• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Penimbunan Muatan Curah Kering (studi kasus : PLTU Paiton) Waskita Adiguna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengelolaan Penimbunan Muatan Curah Kering (studi kasus : PLTU Paiton) Waskita Adiguna"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pengelolaan Penimbunan Muatan Curah Kering (studi kasus : PLTU Paiton)

Waskita Adiguna

Jurusan Teknik Perkapalan-FTK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111, Email : waskita.adiguna@gmail.com

Abstrak : Dalam pengelolaan batubara di PLTU terdapat dua komponen utama yang perlu diperhatikan yaitu lahan yang digunakan dan juga batubara yang disimpan, dalam pengelolaan lahan perlu diperhatikan penyusunan batubara yang akan mempengaruhi biaya penyimpaan batubara. Kemudian dari aspek pengelolaan batubara terdapat dua komponen, yaitu pengangkutan dan juga persediaan batubara.

Dari perhitungan dengan mempercepat waktu kedatangan muatan, setiap 5 jam untuk tongkang 6.000 ton volume bertambah 1.613 ton, untuk penggunaan tongkang 8.000 ton volume bertambah 1.580 ton, untuk penggunaan tongkang 10.000 ton volume bertambah 1.581 ton dan untuk penggunaan tongkang 13.000 ton volume akan bertambah 1.617 ton, dan sistem penumpukan tipe A lebih murah dari sistem penumpukan tipe B.

Perhitungan juga dilakukan dengan membatasi persediaan agar dapat mengontrol volume persediaan yang ada dilapangan penumpukan. Dalam penelitian ini tidak menentukan jumlah persediaan, tetapi melakukan kajian tentang pengelolaan penimbunan sehubungan perubahan komponen dari perencanaan persediaan, karena untuk menentukan kebijakan volume persediaan harus dilakukan berdasarkan pengalaman sehubungan dengan penerapan kebijakan pada masing-masing keadaan cuaca, karena volume persediaaan merupakan fungsi dari keadaan cuaca di daerah pelayaran dan cuaca adalah variable yang tidak dapat dikontrol dan keadaan pelayaran tersebut cukup sulit untuk diketahui secara pasti.

Kata kunci: Batubara, Pengelolaan

persediaan, Penumpukan batubara.

1. Pendahuluan

Pengelolaan batubara yang baik harus dapat memenuhi kebutuhan konsumsi pembangkit dalam produksi listrik dan memeperoleh biaya yang murah dalam pengadaan batubara, keadaan yang menjadi kendala dalam mengelola persediaan adalah meminimalkan jumlah persediaan batubara di lapangan penumpukan tanpa berakibat terhentinya proses produksi. Tingginya biaya persediaan yang dikeluarkan berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan, biaya tersebut adalah biaya pembelian, biaya pengadaan, biaya penyimpanan. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk untuk memberi pertimbangan dalam menentukan persediaan batubara.

Dalam menentukan kebijakan persediaan yang dilakukan harus mengetahui beberapa komponen yang mempengaruhi besaran persediaan, kemudian mengetahui dampaknya jika komponen tersebut dirubah besarannya, oleh karena itu dalam penelitian ini akan digambarkan dampak dari beberapa perubahan yang dilakukan terhadap komponen-komponen yang dapat dijadikan gambaran dalam menentukan kebijakan sehubungan dengan keadaan pelayaran.

2. Teori Penunjang

2.1. Batubara

Batubara merupakan terminologi masyarakat yang dipergunakan untuk menyebut semua sisa tumbuhan yang telah menjadi fosil bersifat padat, berwarna gelap dan dapat dibakar. Apabila batubara tersebut mudah dibakar dan menghasilkan kalori tinggi disebut batubara, tetapi apabila batubara tersebut tidak mudah

(2)

dibakar dan menghasilkan kalori rendah disebut batubara muda.

”Batubara” didasarkan pada penekanan atas manfaat dikelompokkan menjadi 2 bagian besar, yaitu :

1. Scientific system of classification menekankan pada asal mula (origin), san konstitusi (constitution), serta sifat dasar (basic / fundamental properties).

