• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK STUDI KASUS PERAIRAN ARAFURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK STUDI KASUS PERAIRAN ARAFURA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

INTERPRETASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN

MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK STUDI KASUS

PERAIRAN ARAFURA

Dita Aprilia Hutabalian[1], Dr. Muh Sarkowi, S.Si., M.Si.[1], Reza Rizki, S.T., M.T.[1], Ir. Catur Purwanto, M.T.[2]

[1]Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera [1]Teknik Geofisika, Universitas Lampung [1]Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera [2]Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Email. apriliadita5@gmail.co m

ABSTRAK

Cekungan Akimeugah yang terdapat di Perairan Arafura merupakan cekungan yang berasosiasi dengan cekungan lain yang sudah berproduksi hidrokarbon seperti cekungan Bonaparte. Cekungan ini diperkirakan memiliki struktur patahan yang muncul pada saat terbentuknya cekungan sehingga diperlukan metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur patahan salah satunya metode magnetik. Penelitian kali ini menggunakan analisis second vertical derivative (SVD) menggunakan peta anomali magnetik residual hasil reduksi ke kutub. Yang mana sebelumnya anomali ini telah dipisahkan menggunakan Gaussian Regional/Residual Filtering. Anomali SVD dapat menunjukkan struktur patahan yang diidentifikasi dengan kontur bernilai 0. Hasil dari anomali SVD juga menunju kkan pola kelurusan struktur yaitu Utara-Selatan dan Timur Laut-Barat Daya. Hasil forward modeling menunjukkan model bawah permukaan daerah penelitian bahwa terdapat batuan dasar yang mengalasi daerah penelitian diduga berupa kerak granitik benua Australia yang mengalami metamorfisme dengan nilai suseptibilitas 0.005 cgs, selanjutnya di atas batuan dasar dengan nilai suseptibilitas 0.002 cgs diinterpretasikan sebagai Kelompok Aifam. Di atasnya terdapat Kelompok Kemblengan dengan nilai suseptibilitas 0.001 c gs, selanjutnya di atas Kelompok Kemblengan dengan nilai suseptibilitas 0.0003 cgs diinterpretasikan Kelompok Batugamping Nugini. Kemudian merupakan Formasi Buru dengan nilai suseptibilitas 0.00008 cgs. Hasil

inverse modeling menunjukkan nilai kontras suseptibilitas berkisar 0.02 hingga -0.02 SI.Keberadaan

struktur sesar diharapkan dapat membantu dalam pengembangan wilayah hidrokarbon.

Kata Kunci : struktur patahan, magnetik, second vertical derivative (SVD), forward modeling, inverse modeling

ABSTRACT

The Ak imeugah Basin in Arafura Waters is a basin associated with other basins that are already producing hydrocarbons such as the Bonaparte Basin. This basin is thought to have a fault structure that appears at the time of the basin formation so that geoph ysical methods are needed which can be used to identify fault structures, one of which is the magnetic method. This research uses second vertical derivative (SVD) analysis using residual magnetic anomaly maps resulting from reduction to the poles. Previous ly, this anomaly was separated using Gaussian Regional/Residual Filtering. SVD anomaly can show a fault structure identified with a contour of 0. The result of the SVD anomaly also shows a pattern of structural alignment, namely North-South and Northeast-Southwestern. The results of the forward modeling show that the subsurface model of the study area shows that there is bedrock that underlies the study area which

(2)

2

is thought to be the granitic crust of the Australian continent which has metamorphism with a susceptibility value of 0.005 cgs, then above bedrock with a susceptibility value of 0.002 cgs is interpreted as Aifam Group. Above it is the Kemblengan Group with a susceptibility value of 0.001 cgs, then above the Kemblengan Group with a susceptibility value of 0.0003 cgs interpreted by the New Guinea Limestone Group. Then it is the Buru Formation with a susceptibility value of 0.00008 cgs. The results of inverse modeling show that the value of the susceptibility contrast ranges from 0.02 to -0.02 SI. The existence of the fault structure is expected to help in the development of the hydrocarbon region.

Keywords: fault structure, magnetic, second vertical derivative (SVD), forward modeling, inverse

modeling

PENDAH ULUAN

Metode magnetik merupakan salah satu dari banyak metode dalam geofisika yang dapat digunakan untuk survei pendahuluan pada eksplorasi minyak bumi, panas bumi (geothermal), batuan mineral maupun untuk keperluan pemantauan (monitoring) gunung berapi. Metode ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan yang menjadi target awal eksplorasi. Penelitian metode magnetik juga banyak digunakan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan di beberapa daerah yang menjadi target awal eksplorasi seperti interpretasi jalur sesar Opak menggunakan metode magnetik berdasarkan analisis SVD (Denny dkk, 2018), interpretasi struktur geologi Lumpur Sidoarjo (Imam dkk, 2016), dan interpretasi struktur geologi di Gunung Kelud (Bagus dkk, 2012).

