• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT BERDASARKAN INTERPRETASI DATA ANOMALI MAGNETIK DI PERAIRAN TELUK TOLO SULAWESI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DASAR LAUT BERDASARKAN INTERPRETASI DATA ANOMALI MAGNETIK DI PERAIRAN TELUK TOLO SULAWESI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

*

Penulis penanggung jawab

i

IDENTIFIKASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN

DASAR LAUT BERDASARKAN INTERPRETASI DATA ANOMALI

MAGNETIK DI PERAIRAN TELUK TOLO SULAWESI

Septian Taufiq Heryanto, Nanang Dwi Ardi

2*

,Delyuzar Ilahude

3* 1,2Departemen Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154, Indonesia

3Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Djunjunan No.236 – Bandung

(40174) Telp. (022) 6032020, 6032201, Fax. (022) 6017877.

septiantaufiqos@gmail.com

,

nanang1212@gmail.com

,

delyuzar_mgi@yahoo.com

ABSTRAK

Survey eksplorasi geofisika melalui metode magnetik di perairan Teluk Tolo menghasilkan

nilai anomali magnetik total yang telah dikoreksi oleh IGRF, dan variasi harian. Nilai

anomali magnetik residual diperoleh melalui metode pemisahan Trend Surface Analysis.

Hasil pengolahan data kemudian diplot menjadi peta kontur anomali guna memperoleh

gambaran anomali yang tersebar di daerah penelitian dan akan dijadikan acuan sebagai

pembuatan model. Berdasarkan hasil pemodelan, gambaran struktur geologi bawah

permukaan dasar laut Teluk Tolo mempunyai empat jenis komposisi batuan berbeda

dengan nilai suseptibilitas 0,03, 0,004, -0,001, dan 0,07. Jenis batuan tersebut adalah

granit, sedimen kuarsa, malihan kuarsit dan gabro intrusif yang terletak pada kedalaman 50

m sampai 200 m dari permukaan. Pada daerah penelitian, ditemukan indikasi adanya sesar

naik yang mempunyai arah dari barat daya menuju timur laut pada penampang lintasan A

– A’, dan sesar turun dengan arah dari barat laut sampai tenggara pada penampang lintasan

B – B’ dan C – C’.

Kata kunci : Teluk Tolo, struktur geologi, anomali magnetik, suseptibilitas, sesar

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF GEOLOGICAL STRUCTURES UNDER SEABED SURFACE BASED ON INTERPRETATION MAGNETIC ANOMALIES DATA IN TOLO BAY

SULAWESI

Geophysical exploration survey using magnetic methods in Tolo Bay give a magnetic total

anomalies value has been corrected by correction IGRF, and diurnal variation. The value

of residual magnetic anomalies was obtained through by the separation method Trend

Surface Analysis. Data processing result are plotted into the contours of magnetic

anomalies map to obtain a scattered anomalies in area research and it used as reference as

modeling. Based on the result modeling, an overview of geological structures under seabed

surface Tolo Bay has four different types of rock compositions with susceptibility 0.03,

(2)

ii

0.004, -0.001, and 0.07. The type of rocks is granite, quartz sedimentary, metamorphic

quartzite and gabbro intrusive which located at a depth of 50 m to 200 m from the surface.

In that research area, are founded indication of a thraust fault from southwest to northeast

direction in line section A - A', and normal faults from northwest to southeast direction in

line section B - B' and C - C '.

Keyword: Tolo Bay, geological structures, magnetic anomalies, susceptibility, faults PENDAHULUAN

Pulau Sulawesi merupakan daerah pertemuan 3 lempeng besar yaitu lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik ke arah barat, dan lempeng Eurasia yang mengarah ke selatan dan tenggara. Ketiga lempeng tersebut saling bertemu dan berinteraksi di sekitar wilayah garis khatulistiwa sehingga mengakibatkan bagian tengah Pulau Sulawesi dan sekitarnya menjadi salah satu daerah yang mempunyai kondisi geologi sangat komplek. (Hall and Smyth, 2008).