2. Commercial system menekankan padaaspek nilai dagang/pasar (trade/market value), pemanfaatan (utilizaion), sifat teknik (technological properties), kesesuaian untuk penggunaan tertentu (suitability for certain end uses) (Krevelen,1993)

2.2. Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Lokasi yang ditempati oleh PT. Pembangkit Jawa Bali Paiton Unit I dan II berada di:

 Berdasar garis lintang dan bujur PLTU ini terletak pada:

Latitude : 07º42’44.133LS Longitude :113º35’02.349BT  Desa : Bhinor

 Kecamatan : Paiton  Kabupaten : Probolinggo  Propinsi : Jawa Timur Dermaga yang digunakan mempunyai dimensi ukuran (untuk PT. PJB) :

 Panjang dermaga : 300 meter  Kedalaman : 15 meter

 Unloading conveyor: 2000 ton/jam (maks)

 Koordinat letak : 07º 42’20 LS dan 113 º 34’ 36 BT

Dalam opersionalnya kedua pembangkit ini didukung oleh beberapa fasilitas yang membantu kelancaran produksinya.komponen tersebut antara lain :

 Dermaga

Fasilitas dermaga yang dimiliki yaitu dengan ukuran 35 x 25.5 m, memiliki 2 alat bongkar batubara dan memiliki 2 jalur ban berjalan, dan alat bongkar batubara dengan menggunakan grab . Dermaga ini memiliki kedalaman sekitar 15 m.

 Lapangan Penumpukan

PJB UP Paiton memilikai luas lapangan penumpukan sebesar hektar yang dibagi menjadi 2 area penumpukan, masing masing area penumpukan digunakan untuk menumpuk jenis batubara yang berbeda sesuai dengan kebutuhan pembangkit, dalam operasional di lapangan penumpukan, terdapat 4 buldozer untuk mengatur peletakan batubara, lapangan penumpukan belum dilengkapi reclaimer hopper sehingga untuk curah batubara ke lapangan penumpukan menggunakan telescopic chute dan untuk pengaturan batubara sepernuhnya dilakukan oleh bulldozer

2.3. Manajemen Penimbunan (stockpile

management)

Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman dan proses, sebagai persediaan yang baik, strategis dan meminimmalkan gangguan yang bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Selain itu juga berfungsi tempat pencampuran dan pembagian menurut jenis batubara agar sesuai dengan permintaan yang disyaratkan. Disamping tujuan tersebut, stockpile juga digunakan untuk mencampur batubara agar homogenasi sesuai dengan kebutuhan. Homogenasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe material dimana fluktuasi dalam kualitas batubara dan distribusi ukuran disamakan. Dalam proses homogenisasi ada dua tipe yaitu blending dan mixing

Proses penyimpanan dapat dilakukan di dekat tambang, di dekat pelabuhan and di tempat pengguna batubara. Untuk proses penyimpanan diharapkan jangka waktunya tidak terlalu lama, karena akan berakibat pada penurunan kualitas batubara, proses penurunan kualitas tersebut biasanya lebih dipengarugi oleh oksidasi dan alam. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam management stockpile:

1. Monitoring quantity (inventory) dan movement batu bara di stockpile.

2. Menghindari batubara terlalu lama di stockpile.

(3)

3. Mengusahakan pergerakan batu bara sekecil mungkin di stockpile

4. Monitoring quality batu bara yang masuk dan yang keluar dari stockpile.

5. Pengawasan yang ketat terhadap kontaminasi.

6. Perhatian terhadap faktor lingkungan yang bisa ditimbulkan.

7. Tidak dianjurkan menggunakan area stockpile untuk parkir dozer.

8. Menanggulangi batubara terbakar distockpile.

9. Sebaiknya tidak membentuk stockpile dengan bagian atas yang cekung.

10. Mengusahakan kontur permukaan basement berbetuk cembung atau minimal datar

2.3.1. Spontaneous Combustion

Pembakaran secara spontan adalah merupakan fenomena alami dan juga disebut pembakaran sendiri ( self combustion ). Hal ini disebabkan terjadinya reaksi zat organic dengan oxygen dari udara. Kecepatan reaksi oksidasi sangat bervariasi antara suatu zat dengan zat lainnya.