Penelitian ini berada di Cekungan Akimeugah Selatan, Perairan Arafura, Papua. Cekungan Akimeugah ini berasosiasi dengan Cekungan di Papua Nugini yang sudah menghasilkan minyak bumi dan gas bumi, serta cekungan ini juga berasosiasi dengan cekungan lain di Australia yang sudah berproduksi hidrokarbon, seperti Cekungan Carnavon, Cekungan Canning, dan Cekungan Bonaparte. Pada cekungan ini dijumpai beberapa formasi yang berfungsi sebagai batuan induk hidrokarbon, yaitu Formasi Aiduna, Tipuma, Woniwogi, Piniya, dan Formasi Buru. Adapun batuan yang berpotensi sebagai waduk terdiri atas batupasir pada Formasi Kopai, Woniwogi, Ekmai dan Batugamping Yawee, sedangkan batuan yang berfungsi sebagai batuan tudung dijumpai pada satuan-satuan yang memiliki butir halus, seperti batulumpur pada Formasi Kopai, Formasi Piniya, dan juga Formasi Buru. Pada daerah ini selain dijumpai batuan induk, waduk dan batuan tudung dijumpai juga struktur lipatan berupa struktur antiklin

dan ramp antiklin. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran keberadaan struktur bawah permukaan berupa struktur patahan yang dapat berperan sebagai jalur migrasi pada zona hidrokarbo n.

Lokasi penelitian berada di Cekungan Akimeugah Selatan, Laut Arafura, Papua, yang secara geografis berada pada : 135ᵒ00’00’’ BT – 136.5ᵒ 00’00’’ BT dan 4.5ᵒ 00’00’’ LS - 6ᵒ 00’00’’ LS dengan panjang lintasan sekitar 1711 km.

Gambar 1. Peta struktur geologi Paparan Arafura Barat Laut (NW Arafura Shelf) (Aldha dan J.Ho, 2008)

Geologi daerah penelitian terdiri dari lima tahap tektonik sejak Pra Kambrium sampai sekarang, yaitu tahap pre rift, syn rift, passive margin, konvergensi dan kompresi. Peta struktur geologi paparan Arafura ditunjukkan pada Gambar 1. Tahap kompresi akibat tumbukan Lempeng Pasifik dengan Lempeng Australia pada Oligosen menimbulkan jalur lipatan dan patahan di daerah Wokam dan sekitarnya, proses ini menghasilkan jebakan-jebakan (migas) potensial. Setiap tahap yang terjadi akan

(3)

3

menentukan kondisi lingkungan pengendapan dan urut-urutan stratigrafi di daerah ini.

STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN Daerah penelitian memiliki sejarah stratigrafi yang berumur Paleozoikum hingga Kenozoikum. Stratigrafi ini memiliki urutan perlapisan yang dimulai dari batuan dasar (basement) yang mengalasi Cekungan Akimeugah adalah kerak granitik benua Australia dan batuan metamorf. Di atas batuan dasar secara tidak selaras ditempati oleh batuan berumur Permian, terdiri dari Dolomit Modio dan Formasi Aiduna yang masuk dalam kelompok Aifam. Pada Dolomit modio ini terdiri dari dolomit, batugamping dolomitan dan batulanau, sedangkan Formasi Aiduna terdiri atas batupasir, serpih, batulanau, konglomerat, batubara, dan biokalkarenait. Di atas kelompok Aifam, diendapkan Formasi Tipuma (yang terdiri dari batulumpur hijau, merah dan kelabu, batupasir, konglomerat, sedikit batugamping) dan Kelompok Kemblengan yang berumur Jura hingga Kapur dan terdiri dari Formasi Kopai, Woniwogi, Piniya dan Ekmai. Pada Formasi Kopai terdiri dari batupasir kuarsa gampingan, batulanau, batulumpur, kalkarenait, batupasir hijau dan konglomerat. Formasi Woniwogi terdiri atas batupasir dan batulumpur gampingan, Formasi Piniya terdiri dari batulumpur, batulanau, batupasir gampingan serta Formasi Ekmai terdiri atas batupasir dan batulanau. Di atas kelompok Kemblengan pada umur Tersier mulai diendapkan batuan kelompok Batugamping Nugini yang terdiri dari Formasi Waripi dan batugamping Yawee. Di atasnya Kelompok batugamping Nugini pada umur Plio-Pleistosen diendapkan Formasi Buru dan endapan permukaan.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data medan magnet total yang diambil oleh instansi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan pada tanggal 03 September 2017 hingga 16 September 2017. Pengukuran ini dilakukan dengan panjang lintasan 1711 km menggunakan Kapal Riset Geomarine III dimana selama survei dilakukan pengambilan data meliputi data magnet, data navigasi, penentuan posisi, pengukuran kedalaman, dan contoh sedimen permukaan dasar laut. Pengolahan data dimulai dengan melakukan

koreksi pada data intensitas medan magnet untuk menghilangkan pengaruh medan magnet dalam bumi dan medan magnet luar bumi untuk mendapatkan peta Anomali Magnet Total. Kemudian dilakukan transformasi Reduksi Ke Kutub untuk menghilangkan pengaruh inklinasi daerah peneltiian untuk selanjutnya akan dipisahkan menggunakan Gaussian Regional/Residual Filter agar menghasilkan

anomali regional dan anomali residual. Filter ini juga merupakan filter yang digunakan unuk menentukan estimasi kedalaman pada masing -masing zona anomali yang akan mempermudah dalam proses pemodelan data magnetik. Setelah didapatkan kedalaman dan peta anomali residual berikutnya dilakukan pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang serta analisis Second

Vertical Derivative (SVD) untuk melakukan

validasi pemodelan sehingga didapatkan model bawah permukaan yang mendekati data observasi. Diagram alir pengolahan data ditunjukkan pada Gambar 2. Pemodelan data magnetik dilakukan menggunakan peta anomali magnet residual hasil reduksi ke kutub dengan memanfaatkan data geologi sebagai data pendukung untuk informasi nilai suseptibilitas batuan bawah permukaan di lokasi penelitian.