Teluk Tolo merupakan daerah perairan yang berada pada bagian tengah Pulau Sulawesi dengan koordinat 2° 20 LS dan 122° 10' BT. Daerah tersebut membentang luas dari tengah menuju tenggara pulau Sulawesi dimana letak keberadaan Teluk tersebut merupakan daerah pertemuan dari ketiga

lempeng besar yang menyebabkan

ketidakstabilan tektonik di berbagai daerah Sulawesi dengan timbulnya gejala geologi berupa terbentuknya beberapa patahan aktif yang disinyalir dapat menimbulkan suatu bencana geologi.

Melihat kondisi geologi yang berada di bagian tengah Pulau Sulawesi, perlu dilakukan kegiatan eksplorasi dan pemetaan dengan maskud untuk mengetahui tatanan struktur geologi dalam rangka penangan mitigasi bencana geologi. Metode magnetik merupakan cabang ilmu geofisika yang sering digunakan dalam kegiatan survey pendahuluan pada eksplorasi pemetaan bawah permukaan laut. Selain itu, metode magnetik mempunyai tingkat akurasi pengukuran yang relatif tinggi serta pengoperasian alat di lapangan relatif mudah dan sederhana dibandingkan dengan metode geofisika lainnya. Untuk memperoleh data, metode ini hanya mengukur besaran fisika yang sudah ada seperti nilai intensitas medan magnet tanpa memberikan input terhadap objek penelitian.

Data intensitas medan magnet sangat dipengaruhi oleh adanya variasi medan magnet bumi yang berhubungan dengan variasi kerentanan magnet batuan. Untuk memperoleh variasi medan magnet perlu dilakukan adanya tahapan koreksi yaitu IGRF dan variasi harian guna mendapatkan gambaran anomali total daerah penelitian. Nilai anomali magnetik residual diperoleh dari pemisahan antara anomali magnetik total dan anomali magnetik regional melalui metode pemisahan Trend

Surface Analysis.

Target utama dalam penelitian ini ialah anomali magnetik residual yang diduga berasal dari batuan bawah permukaan dasar laut dangkal pada lokasi penelitian. Data anomali magnetik yang telah diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk peta kontur untuk mendapatkan gambaran anomali dan sebagai acuan dalam pembuatan model agar mudah diinterpretasikan. Dengan adanya hasil interpretasi, diharapkan penelitian ini mampu memberikan gambaran kondisi struktur geologi bawah dasar laut di wilayah perairan Teluk Tolo sebagai informasi lebih lanjut dalam melakukan kegiatan eksplorasi berikutnya. 1. METODE

Kegiatan akuisisi data magnetik bertujuan untuk mengamati besaran medan magnetik total bumi di titik tertentu. Dari data yang diperoleh akan didapatkan benda magnet terinduksi dimana nilai medan magnet (H) tersebut harus dikurangi oleh nilai medan magnet yang menginduksi sehingga akan menghasilkan nilai medan magnet yang dikatan anomali magnet ( H).

Perolehan data dari hasil akuisisi bukan merupakan data yang menunjukkan nilai anomali magnetik. Data tersebut merupakan data intensitas magnet mentah hasil pengukuran yang masih terpengaruhi oleh gangguan dari dalam dan luar bumi.

(3)

iii

Diperlukan adanya suatu tahapan koreksi terhadap data tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan nilai anomali magnetik sebenarnya.

Terdapat dua tahap koreksi utama yang dilakukan terhadap hasil data observasi yaitu koreksi IGRF (International Geomagnetic

Reference Field) dan koreksi harian (Diurnal Correction). Koreksi IGRF digunakan untuk

menghilangkan pengaruh medan magnet dari dalam bumi yang disebabkan oleh medan magnet utama dan medan magnet kerak bumi. Sedangkan koreksi harian dilakukan untuk menghilangkan pengaruh medan magnet yang berasal dari luar bumi seperti pengaruh ionosfer. Sehingga untuk memperoleh nilai anomali total berlaku persamaan sebagai berikut :

(1)

Dengan adalah nilai medan

magnetik observasi, merupakan medan

magnet teoritis berdasarkan IGRF dan adalah koreksi medan magnet akibat adanya variasi harian.