Pembakaran spontan ini terjadi karena adanya 3 (tiga) unsur, yang pertama adanya bahab bakar, yang kedua adanya oksidan, dan yang ketiga adanya panas. Ketiga unsur itu disebut dengan titik api, ketika tiga unsur terebut saling mempengaruhi.

untuk mencegah terjadinya pembakaran spontan yang terjadi pada batubara, hal yang dilakukan adalah minimal menghilangkan atau mengurangi besar dari salah satu unsure tersebut, umumnya hal yang mudah dilakukan yaitu sdengan menghilangkan udara yang ada dalam tumpukan batubara dengan memadatkan tumpukan batubara.

2.4. Teori Persediaan

Sistem persediaan adalah seperangkat kebijakan dan pengendalian terhadap tingkat/level persediaan dan menetukan pada tingkat mana persediaan harus ada, serta kapan

perlu ditambah dan berapa order yang harus dilakukan (Chase,2001)

Tujuan dari pengendalian persediaan adalah mencari solusi yang baik terhadap masalah kuantitatif maupun kualitatif yang timbul dalam sistem persediaan, sehingga sistem persediaaan dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Untuk mengukur kinerjasistem persediaan digunakan ukuran yang lebih operasional yaitu biaya minimal untuk suatu periode tertentu, biasanya dalam waktu satu tahun. (Chase, 2001) Biaya yang Timbul dengan Adanya Persediaan: 1. Biaya Penyimpanan (holding cost atau

carrying cost)

2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost)

3. Biaya Penyiapan (set up cost)

4. Biaya Kehabisan atau kekurangan bahan (shortage cost)

2.5. Teori korelasi

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menganalisa hubungan antar variabel, penggunaan cara analisa tergantung dari banyaknya variabel yang saling berhubungan dan ukuran atau skala variabelnya. Untuk mengukur hubungan antara dua variabel dimana variabel tersebut dalam skala atau rasio maka teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data untuk mengetahui hubungan antara variabel tersebut adalah dengan menggunakan Pearson r.

Menganalisa hubungan antara dua variabel dengan Pearson r menggunakan rumus berikut ;

         n i n i n i i i y y x x y y x x r 1 1 2 2 1 ) ( ) ( ) ( ) (

(4)

3. Penumpukan Batubara 3.1 Penumpukan Batubara

Dalam pengelolaan penimbunan batubara, penyusunan batubara merupakan hal yang sangat penting di pertimbangkan, karena dalam penyusunan tersebut dapat mempengaruhi kinerja dari operasional PLTU, dimana dalam pemilihan penyusunan batubara memiliki beberapa hal yang harus di pertimbangkan, antara lain, kegiatan operasi, volume, keamanan dan juga biaya operasi. Di dalam tugas akhir ini akan dibandingkan 2 jenis sistem penumpukan batubara, yaitu penumpukan batubara yang di terapkan oleh PT.PJB UP Paiton (dalam penelitian ini disebut tipe A) dan sistem penumpukan yang di terapkan oleh PT.Jawa Power yang mengelola Pembangkit 5 dan 6 di Paiton (dalam penelitian ini disebut tipe B). Pembandingan ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana jika penumpukan pembanding diterapkan di PT.PJB UP Paiton. Berikut adalah gambar dari penumpukan tipe A dan penumpukan tipe B.

3.2 Kegiatan Operasi

Kegiatan operasi di lapangan penumpukan berhubungan dengan proses penyusunan batubara yang disalurkan dari tongkang menuju ke lapangan penumpukan dan dari lapangan penumpukan menuju pembangkit.