(4)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Magnet Total

Intensitas medan magnet total merupakan data medan magnet yang belum menunjukkan letak keberadaan anomali. Hal ini disebabkan oleh karena masih adanya pengaruh dari medan magnet luar dan dalam bumi sehingga perlu dilakukan koreksi IGRF dan koreksi variasi harian.

Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai medan magnet total pada wilayah penelitian memiliki rentang 40792.6 nT sampai dengan 42195 nT. Warna biru tua sampai biru muda memiliki rentang nilai 40792.6 nT sampai dengan 41565.6 nT yang berada di Barat Laut hingga Timur Laut wilayah penelitian dan juga beberapa titik di sebelah Timur wilayah penelitian. Warna hijau hingga kuning memiliki rentang nilai 41616.6 sampai dengan 41757.6 nT yang tersebar memanjang dari Barat hingga Timur wilayah penelitian. Warna merah hingga ungu merupakan nilai intensitas medan magnet terbesar yang memiliki nilai 41780 nT hingga 42195.1 nT yang berada di Selatan hingga Barat Daya wilayah penelitian.

Gambar 3. Peta Intensitas Magnet T otal

Anomali Magnet Total

Nilai anomali magnet total merupakan nilai medan magnet yang telah melalui beberapa tahapan koreksi baik itu koreksi variansi harian dan juga koreksi IGRF. Namun hasil peta ini masih dipengaruhi oleh deklinasi dan inklinasi yang berbeda di setiap titik pengukuran, sehingga perlu dilakukan proses reduksi ke kutub. Persebaran nilai anomali dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Anomai Magnet T otal

Anomali medan magnet total merupakan medan magnet yang dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral yang berada di kerak bumi. Gambar 4 menunjukkan pola sebaran anomali di daerah penelitian memiliki kisaran nilai medan magnet antara -670.8 nT sampai dengan 90 nT. Berdasarkan sifat kemagnetan anomali tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu anomali magnet rendah dengan nilai di bawah 0 nT, anomali magnet sedang berkisar 0 nT – 20 nT dan anomali magnet tinggi yang bernilai lebih besar dari 20 nT.

Anomali magnet tinggi ditandai dengan skala warna pink hingga pink tua berkisar 20 nT hingga 90 nT yang membentuk pola tertutup. Anomali ini sebagian besar tersebar di bagian Timur Laut hingga Timur dan sebagian lagi di wilayah Barat Laut daerah penelitian. Anomali sedang ditandai dengan skala warna kuning ke merah yang memiliki nilai anomali berkisar 0 nT hingga 20 nT. Anomali ini menandakan adanya jalur yang menjadi batasan cekungan. Anomali magnet rendah ditandai dengan skala warna kuning hingga biru dengan nilai anomali 0 nT hingga -670 nT yang tersebar di bagian Barat Daya dan sebagian lagi di bagian Barat Laut daerah penelitian. Peta anomali magnet total merupakan gabungan dari nilai anomali magnet regional dan residual. Respon yang ditunjukkan juga memberikan gambaran kontur anomali rendah dan tinggi, namun belum dapat memastikan posisi anomali karena masih bersifat

dipole sehingga mempersulit interpretasi. Oleh

karena itu perlu dilakukan proses transformasi reduksi ke kutub sehingga benda anomali berada di bawah pola kontur dengan nilai anomali magnetik tertinggi.

(5)

5

Gambar 5. Peta Anomali Magnet Hasil Reduksi Ke Kutub

Proses transformasi reduksi ke kutub dilakukan karena adanya perbedaan inklinasi dan deklinasi di setiap daerah. Transformasi ini dapat digunakan untuk menyederhanakan proses interpretasi dengan mengubah inklinasi dan deklinasi yang memiliki rata-rata -26.7258661ᵒ dan 2.677836585ᵒ menjadi 90ᵒ dan 0ᵒ. Peta anomali magnet total hasil reduksi ke kutub bersifat monopole, kurva simetris, dan berbentuk setengah gelombang. Pada peta ini lokasi benda penyebab anomali berada tepat di bawah kurva dengan nilai anomali magnetik tertinggi. Data anomali medan magnet yang sudah direduksi ke kutub ditunjukkan pada Gambar 5.3.