Anomali magnetik regional merupakan anomali yang berasal dari batuan dalam di bawah permukaan. Sedangkan anomali magnetik residual adalah anomali magnet yang berasal dari batuan bawah permukaan yang dangkal. Gabungan dari kedua anomali tersebut menghasilkan anomali magnet total. Dalam survey geofisika, anomali ini dipisahkan sesuai dengan kebutuhan interpretasi terhadap struktur geologi. Secara matematis, hubungan ketiga jenis anomali magnetik tersebut adalah :

(2)

Nilai anomali magnetik residual diperoleh melalui metode pemisahan Trend

Syrface Analysis Quadratic (Orde 2). Metode

tersebut berupa teknik untuk memodelkan variasi magnetik skala besar dan juga model linear matematik karena berbasis koordinat

polynomial variabel x dan y. Dalam

penggunaannya, koordinat tersebut merupakan data koordinat dari setiap titik data yang diambil. Persamaan dari ketiga anomali magnetik tersebut dapat dihitung melalui persamaan :

(3)

Dengan adalah nilai anomali

magnetik total, merupakan nilai

anomali magnetik regional, dan merupakan

nilai anomali magnetik residual. Bentuk khusus persamaan Trend Surface Analysis

Quadratic adalah : Z = f(xi, yi) = b0 + b1x+ b2y + b3x 2 + b4xy + b5y 2 (4)

Nilai anomali magnetik residual dapat diperoleh dengan mensubstitusikan persamaan (4) ke dalam persamaan (3) dan menambahkan persamaan kuadrat terkecil yaitu :

(5)

Hasil pengolahan data melelui metode

Trend Surface Analysis Quadratic , nilai

konstanta polynomial (b) akan diperoleh yang kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (4). Nilai yang diperoleh adalah nilai dari anomali magnetik regional, sedangkan untuk nilai anomali magnetik residual diperoleh melalui persamaan berikut :

(6) Interpretasi struktur geologi di bawah permukaan dasar laut berdasarkan nilai anomali magnet residual dilakukan dengan cara membuat beberapa sayatan pada peta kontur anomali. Hasil sayatan yang diperoleh akan ditampilkan dalam bentuk model dua dimensi berupa grafik hubungan antara nilai anomali magnet terhadap jarak.

Data yang diinput untuk menggambarkan model struktur geologi di bawah permukaan dasar laut ialah nilai medan magnet IGRF daerah penelitian, sudut inklinasi dan deklinasi, jarak dan nilai anomali magnet hasil sayatan. Langkah selanjutnya ialah mencocokan hasil grafik anomali magnet di lapangan dengan hasil grafik anomali magnet pemodelan dengan memasukkan nilai suseptibilitas batuan. Jenis batuan yang dihasilkan berdasarkan hasil pemodelan akan dilengkapi dengan skala warna. Pada model batuan dengan nilai suseptibilitas magnetik lebih besar akan mempunyai warna yang lebih cerah, sedangkan pada model batuan dengan nilai suseptibilitas magnetik lebih kecil akan mempunyai warna yang lebih gelap.

(4)

iv

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai anomali magnetik residual diperoleh melalui pemisahan antara anomali magnetik total dan anomali magnetik regional melalui metode Trend Surface Analysis

Quadratic yang ditampilkan dalam sebuah peta

kontur anomali magnetik residual. Peta tersebut dilengkapi nilai anomali yang bervariasi dari -140nT – 110 nT dengan interval 10 nT dan skala warna berbeda. Dalam penelitian ini, dibuat tiga sayatan lintasan yang akan dijadikan model untuk menggambarkan struktur geologi dibawah permukaan dasar laut yang berada di wilayah perairan Teluk Tolo, Sulawesi. Daerah yang ditandai oleh garis hitam pada Gambar 1. merupakan daerah yang akan dilakukan beberapa sayatan. Satu sayatan di bagian selatan yaitu A-A’, dan dua sayatan di bagian utara yaitu B-B’ dan C-C’.