Batubara Lapangan penumpukan Asal batubara Jenis batubara Perencanaan Pemasok

Jenis batubara Asal batubara Jenis batubara Penyusunan Pembangkit Jenis batubara Jumlah batubara Waktu kedatangan 3.3 Volume

Dalam penumpukan batubara diperlukan lapangan penumpukan, luas lapangan penumpukan berhubungan dengan jumlah batubara, jenis batubara dan bagaimana bentuk penumpukan batubara. Hal ini menjadi sangat penting pada situasi terbatasnya lapangan penumpukan dan pada situasi lahan yang digunakan harus menyewa setiap luasan yang digunakan untuk menumpuk batubara.

Lapangan penumpukan Akurasi perkiraan batubara Jumlah batubara Pemasok Jenis batubara Jumlah batubara Jenis batubara Perencanaan Pembangkit Jenis batubara Jumlah batubara 3.4 Keamanan

Dalam penumpukan harus dipertimbangkan dari sisi keamanan dalap penumpukan tersebut, dalam penumpukan batubara yang perlu dipertimbangkan adalah keamanan dari bentuk tumpukan dan sifat dari batubara yaitu dapat terbakar dengan sedirinya jika didiamkan, sifat ini disebut spontaneous combustion yang terjadi karena oksidasi dari tiga unsur yang disebut segitiga api, antara lain bahan bakar, oksidan, dan panas.

Penumpukan A

(5)

Lapangan penumpukan Jenis batubara Jumlah batubara Keamanan tumpukan batubara Kualitas batubara Spontaneous combustion Perencanaan penumpukan Penanganan Jumlah batubara 3.5 Biaya Operasi

Dalam pemilihan sistem penumpukan, biaya yang dikeluarkan merupakan hal yang harus diperhitungkan dalam pengelolaan penumpukan batubara, dimana diinginkan biaya yang murah dimana dengan tidak mengurangi aturan-aturan yang baik untuk dilakukan dalam pengelolaan batubara di lapangan penumpukan. Pengeluaran biaya di lapangan penumpukan dipengaruhi oleh peralatan yang digunakan dan jumlah batubara yang ada pada lapangan penumpukan dan bagaimana sistem penyusunan batubara yang dilakukan.

4. Persediaan Batubara

4.1 PT.PJB UP Paiton

Unit pembangkit 1 dan unit pembangkit 2 yang dioperasikan oleh PT.PJB UP Paiton menggunakan 2 jenis batubara dalam operasi pembangkitnya, kedua jenis batubara yang dipesan akan di campur dalam pembakarannya di pembangkit. Dalam penelitian ini batubara yang akan diperhitungkan adalah batubara dengan kalori 5100 kkal/kg untuk jenis pertama dan batubara kalori 4300 kkal/kg untuk jenis kedua.

Unit pembangkit 1 dan unit pembangkit 2 memiliki kapasitas produksi maksimum sebesar 400 MW per jam untuk tiap pembangkit, atau 800 MW per jam untuk kedua pembangkit, dalam perencanaan yang mereka lakukan, proporsi campuran dari kedua jenis batubara tesebut adalah 60% untuk batubara jenis 1 dan 40% untuk batubara jenis kedua.

4.1.1 Konsumsi Batubara

Berikut adalah percobaan yang dilakukan oleh PJB pada jenis batubara,

1. Untuk menghasilkan produksi listrik 400 MW per jam dengan menggunakan batubara 5200 kkal/kg membutuhkan batubara sebanyak 182,27 ton per jam.

2. Untuk menghasilkan produksi listrik 400 MW per jam dengan menggunakan batubara 4300 kkal/kg membutuhkan batubara sebanyak 208,9 ton per jam.