Gambar 5 menunjukkan peta Anomali Magnet hasil reduksi ke kutub dengan persebaran nilai yakni berkisar antara 700 nT hingga -1100 nT. Anomali ini juga terbagi menjadi 3 bagian yakni anomali tinggi, sedang, dan rendah. Anomali tinggi berwarna merah hingga pink tua dengan nilai anomali magnet berkisar 200 hingga 700 nT. Anomali sedang berwarna kuning hingga merah kekuningan dengan nilai anomali magnet 0 nT hingga 200 nT. Kemudian anomali rendah berwarna hijau hingga biru dengan nilai anomali magnet berkisar antara 0 nT hingga -1100 nT yang melingkupi daerah Utara penelitian. Radially Averaged Power Spectrum (RAPS) Pada penelitian ini diperoleh data anomali magnetik total yang masih merupakan akumulasi dari data anomali magnetik regional, anomali magnetik residual, dan noise. Untuk dapat melakukan interpretasi kualitatif diperlukan pemisahan anomali sehingga peta Anomali Magnet Total akan terbagi menjadi anomali regional (dalam) dan anomali residual (dangkal). Pada pemisahan kali ini dilakukan pada Filter

Gaussian menggunakan software Oasis Montaj

dimana filter ini menerapkan analisis spektral (Radially Averaged Power Spectrum) (Gambar 6). Berdasarkan analisis spektral inilah akan diperoleh nilai cut-off berupa bilangan gelombang untuk menentukan kedalaman dari tiap zona anomali.

Gambar 6. Radially Averaged Power Spectrum

Pada pemisahan anomali medan magnet menggunakan filter Gaussian ini dilakukan perhitungan Tranformasi Fourier yang akan menghasilkan bilangan gelombang (k) dan lnPower (lnA) dimana komponen ini akan menentukan estimasi kedalaman pada masing -masing zona anomali.

Untuk mengetahui estimasi kedalaman tiap anomali didasarkan pada nilai slope dan bilangan gelombang yang dirumuskan sebagai berikut:

ℎ = − S

4𝜋 (1)

Dengan mensubstitusikan nilai slope dan kedalaman diperoleh estimasi kedalaman pada zona regional yaitu 19 km dan pada zona residual yaitu 7 km. Tanda negatif pada hasil menunjukkan kedalaman di bawah permukaan.

Pemisahan Anomali Magnet Total Hasil Reduksi Ke Kutub

Setelah dilakukannya proses transformasi reduksi ke kutub dan estimasi kedalaman zona anomali kemudian dilakukan pemisahan anomali regional dan residual menggunakan filter Gaussian Regional/Residual menggunakan

software Oasis Montaj. Filter ini menerapkan

sistem trial and error pada standar deviasi untuk masing-masing anomali regional (Gambar 7) dan anomali residual (Gambar 8).

(6)

6

Pada penelitian kali ini yang menjadi target adalah anomali residual (Gambar 8). Hal ini disebabkan anomali residual akan menunjukkan struktur batuan bawah permukaan sesuai dengan kondisi sebenarnya. Anomali tinggi menandakan nilai suseptibilitas atau nilai kerentanan yang bernilai positif dan besar. Memiliki kerentanan yang tinggi disebabkan keberadaan batuan yang bersifat magnetik. Anomali sedang menandakan nilai suseptibilitas positif dan bernilai kecil dengan kerentanan magnet yang sedang. Sedangkan anomali rendah menandakan nilai suseptibilitas negatif dan bernilai sangat kecil dengan kerentanan magnetik yang sangat rendah akibat batuan yang bersifat non magnetik.

Gambar 8. Peta Anomali Magnet Regional

Second Vertical Derivative (SVD)

Second Vertical Derivative dapat digunakan

untuk menentukan ada tidaknya sesar di wilayah penelitian juga jenis sesar yang terdapat di daerah tersebut. Hal tersebut dilakukan berdasarkan identifikasi pola anomali positif ke negatif. Berdasarkan peta anomali residual SVD Henderson pada Gambar 9 diperoleh bahwa pola kelurusan struktur patahan berarah Utara-Selatan dan Timur Laut-Barat Daya daerah penelitian.

Gambar 9. Peta SVD Anomali Residual Henderson

Forward Modeling (Pemodelan Ke Depan) Pemodelan ke depan adalah pembuatan model melalui pendekatan berdasarkan intuisi geologi dan pendekatan geofisika. Interpretasi geofisika kemudian dilakukan dengan mencocokkan model respon bawah permukaan yang cocok dengan data pengukuran, sehingga model d apat dianggap mewakili kondisi bawah pemukaan yang berada di daerah penelitian.

Pembuatan pemodelan ke depan dilakukan dengan cara mengambil lintasan dari peta kontur anomali magnetik. Pada penentuan lintasan diusahakan memotong anomali magnet dengan klosur negatif dan klosur positif dimana apabila terdapat kontras anomali magnet diduga kuat bahwa daerah tersebut terdapat struktur patahan. Berdasarkan peta residual yang telah dilakukan transformasi reduksi ke kutub dilakukan 2 sayatan (sayatan A-A’ dan sayatan B-B’). Pemodelan dilakukan menggunakan software

GM-SYS dengan mencocokkan profil model

dengan profil data lapangan. Parameter yang dimasukkan berupa parameter tetap dan parameter variabel. Parameter tetap merupakan parameter tetapan yang tidak dapat diganti nilainya seperti nilai IGRF, deklinasi, inklinasi dan profil arah sayatan (bearing). Sedangkan parameter variabel merupakan parameter yang dicari nilainya. Terjadinya perubahan nilai akan menghasilkan model lapisan bawah permukaan yang diusahakan sesuai dengan kondisi geologi lokasi penelitian. Data anomali medan magnet dibuat oleh garis yang melalui anomali rendah dan anomali tinggi (line section). Parameter variabel meliputi nilai kedalaman, nilai suseptibilitas, dan bentuk polygon. Pemodelan ke depan memanfaatkan metode trial and error yaitu metode coba-coba dengan menyamakan bentuk medan magnet pengukuran dengan anomali perhitungan sehingga meminimalisir

error yang terjadi.