Gambar 1. Lintasan sayatan A-A’, B-B’ dan C-C’

Nilai anomali magnetik residual yang terlihat pada Gambar 4.1 mempunyai nilai positif dan negatif dengan ditandai adanya perbedaan garis kontur yang terlihat lebar. Selain itu, terlihat garis kontur yang sangat rapat dengan ditandai adanya perubahan nilai intensitas magnet yang sangat signifikan. Hal ini mengasumsikan bahwa adanya hubungan antara perubahan nilai anomali dengan sumber penyebab anomali tersebut.

Interpretasi struktur geologi bawah permukaan dasar laut dilakukan melalui hasil pembuatan model 2D. Beberapa parameter

yang digunakan sebagai input data dalam pemodelan antara lain adalah nilai IGRF sebesar 41551,2 nT, sudut deklinasi sebesar 0,52 derajat, sudut inklinasi sebsesar 20,16 derajat, kedalaman maksimum sejauh 200 m dengan rentang jarak setiap 50 m, satuan yang digunakan adalah meter dan suseptibilitas

dalam sistem (10-6 cgs). Hasil sayatan pada

lintasan A – A ’, B – B’, dan C – C’ masing-masing mempunyai arah yang berbeda.

Gambar 2. Model penampang batuan lintasan A-A'

Sayatan A–A’ mempunyai panjang lintasan sejauh 104,23 km yang terbentang dari arah barat laut menuju tenggara. Nilai anomali magnet paling rendah sebesar - 120,62 nT yang berada pada jarak 83 km dan nilai anomali magnet paling tinggi yaitu sebesar 103,51 nT dengan letak keberadaannya pada jarak 91 km dari titik awal lintasan. Dari hasil yang diperoleh pada penampang A–A’ diatas, terdapat model jenis batuan dengan tiga nilai suseptibilitas magnetik yang berbeda.

Berdasarkan hasil pemodelan, ditemukan komposisi jenis batuan dasar dengan nilai suseptibilitas magnetik 0,03 pada kedalaman 155 m di bawah permukaan yang diperkirakan batuan berjenis alluvial granit. Jenis batuan lain dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar -0,001 diperkirakan jenisnya ialah sedimen kuarsa. Batuan ini terletak di bagian paling atas yang bersentuhan langsung dengan air laut. Keberadaan jenis batuan ini terletak pada kedalaman sekitar 40 – 110 m di bawah permukaan dan mempunyai ketebalan lapisan sekitar 70 m. Ditemukan jenis batuan lain yang terletak diantara batuan sedimen kuarsa dan granit yaitu lapisan batuan dengan nilai suseptibilitas sebesar 0,004 yang berada pada kedalaman 100 – 200 m. Jenis batuan tersebut diperkirakan ialah malihan kuarsit. Dengan adanya kontak antara batuan granit

(5)

v

dan batuan kuarsa, maka kuarsa akan menjadi malihan berupa batuan kuarsit.

Perbedaan antara nilai anomali magnet tertinggi dan terrendah yang cukup berdekatan mengindikasikan bahwa pada daerah tersebut ditemukan adanya sesar pada kedalaman 45 m di bawah permukaan yang mengakibatkan perbedaan letak struktur lapisan batuan. Jenis sesar yang teridentifikasi adalah sesar naik dengan sudut kemiringan tidak lebih dari 45 derajat.

Gambar 3. Model penampang batuan lintasan B-B'

Berdasarkan hasil pemodelan yang ditunjukkan oleh Gambar 3, penampang lintasan B–B’ mempunyai panjang lintasan sejauh 79,55 km yang mengarah dari barat menuju timur. Nilai anomali magnet paling rendah sebesar -130,07 nT yang berada pada jarak sekitar 6 km dan nilai anomali magnet paling tinggi sebesar 87,76 nT yang terletak pada jarak sekitar 4,5 km dari titik awal lintasan.