4.2 Analisa Penyimpanan Batubara

Dalam penyimpanan batubara yang dilakukan harus memperhatikan biaya pengadaaan dan biaya penyimpanan yang ditimbulkan karena kegiatan penyimpanan, biaya pengadaan batubara berhubungan dengan alat angkut yang digunakan dalam pengiriman batubara yang nantinya akan berpengaruh terhadap frekuensi kedatangan dari muatan yang dipesan. Dari kedatangan muatan akan meimbulkan penumpukan pada lapangan penumpukan yang pengurangannya tergantung dari konsumsi batubara oleh pembangkit, Batubara di lapangan penumpukan ini akan

(6)

menimbulkan biaya penyimpanan,oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan untuk mendapatkan biaya pengadaan dan biaya penyimpanan yang minimal dalam kegiatan penyediaan batubara. Pemasok Jumlah batubara Jenis Batubara Alat angkut Jumlah yang diangkut Dermaga Harga batubara Lapangan penumpukan Pembangkit BOR Lama bongkar Biaya simpan Jumlah yang disimpan Sistem penumpukan Produksi Listrik Konsumsi batubara Perencanaan persediaan batubara Perencanaan pengangkutan batubara Pengelolaan Batubara Biaya angkut Frekuensi pengiriman Shipment

4.2.1 Penggunaan Alat Angkut

Dalam persediaan batubara, penggunaan alat angkut berhubungan dengan frekuensi kedatangan muatan, dimana muatan yang dating akan menimbulkan penumpukan batubara di lapangan penumpukan. Berikut akan dilakukan analisa terhadap penggunaan alat angkut yang digunakan, alat angkut yang digunakan adalah tongkang dengan ukuran 6000 ton, 8000 ton, 10000 ton dan 13000 ton.

Dari skenario yang dilakukan akan berdampak pada biaya penyimpanan yang terjadi, berikut adalah biaya penyimpanan selama 1 tahun. Penggunaan sistem penumpukan tipe A

Penggunaan sistem penumpukan tipe B

4.2.2 Frekuensi Kedatangan

Untuk meminimalkan biaya persediaan dapat juga dilakukan dengan merubah frekuensi kedatangan, hal ini digunakan jika frekuensi kedatangan dari muatan berbeda dari tiap bulannya sehubungan dengan keadaan pelyaran, perhitungan terhadap perubahan frekuensi kedatangan dilakukan untuk memperoleh persediaan cadangan untuk mengantisipasi

(7)

kekurangan persediaan di periode berikutnya karena penurunan frekuensi pengiriman

Dalam perhitungan dengan merubah interval kedatangan muatan akan berpengaruh terhadap jumlah batubara yang ada dilapangan penumpukan dan juga biaya penyimpanan yang terjadi akibat bertambahnya volume batubara, semakin kecil frekuensi kedatangan akan menambah biaya persediaan, berikut adalah grafik biaya penyimpanan yang terjadi pada perubahan frekuensi kedatangan masing-masing tongkang dan jenis batubara yang diangkut.

Batubara (5100 kkal/kg)

Batubara (4300 kkal/kg)

4.2.3 Membatasi persediaan

Hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan biaya persediaan adalah dengan membatasi persediaan di lapangan penumpukan, hal ini dilakukan agar tidak terjadi kelebihan persediaan dan juga kekurangan persediaan. Dalam perhitungan dilakukan perubahan batasan minimum dan maksimum persediaan pada data aktual tahun 2007-2008, yang nantinya diperoleh biaya penyimpanan pada

masing-masing perubahan batasan persediaan.Hal ini dimaksudkan untuk memberi gambaran terhadap biaya penyimpanan yang jika pembatasan persediaan diberlakukan dengan menggunakan data persediaan aktual. Berikut adalah salah satu grafik dari perhitungan dengan membatasi persediaan selama 1 tahun perencanaan.

Biaya Penyimpanan

Volume Batubara

(8)

Dari perhitungan dengan melakukan pembatasan pada minimum persediaan dan maksimum persediaan diatas dapat pula dikembangkan dengan membagi pembatasan persediaan menurut bulan dimana keadaan cuaca normal dan bulan dimana keadaan cuaca buruk. Dalam penelitian ini dalam perhitungan yang dilakukan. Cuaca normal yaitu pada bulan april sampai oktober dan cuaca buruk yaitu pada november sampai maret. Berikut adalah grafik dari pembatasan persediaan untuk masing-masing keadaan cuaca dari daa persediaan aktual tahun.