(7)

7

Model bawah permukaan pada penampang A -A’ berarah Barat Laut-Tenggara dengan panjang lintasan sekitar 120 km. Gambar 10 menunjukkan hasil model bawah permukaan yang memperlihatkan terdapat beberapa lapisan batuan. Lapisan batuan paling bawah diinterpretasikan batuan dasar (basement) yang terdiri dari batuan metamorf dan batuan gabro dengan nilai suseptibilitas 0.005 cgs. Di atas lapisan basement terdapat Kelompok Aifam yang berumur Permian yang terdiri atas Formasi Aiduna dan Dolomit Modio dengan nilai suseptibilitas 0.002 cgs yang terdiri atas batugamping dolomit, batupasir, batulanau dan batuserpih. Di atas Kelompok Aifam terdapat Kelompok Kemblengan yang berumur Jura hingga Kapur yang terdiri atas Formasi Kemblengan dan Formasi Tipuma dengan nilai suseptibilitas 0.001 cgs yang terdiri atas batulanau, batupasir, dan batulumpur. Kemudian di atas Kelompok Kemblengan terdapat Kelompok Batugamping Nugini yang terdiri atas Formasi Waripi dan Batugamping Yawee dengan nilai suseptibilitas 0.0003 cgs. Lalu batuan paling atas dengan nilai suseptibilitas 0.00008 cgs diinterpretasikan sebagai Formasi Buru yang terdiri dari batupasir, konglomerat, batulumpur, dan batugamping.

Gambar 11. Model Bawah Permukaan Lintasan B-B’

Pada model bawah permukaan penampang B-B’ yang berarah Barat-Timur masih didominasi dengan batuan yang sama seperti pada penampang A-A’. Gambar 11 menunjukkan hasil model bawah permukaan yang memperlihatkan terdapat beberapa lapisan batuan. Lapisan batuan paling bawah diinterpretasikan batuan dasar (basement) yang terdiri dari batuan metamorf dan batuan gabro dengan nilai suseptibilitas 0.005 cgs. Di atas lapisan basement terdapat Kelompok Aifam yang berumur Permian yang terdiri atas Formasi Aiduna dan Dolomit Modio dengan nilai suseptibilitas 0.002 cgs yang terdiri atas

batugamping dolomit, batupasir, batulanau dan batuserpih. Di atas Kelompok Aifam terdapat Kelompok Kemblengan yang berumur Jura hingga Kapur yang terdiri atas Formasi Kemblengan dan Formasi Tipuma dengan nilai suseptibilitas 0.001 cgs yang terdiri diatas batulanau, batupasir, dan batulumpur. Kemudian di atas Kelompok Kemblengan terdapat Kelompok Batugamping Nugini yang terdiri atas Formasi Waripi dan Batugamping Yawee dengan nilai suseptibilitas 0.0003 cgs. Lalu batuan paling atas dengan nilai suseptibilitas 0.00008 cgs diinterpretasikan sebagai Formasi Buru yang terdiri dari batupasir, konglomerat, batulumpur, dan batugamping.

Inverse Modeling (Pemodelan Ke Belakang) Pemodelan ke belakang atau inverse modeling digunakan untuk memperkirakan model respon magnetik yang paling cocok dengan data observasi. Proses ini dilakukan dengan menggunakan software Oasis Montaj

menggunakan peta anomali residual magnetik. Gambar 12 menunjukkan proses inversi yang berhubungan dengan nilai suseptibilitas. Model data anomali medan magnet digambarkan dalam sebuah balok dengan koordinat X, Y, dan Z. Sumbu X dan Y merupakan koordinat bujur (UTM) dan lintang (UTM), serta sumbu Z merupakan kedalaman (meter) yang menggambarkan model kedalaman permukaan.. Nilai kecocokan parameter model (absolute

error) pada model inversi ini sekitar 6.551. Nilai colour scale pada model 3D menggambarkan

sebaran suseptibilitas pada lokasi penelitian Nilai kontras suseptibilitas pada daerah penelitian yaitu 0.02 SI hingga -0.02 SI dengan kedalaman sekitar 15.820 meter. Terdapat perbedaan kontras warna yaitu berupa nilai suseptibilitas pada model di sekitar lokasi penelitian yang mengindikasikan adanya kontak batuan. Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang ada di suatu daerah akibat terjadinya deformasi pada batuan yang diakibatkan oleh proses tektonik.