Pada hasil pemodelan, ditemukan batuan dasar dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar 0,03 yang terletak pada kedalaman 150 m di bawah permukaan diperkirakan berupa lapisan batuan beku granit. Sama seperti hal nya pada model penampang lintasan A–A’ batuan dasar penyusun yang terlihat ialah granit, hanya saja pada model penampang lintasan B–B’ ini jenis batuan beku granit terlihat lebih jelas keberadaannya.

Jenis lapisan batuan lain dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar -0,001 diperkirakan jenis batuannya ialah sedimen kuarsa yang berada pada kedalaman 40–100 m di bawah permukaan laut dengan ketebalan lapisan sekitar 60 m. Jenis lapisan batuan dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar 0,07 yang berada pada kedalaman 120 m dibawah permukaan ini ialah jenis batuan

gabro. Jenis batuan yang diasumsikan tersebut mengacu berdasarkan informasi geologi di daerah penelitian yang mencatat bahwa pada permukaan ditemukan lava jenis basalt. Lava basalt merupakan lava yang mempunyai susunan mineral sama seperti batuan gabro tetapi tekstur batuannya berbeda. Gabro yang terbentuk di bawah permukaan dianggap sebagai batuan intrusi dengan nilai suseptibilitas yang lebih tinggi, sedangkan basalt terbentuk sebagai lava yang membeku sebagai batuan ekstrusi. Adanya kontak antara batuan gabro dan kuarsa menyebabkan terjadinya proses malihan pada batuan kuarsa yang menghasilkan batuan malihan berupa kuarsit, hal tersebut terlihat pada model penampang dengan adanya model batuan lain dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar 0,004 yang diperkirakan jenis batuannya ialah malihan kuarsit. Komposisi lapisan batuan tersebut terletak pada kedalaman sekitar 90 m di bawah permukaan laut dengan ketebalan sebesar 50 m.

Pada penampang lintasan B–B’ terlihat adanya perbedaan letak struktur lapisan batuan yang diindikasikan sebagai adanya sesar di daerah penampang lintasan tersebut. Keberadaan sesar diperkirakan berada pada jarak 10 km dari titik awal lintasan dengan kedalaman sekitar 50 m di bawah permukaan dengan jenis sesar yang teridentifikasi adalah sesar turun.

Gambar 4. Model penampang batuan lintasan C-C'

Lintasan C–C’ yang ditunjukkan pada Gambar 4. mempunyai panjang lintasan sejauh 107,66 km yang mengarah dari barat daya sampai timur laut Teluk Tolo. Didalam model penampang tersebut terdapat nilai anomali magnet paling rendah sebesar -110,46 nT yang berada pada jarak sekitar 11,5 km dan nilai anomali magnet tertinggi sebesar 86,87 nT yang terletak pada jarak sekitar 5 km dari titik

(6)

vi

awal lintasan. Hasil yang diperoleh berdasarkan pemodelan, terdapat empat jenis lapisan batuan dengan nilai suseptibilitas magnetik batuan yang berbeda. Hasil tersebut sedikit menyerupai dengan model pada penampang lintasan B–B’ yang telah diinterpretasikan sebelumnya karena lokasi sayatan lintasan penampangnya saling berdekatan. Perbedaan yang terlihat ialah pada struktur model batuan yang digambarkan, letak keberadaan dan ketebelan masing-masing lapisan komposisi batuan.

Jenis batuan paling dasar yang terlihat ialah jenis batuan beku granit dengan dengan nilai suseptibilitas sebesar 0,03. Keberadaan jenis batuan tersebut berada pada kedalaman 160 m di bawah permukaan laut. Model jenis batuan yang terletak paling atas didominasi oleh jenis batuan sedimen kuarsa dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar -0,001. Jenis batuan yang diperkirakan sedimen kuarsa tersebut berada pada kedalaman 50 – 130 m di bawah permukaan laut dengan ketebalan lapisan sekitar 80 m.

