memimpin, menjaga dan memelihara pengantin

laki-laki dan perempuan dalam hidup mereka.46 Bila mereka hanya mementingkan

pernikahan secara adat yang telah dianggap sah ketika penentuan purut telah disepakati oleh kedua belah pihak. Maka, dapat dikatakan bahwa mereka tidak meminta penyertaan Tuhan dalam kehidupan pernikahan mereka, karena pada saat menikah doa-doa yang seharusnya mereka panjatkan dalam peneguhan dan pemberkatan pernikahan tidak mereka lakukan.

Pernikahan yang seharusnya menjadi suatu ikatan yang ada oleh karena kehendak Tuhan, seperti tidak ada artinya lagi bila tidak menyertakan Tuhan

didalamnya.47 Terlebih lagi dalam perkawinan orang-orang Kristen bukan saja

suatu persekutuan hidup, tetapi juga suatu persekutuan percaya. Persekutuan percaya ialah bahwa suami dan isteri dalam hidup mereka harus mempunyai penyesuaian paham tentang soal-soal prinsipil, seperti: makna hidup ini, maksud dan tujuan perkawinan, tugas suami dan isteri, tanggung jawab orang tua,

pendidikan anak-anak, dan lain-lain.48 Akibatnya yang terjadi dalam masyrakat

45

J. L. Ch Abineno. Pemberitaan Firman pada hari-hari khusus. (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1981), 208-209.

46

Ibid., 210

47

Al. Purwa Hadiwardoyo MSF, Perkawinan Dalam Tradisi Katolik, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 76.

48

(32)

21

dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas terkhususnya mereka yang menikah di usia dini dan hanya mengesahkan pernikahan lewat proses pernikahan adat saja tidak memikirkan hal pernikahan sampai sejauh itu. Mereka pun tidak dapat memahami makna pernikahan sesungguhnya sebagai persekutuan percaya dan tujuan pernikahan yang ia ketahui hanyalah untuk memenuhi keinginan orang tuanya.

Pemaknaan awal mengenai purut sebagai simbol yang dapat membantu membangun kekeluargaan diantara masing-masing keluarga laki-laki dan perempuan akhirnya menjadi sia-sia. Karena pemahaman mengenai membantu antara sesama keluarga memanglah baik, tetapi praktek yang dijalankan itu salah. Membantu antara sesama keluarga terkhususnya dari pihak laki-laki bukan berarti mengorbankan saudara perempuannya yang belum cukup umur untuk dijodohkan. Dari kesalahan mempraktekkan makna Purut inilah yang pada akhirnya membuat Purut mengakibatkan tingginya pernikahan usia dini dalam masyarakat Dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

(33)

22

Purut anak laki-lakinya tanpa lagi melihat ketentuan pernikahan baik dari hukum Negara maupun Gereja.

5.2 Saran

Bagi Gereja :

Sebaiknya Gereja memberikan penyuluhan mengenai pemahaman pentingnya pernikahan dalam sudut pandang Kristen dan Gereja. Sehingga masyarakat Dayak Agabag di jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas tidak dengan mudahnya melaksanakan pernikahan. Dalam penyuluhan itu diberikan juga pemahaman tentang dampak-dampak buruk dari pernikahan di usia dini. Namun, penyuluhan ini baiknya tidak hanya dilakukan sekali saja, tetapi secara bertahap. Bukan hanya lewat penyuluhan saja tetapi pemberian pemahaman bisa juga dilakukan saat melakukan perkunjungan di rumah-rumah jemaat maupun pada saat khotbah minggu.

Bagi Masyarakat :

(34)

23

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Abineno, Ch, L, J. Pemberitaan Firman Pada Hari-hari Khusus. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1981.

Abineno, Ch, L, J. Perkawinan (persiapan, persoalan-persoalan dan pembinaannya).

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983 Data Warga Jemaat GPIB “Sion” Nunukan

Data Warga Jemaat GPIB “Sion” Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas

Daeng, J, Hans. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Groenen , C. Perkawinan Sakramental: Anthropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral. Yogyakarta:Kanisius, 1993.

GPIB, Sinode. Buku I : Pemahaman Iman dan Akta Gereja. Jakarta:Sinode GPIB, 2015.

Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:

Salemba Humanika, 2010.

Hasil Keputusan SMJ (Sidang Majelis Jemaat) GPIB “Sion” Nunukan 28 Juli 2017

Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Penerbit Dian Rakyat, 1967.

Kas, Pankat. Ikutilah Aku, Warta Gembira untuk Para Calon Baptis. Yogyakarta:

Kanisius, 1986.

MSF Hadiwardoyo Purwa, Al. Perkawinan dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta:

Kanisius, 1988.

Nazir, Mohamad. Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.

Purba, Hendra. Penahbisan dan Peresmian Gedung GBIB Sion Pos Pelkes “Alang

Engkuanan Apas”. 2016

Pr, Tarigan, Jacobus. Religiositas, Agama dan Gereja Katolik. Grasindo: Jakarta,

2007.

Syahrizal, Darda. Kasus-kasus Hukum Perdata di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka

Grhatama, 2011.

(35)

24 JURNAL

Mubasyaroh. Analisis Faktor Penyebab Pernikahan Dini dan Dampaknya bagi

Pelakunya dalam Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosial Keagamaan

Yudisia 7, No.2 (Desember, 2016)

Josfison, Morrou. Perubahan Tata Cara Pernikahan Adat Suku Dayak Agabag di

Desa Tanjung Harapan (Saduman) Kabupaten Nunukan dalam eJornal

Sosiatri-Sosiologi 4, No.4 (2016)

WAWANCARA

Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Yahok, Rabu 12 April 2017, pukul 15:30 WITA.

Hasil wawancara dengan jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Hariyanto, Rabu 12 April 2017, pukul 17:00 WITA.

Hasil wawancara dengan Ketua Adat desa Apas Bapak Petrus Kapalat, Sabtu, 22 April 2017, pukul 11:05 WITA.

Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Pnt. Jhon Ibay, Kamis, 13 April 2017, pukul 14:50 WIB.

Hasil wawancara dengan Majelis Jemaat Pos Pelkes Alang Engkuanan Apas Bapak Pnt. Yoel Rispen, Kamis, 13 April 2017, pukul 19:17 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Ruang Lingkup: Asuhan kebidanan berkelanjutan (continuity of care) yaitu pemberian asuhan kebidanan sejak masa kehamilan, bersalin, nifas, bayi baru lahir hingga

Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindakan pidana yang diancam dengan pidana penjara 5

a. Ternak yang ditangkap ditempatkan pada kandang penampungan maksimal Tujuh hari. Hewan yang ditangkap harus diambil oleh pemiliknya dalam tenggang waktu 7 hari setelah

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rachmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “ Pengaruh

Pada pemeriksaan RT-PCR untuk deteksi virus Dengue-3 pada nyamuk yang diin- feksi secara intrathorakal, terdapat variasi dalam volume RNA virus yang digunakan dan juga

Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi S1 Manajemen (Manajemen Bisnis Telekomunikasi & Informatika).. Tanggung jawab sosial yang telah dilakukan kepada karyawan yaitu

berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan industri lain yang terkait. 2) Media massa merupakan sumber kekuatan, alat

Dalam perkembangannya, setelah nasionalisasi atas perusahaan- perusahaan listrik Belanda oleh pemerintah Indonesia, pengelolaan ketenagalistrikan di Indonesia