Dari perhitungan yang dilakukan sesuai dengan alur dari diagram diatas akan didapatkan sejumlah kombinasi yang dilakukan, berikut adlah salah satu perhitungan yang dilakukan.

Garis merah menunjukkan biaya penyimpanan pada tahun 2007 dan warna biru adalah biaya penyimpanan dari beberapa kombinasi yang dilakukan, terlihat babrapa kombinasi memiliki biaya penyimpanan yang lebih rendah dari biaya penyimpanan di tahun 2007. Namun dalam menetukan jumlah dari persediaan harus mempertimbangkan keadaan cuaca yang terjadi.

4.2.4 Analisa hubungan keadaan cuaca

Untuk menentukan kebijakan persediaan sehubungan dengan keadaan pelayaran selama 1 tahun pelayaran, harus mengetahui pengaruh keadaan pelayaran terhadap pengangkutan batubara, namun untuk melakukan hal tersebut sulit untuk dilakukan karena tinggi gelombang merupakan variabel yang tidak dapat di kontrol dan diperhitungkan secara pasti, dengan perhitungan untuk melihat seberapa besar hubungandengan tinggi gelombang pada suatu area jalur pelayaran.

(9)

Dari gambar 5.30 menunjukkan alasan mengapa hubungan antara tinggi gelombangsusah untuk diperkiraan secara pasti dengan penerimaan maupun persediaan yang terjadi, dimana data yang didapatkan mengenai tinggi gelombang tidak selalu berhubungan dengan jalur pelayaran, karena kemungkinan jalur pelayaran tidak selalu melewati area yang diambil data tinggi gelombangnya, dan juga ketinggian gelombang yang tidak sama antara kotak no.1 no.2 dan no.3, belum lagi tinggi gelombang setiap koordinat di laut jawa. Dalam penentuan volume persediaan di area penumpukan akan berhubungan dengan pengiriman batubara yang sangat berpengaruh oleh keadaan jalur pelayaran tersebut.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Pada sistem penumpukan tipe A memiliki kelebihan pada aspek volume, keamanan dan pada biaya operasi, namun masih lemah pada aspek kegiatan operasi dan akurasi dilapangan

penumpukan yang berhubungan dengan kualitas, jenis, dan jumlah batubara.

Pada sistem penumpukan tipe B memiliki kelebihan pada aspek kegiatan operasi, volume dan akurasi di lapangan penumpukan, namun masih kurang pada aspek keamanan, dan biaya operasi, tapi dari aspek keamanan dapat ditangani dengan melakukan pengecekan secara rutin.

Keadaan pelayaran ini berhubungan dengan tinggi gelombang yang berpengaruh terhadap lamanya pengiriman oleh alat angkut, untuk melakukan kebijakan mengenai volume batubara yang disediakan merupakan fungsi dari cuaca, sedangkan cuaca dalam hal ini berhubungan dengan tinggi gelombang pada jalur pelayaran, masalah dalam analisa mengenai tinggi gelombang adalah pada jalur mana yang dilalui oleh alat angkut, sedangkan jalur pelayaran yang dilakukan belum tentu melalui satu area di laut, dalam hal ini di laut belum tentu memiliki tinggi gelombang yang sama dalam waktu yang bersamaan, jadi untuk melakukan kebijakan tentang jumlah volume persediaan setiap harinya harus melalui pengalaman dalam melakukan kebijakan dengan dukungan data yang lengkap dan akurat.Untuk kesimpulan detail mengenai biaya persediaan yang terjadi terdapat pada laporan.

5.2 Saran

1. Dari penelitian yang dilakukan mengenai pembandingan sistem penumpukan hanya dapat membandingkan sistem penumpukan secara umum, sehingga perlu diadakan

(10)

penelitian lebih dalam mengenai dampak penggunaan sistem persediaan terhadap keuntungan dari operasional secara keseluruhan sistem produksi.