Jenis model batuan ketiga dengan nilai suseptibilitas magnetik paling besar yaitu 0,07 dengan letak formasi batuan pada kedalaman 130 m di bawah permukaan ini diperkirakan jenis batuannya adalah gabro. Penyebab terbentuknya struktur lapisan batuan lain yang diakibatkan oleh adanya kontak antara batuan gabro dan kuarsa menimbulkan proses terjadinya malihan pada kuarsa tersebut menjadi kuarsit. Struktur lapisan batuan yang dimaksud terlihat pada model penampang dengan adanya komposisi jenis batuan lain dengan nilai suseptibilitas magnetik sebesar 0,004 yang diperkirakan jenis batuannya adalah malihan kuarsit. Komposisi lapisan batuan tersebut terletak diantara batuan sedeimen kuarsa, gabro, dan granit dengan kedalaman sekitar 100 m di bawah permukaan laut dengan ketebalan lapisan 40 m.

Pada penampang lintasan C–C’ juga terlihat adanya perbedaan letak struktur lapisan batuan yang diindikasikan sebagai adanya sesar di daerah penampang lintasan tersebut. Keberadaan sesar yang ditunjukkan berdasarkan hasil dari pemodelan terletak pada jarak 12 km dari titik awal lintasan pada kedalaman sekitar 50 m di bawah permukaan dengan jenis sesar yang ditemukan adalah sesar turun.

Interpretasi berdasarkan hasil pemodelan 2D memberikan keterangan adanya struktur geologi berupa lipatan di daerah penelitian yang didominasi oleh tiga macam lapisan jenis batuan dengan nilai suseptibilitas bervariasi yaitu 0,03, 0,004, dan -0,001. Jenis lapisan batuan yang teridentifikasi berdasarkan hasil pemodelan antara lain ialah komposisi batuan granit yang terletak paling dasar, batuan sedimen kuarsa di bagian atas, dan jenis batuan malihan kuarsit diantara kedua lapisan tersebut yang terbentuk oleh adanya kontak antara batuan beku granit dan kuarsa menjadi kuarsit. Selain itu, ditemukan juga jenis model batuan lain pada penampang lintasan B–B’ dan C–C’ dengan nilai suseptibilitas tinggi sebesar 0,07 yang diperkirakan jenisnya adalah gabro dan dianggap sebagai batuan intrusi.

Hasil lain yang diperoleh berdasarkan hasil pemodelan ialah ditemukan adanya indikasi beberapa sesar pada setiap lintasan. Daerah tersebut ditandai oleh adanya perbedaan nilai anomali magnetik yang sangat kontras dan garis kontur yang rapat. Jenis sesar yang ditemukan ialah jenis sesar naik dengan sudut kemiringan kurang dari 45 deajat dan sesar turun dengan sudut kemiringan mendekati 90 derajat. Keberadaan sesar tersebut mempunyai arah yang berbeda-beda. Pada penampang lintasan A–A’ terdapat sesar dengan arah dari barat daya ke timur laut. Sedangkan pada penampang lintasan B–B’ dan C–C’ mempunyai satu sesar yang sama dengan arah barat laut ke tenggara.

(7)

vii

Sesar yang terlihat pada hasil pemodelan hanya menunjukkan kemungkinan letak dimana sesar itu berada tanpa diketahui sepanjang mana dan seberapa dalam keberadaannya. Apabila analisis dari hasil pemodelan digabungkan dengan analisis kelurusan anomali magnet, panjang sesar ini dapat ditentukan. Kelurusan kontur anomali magnet mengindikasikan bahwa penyebab anomali tersebut merupakan sesuatu dengan geometri yang lurus. Pada umumnya sesar akan membentuk garis lurus sehingga anomali magnet yang disebabkan juga membentuk kelurusan.