Gambar 12. Model Bawah Permukaan Inverse Modelling

(8)

8

Berdasarkan hasil pemodelan forward modeling dan inverse modeling dapat dilihat bahwa pemodelan kedepan menghasilkan struktur yang lebih detail dari pemodelan ke belakang. Pada Gambar 13 lintasan A-A’ berarah Barat Laut-Tenggara dan Gambar 14 lintasan B-B’ berarah Barat-Timur hasil forward modeling

menunjukkan bahwa kedalaman lapisan batuan terdapat pada 12.000 meter dan hasil inverse

modeling menunjukkan kedalaman lapisan batuan pada 15.000 meter. Terdapat perbedaan kedalaman pada inverse modeling dan forward

modeling. Berdasarkan area yang dilakukan

pada sayatan di forward modeling menunjukkan bentuk respon anomali yang sama pada anomali tinggi-rendahnya. Hanya saja forward modeling lebih menunjukkan lapisan batuan yang lebih detail dibandingkan inverse modelingnya.

Gambar 13. Perbandingan Pemodelan Lintasan A-A’

Gambar 14. Perbandingan Pemodelan Lintasan B-B’

Crossplot Lintasan Forward Modeling Pada penelitian kali ini dilakukan forward

modeling pada 2 lintasan yang berpotongan,

yaitu pada lintasan A-A’ yang berarah Barat Laut-Tenggara dan lintasan B-B’ yang berarah Barat-Timur. Berdasarkan crossplot forward

modeling pada lintasan A-A’ dan lintasan B-B’

yang ditunjukkan pada Gambar 15 bagian yang merupakan titik perpotongan ditunjukkan pada garis putus-putus berwarna merah yang mana titik potong ini diidentifikasi terdapat struktur patahan. Dari Gambar 15 juga dapat diketahui jika kedua lintasan pada lintasan A -A’ dan lintasan B-B’ yang saling berpotongan memiliki

jenis litologi yang sama dimana pada setiap lapisan batuannya juga memiliki nilai kedalaman dan ketebalan yang cenderung sama.

Gambar 15. Crossplot Forward Modelling Lintasan A-A’ dan Lintasan B-B’

Identifikasi Sesar Untuk Jalur Migrasi Pada Zona Hidrokarbon

Cekungan Akimeugah merupakan salah satu cekungan pada Selatan Provinsi Papua yang cukup potensial untuk berkembangnya

petroleum system seperti cekungan lain yang

berada di Australia yang sudah berproduksi hidrokarbon.

Pada Cekungan Akimeugah terdapat beberapa formasi yang berfungsi sebagai batuan induk (source rock ) yakni Formasi Aiduna yang berumur Permian dan Kelompok Kemblengan yang berumur Jura hingga Kapur. Adapun batuan yang berpotensi sebagai reservoir yaitu Formasi Tipuma, Formasi Woniwogi, dan Formasi Ekmai. Sedangkan pada Cekungan Akimeugah yang berfungsi sebagai perangkap struktur yaitu sesar normal berupa horst-graben dan tilted

block yang berada di Selatan dan Barat

Cekungan Akimeugah. Adapun batuan penutup berada pada Formasi Piniya yang memiliki lapisan serpih yang cukup tebal.

Analisis struktur geologi berdasarkan peta anomali residual Second Vertical Derivative menggunakan koefisien filter Henderson diperoleh adanya pola kelurusan struktur sesar dengan arah Utara-Selatan dan sebagian strukturnya berarah Timur Laut-Barat Daya. Keberadaan sesar yang tersebar pada Cekungan Akimeugah bagian Selatan dapat berperan sebagai jalur migrasi atau perangkap hidrokarbon. Hasil penelitian ini juga

(9)

9

menunjukkan bahwa terdapat pola-pola tinggian yang akan berkembang sebagai struktur antiklinal yang menarik untuk dikaji sistem petroleumnya.

KESIMPULAN

a. Peta Anomali Medan Magnet Total menunjukkan persebaran nilai yakni berkisar antara -670.8 nT hingga 90 nT. Anomali ini terbagi menjadi 3 bagian yakni anomali tinggi, sedang, dan rendah. Anomali tinggi berwarna merah hingga pink tua yang membentuk closure tertutup, dengan nilai anomali 20 nT hingga 90 nT. Anomali sedang berwarna kuning hingga merah yang menjadi jalur batasan cekungan, dengan nilai anomali 0 nT hingga 20 nT. Anomali rendah berwarna kuning hingga biru dengan nilai anomali 0 nT hingga -670 nT, yang melingkupi daerah Barat Daya dan Barat Laut wilayah penelitian.

b. Peta Second Vertical Derivative menggunakan koefisien Henderson diperoleh bahwa pola kelurusan struktur patahan berarah Utara-Selatan dan Timur Laut-Barat Daya.

c. Hasil pemodelan forward modeling

menunjukkan model bawah permukaan daerah penelitian bahwa terdapat batuan dasar yang mengalasi daerah penelitian diduga berupa kerak granitik benua Australia yang mengalami metamorfisme dengan nilai suseptibilitas 0.005 cgs, selanjutnya di atas batuan das ar dengan nilai suseptibilitas 0.002 cgs diinterpretasikan sebagai Kelompok Aifam. Di atasnya terdapat Kelompok Kemblengan dengan nilai suseptibilitas 0.001 cgs, selanjutnya di atas Kelompok Kemblengan dengan nilai suseptibilitas 0.0003 cgs diinterpretasikan Kelompok Batugamping Nugini. Dan yang paling atas merupakan Formasi Buru dengan nilai suseptibilitas 0.00008 cgs, dimana dapat terlihat nilai suseptibilitas batuan akan semakin kecil saat mendekati endapan permukaan.