2. Untuk penelitian mengenai jumlah persediaan batubara perlu dilakukan analisa terhadap waktu dalam pengiriman batubara, sehingga lead time dari masing-masing keadaan pelayaran tiap bulannya dapat digambarkan, sehingga dapat ditentukan berapa persediaan yang paling tepat disediakan di lapangan penumpukan.

Daftar Pustaka

Anne M Carpenter.october 1999. Management

of coal stockpiles. IEA Coal Reseach .

Prof Ir Sukandarrumidi MSc,Ph.d . Batubara

dan Pemanfaatannya

Siswanto 2007 , Operation Research jilid

2.Jakarta:Erlangga.

Sunil Chopra, Peter Meindl. Supply Chain

Management, Pearson International

Edition. Perarson education, inc 2001 EMOMI, 1997, Coal management plan –

Paiton 7&8 , IPMOMI’s role at coal

handling Facility.

Ronny Kountur, 2006, Statistika Praktis, pengolahan data untuk penyusunan skripsi,

Methodology of Calculating Inventory

Carrying Cost” REM Management

Consultants , Desember 1994 (www.remassoc.com) http://www.argusmedia.com/pages/StaticPage.a spx?tname=Argus+Home&pname=Coa l http://www.coaltrans.com/EventDetails/0/876/1 5th-Coaltrans-Asia.html http://www.ptibt.com http://www.dkp.go.id

Survei lapangan PT.PJB UP Paiton , Mei 2009 Survei lapangan PT IPMOMI , Juli 2009

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Rembang,JawaTengah 7 september 1986 ,dengan orang tua Retno Dwi Purwani SKM, M.Kes dan Ibnu Supriyono, Bsc. Riwayat pendidikan formal penulis dimulai dari TK Taman Putra Rembang (1991-1992), SD Magersari Rembang (1992-1998), SLTP Negeri 2 Rembang(1998-2001), SMU Negeri 1 Pati (2001-2004), dan pada tahun 2004 penulis diterima di Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh November. Penulis terdaftar dengan NRP. 4104.100.023.

Fokus bidang studi yang diambil oleh Penulis adalah Bidang Studi Transportasi Laut dan Logistik. Selama Perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi dan kegiatan yang ada di kampus, anatara lain menjabat sebagai staf divisi olah raga HIMATEKPAL periode 2006-2007.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor yang paling berpengaruh pada biaya pembangkit iistrik PLTN adaiah mahainya biaya investasi. Apaiagi biaya investasi ini akan naik seiring dengan naiknya niiai

Kimia Bahan peledak 6-13 32 - Definisi Handak, Klasifikasi Bandak dan Bahan Pendorong Serta Rangkaian Peledak P b. Mekanika Teknik 1-5 10 - Analisa Stuktur,

Menurut Sangadji dan Sopiah (2010:134), definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dan atau konstrak dengan cara memberikan

Mayarakat Pampang baik dari Suku Jawa maupun Suku Bugis adalah satu kesatuan psikologis dan komunikasi interpersonal sehingga dalam menyelesaikan konflik yang terjadi,

Hasil pengamatan terhadap kekerasan buah yang dilakukan ketika buah dari salah satu perlakuan matang menunjukkan bahwa buah sawo yang disimpan pada suhu rendah nyata lebih keras

Pada tahun ini, Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung selaku PPID Utama Kota Bandung melakukan monitoring terhadap 4 kewajiban yang diamanatkan peraturan

Dengan kepuasan pelanggan yang baik dari Harian Waspada maka menjadikan suratkabar Harian Waspada yang layak untuk dikonsumsi masyarakat yang pada gilirannya berpengaruh terhadap

Diabetes Mellitus adalahsekelompok penyakit metabolik yangdicirikan dengan adanya kondisi hiperglikemia(peningkatan level glukosa darah) yang dikarenakan adanya kelainan dalam