KESIMPULAN

Peta kontur anomali magnetik residual daerah Teluk Tolo mempunyai nilai anomali antara -140 nT sampai 110 nT dengan interval setiap 10 nT. Berdasarkan hasil pemodelan

Mag2DC, gambaran struktur geologi bawah

permukaan dasar laut Teluk Tolo mempunyai komposisi jenis batuan yang berada dengan nilai suseptibilitas 0,03, 0,004, -0,001, dan 0,07. Jenis batuan tersebut adalah granit, sedimen kuarsa, malihan kuarsit dan gabro intrusif yang terletak pada kedalaman 50 m sampai 200 m dari permukaan. Ditemukan indikasi adanya sesar naik pada lintasan A – A’ dengan arah barat daya menuju timur laut yang mempunyai sudut kemiringan kurang dari 45 derajat, serta sesar turun pada lintasan B – B’ dan C – C’ yang mempunyai arah dari barat laut menuju tenggara dengan sudut kemiringan mendekati 90 derajat.

Referensi

Hall, R. & Wilson, M.E.J., (2000) Neogene stutures in eastern Indonesia. Journal of

Asian Earth Sciences, 18, 781-808

Hunt, C. P., Moskowitz, B. M. and Banerjee, S. K. (1995). Magnetic Properties of Rocks

and Minerals, in Rock Physics & Phase Relations: A Handbook of Physical Constants (ed T. J. Ahrens), American

Geophysical Union, Washington, D. C. Reynolds, J.M. (1995). An Introduction to

applied and environmental geophysics.

New York: Jhon Geophysicsin Hidrogeological and Wiley and Sons Ltd.

Rosid, Syamsu. (2008). Geomagnetic Method

Lecture Note. Physic Departement, FMIPA

UI. Depok.

Sukamto R, and Simanjuntak T.O., Tectonic

Relationship Between Geoloic Aspect of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi and Banggai – Sula In The Light of Sedimentological Aspects, GRDC Bandung. Indonesia.

Telford, W. M.Geldart, L. P. &Sheriff, R. E. (2001).Applied Geophysics.(second edition) .Cambridge : Cambridge University Press.

Tipler P.A. : Alih Bahasa, Bambang Sogijono (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik (edisi ketiga). Erlangga . Jakarta.

Van Leeuwen,T. M., (1994). 25 Years of Mineral Exploration and Discovery in

Indonesia, Journal of Geochemical

Gambar

Gambar 2. Model penampang batuan lintasan  A-A'
Gambar 5. Lokasi indikasi keberadaan sesar

Referensi

Dokumen terkait

Autonomous Maintenance dan Seiso dimana kedua aktivitas ini menjadi unsur yang paling sering muncul dalam audit bulanan 5S dan TPM dan mengurangi skor paling banyak

Sebelum dilaksanakan layanan penguasaan konten diketahui bahwa peserta didik memiliki kejujuran yang rendah, hal ini ditandai dengan kecenderungan peserta didik yang belum

Bagaimana pandangan bapak terhadap upaya yang dilakukan dalam analisis kebutuhan obat untuk perencanaan obat di RSUD ini.. Menurut pandangan bapak, apakah perencanaan kebutuhan

Data yang telah diperoleh dari berbagai sumber data yang telah dianalisa secara induktif, masih bersifat terpisahkan, sehingga belum dapat tergambarkan saling

Universitas Sumatera Utara... Kepala

Schounwenburg (dalam Ferrari dkk, 1995, hal. 82) mengatakan bahwa prokrastinasi sebagai suatu perilaku penundaan, dapat termanifestasikan dalam aspek tertentu yang dapat

Perancangan sistem pakar yang penulis buat ini terdiri dari data gejala serta data penyakit yang merupakan sebuah objek yang sangat penting guna membantu proses

kontraposisi : jika persamaan itu tidak mempunyai dua akar positif berbeda maka diskriminan persamaan kuadrat tidak tidak non