Hasil inverse modeling menunjukkan nilai kontras suseptibilitas berkisar 0.02 SI hingga -0.02 SI dengan kedalaman sekitar 15 km.

ACKNOWLEDGEMENTS

Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Dr. Muh Sarkowi S.Si., M.Si dan Reza Rizki S.T., M.T dan Ir. Catur Purwanto yang telah membantu dalam memperlancar penulisan dan pengerjaan dengan baik. Dan juga terimakasih banyak kepada instansi Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan yang telah bersedia memberikan data untuk diolah dan dituang ke dalam penulisan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Aldha, T., & J, Ho, K. (2008). Teritary

Hydrocarbon Play In NW Arafura Shelf, Offshore South Papua: Frontier Area In Eastern Indonesia. (May 2008),

2011.

[2] Alfian. R. (2007). Studi Analisa Sek atan

Sesar dalam Menentuk an Aliran Infek si pada Lapangan Kotabatak ; Cekungan

Sumatera Tengah. Laporan Tugas Akhir Institut Teknologi Bandung. [3] Andi Tendri Awali Wildasana, dkk.

(2014). “Akusisi Pengolahan dan

Interpretasi Data Geomagnet Untuk Analisis Struk tur Bawah Permuk aan”,

(Laporan Geomagnet) FMIPA Universitas Hassanudin.

[4] Anderson, E.M. (1951). The Dynamics

of Faulting and Dyk e Formation with Application to Britain, Edinburgh:

Oliver & Boyd.

[5] Blakely. R.J. (1996). Potential Theory

in Gravity and Magnetic Application ,

Edinburgh: Cambridge University Press.

[6] Broto, Sudaryo., & Thomas. T.P. (2011). Aplik asi Metode Geomagnet

Dalam Ek splorasi Panas Bumi, J.

Teknik., 32:0952-1697.

[7] Darmawan D., Nugroho B. W., Desi N. D. (2018). Interpretasi Struk tur Bawah

Permuk aan Jalur Sesar Opak Berdasark an Model Suseptibilitas dan Second Vertical Derivative dengan Metode Geomagnet. Indonesian Journal

of Applied Physics.

[8] Fossen. H. (2010). Structural Geology. Cambridge University Press New York, 463

[9] Gumilar, I. S. (2017). Periode Deformasi Kenozoik um Kepulauan Aru, Cek ungan Wok am, Maluk u. 18(2), 89–

103

[10] Hamilton, W., (1974). Map of Sedimentary Basin of The Indonesian Region, Prepared on Behalf of the

Ministry of Mine, Government of Indonesia and The Agency for International Development, U.S. Department of State in Cooperation with The Geological Survey of Indonesia.

(10)

10

[11] Indratmoko, P., M.I. Nurwidyanto, & T.

Yulianto. (2009). Interpretasi Bawah

Permuk aan Daerah Manifestasi Panas Bumi Parang Tritis Kabupaten Bantul DIY dengan Metode Magnetik , Tersedia

di http://ejournal.undip.ac.id (diakses pada 12 April 2020).

[12] Junara, A.K., Dwi, H., Fajar, H., & Agus, L. (2017). Penentuan Anomali

Gayaberat Regional dan Residual Menggunak an Filter Gaussian Daerah Mamuju, Sulawesi Utara, J. Eksplorium.

[13] J.I. Boyce and E. G. Reindhardt, 2004,

Marine Magnetic Survey of a Submerged Roman Harbour, Caesarea Maritima, Israel. J. The International of

Nautical Archaeology., 33:122-136. [14] Kahfi, R.A., & Tony, Y., 2008,

Identifik asi Struk tur Lapisan Bawah Permuk aan Daerah Manifetsasi Emas Dengan Menggunak an Metode Magnetik di Papandayan Garut Jawa Barat, J. Berkala Fisika., 11:127-135.

[15] Laily, L.J., (2016). Aplik asi Metode

Geomagnet Untuk Mengetahui Struk tur Geologi Bawah Permuk aan Ranu Segaran Duwes, Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur, Universitas Islam Negrei Maulana Malik Ibrahim, Fakultas Sains dan Teknologi, Makassar, (Skripsi). [16] Lawless, J. (1995). Guidebook: An

Introduction to geothermal System.

Short Course. Unocal Ltd Jakarta. [17] Panggabean, H., & Hakim, A.S. (1986).

Reservoir Rock Potential of the Paleozoic – Mesozoic Sandstone of the Southern Flank of the Central Range, Papua, Proceedings Indonesian Petroleum Association15thAnnual Convention, hal : 461 – 480.

[18] Rachmat, B., & Illahude, D. (2011). Pola Anomali Magnet dan Suseptibilitas dari Batuan Dasar pada Pemetaan Geologi dan Geofisika di Perairan Teluk Bone Sulawesi Selatan, Jurnal Geologi Kelautan hlm 13-22. Puslitbang Geologi Kelautan, Bandung. [19] Reynolds, J.M. (1997). An Introduction

to Applied and Environmental Geophysics, John Wiley & Sons, Ltd.

[20] Reynolds, J.M. (1995). An Introduction

to Applied and Environmental Geophysics, Mold, Clwyd, North Wales, United Kingdom.

[21] Santosa, B.J., Mashuri & Wahyu, T.S. (2012). Interpretasi Metode Magnetik

Untuk Penelitian Struk tur Bawah Permuk aan di Sek itar Gunung Kelud Kabupaten Kediri, J. Penelitian Fisika

dan Aplikasinya, 2:&-14.

[22] Siahaan, Barita (2009). Penentuan

Struk tur Pada Zona Hydrok arbon Daerah “X” Menggunakan Metode Magnetik , Sk ripsi, Tidak Diterbitkan.

Depok: Universitas Indonesia.

[23] Setiadi I., Darmawan A., Marjiyono. (2016). Pendugaan Struk tur Geologi

Bawah Permuk aan Daerah Terdampak Lumpur Sidoarjo (LuSi) Berdasark an Analisis Data Geomagnet. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi. [24] Syamsu Rosid. (2008). “Geomagnetic

Method Lecture Note. Physic Department”. Depok: FMIPA UI. [25] Telford, W.M. (1976). “Applied

Geophysics”, Cambridge University Press, London BATAN.

[26] Telford, W.N. Geldart L.P., & Sheriff, R.E. (1982). Applied Geophysics Second Edition. New York: Cambridge

University Press.

[27] Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., & Keys, D.A. (1990). Applied Geophysics. Cambridge University Press.

[28] Tim Arafura. (2017). Penelitian Cekungan dan Pengembangan Model Geologi Hidrokarbon Untuk Mendukung Wilayah Migas di Perairan Arafura, Laporan Kegiatan Penelitian, Puslitbang Geologi Kelautan Balitbang ESDM, tidak dipublikasikan.

[29] Wagner, P. B., and J. W. Telford (1981): Cloud Dynamics and An Electric charge separation mechanism in convective clouds. J. Rech. Almos [30] Widodo, M., Tony. Y., Udi, H., Gatot,

Y., Sugeng, W., & Yusuf, D. (2016). Analisis Struktur Bawah Permukaan Daerah Harjosari Kabupaten Semarang Menggunakan Metode Geomagnet Dengan Pemodelan 2D dan 3D, J. Youngster Physics., 5:251-260.

[31] Yaoguo Li., Oldenburg. W. (1996). 3-D

Inversion of Magnetic Data.

Geophysics Journal Vol 61. No 2. [32] Yopanz (2007), “Metode-Metode

Geofisika” [akses online tanggal 08 Juli 2017]

[33] Yulistian, S. (2017). Studi Identifik asi

Struk tur Geologi Bawah Permuk aan Untuk Mengetahui Sistem Sesar Berdasark an Analisis First Horizontal Derivative (FHD), Second Vertical

(11)

11

Derivative (SVD) dan 2.5D Forward Modeling di Daerah Manok wari Papua Barat. Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Universitas Lampung. (Skripsi).

[34] Zubaidah, T., Kanata, B., & Arumdata, N., (2005). Pemanfaatan Metode Geolistrik untuk Penentuan Sumber Anomali Geomagnet di Kota Mataram, Pulau Lombok , Provinsi NTB. Jurnal

Gambar

Gambar 1. Peta struktur geologi Paparan Arafura Barat  Laut (NW Arafura  Shelf)  (Aldha dan  J.Ho, 2008)
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Gambar  3  menunjukkan  bahwa  nilai  medan  magnet  total  pada  wilayah  penelitian  memiliki  rentang 40792.6  nT sampai dengan 42195  nT
Gambar  5  menunjukkan  peta  Anomali  Magnet  hasil reduksi  ke kutub  dengan   persebaran  nilai  yakni  berkisar  antara  700  nT  hingga  -1100  nT
+4

Referensi

Dokumen terkait

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Emas dengan Menggunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginterpretasikan bentuk struktur bawah permukaan daerah manifestasi panas bumi Kretek, Sanden, Pundong dengan menggunakan data

Adanya kontak antara batuan gabro dan kuarsa menyebabkan terjadinya proses malihan pada batuan kuarsa yang menghasilkan batuan malihan berupa kuarsit, hal tersebut terlihat

Adapun penelitian ini bertujuan menduga struktur bawah permukaan daerah prospek panas bumi Gunungapi Hulu Lais lereng utara dengan menggunakan metode

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Emas dengan Menggunakan Metode Magnetik di Daerah Garut Jawa

Struktur geologi bawah permukaan di Papandayan yaitu batuan tuff dengan nilai suseptibilitas 1 x 10 -5 dalam sistem emu, batuan andesit dengan nilai suseptibilitas

Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode magnetik yang bertujuan untuk menginterpretasikan struktur bawah permukaan daerah sumber air panas

Selanjutnya batuan paling bawah merupakan batuan dasar dengan nilai densitas 2,7 gr/cc berada pada kedalaman sekitar 6 km diduga berupa kerak granitik benua Australia